• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Labtek 3_2 14-15_150302-FINAL-A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Labtek 3_2 14-15_150302-FINAL-A"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PRAKTIKUM

MT3203 – LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 3

TIM PENYUSUN

Dr. Ir. Aditianto Ramelan

Dr. Ir. Hermawan Judawisastra

Firmansyah Sasmita, S.T., M.T.

LABORATORIUM METALURGI DAN TEKNIK MATERIAL

PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

PANDUAN PRAKTIKUM

MT3203 – LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 3

LATAR BELAKANG

Berbeda dengan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 dan 2 yang berfokus pada Pengujian Sifat Mekanik, Metalurgi, dan Proses Produksi, maka pada praktikum Laboratorium Teknik Material 3 ini difokuskan pada Material Keramik, “Polimer”, dan Komposit dilihat dari aspek proses produksi dan sifat mekaniknya serta beberapa teknik karakterisasi material termasuk Pengujian Tidak Merusak.

LUARAN (OUTCOMES)

1. Mahasiswa memahami dengan baik proses pembuatan dan sifat mekanik dari keramik, polimer, dan komposit

2. Mahasiswa memahami dan memiliki kemampuan untuk mengukur besaran-besaran sifat material dan mengkarakterisasinya dengan metoda yang ada serta dapat menganalisisnya

MODUL PRAKTIKUM

Modul A Proses Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Halaman 8

Modul B Teori Laminat Klasik Halaman 13

Modul C Konduktivitas dan Difusivitas Termal Refraktori Halaman 24 Modul D Karakterisasi Material:

X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS)

Halaman 32

Modul E Modulus Young dan Porositas Keramik Halaman 45 Modul F Uji Tak Rusak Material:

Ultrasonic Thickness dan Ultrasonic Coating Thickness Test

(3)

Rev. 2 – Maret 2015 3

PROSEDUR PRAKTIKUM

Agar proses praktikum berjalan dengan baik dan benar, maka prosedur praktikum harus ditaati oleh praktikan maupun asisten. Prosedur tersebut adalah sebagai berikut:

 Praktikan sudah mempersiapkan tugas pendahuluan yang dibuat di rumah.  Praktikan datang 15 (lima belas) menit sebelum praktikum dimulai,

kemudian mencari tahu asisten praktikum untuk modul yang bersangkutan.  Asisten mempersiapkan alat tulis, log book praktikum dan berkoordinasi

dengan teknisi untuk persiapan alat dan perlengkapan praktikum.

 Praktikum dimulai dengan tes awal dengan alokasi waktu maksimum 30 (tiga puluh) menit.

 Diskusi awal antara asisten dan praktikan mengenai tes awal dan teori dasar dalam praktikum modul yang bersangkutan. Alokasi waktu maksimum 1 (satu) jam untuk praktikum yang terdapat pengujiaan secara langsung.  Praktikum dimulai dan selama proses tersebut asisten harus menjelaskan

prosedur yang baik dan benar tentang modul praktikum yang bersangkutan.  Setelah praktikum selesai, diskusi dapat dilanjutkan kembali dengan alokasi waktu maksimum 1 (satu) jam. Pada diskusi akhir ini dijelaskan juga tugas setelah praktikum serta penjelasan proses pengolahan data dari hasil praktikum yang telah dilakukan.

 Presentasi laporan praktikum dengan batas waktu maksimum 1 (satu) minggu sejak praktikum dilaksanakan.

 Praktikan mengisi lembar feedback praktikum.

 Asisten membuat penilaian terhadap aktivitas praktikum, kemudian diserahkan kepada Koordinator Praktikum yang bersangkutan.

(4)

FORMAT TUGAS PENDAHULUAN DAN LAPORAN

Tugas Pendahuluan terdiri dari :  Cover

 Pertanyaan dan Jawaban dari Tugas Pendahuluan Format Cover :

Laporan Praktikum terdiri dari : a. COVER

b. BAB I : Pendahuluan (latar belakang dan tujuan praktikum) c. BAB II : Dasar Teori

d. BAB III : Data Percobaan (data dan pengolahan data)

e. BAB IV : Analisis Data (analisis dan interpretasi data percobaan) f. BAB V : Kesimpulan dan Saran

g. DAFTAR PUSTAKA

h. LAMPIRAN (tugas setelah praktikum, rangkuman praktikum dan data lain yang dibutuhkan)

Format cover laporan praktikum seperti tugas pendahuluan, tinggal mengganti Judul serta menambahkan tanggal penyerahan praktikum.

Tugas Pendahuluan Praktikum Laboratorium Teknik Material 3

Modul A Xxx Xxxxx oleh : Nama : NIM : Kelompok : Anggota (NIM) : Tanggal Praktikum : Nama Asisten (NIM) :

Gambar Ganesha

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Institut Teknologi Bandung 2015

Laporan Akhir Praktikum Laboratorium Teknik Material 3

Modul A Xxx Xxxxx oleh: Nama : NIM : Kelompok : Anggota (NIM) : Tanggal Praktikum : Tanggal Penyerahan Laporan : Nama Asisten (NIM) :

Gambar Ganesha

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Institut Teknologi Bandung 2015

(5)

Rev. 2 – Maret 2015 5

ATURAN PRAKTIKUM

Peraturan praktikum yang harus ditaati oleh Praktikan Laboratorium Teknik Material 3 adalah sebagai berikut:

1. Mengerjakan tugas pendahuluan yang terdapat pada modul.

2. Membawa peralatan sesuai dengan modul, dibawa sebelum praktikum.

3. Memakai jas laboratorium, sepatu tertutup (sepatu-sandal & sandal tidak diizinkan), pakaian kemeja, dan berambut rapi (khusus berambut panjang: tidak boleh terurai dan harus diikat dengan rapi).

4. Datang 15 menit sebelum praktikum dimulai.

5. Tidak makan, menggunakan dan mengaktifkan handphone, merokok, tidur dan meninggalkan praktikum tanpa seizin asisten.

6. Tidak merusak dan menghilangkan peralatandan perlengkapan praktikum. 7. Membawa modul, buku catatan, dan kartu tanda praktikum.

8. Membuat surat ijin yang sah apabila tidak dapat mengikuti praktikum. 9. Menjaga sopan santun dan etika selama praktikum.

10. Menjaga kebersihan, keselamatan, dan ketertiban selama praktikum.

SANKSI PRAKTIKAN

 Kehadiran

1. Tidak hadir lebih dari 1 kali (K, NA = 0)

2. Tidak memberikan informasi kehadiran 15 menit setelah praktikum dimulai (K, NAP=0)

3. Tidak memberi surat izin yang sah untuk ketidakhadiran 3 hari setelah praktikum (K, NAP = 0)

 Keterlambatan

 Keterlambatan 0 sampai 15 menit (K, A-15, dan wajib melapor pada asisten yang bersangkutan dan koordinator praktikum)

 Keterlambatan diatas 15 menit (K, NAP= 0)

 Terlambat mengumpulkan Tugas Pendahuluan (K,NAP=0, tidak diperbolehkan mengikuti praktikum modul yang bersangkutan)

 Kelengkapan Praktikum

 Tidak membawa kartu praktikum (K, dipersilahkan pulang namun dapat mengikuti modul yang bersangkutan pada shift lain)

 Tidak membawa modul, memakai jas laboratorium, memakai pakaian kemeja dan atau berkerah, dan memakai sepatu tertutup(K, NAP-30, dan praktikan dipersilahkan pulang untuk melengkapi dengan resiko keterlambatan)

 Tidak melengkapi kartu praktikum (K, NAP-30, dan praktikan dipersilahkan pulang untuk melengkapi dengan resiko keterlambatan)

(6)

 Untuk nilai tes awal < 30 praktikan dipersilahkan pulang dan nilai praktikum yang diperhitungkan hanya nilai tugas pendahuluan

 Untuk nilai tes awal < 50 praktikan diberikan tugas tambahan oleh asisten yang bersangkutan sehingga nilai tes awal maksimal menjadi 50

 Merokok pada saat praktikum (NAP=0)  Keaktifan

1. Makan atau tidur (K dan A-50)

2. Menggunakan handphone (K dan A-50) 3. Meninggalkan praktikum (K dan A-50)

 Merusak dan menghilangkan peralatan dan perlengkapan praktikum (K, melapor pada asisten, koordinator praktikum, koordinator asisten, dan teknisi)

 Sanksi yang bersifat kondisional dan insidental akan ditetapkan oleh asisten yang bersangkutan pada saat praktikum

 Praktikan yang tercatat 5 kali atau lebih pada buku kasus, dinyatakan tidak lulus praktikum pada semester yang bersangkutan

 Apabila kartu praktikum hilang maka praktikan akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000,00

Keterangan:

K : Tercatat dalam buku kasus A-X : Nilai aktivitas dikurangi X poin NAP : Nilai Aktivitas Praktikum

NAP-X : NAP (Nilai Aktivitas Praktikum) dikurangi X poin NA : Nilai Akhir Praktikum

NA-X : NA (Nilai Akhir Praktikum) dikurangi X poin

ATURAN PENILAIAN

Nilai Total Praktikum (NTP) didasarkan pada 2 aspek penilaian yaitu:

1. Nilai Aktivitas Praktikum

Nilai Aktivitas Praktikum dapat diformulasikan dengan :

6 NMF NME NMD NMC NMB NMA NAP     

NMA s/d NMF adalah nilai per Modul A sampai Modul F. Penilaian dari masing- masing modul adalah :

100 ) 20 ( ) 30 ( ) Pr 30 ( ) 10 ( ) 10 ( )

(NilaiModul xTP xTesAwal xAktivitas aktikum xLaporan xpresentasi

(7)

Rev. 2 – Maret 2015 7 2. Nilai Ujian Praktikum (NUP)

Nilai diambil dari ujian tertulis Praktikum Laboratorium Teknik Material 3. Penilaian berupa angka 0 s/d 100.

