• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEFINISI PROFESIONALISME.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEFINISI PROFESIONALISME.docx"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

1.

1. Pengertian Pengertian profesionalismeprofesionalisme

Sebelum penulis menguraikan pengertian profesionalisme terlebih dahulu akan dikemukakan Sebelum penulis menguraikan pengertian profesionalisme terlebih dahulu akan dikemukakan  pengertian profesi sehingga mudah dimengerti apa yang dimaksud profesionalisme.

 pengertian profesi sehingga mudah dimengerti apa yang dimaksud profesionalisme. Profesi adalah ―Bidang pekerjaan yang dilandasi

Profesi adalah ―Bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan  pendidikan keahlian keahlian (ketermpilan, (ketermpilan, kejujuran)kejujuran) tertentu‖ (Nurdin, 2002: 15)

tertentu‖ (Nurdin, 2002: 15)

―sedangkan kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata ―sedangkan kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata  benda yang berarti orang yang mempun

 benda yang berarti orang yang mempun yai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebayai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya‖gainya‖ (Usman, 1995: 14). Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang (Usman, 1995: 14). Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988: 14)

oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988: 14)

Setiap guru profesional menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisnya. Penguasaan Setiap guru profesional menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisnya. Penguasaan  pengetahuan

 pengetahuan ini ini merupakan merupakan syarat syarat yang yang penting penting di di samping samping keterampilan/keterampilan keterampilan/keterampilan lain.lain. Guru profesional selain menguasi seluk-beluk pendidkan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainya, Guru profesional selain menguasi seluk-beluk pendidkan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainya, guru juga dibekali pendidikan khusus untuk menjadi guru dan memiliki keahlian khusus yang guru juga dibekali pendidikan khusus untuk menjadi guru dan memiliki keahlian khusus yang diperlukan sesuai dengan profesinya.

diperlukan sesuai dengan profesinya.

Pekerjaan guru adalah suatu profesi tersendiri, pekerjaan ini tidak dapat dikerjakan oleh Pekerjaan guru adalah suatu profesi tersendiri, pekerjaan ini tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang tampa memiliki keahlian sebagai seorang guru. Banyak yang pandai berbicara sembarang orang tampa memiliki keahlian sebagai seorang guru. Banyak yang pandai berbicara tertentu, namun orang itu belum dapat disebut sebagai seorang guru (Hamalik, 2004: 118-119) tertentu, namun orang itu belum dapat disebut sebagai seorang guru (Hamalik, 2004: 118-119) Menurut Sudjana (2008: 13) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya Menurut Sudjana (2008: 13) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan lainya.

dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan lainya. Dari rumusan di atas ―dipersiapkan untuk itu‖ mengandung

Dari rumusan di atas ―dipersiapkan untuk itu‖ mengandung arti luas. Bisa dipandang melaluiarti luas. Bisa dipandang melalui  proses pendidikan

 proses pendidikan bisa pbisa pula diperoleh ula diperoleh dari proses dari proses laitihan. Namun laitihan. Namun menurutnya, umenurutnya, untuk pntuk pekerjaanekerjaan yang bersifat profesional lebih-lebih untuk pekerkaan yang bersifat profesional penuh seperti yang bersifat profesional lebih-lebih untuk pekerkaan yang bersifat profesional penuh seperti  profesi d

 profesi dokter, okter, maka maka dipersiapkan dipersiapkan untuk untuk itu itu harus harus mengacu mengacu pada pada proses proses pendidikan, pendidikan, dan dan bukanbukan sekedar latihan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalaninya maka akan semakin sekedar latihan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalaninya maka akan semakin tinggi pula derajat profesi yang disandangya. Ini berarti tinggi rendahnya pengakuan tinggi pula derajat profesi yang disandangya. Ini berarti tinggi rendahnya pengakuan  profesionalisme sangat menggan tung pada tingkat keahlian dan pendidikan yang ditempuhnya.  profesionalisme sangat menggan tung pada tingkat keahlian dan pendidikan yang ditempuhnya.

Kemudian pendapat yang hampir sana dikemukakan oleh Ali (1992: 23) keahlian atau Kemudian pendapat yang hampir sana dikemukakan oleh Ali (1992: 23) keahlian atau kemampuan profesional tidak mesti harus diperoleh daei jenjang pendidikan, tetapi bisa saja kemampuan profesional tidak mesti harus diperoleh daei jenjang pendidikan, tetapi bisa saja seseorang yang secara tekun mempelajari dan melatih diri dalam suatu bidang tertentu menjadi seseorang yang secara tekun mempelajari dan melatih diri dalam suatu bidang tertentu menjadi  profesional.

 profesional. Hanya Hanya saja saja menurutnya, menurutnya, profesi profesi yang yang disandang disandang melalui melalui jenjang jenjang pendidikan pendidikan akanakan memperoleh pengakuan yang bersifat formal naupun informal, sedangkan yang diperoleh dari memperoleh pengakuan yang bersifat formal naupun informal, sedangkan yang diperoleh dari selain

selain pendidikan  pendidikan formalformal pada  pada umunya umunya hanya hanya akan akan mendapat mendapat pengakuan pengakuan yang yang bersifat informalbersifat informal saja.

saja. 2.

(2)
(3)

Guru adalah ―orang yang memberikan il

Guru adalah ―orang yang memberikan ilmu pengetahua terhadap anak didik, jadi seorang gurumu pengetahua terhadap anak didik, jadi seorang guru yang mengabdikan diri kepada masyarakat dan tentunya guru memiliki tanggung jawab dan yang mengabdikan diri kepada masyarakat dan tentunya guru memiliki tanggung jawab dan melaksanakan proses belajar mengajar di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga formal melaksanakan proses belajar mengajar di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga formal tetapi bisa juga di masjid, surau, musallah, di rumah

tetapi bisa juga di masjid, surau, musallah, di rumah dan sebagainya (Djamarah, 2003: 31)dan sebagainya (Djamarah, 2003: 31)

Sedangkan guru bahasa Arab yang profesional menurut Al Qosimiy secara garis besar ada tiga Sedangkan guru bahasa Arab yang profesional menurut Al Qosimiy secara garis besar ada tiga hal yang sangat mendasar yang membedakan antara guru asing dengan guru lokal dilihat dari hal yang sangat mendasar yang membedakan antara guru asing dengan guru lokal dilihat dari  profesionalisnya

 profesionalisnya dalam dalam membentuk membentuk mental mental belajar belajar siswa siswa bidang bidang studi studi bahasa bahasa Arab Arab sebagaisebagai  berikut:

 berikut:

1.

1. Bahwasanya guru lokal tidak dapat berbicara atau menbahas persis bahasa asing (bahasaBahwasanya guru lokal tidak dapat berbicara atau menbahas persis bahasa asing (bahasa Arab) sebagai mana bahasa penduduk aslinya secara faseh, sedangkan guru asing dia Arab) sebagai mana bahasa penduduk aslinya secara faseh, sedangkan guru asing dia mampu melakukan hal ini tampa ada kesulitan karena sesungguhnya dia berbicara mampu melakukan hal ini tampa ada kesulitan karena sesungguhnya dia berbicara dengan bahasany, maka secara otomatis guru tersebut tidak akan kesulitan dalam dengan bahasany, maka secara otomatis guru tersebut tidak akan kesulitan dalam mewujudkan hal tersebut. Dan dengan cara ini dia mengajarkan seswa membahas atau mewujudkan hal tersebut. Dan dengan cara ini dia mengajarkan seswa membahas atau membicarakan yang benar (serius) dengan gambaran kebiasaan.

membicarakan yang benar (serius) dengan gambaran kebiasaan. 2.