Kemudian untuk menghitung Nilai Total Praktikum (NTP) diformulasikan dengan :

100 40

60xNAP xNUP

NTP 

Nilai Total Praktikum (NTP) akan dikonversi menjadi nilai untuk Mata Kuliah MT-3203, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

NTP ≥ 90 : A 80 ≤ NTP < 90 : AB 70≤ NTP < 80 : B 60 ≤ NTP < 70 : BC 50 ≤ NTP < 60 : C NTP < 50 : E

(8)

MODUL A

PROSES PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT

1. Tujuan Praktikum

a. Mempelajari proses pembuatan komposit, khususnya dengan Teknik Wet Hand Lay Up dan Compression Molding.

b. Mempelajari teknik-teknik karakterisasi komposit, khususnya karakterisasi sifat mekanik dengan uji tarik dan pengujian fraksi volume.

c. Mempelajari pengaruh metode manufaktur dan pengaruh fraksi volume material penyusun terhadap sifat mekanik komposit.

2. Latar Belakang dan Dasar Teori

Material komposit merupakan gabungan secara makroskopis dari dua jenis material atau lebih. Komponen pembentuk material komposit berupa penguat (reinforcement) dan matriks sebagai pengikat. Polymer Matrix Composite (PMC) adalah komposit yang paling dominan digunakan. Keunggulan dari PMC terletak pada sifat mekanik spesifik yang tinggi dan kemudahan proses produksinya. Selain itu, material komposit memiliki sifat tailorability yang berarti orientasi penguat dapat diatur sesuai dengan arah pembebanan sehingga didapatkan konstruksi yang optimum dan efisien.

Ada beberapa teknik proses pembuatan material komposit. Teknik wet hand lay up

merupakan teknik pembuatan yang tradisional yang relatif sederhana dan mudah dilakukan. Teknik ini dilakukan manual dengan tangan untuk lay up serat penguat yang diimpregnasi oleh cairan resin termoset. Aplikasinya cukup banyak ditemui pada kebutuhan sehari-hari, misalnya tangki penyimpan air, bath up, perahu, dan lain-lain.

Metode lain yang bisa digunakan untuk membuat komposit adalah compression molding dimana preform serat diletakkan ke dalam suatu cetakan, kemudian resin di tuangkan secara merata ke lapisan serat dan selanjutnya diberikan tekanan. Teknik ini dapat diterapkan baik pada matriks termoset maupun termoplastik.

Pada material komposit yang telah jadi, perlu dilakukan karakterisasi baik itu dilakukan untuk tujuan perancangan ataupun kontrol kualitas. Karakterisasi suatu material komposit mencakup karakterisasi sifat fisik, mekanik, atau termal, dan sifat lain. Sifat yang paling penting dari suatu komposit struktural adalah sifat mekanik, seperti kekuatan tarik, modulus elastisitas dan elongasi.

Pengujian-pengujian yang akan dilakukan memerlukan universal testing machine, yang mampu memberikan deformasi pada spesimen dengan beban dan kecepatan tarik yangterkontrol. Cara untuk memperoleh dimensi spesimen adalah dengan mencetak komponen dengan sesuai dengan ukuran standar. Namun seringkali spesimen dibuat dari laminat yang besar yang kemudian dipotong melalui proses pemesinan.

Secara umum, sifat mekanik dari komposit dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis dan fraksi volume material penyusun, metode manufaktur, sifat interface dan kualitas impregnasi.

(9)

Rev. 2 – Maret 2015 9

Uji Tarik

Pada prinsipnya uji tarik dilakukan dengan menarik spesimen dan memonitor respon yang terjadi. Pelaksanaan uji tarik komposit dilakukan dengan membuat spesimen uji tarik seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Spesimen uji tarik

Specimen width = 25 mm

Spesimen uji tarik ini akan dipegang oleh grip pada mesin uji tarik. Untuk mendapatkan hasil yang valid, sekurang-kurangnya diperlukan tiga buah spesimen. Dari uji tarik akan didapat kurva Gaya vs Pertambahan Panjang untuk selanjutnya diolah dalam memperoleh sifat tariksebagai berikut:

1. Kekuatan Tarik 2. Modulus Elastisitas 3. Regangan Maksimum

Uji Fraksi Volume

Uji fraksi volume material penyusun dilakukan dengan beberapa tahap sbb.: 1. Mengukur massa serat penguat

2. Mengukur massa komposit

3. Menghitung massa jenis dan volume komposit 4. Hitung fraksi volume material penyusun dan void

Perhitungan fraksi volume dilakukan dengan menggunakan data berat jenis serat gelas sebesar 2,58 g/cm3 dan berat jenis poliester sebesar 1,25 g/cm3.

3. Percobaan

a. 3.1. Pembuatan Komposit Bahan :

1. serat gelas woven

2. resin unsaturated polyester 3. katalis

Alat :

1. papan tripleks

2. plastik mika tebal (dibawa oleh setiap kelompok) 3. gunting (dibawa oleh setiap kelompok)

4. masker dan sarung tangan ( dibawa oleh setiap praktikkan) 5. karton

(10)

7. mesin kompresi

8. cetakan

Prosedur :

Wet Hand Lay Up

1. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar.

2. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata.Buat 50 % berat.

3. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika.

4. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis) dengan menggunakan roller untuk mengimpregnasi serat.

5. Lapisi serat lainnya ditambahkan secara bertahap seperti langkah 4. 6. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika.

7. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured).

Compression Molding

a. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar.

b. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata. Buat 50 % berat.

c. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika. d. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis). e. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika.

f. Tekan serat gelas dengan menggunakan alat kompresi pada tekanan 25 bar selama 5-10 menit, 50 bar selama 5-10 menit, 75 bar selama 5-10 menit.

g. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured).

b. 3.2. Uji Tarik Komposit Bahan :

2 spesimen komposit arah serat (00) yang telah dipotong sesuai standar

spesimen uji tarik

Alat :

a. Mesin uji tarik

b. Jangka sorong

Prosedur :

1. Ukur dimensi dari spesimen uji tarik (panjang spesimen, panjang gage length, lebar, dan tebal spesimen)

2. Letakkan spesimen pada grip mesin uji tarik

3. Set kecepatan penarikan pada mesin uji tarik sebesar 2 mm/menit.

4. Catat beban dan pertambahan panjang spesimen selama pengujian berlangsung 5. Konversi menjadi kurva Tegangan dan Regangan.

6. Hitung sifat mekanik.

Uji Fraksi Volume Bahan:

1. Spesimen uji tarik setelah uji tarik 2. Preform serat gelas

Alat:

(11)

Rev. 2 – Maret 2015 11 3. Alat potong komposit

Prosedur

 Sebelum pembuatan komposit, hitung Areal density (Ap) dan jumlah lembaran

preform (N) serat gelas yang digunakan

 Ambil komposit serat gelas yang telah diuji tarik. Potong spesimen dari spesimen uji tarik pada bagian yang tidak mengalami kegagalan dengan ukuran sekitar 2,5cm x 2,5 cm. Hitung luas area komposit (Ak).

 Ukur massa kering komposit (Mk).

 Ukur massa komposit ketika terendam air (Ms).

 Hitung massa jenis dan volume komposit (Vkomposit).

Vkomposit = (Mk - Ms) / ρair

ρkomposit = Mk /Vkomposit

 Hitung fraksi volume serat:

Vf = (Ap x Ak x N /ρserat gelas ) / Vkomposit

 Hitung fraksi volume matriks:

Vm = ((Mk - (Ap x Ak x N)) / ρ poliester ) / Vkomposit

 Hitung fraksi volume void:

V void = 1 – Vf – Vm

4. Data dan Pengolahan

a. Uji Tarik Komposit

σ : Engineering Stress ( N/mm2 ) F : Beban yang diberikan ( Newton ) A : luas Penampang ( mm2 )

E : Strain ( tidak bersatuan ), dinyatakan dalam persentase ∆l : Perubahan Panjang ( mm )

l : Panjang setelah pembebanan (mm )

lo : Panjang awal spesimen ( mm )

Jenis mesin :

Kecepatan Tarik (mm/menit) :

Jumlah Spesimen :

Load Cell :

Metode Manufaktur

No. Spesimen 1 2 3 4 5 6

Panjang uji (gauge length; mm) Lebar (mm)

Tebal (mm)

Kekuatan Tarik (Newton) 

E l

lollo

(12)

Modulus Elastisitas Regangan Maksimum

Uji Fraksi Volume

Areal density (gr / cm2) :

Metode Manufaktur

No. Spesimen 1 2 3 4 5 6

Massa Kering (gram) Massa Terendam (gram) Volume Komposit (cm3) Fraksi Volume Serat Fraksi Volume Matriks Fraksi Volume Void

5. Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan perbedaan proses manufaktur pada komposit dengan matrix termoset dan termoplastik!

2. Jelaskan proses pembuatan komposit matrix termoset dengan metode: wet hand lay up, compression molding, dan Vacuum Assisted Resin Infusion (VARI)!

3. Jelaskan perbedaan spesimen uji tarik antara material baja dan FRP. 4. Jelaskan cara memperoleh fraksi volume material penyusun komposit.

6. Tugas Setelah Praktikum

1. Berdasarkan literatur, jelaskan perbedaan sifat fisik dan mekanik komposit matrix termoset yang diperoleh dari metode berikut: wet hand lay up, compression molding, dan VARI!

2. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan sifat mekanik komposit.

7. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum

1. ASTM D 3039 – 00. 2. ASTM D 0792 – 00.

3. Astrom, B. T., “Manufacturing of Polymer Composites”, 1st ed., Chapman and Hall, London, 1997.

(13)

Rev. 2 – Maret 2015 13

MODUL B

TEORI LAMINAT KLASIK

1. Tujuan Praktikum

1. Memahami pengaruh dari pemilihan material komposit serta pengaruh cara penyusunannya (stacking sequence) terhadap kekakuan, distribusi tegangan, dan perilaku kegagalan yang terjadi pada komposit laminat.

2. Dapat menggunakan program GENLAM dan mampu menginterpretasikan hasilnya dengan benar.

2. Latar Belakang

Material komposit merupakan gabungan dua atau lebih material dimana sifat-sifat dari material pembentuknya masih terlihat secara makro. Komposit matriks polimer (PMC), dengan material pembentuk serat dan matriks, merupakan material komposit yang banyak dipakai. Serat yang banyak dipakai adalah serat karbon dan gelas, sedangkan untuk matriks adalah jenis termoset.

Selain memiliki kekakuan dan kekuatan spesifik yang tinggi, material komposit memiliki sifat tailorability yang dapat dimanfaatkan untuk membuat sifat yang mendekati isotrop hingga yang sangat tidak isotrop sesuai dengan beban yang akan bekerja pada suatu konstruksi. Dengan cara ini akan diperoleh konstruksi yang efisien. Pengetahuan tentang mikromekanik dan makromekanik sangat berperan dalam mengarahkan material komposit agar persyaratan konstruksi yang diinginkan tercapai.

Classical Laminate Theory (CLT) atau Teori Laminat Klasik merupakan suatu metode untuk menganalisa material komposit berupa laminat secara makromekanik.

3. Dasar Teori

Komposit yang menjadi fokus dari percobaan kali ini adalah komposit yang terbentuk dari tumpukan lamina yang dinamakan laminat. Lamina merupakan satu lapis pelat datar/ lengkung dari unidirectional fiber atau woven fabrics dalam matriks. Laminat merupakan pelat yang terdiri dari tumpukan lamina yang orientasinya dapat ditentukan.

(14)

GENLAM merupakan perangkat lunak yang berguna untuk memodelkan laminat jika diberikan pembebanan baik itu pembebanan mekanik (tarik, tekan, puntir) maupun pembebanan hygrotermal (kelembaban udara, temperatur). Laminat yang akan dimodelkan dapat ditentukan parameter-parameternya seperti jenis material dari lamina, jumlah tumpukan lamina, maupun orientasi dari susunan lamina tersebut. Sehingga dapat diketahui apakah suatu laminat yang akan dibuat mengalami kegagalan atau tidak.

Pembebanan dan momen yang terjadi pada laminat dapat ditunjukkan dengan:

                      j j ij ij ij ij i i D B B A M N  0

N adalah beban-beban yang bekerja pada bidang (in-plane loads) di arah 1, 2 atau 6.

M adalah momen akibat bending atau puntir (bending or torsional moments) 0 adalah regangan pada bidang (in-plane deformations)

k adalah kelengkungan (curvatures)

A adalah matriks kekakuan bidang (in-plane stiffness matrix) yang menghubungkan beban dan regangan yang bekerja pada bidang.

D adalah matriks kekakuan bending (flexural stiffness matrix) yang menghubungkan momen dengan kelengkungan.

B adalah matriks kekakuan kopel (coupling stiffness matrix) Penyusunan lamina dapat digolongkan menjadi empat jenis :

Laminat simetris: merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi simetris terhadap midplanenya. Misalnya , laminat yang terdiri dari 6 lamina dapat disebut simetris jika susunan laminanya : a-b-c-c-b-a

Pada laminat simetris, nilai matriks kekakuan kopel akan bernilai 0, hal ini ditunjukkan dengan persamaan 𝐵 = 1

2∑ [𝑄](𝑧𝑘 2− 𝑧

𝑘−12 ) 𝑁

𝑘=1 .

Laminat asimetris : merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi tidak simetris dan tidak teratur terhadap midplanenya. Misalnya, laminat yang terdiri dari 6 lamina dapat disebut laminat asimetris jika susunan laminanya : a-b-c-a-b-c

Laminat antisimetris : merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi berkebalikan terhadap midplanenya. Misalnya, laminat yang terdiri dari 2 lamina dikatakan laminat antisimetris jika susunan laminanya : a – (-a)

Laminat cross-ply : merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi berselang-seling antara laminanya. Misalnya, laminat yang terdiri dari 4 lamina disebut laminat cross-ply jika susunan laminanya : 0,90,0,90 untuk asimetris , atau 0,90,90,0 untuk simetris.

(15)

Rev. 2 – Maret 2015 15 Konstanta teknik adalah suatu konstanta yang menunjukan sifat mekanik material atau dalam hal ini adalah sifat mekanik laminat. Konstanta teknik yang ditunjukkan oleh GENLAM adalah tegangan tarik arah x (E1) , tegangan tarik arah y (E2), tegangan geser (E6) , momen puntir, serta koefesien muai termal.

Pada GENLAM, nilai-nilai ini didapat setelah mengalkulasi laminat yang telah dirancang. Pembebanan yang dapat dimodelkan oleh GENLAM adalah pembebanan mekanik seperti beban tarik, tekan, dan puntir. Serta pembebanan higrotermal. Pembebanan higrotermal merupakan pembebanan yang diakibatkan kelembaban udara dan perbedaan temperatur lingkungan dan temperatur curing lamina, kekuatan lamina dapat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut, sehingga kegagalan mungkin terjadi meskipun tidak ada pembebanan mekanik.

(16)

4. Praktikum dan Tugas Latihan 1. Sifat-sifat Elastis

Bandingkan konstanta-konstanta teknik material dari pelat dengan tebal 1 mm yang terbuat dari:

a. AS-3501 (02,902)s dengan AS-3501 (0,90)2s b. Scotch-ply UD dengan Scotch-ply (0,90)2

Tunjukkan perbedaan-perbedaan konstanta teknik (in-plane constants & flexural constants) diantara material tersebut! Mengapa terjadi perbedaan-perbedaan tersebut?

Latihan 2. Pembebanan dan Tegangan

1. Lihat dan perhatikan tegangan yang terjadi pada berbagai material di bawah ini tanpa pembebanan pada temperatur ruang (25oC).

1. Scotch-ply UD

2. Scotch ply (0,±45,90, 0,±45,90)

3. IM6 epoxy (0,±45,90, 0,±45,90)

Bandingkan tegangan dan regangan yang terjadi (global dan pada setiap lapisan) pada setiap jenis material. Analisis distribusi tegangan dan regangannya.)