2. Guru lokal tidak mampu membahas atau berbicara dengan bagus menyaingi guru asingGuru lokal tidak mampu membahas atau berbicara dengan bagus menyaingi guru asing dalam (leluasa). Jumlah mufradat menggambarkan istilah-istilah yang ia ketahui dalam (leluasa). Jumlah mufradat menggambarkan istilah-istilah yang ia ketahui sebagaimana bahwasanya ia tidak dapat mendekati secara mutlak dalam memahami sebagaimana bahwasanya ia tidak dapat mendekati secara mutlak dalam memahami makna-makna yang terkandung di dalam isi mata pelajaran tersebut, yang beragam makna-makna yang terkandung di dalam isi mata pelajaran tersebut, yang beragam seperti setiap lafaz-lafaz. Menggunakan guru sebagai guru bahasa asing baik dalam seperti setiap lafaz-lafaz. Menggunakan guru sebagai guru bahasa asing baik dalam menyelesaikan makna-makna mufrad atau kaidah-kaidah tersebut dalam meningkatkan menyelesaikan makna-makna mufrad atau kaidah-kaidah tersebut dalam meningkatkan  pemahaman siswa serta membentuk mental belajar siswa (Al Qasi

 pemahaman siswa serta membentuk mental belajar siswa (Al Qasimiy, 1989: 79)miy, 1989: 79)

Dari uraian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa syarat guru bahasa Arab yang Dari uraian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa syarat guru bahasa Arab yang  profesional

 profesional dalam dalam meningkatkan meningkatkan pemahaman pemahaman siswa siswa pada pada mata mata pelajaran pelajaran bahasa bahasa Arab, Arab, harusharus diajarkan oleh guru bahasa asing daripada guru lokal. Karena sesungguhnya dia mengajarkan diajarkan oleh guru bahasa asing daripada guru lokal. Karena sesungguhnya dia mengajarkan  bahasanya

 bahasanya sendiri, sendiri, naka naka secara secara otomatis otomatis tidak tidak menemukan menemukan kesulitan kesulitan dan dan kompleksnya kompleksnya siswasiswa dapat mengetahui secara mendetail pada mata pelajaran bahasa Arab mengenai istilah-istilah dan dapat mengetahui secara mendetail pada mata pelajaran bahasa Arab mengenai istilah-istilah dan struktur kalimat serta dengan baik dan akan dapat berbicara dengan faseh serta menulis dan struktur kalimat serta dengan baik dan akan dapat berbicara dengan faseh serta menulis dan membaca dengan baik yang pada akhirnya dapat membentuk mental belajar seswa yang optimal. membaca dengan baik yang pada akhirnya dapat membentuk mental belajar seswa yang optimal. Seseorang guru selain memiliki pengetahuan atau wawasan mengenai pendidikan juga harus Seseorang guru selain memiliki pengetahuan atau wawasan mengenai pendidikan juga harus dibekali dengan persyaratan tentang profesionalisnya itu, mengenbai persayaratan guru tersebut dibekali dengan persyaratan tentang profesionalisnya itu, mengenbai persayaratan guru tersebut meliputi:

meliputi: a.

a. Takwa Takwa kepada kepada Tuhan Tuhan Yang Yang Maha Maha EsaEsa

Guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam tidak mungkin mendidika anak didik bertakwa Guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam tidak mungkin mendidika anak didik bertakwa kepada Allah SWT, jika guru sendiri tidak bertakea kepadanya. Sebaliknya guru adalah teladan kepada Allah SWT, jika guru sendiri tidak bertakea kepadanya. Sebaliknya guru adalah teladan  bagi anak didiknya.

 bagi anak didiknya.  b.

(4)

Kesehatan jasmanikerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka

Kesehatan jasmanikerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka untuk menjadi guru.untuk menjadi guru. c.

c. Berkelakuan Berkelakuan baik baik 

Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik, guru harus menjadi tauladan bagi Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik, guru harus menjadi tauladan bagi siswa didiknya karena anak-anak cebderung bersifat meniru (Djamarah, 2000: 32)

siswa didiknya karena anak-anak cebderung bersifat meniru (Djamarah, 2000: 32)

Ketiga persyaratan tersebut diharapkan telah demiliki oleh seorang guru sehingga ia mampu Ketiga persyaratan tersebut diharapkan telah demiliki oleh seorang guru sehingga ia mampu memenuhi fufngsi sebagai pendidik profesional yakni pendidik bangsa, guru di sekolah atau memenuhi fufngsi sebagai pendidik profesional yakni pendidik bangsa, guru di sekolah atau  pimpinan di masyarakat.

 pimpinan di masyarakat.