2. Ulangi latihan dengan material Scotch-Ply UD untuk 4 kasus kondisi pembebanan mekanik sebagai berikut :

a. Pembebanan tarik biaksial masing-masing sebesar 10 N/mm2 (1 MN/m2) b. Pembebanan geser sebesar 10 N/mm2

c. Momen bending M1 sebesar 10 N.m d. Momen torsi sebesar 5 N.m

3. Bandingan dan analisis grafik tegangan dan regangan 3 material pada soal nomor 1 jika diberi beban tarik biaxial 10 N/mm2

(17)

Rev. 2 – Maret 2015 17

Latihan 3. Kegagalan pada laminat

Untuk mempermudah penggambaran, GENLAM tidak memperlihatkan nilai R tetapi 1/R.

1. Berikan pembebanan biaksial sebesar 50 N/mm, tarik-tarik, tarik-tekan, tekan-tarik dan tekan-tekan (4 modus pembebanan) untuk laminat berikut ini :

a. B-N5505 UD b. B-N5505 (+ 45)s

c. IM6-epoxy (+ 30, + 60)s

Pertama-tama lihat tegangan yang terjadi dan perkirakan lapisan mana yang akan mengalami kegagalan pertama kali. Periksa rasio tegangan untuk material yang utuh (intact material) dan bandingkan. Tentukan faktor keamanan untuk kegagalan terakhir dari masing-masing laminat.

2. Pergunakan sebuah cross-ply Kevlar-Epoxy laminat pada temperatur kamar (250C). Perhatikan faktor R nya. Jelaskan! (perhatikan tegangan pada lapisan)

(18)

Material CFRP CFRP CFRTP BFRP CFRP KFRP GFRP CFRP core

Fibre T300 AS AS4 Boron B4 IM6 Kevlar 49 E-glass T300 None

Matrix Epoxy

N5208

Epoxy 3501 PEEK Epoxy N5505

Epoxy Epoxy Epoxy Epoxy F934 Foam

Engineering Constants

Ex. GPa 181 138 134 204 203 76 38.6 148 1 E-10

Ey,GPa 10.3 8.96 8.9 18.5 11.2 5.5 8.27 9.65 1 E-10

Vxy 0.28 0.3 0.28 0.23 0.32 0.34 0.26 0.3 0

E.s, GPa 7.17 7.1 5.1 5.59 8.4 2.3 4.14 4.55 1 E-11

Other ply data

Vf 0.7, 0.66 0.66 0.5 0.66 0.6 0.45 0.6 0 ρ (kg/m3) 1600 1600 1600 2000 1600 1460 1800 1500 0 ho, mm 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.1 5 Mmax (%) 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 Tcure (°C) 122 122 310* 122 200 62 122 i22 — • DF 0.15 0.15 0.07 0.2 0.04 0.02 0.04 0.15 0 Strength, MPa X 1500 1447 2130 1260 3500 1400 1062 1314 1 X’ 1500 1447 1100 2500 1540 235 610 1220 1 Y 40 52 80 61 56 12 31 43 1 Y’ 246 206 200 202 150 53 118 168 1 S 68 93 160 67 98 34 72 48 1 Fxy * Fxv -0.5 -0.5 -0.5 -0.5 -0.5 -0.5 -0.5 -0.5 -0.5

Hygrothermal expansion coefficients

αx(10-6oC) 0.02 -0.3 -0.3 6.1 -0.3 -4 8.6 -0.3 0 Αy(10-6oC) 22.5 28.1 28.1 30.3 28.1 79 22.1 28.1 0 βx Y 0 0 0 0 0 0 0 0 0 βy 0.6 0.6 0 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0

(19)

19

5. Tugas sebelum praktikum

1. Apakah yang dimaksud dengan lapisan (ply atau lamina)? Apa perbedaannya dengan laminat (laminates)?

2. Apakah yang dimaksud dengan laminat simetri, laminat tidak simetri dan laminat

cross ply?

3. Apakah yang dimaksud dengan sistem koordinat lapisan (ply coordinate system) dan sistem koordinat laminat (laminate coordinate system)? Bagaimana cara mengubah dari satu sistem koordinat ke sistem koordinat lainnya? Jelaskan secara singkat!

4. Gambarkan skema perhitungan dalam Teori Laminat Klasik dimulai dari sifat-sifat material, cara memperoleh konstanta teknik, pemberian beban sampai pada tegangan dan regangan yang terjadi pada setiap lapisan. Jelaskan dengan ringkas! 5. Jelaskan dengan ringkas perbedaan pembebanan mekanik dan pembebanan

higrotermal!

6. Apakah yang dimaksud dengan First Ply Failure dan Last Ply Failure? Jelaskan!

6. Tugas Setelah Praktikum

1. Buat dua buah komposit T300 epoxy yang memiliki susunan laminat berbeda tetapi mempunyai konstanta teknik bidang (in-plane engineering constants) yang sama? Dapatkah Anda membuat suatu laminat dengan konstanta teknik bending (flexural engineering constants) yang sama?

2. Sebuah laminat (02, + 45, 90)s AS-3501 diberi tiga jenis pembebanan yang berbeda.

Distribusi tegangan, untuk setiap kondisi pembebanan tersebut, kemudian dihitung dan diperlihatkan dalam tiga gambar di bawah ini. Tentukan dari ketiga gambar tersebut jenis kondisi pembebanan yang telah diberikan!

(20)
(21)

21 3. Untuk laminat (02, + 45, 90) AS 3501 didapatkan data tegangan sebagai berikut:

Load Case No.1 PLY STRESSES IN MPa

Ply No Sigma-1 Sigma-2 Sigma-6 Sigma-x Sigma-y Sigma-s 10Top 10Bot 9Top 9Bot 8Top 8Bot 7Top 1Bot 6Top 6Bot 5Top 5Bot 4Top 4Bot 3Top 3Bot 2Top 2Bot 1Top 1Bot 515.41 412.98 412.98 310.55 358.99 239.32 -227.49 -113.76 -2.34 -6.45 -6.45 -10.55 113.69 227.42 -239.39 -359.06 -304.03 -406.46 -406.46 -508.89 -41.24 -34.21 -34.21 -27.18 284.61 189.99 -276.82 -138.04 -127.00 10.72 10.72 148.44 139.53 278.31 -188.50 -233.12 14.98 22.00 22.00 29.03 127.67 102.14 102.14 76.60 366.49 246.54 255.64 129.51 25.53 0.00 0.00 -25.53 -142.77 -278.91 -233.28 -353.23 -76.60 -102.14 -102.14 -127.67 515.41 412.98 412.98 310.55 688.30 461.19 -51780 -255.40 -127.00 10.72 10.72 148.44 269.38 531.77 -447.22 -674.32 -304.03 -406.46 -406.46 -508.89 -41.24 -34.21 -34.21 -27.18 -44.69 -31.89 13.49 3.61 -2.34 -6.45 -6.45 -10.55 -16.16 -26.04 19.33 32.14 14.98 22.00 22.00 29.03 127.67 102.14 102.14 76.60 -37.19 -24.67 24.67 12.14 -25.53 -0.00 -0.00 25.53 -12.92 -25.44 25.44 37.97 -76.60 -102.14 -102.14 -127.67

(22)

LOAD CASE No. 3 PLY STRESSES IN MPa.

Ply No sigma-1 sigma-2 sigma-6 sigma-x sigma-y sigma-s 10Top 10Bot 9Top 9Bot 8Top 8Bot 7Top 7Bot 6Bop 5Tot 5Bot 4Top 4Bot 3Top 3Bot 2Top 2Bot 1Top 1Bot 38.93 38.93 38.93 38.93 203.61 203.61 -273.45 -273.45 -8.02 -8.02 -8.02 -273.45 -273.45 203.61 203.61 38.93 38.93 38.93 38.93 -19.17 -19. 17 -19.17 -19.17 178. 51 178.51 -298.55 -290.55 -201.63 -201.63 -201.63 -298.55 -298.55 178.51 178.51 -19.17 -19.17 -19.17 -19.17 52.19 52.19 52.19 52.19 227.83 227.83 295.59 295.59 52.19 52.19 52.19 295.59 295.59 227.84 227.84 52.19 52.19 52.19 52.19 38.93 38.93 38.93 38.93 -118.89 418.89 -581.59 -581.59 -201.63 -201.63 -201.63 -581.59 -581.59 418.89 418.89 38.93 38.93 38.93 38.93 -19.17 -19.1.7 -19.17 -19.17 -36.73 -36.78 9.60 9.60 -8.02 -8.02 -8.02 9.60 9.60 -36.78 -36.78 -19.17 -19.17 -19.17 -19.17 52.19 52.19 52.19 52.19 -1255 -12.55 12.55 12.55 52.19 52.19 -52.19 12.55 12.55 -12.55 -12.55 52.19 52.19 52.19 52.19

(23)

23 Load Case No 1

Ply Angle Mat. h*1000 R-int/t R-int/b R-deg/t R-deg/b

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.0 0.0 45.0 -45.0 90.0 90.0 -45.0 45.0 0.0 0.0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.8 1 1.63 1.53 3.23 1.61e+007 4.57 1.43 1.01 0.754 1 1.33 2.45 3.07 1.61e+007 3.75 2.28 0.953 0.754 0.603 1.62 2.03 1.78 1.06 3.3 4.31e+007 3.13 1.39 1.53 1.14 2.03 2.7 • . j 2.66 2.13 4.31e+007 4 .34 1.57 0.925 | 1.14 0.915 Load Case No 3

Ply Angle Mat.- h*1000 R-int/t R-int/b R-deg/t R-deg/b

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.0 0.0 45.0 -45.0 90.0 90.0 -45.0 45.0 0.0 0.0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 2.07 2.07 2.83 1.7 1.85 1.85 1.7 2.83 2.07 2.07 2.07 2.07 2.83 1.7 1.85 1.85 1.7 2.83 2.07 2.07 5.65 5.65 3.12 1.43 3.34 3.34 1 .43 3.12 5.65 5.65 5.65 5. 65 3.12 1.43 3.34 3.34 1.43 3.12 5. 65 5.65

Berapakah FPF untuk masing-masing kondisi pembebanan, lapisan mana yang gagal pertama kali dan komponen tegangan mana yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan?