Dari persyaratan di atas menunjukan bahwa guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra Dari persyaratan di atas menunjukan bahwa guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa guru layak  yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa guru layak  menjadi panutan atau tauladan bagi masyarakat di sekelilingya (Soejipto, 2007: 42)

menjadi panutan atau tauladan bagi masyarakat di sekelilingya (Soejipto, 2007: 42)

Berdasarkan pengertian daripada guru profesional tersebut dapat dikatakan guru profesional Berdasarkan pengertian daripada guru profesional tersebut dapat dikatakan guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruanya adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruanya sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan

sebaik-sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik- baiknya‖ (Uzer, 1995: 15) baiknya‖ (Uzer, 1995: 15) Jadi seorang guru adalah orang yang benar-benmar terdidik dan terlatih dengan baik, serta Jadi seorang guru adalah orang yang benar-benmar terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangya masing-masing. Terdidika dan terlatih disini bukan memiliki pengalaman yang kaya dibidangya masing-masing. Terdidika dan terlatih disini bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau tekhnik  hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau tekhnik  di dalam kegiatan bekajar mengajar serta menguasai kandasan-kandasan kependidikan yang di dalam kegiatan bekajar mengajar serta menguasai kandasan-kandasan kependidikan yang tentunya juga akan memenuhi beberapa persyaratan atau kriteria sehingga dikatakan benar-benar  tentunya juga akan memenuhi beberapa persyaratan atau kriteria sehingga dikatakan benar-benar  terdidik dan terlatih.

terdidik dan terlatih.

Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki bebnerapa sifat menurut Tanlain dalam Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki bebnerapa sifat menurut Tanlain dalam (Djamarah, 2002: 36) terdiri dari:

(Djamarah, 2002: 36) terdiri dari:

1.

1. Menerima dan mematuhi norma-norma dan nilai-nilai kemanusiaanMenerima dan mematuhi norma-norma dan nilai-nilai kemanusiaan 2.

2. Memiliki tugas mendidik dengan bebas berani gembira (tugas bukan menjadi bebanMemiliki tugas mendidik dengan bebas berani gembira (tugas bukan menjadi beban  baginya)

 baginya) 3.

3. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatanya serta akibat-akibat yang timbulSadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatanya serta akibat-akibat yang timbul dari kata hatinya.

dari kata hatinya. 4.

4. Menghargai orang lain termasuk anak didik Menghargai orang lain termasuk anak didik  5.

5. Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, sombong dan Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, sombong dan tidak singkat akal)tidak singkat akal) 6.

6. Takwa Terhadap Tuhan Yang Maha EsaTakwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses bekajar mengajar tersirat suatu makna adanya sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses bekajar mengajar tersirat suatu makna adanya satu kesatuan antara seswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua pihak ini terjadi satu kesatuan antara seswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua pihak ini terjadi suatu interaksi yang satu sama lain dan

(5)

Sebagai proses belajar mengajar memerlukan seuatu perencanaan yang matang, yakni Sebagai proses belajar mengajar memerlukan seuatu perencanaan yang matang, yakni mengkoordinasikan unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode mengkoordinasikan unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode dan alat bantu mengajar, serta penilaian atau evaluasi. Dan tahap selamjutnya adalah dan alat bantu mengajar, serta penilaian atau evaluasi. Dan tahap selamjutnya adalah melaksanakan rencana tersebut dalam bentuk tindakan atau praktek mengajar (Sudjana, 2000: 9) melaksanakan rencana tersebut dalam bentuk tindakan atau praktek mengajar (Sudjana, 2000: 9) Senada dengan pendapat di atas Usman juga menegaskan bahwa proses belajar mengajar sebagai Senada dengan pendapat di atas Usman juga menegaskan bahwa proses belajar mengajar sebagai interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu dengan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu dengan yang lainya saling berikatan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen belajar mengajar  yang lainya saling berikatan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen belajar mengajar  yang dimaksud adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai materi pelajaran, metode yang dimaksud adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai materi pelajaran, metode mengajar, alat pengajaran dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai atau tidaknya tujuan (Usman, mengajar, alat pengajaran dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai atau tidaknya tujuan (Usman, 1999: 5)

1999: 5)

Berdasarkan paparan di atas maka guru pada posisinya sebagai sutradara sekaligus sebagai aktor  Berdasarkan paparan di atas maka guru pada posisinya sebagai sutradara sekaligus sebagai aktor  utama dalam setiap kegiatan belajar mengajar, dianggap memiliki peran yang sangat penting dan utama dalam setiap kegiatan belajar mengajar, dianggap memiliki peran yang sangat penting dan sangat menentukan arah bagi pencapaian tujuan yang ingin diinginkan. Untuk itu, dalam sangat menentukan arah bagi pencapaian tujuan yang ingin diinginkan. Untuk itu, dalam melaksanakan profesi keguruanya seorang guru dituntut memiliki kemampuan profesional melaksanakan profesi keguruanya seorang guru dituntut memiliki kemampuan profesional sebagai bekal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, sebab guru yang profesional akan sebagai bekal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, sebab guru yang profesional akan lebih mampu menciptakan kelas sehingga hasil belajar yang diciptakan oleh para siswa akan lebih mampu menciptakan kelas sehingga hasil belajar yang diciptakan oleh para siswa akan  berada pada tingkat yang lebih optimal.

 berada pada tingkat yang lebih optimal.

Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang secara khusus dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak punya keahlian dan hanya karena tidak dapat memperolehpekerjaan lain (sudjana, yang tidak punya keahlian dan hanya karena tidak dapat memperolehpekerjaan lain (sudjana, 2000: 13)

2000: 13)

Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan gru profesional adalah orang yang Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan gru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal (Usman, melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal (Usman, 1999: 15)

1999: 15) 3.

3. Kriteria Kriteria profesionaliprofesionalisme sme guruguru

Jabatan guru dikenal sebagai suatau pekerjaan profesional sebagaimana seorang menilai bahwa Jabatan guru dikenal sebagai suatau pekerjaan profesional sebagaimana seorang menilai bahwa dokter, insinyur, ahli hukum, dan sebagainya sebagai profesi tersendiri maka gurupun adalah dokter, insinyur, ahli hukum, dan sebagainya sebagai profesi tersendiri maka gurupun adalah suatu profesi tersendiri. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh sembarangan orang tampa suatu profesi tersendiri. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh sembarangan orang tampa memiliki keahlian khusus sebagai guru. Banyak orang pandai berbicara tertentu namun orang memiliki keahlian khusus sebagai guru. Banyak orang pandai berbicara tertentu namun orang demikian belum dapat disebut sebagai seorang guru.

demikian belum dapat disebut sebagai seorang guru.

Ada perbedaan prinsip antara guru yang profesional dengan guru yang bukan profesional, Ada perbedaan prinsip antara guru yang profesional dengan guru yang bukan profesional, contohnya seorang yang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki contohnya seorang yang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (Ability) dan motivasi (motivasion) maksudnya adalah: seorang akan bekerja secara kemampuan (Ability) dan motivasi (motivasion) maksudnya adalah: seorang akan bekerja secara  profesional

 profesional bilamana bilamana memiliki memiliki kemampuan kemampuan kerja kerja yang yang tinggi tinggi dan dan kesungguhan kesungguhan hati hati untuk untuk  mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya seseorang yang tidak profesional bila mana mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya seseorang yang tidak profesional bila mana hanya memenuhi salah satu dari dua persyaratan di atas (Bafadal, 2003 : 5). hanya memenuhi salah satu dari dua persyaratan di atas (Bafadal, 2003 : 5). Jadi betapun tingginya kemampuan seseorang (guru) ia tidak akan bekerja secara profesional Jadi betapun tingginya kemampuan seseorang (guru) ia tidak akan bekerja secara profesional

(6)

apabila tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya betapun tingginya motivasi kerja apabila tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya betapun tingginya motivasi kerja seseorang (guru) ia tidak akan sempurna dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bilamana tidak  seseorang (guru) ia tidak akan sempurna dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bilamana tidak  didukung oleh kemampuanya.

didukung oleh kemampuanya.