Berapa kekuatan ultimate dari laminat untuk masing-masing kondisi pembebanan dan lapisan yang mana yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan terakhir dari laminat?

7. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum

1. Tsai, S.W., Hahn, H.T., “Introduction to Composite Material”, Westport, Technomic Publishing Co., Inc., 1980.

2. Eupoco, Module 4, “Composite Science and Technology”. 3. Tsai, S.W., “Composite Design”.

Agar praktikan dapat lebih memahami praktikum, praktikan disarankan mempelajari juga materi mata kuliah Material Komposit bagian Makromekanik & Teori Laminat Klasik.

(24)

MODUL C

KONDUKTIVITAS DAN DIFUSIVITAS TERMAL REFRAKTORI

1. Tujuan Praktikum

a. Memahami konduktivitas dan difusivitas termal kaitannya dengan sifat isolasi termal refraktori.

b. Menentukan nilai koefisien konduktivitas, difusivitas termal, dan kapasitas panas spesifik dari refraktori Alumino-Silicate.

2. Dasar Teori

Refraktori didefinisikan sebagai material konstruksi yang mampu mempertahankan bentuk dan kekuatannya pada temperatur sangat tinggi dibawah beberapa kondisi seperti tegangan mekanik (mechanical stress) dan serangan kimia (chemical attack) dari gas-gas panas, cairan atau leburan dan semi leburan dari gelas, logam atau slag [1].

Adapun jenis-jenis refraktori antara lain: Berdasarkan komposisi kimia:

1. Asam (contoh: Silika, Firebrick, Alumino-Silicate).

2. Netral (contoh: Chromite, Silikon Karbida, Karbon, dan Alumina). 3. Basa (contoh: Magnesite, Forsterite Magnesit-Chromite, dan Dolomite). 4. Spesial (contoh: Zirconia, Spinel, dan Boron Nitride)

Berdasarkan bentuk: 1. Bricks

Contoh: Fireclay, Sillimanite (Alumino-Silicate), Magnesite, Dolomite, Magnesite-Chromite, Silika, Periclase.

2. Monolith

Contoh: Castable refractories, Plastic refractories, Ramming refractories, Patching refractories, Coating refractories, Refractoy mortars, Insulating castables

Material refraktori banyak digunakan dan dibutuhkan di industri yang menggunakan

Furnace, Kiln atau dapur peleburan, seperti industri gelas, kaca, steel, aluminium dan pembakaran seperti industri keramik, sebagai bahan penyekat antara produk yang bersuhu tinggi dengan udara luar, atau sebagai wadah tempat produk mengalami proses peleburan.

Material refraktori sangat terkait dengan sifat termalnya, antara lain:

a) Konduktivitas: kemampuan material untuk menghantarkan panas melalui kontak langsung dengan atom-atom atau molekul penyusunnya, dari daerah temperatur tinggi ke daerah temperatur rendah (satuan SI: Wm-1K-1) [2&3].

b) Difusivitas: perbandingan konduktivitas termal terhadap kapasitas panas volumetrik (satuan SI: m2 s-1) [4].

c) Kapasitas panas: kapasitas panas per satuan massa per derajat K atau kapasitas panas per mol per derajat K (satuan SI: J kg-1 K-1). Kapasitas panas dapat juga dinyatakan sebagai kemampuan dari suatu material untuk menyimpan/ menahan panas dari lingkungan luar. Merepresentasikan sejumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan peningkatan temperatur.

d) Ekspasi termal: Perubahan dimensi pada suatu material yang diakibatkan oleh adanya perubahan panas. Perubahan dimensi dapat terjadi karena dengan adanya perubahan

(25)

25 panas, maka atom-atom akan bervibrasi makin cepat yang berakibat pada berubahnya jarak antar atom.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konduktivitas termal pada refraktori diantaranya, yaitu komposisi kimia, porositas, temperatur, tekanan, tegangan, atau regangan, dan aliran panas [5&6].

Persamaan yang menghubungkan antara konduktivitas termal (k) dengan panas (q) yang mengalir pada suatu material didasarkan pada hukum konduksi panas Fourier. Untuk konduksi panas pada pelat di arah x (dimensi 1), persamaan Fourier-nya [7] ialah:

...(2.1) x x dT q kA dx      

dimana qx= laju konduksi panas pada arah x (Watt), A = normal luas terhadap arah aliran panas (m2), T

x

 = gradien temperatur (K/m), dan k = konduktivitas termal material.

Sedangkan bentuk persamaan umum untuk konduksi panas [7] adalah seperti berikut ini:

( ) 2 2 2 2 2 2 pm ...(2.2) T T T T k q C x y zt          dimana q

= laju generasi panas (heat generation) (Watt)

ρ = massa jenis material (kg/m3)

(m)

p

C = kapasitas panas material pada tekanan konstan (J/kg.K)

Model Percobaan

Proses perambatan panas pada praktikum ini menggunakan model silinder dan hanya melihat konduksi panas pada arah radial dari sumber panas, sehingga persamaan (2.1) menjadi: ...(2.3) r r T q kA r        

Gambar 1 Model silinder percobaan

Perhatikan laju konduksi panas pada silinder konsentris berjari-jari R dan panjang l dengan sumber panas di dalamnya berjari-jari r dan ketebalan radial δr. Laju konduksi panas ketika melewati permukaan dalam silinder adalah

2 r T q k rl r          

dan laju konduksi panas ketika meninggalkan permukaan luar silinder adalah

r δr

l R

(26)

2 2 r r r r T q k l r r r T T q k l r r r r r r                               

Persamaan neraca panas total dari silinder adalah

Laju Akumulasi = (Laju Masuk – Laju Keluar) + Laju Generasi Panas………(2.4) dimana selisih antara laju masuk dan laju keluar merupakan laju penyimpanan panas dari material. Perlu diingat bahwa laju akumulasi dan generasi panas berkaitan dengan volume material sehingga persamaan neraca panas total dibuat per satuan volume material [7]. Asumsi yang digunakan dalam percobaan ialah tidak ada generasi panas dan berubah terhadap waktu (unsteady state) sehingga persamaan (2.4) menjadi

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2 2 2 0 2 2 1 r r m r r r r r r m r m m m p p p p p d A C T q q q A dt T T T T rl C k rl k l r r r t r r r r T T rl C k l r r t r r T k T r t C r r r T k t C                                                                                     2 2 1 ...(2.5) T T r r r        dimana (m) p k C

  , merupakan difusivitas termal dari material. Persamaan (2.5) harus dipenuhi di seluruh waktu selama aliran panas terjadi dan dipecahkan berdasarkan kondisi masukan panas yang dianggap konstan. Temperatur T di setiap titik merupakan fungsi dari r, t, dan α. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dibuat hubungan tanpa dimensi, yakni 2 r t  . Anggap 2 ( ) r T f A f u t     

  denganAsebagai konstanta sehingga ( ) T f u u   , dan 2 2 ( ) T f u u 

(27)

27 ( ) ( ) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 0 : 1 1 0 1 4 2 1 2 0 ( ) ( ) ( ) ( ) : 4 0 ( ) 4 ( ) m m p p T k T k T t C r r C r T T T t r r r r A r A Ar f u A f u f u f u t t t r t A t r Ar f u f u t                                                                                                     2 2 2 2 ( ) 4 0 4 ( ) ( ) : 4 0 1 ( ) ( ) f u t r Ar f u f u t t r Ar f u f u t t                                         

Jika kita pilih 1

4 A maka 2 1 4 r u t

 sehingga terbentuk persamaan diferensial homogen orde kedua dengan usebagai variabel dan dapat disusun menjadi:

0 ( ) (1 ) ( ) (1 ) ( ) ( )...(2.6) uf u u f u u f u f u u          

Solusi dari persamaan (2.6) diperoleh dengan cara mengintegrasikannya, yaitu

( ) B u

f u e

u

  dimanaB 1 u

Untuk mencari nilai B, kita tahu bahwa laju aliran panas melalui permukaan silinder pada radius r adalah 2 ...(2.7) 2 T q k rl r T q r r lk           Dari (2.6), ( ) 2 2 ...(2.8) 4 u u T T u u r r rf u r u r r Be r r Be u t                      dimana 2 4 r u t  

Jika kita menganggap permukaan silinder sangat dekat dengan pemanas(r0)makaq merupakan laju produksi panas total ketikar0, u0, dan u 1

e  sehingga persamaan (2.7) dan (2.8) menjadi 4 q B kl    Dengan menggunakan (2.7):

(28)

2 exp 4 4 u u T B e u u T T u B e t u t t T q r t t kl t                     dimana u u t t         

Dengan mengambil logaritmanya, persamaan terakhir ini dapat ditulis kembali menjadi:

2 ln ln 4 4 dT q r t dt kl t            atau

2 10 10 10

log log log ...(2.9)

4 4 dT q r t e dt kl t                 

Pengukuran dilakukan terhadap T versus t yang diperoleh pada radius r. Jika q dan l

diketahui maka k dan α dapat dicari dengan memplot kurva persamaan (2.9), yaitu

10 log tdT dt      vs 1

tsebagai persamaan garis linier.

3. Prosedur Percobaan

Pada percobaan ini akan ditentukan konduktivitas dan difusivitas termal dari salah satu jenis material refraktori, yaitu bata refraktori Alumino-Silicate dengan menggunakan pemanas lurus yang ditanam di dalam refraktori Alumino-Silicate. Skema percobaan yang akan dilakukan seperti diilustrasikan dalam gambar berikut:

Gambar 2 Skema Percobaan Heater

Termokopel Bata RefraktoriAlumino-Silicate

A A r Pandangan A-A Kawat Pemanas

(29)

29 Pertama-tama pastikan kawat dari pemanas sudah terpasang di soket catu daya. Selipkan termokopel digital di dalam lubang yang berjarak 2 cm dari pemanas. Pastikan ujung termokopel kontak dengan ujung dari lubang. Sebelum pemanasan dimulai, ukur hambatan kawat pemanas () dengan menggunakan Ohm-meter. Prosedur selanjutnya, antara lain: a.) Ukur temperatur saat t=0 (sebelum pemanasan dimulai)

b.) Periksa dengan teliti bahwa VARIAC diatur pada nol sebelum menekan tombol “on”. Sesaat setelah “on”, putar VARIAC secara cepat ke tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan arus 4,5 A dan waktu nol dimulai (jalankan stopwatch).

c.) Gunakan tabel 4.1.1 yang ada dalam modul, catat pembacaan temperatur dari termokopel (oC) setiap 10 detik untuk 5 menit pertama, dan selanjutnya setiap ½ menit

sampai 30 menit berikutnya.

d.) Catat juga temperatur pada permukaan panas (selipkan termokopel pada lubang yang berjarak sangat dekat dengan pemanas atau r  0) serta tegangan dan arus yang digunakan dalam percobaan.

e.) Setelah selesai pengamatan dan pencatatan, atur VARIAC ke nol sebelum menekan tombol “off”.

4. Data dan Pengolahan

4.1 RefraktoriAlumino-Silicate

Tegangan VARIAC = Volt

Hambatan kawat pemanas = 

Arus = Ampere

Temperatur permukaan panas = oC

Panjang silinder (l) = m

Daya (q) = Watt

Tabel 1 Data pengamatan Alumino-Silicate.

Waktu t T (oC) Waktu t T (oC) Waktu t T (oC)

0 0 – 10 0 – 20 0 – 30 0 – 40 0 – 50 1 – 00 1 – 10 1 – 20 1 – 30 Dst

Tabel 2 Data plot grafik Alumino-Silicate.

(30)

4.2 Pengolahan Data

Langkah-langkah dalam pengolahan data antara lain sebagai berikut:

1. Plot grafik antara pembacaan temperatur termokopel (T) versus waktu t (menit) 2. HitungdT

dt pada waktu t tertentu yang terlihat di dalam tabel data.

3. Plot grafik log10 tdT dt

 

 

  versus 1

t (lihat persamaan 2.9), dengan T dan

1

tdalam K dan

min-1.

4. Dari gradien dan interceptkurva, cari nilai k (dalam W/m.K) dan  (dalam m2/s)

5. Hitung nilai kapasitas panas spesifik Cp(dalam J/K.kg) dari material refraktori Alumino-Silicate. Diketahui densitas untuk beberapa refraktori adalah sebagai berikut:

Alumino-Silicate = 2,2 – 2,3 x 103 kg m-3

Fireclay = 2,16 x 103 kg m-3 Magnesite = 2,90 x 103 kg m-3

6. Hitung berat atom rata-rata dari masing-masing SiO2, Al2O3, dan MgO (yaitu massa 1

mol untuk masing-masing senyawa tersebut). Alumino-Silicate dan Fireclay tersusun dari senyawa Al2O3 dan SiO2 sedangkan Magnesite utamanya tersusun dari MgO. Berat

atom untuk unsur Si = 28, Al = 27, Mg = 24, dan O = 16.

7. Ubah nilai kapasitas panas spesifik yang anda peroleh menjadi nilai kapasitas panas per mol atom. Nilai kapasitas panas per mol untuk semua solid menurut Dulong dan Petit (klasik) adalah 3R = 24,94 J/K.mol

5. Tugas Setelah Praktikum

1. Bandingkan dan diskusikan hasil percobaan yang anda peroleh dengan data literatur.

2. Apakah pembacaan waktu yang lebih lama akan menyebabkan penyimpangan dari plot garis lurus pada grafik versus ? Jika ya, kenapa hal ini bisa terjadi?

3. Sebutkan contoh-contoh penggunaan material refraktori dan jenis material refraktori yang digunakan?

6. Tugas Pendahuluan

- Jelaskan persyaratan umum suatu material keramik dapat dikatakan sebagai refraktori!

- Tuliskanpengertian refraktori dan klasifikasi refraktori Alumino-Silcate (Al2O3 - SiO2)

beserta koefisien sifat-sifat termalnya!

- Berdasarkan diagram fasa SiO2-Al2O3. Manakah komposisi di bawah ini yang lebih

sesuai untuk dijadikan pertimbangan sebagai material refraktori? Sertakan alasannya! 15 wt% Al2O3–85 wt% SiO2

30 wt% Al2O3–70 wt% SiO2

- Dinding komposit seperti terlihat pada gambar di bawah, akan dijadikan sebagai dinding tungku,yang tersusun dari 20 cm refraktori sebagai material 1, kemudian 4 cm

(31)

31 sertaheat rate qx= 252,8 W/m2. Tentukan nilai konduktifitas termal (k1) material

refraktori!

- Jelaskan prinsip kerja Termokopel!

7. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum

1. Hancock, J. D., “Practical Refractories”, Cartworth Industries, Huddersfield, 1988

2. Kutz, M. (Editor),“Mechanical Engineers’ Handbook: Energy and Power”, Volume 4, Edisi ke 3, John Wiley & Sons, New Jersey, 2006

3. Callister, W. D., “Materials Science and Engineering: An Introduction”, John

Wiley & Sons, New York, 2000

4. Chowdhury, B. dan Mojumdar S. C., J. Therm. Anal. Cal.,2005, 81,179 5. Austin, J. B., et.al., Journal American Ceramic of Society, 1937, 20, 363 6. Chesters, J. H., “Refractories: Production and Properties”, The Metals

Society, London, 1983

7. Gaskell, David R., “An Introduction to Transport Phenomena in Materials Engineering”, Macmillan Publishing Company, New York, 1992

8. Charles A., Schacht, “Refractories Handbook”, Marcel Dekker, Inc., New York, 2004

9. Kreith, Frank., “Principles of Heat Transfer”, Intext Press, Inc., New York,

1973

10.Practical Guide to the Experiment, School of Materials, Department of Ceramics, Glasses and Polymers, The University of Sheffield, Sheffield, 1985

qx qx 1 2 3 Ti, hi To, ho x1 x2 x3

(32)

MODUL D

KARAKTERISASI MATERIAL:

X-RAY DIFFRACTION

(XRD) DAN

SCANNING ELECTRON MICROSCOPY

(SEM) &

ENERGY

DISPERSIVE X-RAY SPECTROSCOPY

(EDS)

1. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui berbagai teknik karakterisasi material

2. Memahami prinsip kerja dan kegunaan X-Ray Diffraction (XRD) sebagai satu dari berbagai teknik karakterisasi material

3. Mengetahui bagaimana mengidentifikasi fasa/senyawa dari kurva XRD yang didapat

4. Mengetahui dan memahami prinsip kerja Scanning Electron Microscopy

(SEM)-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS)

5. Mengetahui kegunaan SEM-EDS kaitannya dengan teknik karakterisasi material lain seperti TEM (Transmisson Electron Microscopy) dan (LOM) Light Optical Microscopy

2. X-Ray Diffraction (XRD)

a. Dasar Teori

Sinar X merupakan salah satu radiasi elektromagnetik yang sering dimanfaatkan dalam metode karakterisasi material. Sinar X adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang kurang dari 10 Angstrom atau 10-8 cm. Medan elektromagnetik yang diproduksi oleh sinar X ini akan berinteraksi dengan elektron yang ada di permukaan sebuah bahan dengan cara dihamburkan.

Prinsip kerja dari karakterisasi dengan difraksi sinar X adalah mengukur hamburan sinar X dari kristal berfasa kristalin dengan struktur kristal spesifik. Dalam hal ini digunakan hukum Bragg yang menyatakan bahwa panjang gelombang sinar sama dengan dua kali jarak interplanar dalam struktur kristal dikalikan sin θ (teta).

n = 2d sin Ket:

n = order of reflection (n = 1, 2, 3, ….)  = panjang gelombang sinar X

d = jarak interplanar

 = sudut antara sinar datang dan bidang difraksi

Untuk lebih jelasnya mengenai difraksi sinar X yang berdasarkan hukum Bragg, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(33)

33

Gambar 2.1 Skema difraksi sinar X

Terdapat beberapa data yang mengandung model difraksi beberapa material, baik yang umum maupun tidak umum. Setiap model dilengkapi dengan informasi mengenai spesifikasi bahan seperti temperatur leleh, indeks refraktif, informasi kristalografi, model difraksi, dan jarak difraksi. Untuk menentukan karakteristik material dapat melalui puncak yang terbentuk hasil difraksi sinar X. Untuk mengidentifikasi bahan yang dianalisis dapat dilakukan dengan cara membandingkan puncak hasil percobaan difraksi sinar X dengan model difraksi teoritis tersebut.

Dalam mengidentifikasi fasa bahan yang dilakukan pertama kali adalah membandingkan dengan karakteristik bahan lain sehingga dapat diketahui secara kasar bahan yang terkandung di dalamnya. Karakteristik tersebut meliputi warna, kilau logam, densitas, dan tekstur. Pertama, difraksi sinar X ditembakkan pada sampel sehingga akan dihasilkan puncak difraksi. Kemudian harga 2 dan intensitas dibandingkan dengan data teoritis untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam sampel. Harga intensitas yang didapatkan secara eksperimen biasanya berbeda dengan harga intensitas yang didapatkan dari eksperimen lainnya.

Plot antara intensitas dengan panjang gelombang akan memberikan hasil kurva yang mempunyai kemiringan yang tajam pada bagian awalnya, kemudian dengan peningkatan harga panjang gelombang, kurva akan turun setelah mencapai titik tertentu. Karena tegangan naik, variasi intensitas sinar X dengan panjang gelombang juga naik, ketika tegangan sudah sampai pada tegangan kritik, akan terlihat puncak intensitas. Intensitas puncak tersebut merupakan karakteristik bahan yang akan digunakan atau disebut juga karakteristik radiasi. Hal tersebut membentuk model difraksi yang akan dibahas lebih lanjut pada modul ini.

Salah satu teknik karakterisasi yang memanfaatkan sinar X adalah X-Ray Diffraction

(XRD). Kegunaan X-ray Diffraction secara umum adalah :

1. Identifikasi fasa kristalin yang terkandung dalam spesimen

2. Penentuan kandungan fraksi berat fasa kristalin secara kuantitatif dalam material yang memiliki banyak fasa (multiphase)

3. Karakterisasi transformasi fasa dalam keadaan padat (solid-state phase transformation)

4. Menentukan parameter latis (lattice-parameter) dan tipe latis (lattice-type)

Contoh aplikasi X-Ray Powder Diffraction yang akan ditekankan pada praktikum ini adalah mengidentifikasi unsur atau senyawa secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil karakterisasi dengan XRD berupa kurva I vs 2 seperti gambar 2.2 di bawah ini :

(34)

Gambar 2.2 Kurva hasil XRD

Pada gambar diatas, masih terdapat peak-peak yang intensitas kecil, sehingga peak tersebut dapat dianggap noise. Agar pengamatan dan pencarian data teoritis lebih mudah dilakukan, noise tersebut harus dihilangkan dengan filter akan menghilangkan noise

tersebut.

Analisis Kuantitatif

Difraksi sinar X dapat digunakan untuk menentukan fraksi berat senyawa-senyawa penyusun suatu bahan secara kuantitatif. Hal ini dilakukan dengan membandingkan intensitas gabungan dari puncak-puncak yang telah diketahui. Meskipun terdapat satu fasa amorf, proses difraksi tetap menghasilkan jumlah relatif setiap fasa. Untuk menghasilkan keakuratan yang tinggi, perlu dilakukan kalibrasi standar.

Gambar 2.3 menunjukkan hasil difraksi sinar X untuk Y2O, ZnO, dan 50%/50%

campuran keduanya. Untuk memperjelas, skala vertikal campuran (gambar paling atas) diperbesar. Analisis kuantitatif ditunjukkan dengan menentukan intensitas gabungan hasil difraksi setiap bagian dan dibandingkan dengan intensitas komponen yang murni. Misalnya, intensitas gabungan Y2O pada campuran adalah 9380, sedangkan intensitas

murninya adalah 14280, sementara intensitas gabungan ZnO pada campuran adalah 6825, sedangkan intensitas murninya adalah 17736.

(35)

35 Untuk menentukan fraksi berat tiap komponen dapat digunakan persamaan Klug:

) A -(A ) I / (I A A ) I / (I = f 2 1 murni 1 campuran 1 1 2 murni 1 campuran 1 1

Dimana I1mix dan I1pure adalah intensitas campuran dan intensitas murni bahan, A1 dan

A2 adalah koefisien absorbsi massa. Sehingga untuk Y2O pada contoh sebelumnya:

50.75) -(102.42 (0.657) 102.42 50.75 (0.657) = 1 f = 48.7%

Hasil yang diperoleh mendekati 50%. Dari hasil tersebut dapat diperoleh fraksi ZnO, yaitu 52,3% karena fraksi total adalah 100%.

Metode yang digambarkan pada contoh sebelumnya hanya berlaku untuk campuran yang terdiri dari dua fasa kristalin. Untuk kasus yang umum diperlukan metode yang lebih kompleks, misalnya RIR (reference intensity ratio). Teknik ini menampilkan model yang sesuai untuk mengidentifikasi komponen penyusun campuran.

Seperti contoh yang ditunjukkan pada gambar 2.4, model difraksi sinar X dari campuran terlihat setelah penyingkiran noise dengan FFT filtering, substraksi dasar, dan

stripping K2. Fase campuran ditunjukkan oleh prosedur perhitungan yang sederhana.

Pada contoh ini, fraksi masing-masing komponen (63,7% Al2O3 / 14,7% Y2O3 / 21,6%

Mo) yang didapatkan harganya mendekati harga fraksi komponen pada kondisi nyatanya (63,3% Al2O3 / 14,9% Y2O3 / 21,9% Mo). Cara sederhana untuk memvisualisasi

perhitungan fraksi berat adalah dengan perbedaan plot (bagian paling atas dari Gambar 2.3), yang menunjukkan kesalahan (error) kesesuaian baik pada posisi maupun setiap puncak.

Sebelum metode model keseluruhan dapat diterapkan, fase-fase dalam campuran harus diidentifikasi. Harga RIR yang memberikan rasio intensitas antara material yang dimaksud dengan standar (harga standar, misalnya korondum harus diketahui). Jika kedua kondisi tersebut ada, analisis metode keseluruhan (full pattern) dapat digunakan sebagai metode analisis kuantitatif yang akurat

(36)

Gambar 2.4 Model Difraksi untuk Campuran Tiga Komponen

b. Prosedur Percobaan

1. Siapkan dua hasil XRD dan tabel-tabel yang diberikan.

2. Mulai dari puncak pada hasil difraksi. Catat nilai 2 dan puncak intensity dari lima puncak tertinggi.

3. Hitung d-spacing menggunakan Hukum Bragg dengan = 1,542 Angstrom (Material target = Cu).

4. Bandingkan harga d dari puncak tertinggi sampai ketiga tertinggi dengan tabel-tabel pada buku Hanawalt Index.

5. Tentukan material apakah yang Anda dapatkan untuk 2 hasil XRD tersebut. 6. Dapatkan reference intensity ratio atau intensity scale factor untuk

material-material tersebut dari asisten.