Sedangkan kriteria guru bahasa Arab secara khusus adalah sebagai berikut : Sedangkan kriteria guru bahasa Arab secara khusus adalah sebagai berikut :

1.

1. Menguasai budaya Arab serta seluk beluk sosialMenguasai budaya Arab serta seluk beluk sosial 2.

2. Menguasai cara atau metode bahasa Arab dengan ilmu jiwa bahasa ArabMenguasai cara atau metode bahasa Arab dengan ilmu jiwa bahasa Arab 3.

3. Menguasai materi belajar bahasa Arab karena materi bahasa Arab berbeda dengan materiMenguasai materi belajar bahasa Arab karena materi bahasa Arab berbeda dengan materi  pelajaran

 pelajaran yang yang lain, lain, bahasa bahasa Arab Arab itu itu meliputi meliputi unsur-unsur unsur-unsur antara antara lain lain : : a) a) bahasa bahasa sepertiseperti ucapan, kosa kata dan kawaid, b) keterampilan berbahasa, meliputi keterampilan ucapan, kosa kata dan kawaid, b) keterampilan berbahasa, meliputi keterampilan mendengar, bidara, membeca, dan menulis.

mendengar, bidara, membeca, dan menulis. 4.

4. Menguasai evaluasi belajar atau mampu mengevaluasi proses belajar mengajar bahasaMenguasai evaluasi belajar atau mampu mengevaluasi proses belajar mengajar bahasa Arab (al-Qosimy, 1989 : 91)

Arab (al-Qosimy, 1989 : 91)

Dengan demikian dari pengertian di atas profesionalitas guru pada bidang studi bahasa Arab Dengan demikian dari pengertian di atas profesionalitas guru pada bidang studi bahasa Arab hendaknya mengikuti syarat-syarat atau peraturan yang telah ditentukan oleh al-Qoisimy agar  hendaknya mengikuti syarat-syarat atau peraturan yang telah ditentukan oleh al-Qoisimy agar  siswa termotivasi oleh guru dalam membentuk mental belajarnya.

siswa termotivasi oleh guru dalam membentuk mental belajarnya. 4.

4. Fungsi Fungsi dan dan Tugas Tugas GuruGuru

Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.

keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.

Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah :

adalah :

 Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan danMenyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan  pengalaman-pengalaman

 pengalaman-pengalaman

 Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kitaMembentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila

Pancasila

 Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-UndangMenyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983

Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983  Sebagai prantara dalam belajar Sebagai prantara dalam belajar 

 Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan.Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya  Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakatGuru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat

 Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapatSebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat  berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu

 berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu  Sebagai adminstrator dan manajer Sebagai adminstrator dan manajer 

(7)

 Guru sebagai pemimpin

 Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak 

Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal ini pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus sebagai seorang  pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan  pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk 

lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan.

Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam  perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan  pendidikan.

Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

Dari uraian di atas secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Fasilitator 

Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar.

2. Motivator 

Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar 

3. Informator 

Sebagai informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.

4. Pembimbing

Peran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing

5. Korektor 

Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk 

6. Inspirator 

Sebagai inspirator guru harus dapat membedakan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik 

7. Organisator 

Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan oleh guru dalam bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan akademik dan lain sebagainya.

(8)

8. Inisator  Sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetur ide-ide kemajuan dan pendidikan dalam  pengajaran

9. Demonstrator 

Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami

10. Pengelolaan kelas

Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelaaran dari guru.

11. Mediator 

Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun material.

12. Supervisor 

Guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses  pengajaran.