7. Hitung persen komposisi untuk setiap material dengan membagi peak count

tertinggi untuk material tersebut (pada hasil eksperimental, bukan pada database) dengan RIR material itu.

Peak count / RIR Persen berat

(W/RIR) (W/RIR)/Z*100

(X/RIR) (W/RIR)/Z*100

(Y/RIR) (W/RIR)/Z*100

Total : Z

8. Hitung lower dan upper limit persen komposisi dengan mengulang hitungan seperti pada nomor 7. Perbedaannya, tambahkan atau kurangi akar kuadrat peak count untuk mendapatkan upper limit dan lower limit.

(peak countpeak count) / RIR (W W)/RIR

(X X)/RIR 

(37)

37 Total : Zupper dan Zlower

9. Laporkan error sebagai perbedaan yang lebih besar antara upper atau lower limit

dengan persen komposisi yang didapatkan di nomor 7.

c. Data dan Pengolahan

Data yang dilaporkan adalah data puncak tertinggi untuk setiap komponen/phase yang teridentifikasi.

Tabel 2.1 Identifikasi Senyawa/Fasa (Analisis Kualitatif)

Identified

phase 2 D (Angstrom) Peak Count Intensity % RIR

Tabel 2.2 Analisis Kuantitatif Senyawa/Fasa

Identified phase Peak Count RIR Peak Count / RIR % komposisi

(% berat)

Tabel 2.3 Analisis Kuantitatif Senyawa/Fasa

Identified phase Peak Count Peak

Count Lower limit Upper limit

Tabel 2.4 Analisis Kuantitatif Senyawa/Fasa

Identified phase Lower limit Persen berat Upper limit

d. Tugas Sebelum Praktikum

a. Jelaskan Pengertian karakterisasi dan apa perbedaan karakterisasi dengan pengujian mekanik?

b. Jelaskan dengan singkat X-Ray Diffraction! Informasi apa yang bisa didapat tentang suatu material menggunakan XRD?

c. Gambarkan skematik dan jelaskan proses XRD!

d. Apakah XRD bisa digunakan untuk mengkarakterisasi semua material? e. Sebutkan dan jelaskan batasan-batasan pada metode karakterisasi XRD!

e. Tugas Setelah Praktikum

Dalam laporan praktikum, sertakan tabel data seperti di atas dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Deskripsi atau ringkasan prosedur bagaimana Anda bisa mendapatkan komponen– komponen yang Anda cari menggunakan data dan puncak XRD (manual maupun

(38)

dengan Software ”XPowder”). Apakah kesulitan terbesar dalam melakukan ini? Apa yang bisa dilakukan dengan software sehingga mempermudah proses analisis?

2. Apa saja alasan untuk adanya error dalam perhitungan Anda? Mengapa ada lower

dan upper limit untuk persen komposisi?

3. Diskusikan X-Ray Diffraction sebagai salah satu cara untuk mengkarakterisasi suatu material. Material apa saja yang bisa dikarakterisasi dengan XRD? Informasi apa yang bisa didapatkan? Dengan  sekitar 1-2 Angstrom, apakah XRD terhitung bulk atau surface analysis?

4. Bagaimanakah sistem kerja filter sehingga dapat menghilangkan peak-peak yang dianggap sebagai noise?

f. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum

a. Ruth E. Whan, (coordinator) ”ASM Handbook”, volume 10: Materials Characterization, 9th ed, ASM International, USA, 1992.

b. Cullity, B. D, ”Elements of X-Ray Diffraction”, 2th ed, Addison Wesley

Publishing, Philippines, 1978.

c. Mayo, W. “X-Ray Diffraction”, Class Lecture and Handouts, Ceramics Laboratory II, Spring 2001, Rutgers University Department of Ceramics and Mateials Engineering.

3. Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy

(EDS)

a. Dasar Teori

SEM yang dilengkapi dengan fasilitas EDS banyak digunakan untuk mengkarakterisasi material (logam, keramik, polimer dan komposit). SEM merupakan perkembangan dari mikroskop optik (max pembesaran 1000) sehingga dapat mencapai perbesaran maksimum sampai 150000 x (tergantung pada kondisi spesimen dan SEM pada saat itu). SEM banyak digunakan untuk aplikasi sebagai berikut :

1. Pemeriksaan struktur mikro spesimen metalografi dengan magnifikasi (perbesaran) yang jauh melebihi mikroskop optik biasa.

2. Pemeriksaan permukaan patahan dan permukaan yang memiliki kedalaman tertentu yang tidak mungkin diperiksa dengan mikroskop optik.

3. Evaluasi orientasi cristal dari permukaan spesimen metalografi seperti, butir individual, fasa presipitat, dan dendrit (struktur khas dari proses pengecoran logam).

4. Analisis unsur pada objek dalam range micron pada permukaan bulk spesimen. Misalnya, inklusi, fasa presipitat.

5. Distribusi komposisi kimia pada permukan bulk spesimen sampai jarak mendekati 1 micron.

(39)

39 2. Ukuran: Umumnya spesimen sekitar 2-3 cm dengan tebal ½ cm.

3. Persiapan : Untuk material konduktif diperlukan persiapan metalografi standar seperti sudah dipolish dan dietsa. Untuk non-konduktif harus di-coating terlebih dahulu dengan karbon atau emas supaya terbentuk lapisan tipis yang konduktif.

Keterbatasan :

 Kualitas gambar spesimen yang permukaannya relatif rata kurang baik bila dibandingkan dengan mikroskop optik pada perbesaran di bawah 300-400 x

 Resolusi gambar jauh lebih baik dibandingkan dengan mikroskop optik, tetapi masih kurang bila dibandingkan dengan TEM.

Gambar 3.1 Perbandingan Mikroskop Optik, TEM, SEM dan FIB (Focused Ion Beam) (Sumber : an Introduction to Electron Microscopy, FEI)

(40)

Gambar 3.2 Skema SEM (Sumber: ASM Handbook Vol 9., Metallography and Microstructures)

Di Lab. Metalurgi dan Teknik Material FTMD-ITB terdapat SEM Philips XL-20 yang dilengkapi dengan EDS DX-40.

b. Cara Kerja

1. Electron gun yang dilengkapi dengan filamen tungsten (6-12 V DC) berfungsi untuk menembakkan elektron

Gambar 3.3. Electron Gun (Sumber: ASM Handbook Vol 10., Materials Characterization)

(41)

41 2. Elektron yang ditembakkan karena terdapat beda potensial (1-30 kV) akan

menumbuk benda kerja

Gambar 3.4 Tumbukan Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol 10., Materials Characterization)

3. Ketika menumbuk spesimen akan terjadi interaksi antara primary electron dengan specimen sehingga menghasilkan x-ray dan elektron (secondary electron,

backscattered electron, dan juga auger electron).

Gambar 3.5 Interaksi antara Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol 9., Metallography and Microstructures)

4. Hasil interaksi yang keluar dari dalam material ditangkap oleh tiga detektor : a. Detektor SE (Secondary Electron) : menghasilkan image

b. Detektor BSE (Back Scattered Electron) : menghasilkan image dan menampilkan perbedaan kontras berdasarkan perbedaan berat massa atom.

Gambar

Gambar Ganesha
Gambar 2.1 Spesimen uji tarik  Specimen width = 25 mm
Gambar 1 Lamina (kiri) dan Laminat (kanan)
Gambar 1 Model silinder percobaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis jalur yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa tata ruang toko dan minat beli konsumen secara

e. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jumlah kegiatan yang dilaksanakan sebanyak 31 kegiatan dengan total anggaran yang dialokasikan melalui APBD

Isolat NPS yang berasal dari pertanaman jagung Seluma dan Kaur lebih efektif dibanding dengan isolat Bengkulu Selatan, karena kemampuannya membunuh S.. litura lebih cepat dan

Kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa kuatnya hubungan antara penggunaan fitur insta story dalam aplikasi instagram dengan minat beli produk Wellborn karena

Dalam aspek Akademis perkembangannya dapat dilihat nyata dalam pemberian nilai dalam setiap mata pelajaran dan nilai akhir sekolah evaluasi dalam aspek ini dapat

Kesehatan, setelah dilakukan survey, dari sekitar 65 juta remaja usia 12-24 tahun, hanya 20,6 % yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV yang salah satu cara

Pada akhir kegiatan, dilakukan lagi pengukuran sekitar 80 % materi pengertian, konsep, dan proses pembuatan karya seni rupa dan keterampilan dengan menggunakan teknik

Di bawah yang tertakluk kepada Sebutharga dan Spesifikasi Kerja dan pelan-pelan, saya yang bertandatangan di bawah ini adalah dengan ini menawarkan untuk melaksanakan