13. Evaluator 

Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memerikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik.

http://www.sarjanaku.com/2011/01/profesionalisme-guru.html

PROFESIONALISME GURU

May 12, 2010

ramlannarie GURU profesionalisme 3 Comments PROFESIONALISME GURU

A. Definisi Profesionalisme

Profesionalisme berasal dari istilah professional yang dasar katanya adalah profesi (profession). Untuk itu ada baiknya penulis kemukakan terlebih dahulu istilah profesional. Profesional berarti  persyaratan yang memadai sebagai suatu profesi (Abin Syamsuddin, 1996:48). Selain itu

 pengertian profesional menurut Tilaar (1999) bermakna: (1) sesuatu yang bersangkutan dengan  profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (3) mengharuskan adanya  pembayaran untuk melaku-kannya (lawan amatir). Menurut Dedi Supriyadi (1998:95) dan

Sudarwan Danim (2002:22), kata professional merujuk pada dua hal:

Pertama, adalah orang yang menyandang sutau profesi, orang yang biasanya melakukan

 pekerjaan secara otonom dan dia mengabdi diri pada pada pengguna jasa disertai rasa tanggung  jawab atas kemampuan profesionalnya, atau penampilan seseorang yang sesuai dengan

keten-tuan profesi. Kedua, adalah kierja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja itu dimuati unsur-unsur kiat atau seni (art) yang menjadi ciri tampilan professional seorang penyandang profesi.

(9)

Menurut S. Prayudi A, (1979), istilah profesional dapat diartikan pu la sebagai: ―usaha untuk  menjalankan salah satu profesi berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki seseorang dan berdasarkan profesi itulah seseorang mendapatkan suatu imbalan pembayaran berdasarkan standar profesinya.‖

Sedangkan kata profesi dapat diketahui dari tiga sumber makna, yaitu makna etimology, makna terminology, dan makna sociology. Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris  profession atau bahasa Latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu,

atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminology, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang

ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental disini menurut Sudarwan Danim (2002:21) adalah: ―adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis.‖ Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang

menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam  profesi. Secara sosiologi dikemukakan Carr-Saunders dalam Peter Jarvis (1992:21) bahwa:

―profession may perhaps be defined as an accupation bessed upon specialized intellectual study and training. The purpose of wich is to supply skilled service or advice to other for definite fee or  salary.‖ Sedangkan Cogan (1953) dalam Peter Jarvis (1992:21) memberikan batasan ―… that a  profession is vacation of some practice is founded upon an understanding of teoritical structure

of some depertemen of learning or science.‖ Menurut Abin Syamsuddin Makmun (1996:47) ―profesi menunjukkan suatu kepercayaan (to profess mean to trust), bahkan suatu keyakinan (to  belief in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang, dan menunjukkan

suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business).‖

Secara sosiologi, Vollmer & Mills dalam Abin Syamsuddin (1996:47) mempersepsikan bahwa  profesi itu hanyalah merupakan jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam

realitanya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya.‖ Namun tetap bias diwujudkan, bila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dedi Supriadi (1998:95) menyatakan bahwa ―profesi

menunjukkan suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan

kesetiaan terhadap profesi tersebut.‖ Parelius and Parelius dalam Wuradji (1988:50) memberikan  batasan tentang pekerjaan profesi itu menuntut adanya spesialisasi secara menjurus (highly

specialized), dilandasi oleh pengetahuan-pengetahuan yang khusus (esoteric knowledge), dilandasi oleh pendidikan yang tinggi denganprogram-program pendidikan dan latihan yang matang.

Secara ideologi pekerjaan profesi menekankan pada tanggung jawab dan pelayanan tertentu, dari sekedar pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan keuntungan pribadi. Ada kode etik yang

memberikan pertimbangan-pertimbangan secara otomatis dalam membedakan pekerjaan mana yang tergolong pekerjaan profesi dan mana yang bukan, serta diantara para praktisi professional diikat dalam suatu organisasi profesi dengan cakupan yang luas.

Rumusan yang singkat dan sederhana ini mengandung sejumlah makna yang masih perlu dikaji lebih lanjut agar dapat dipahami keseluruhan definisi profesi. Menurut Oemar Hamalik (2006:2) ada beberapa komponen yang terkandung dalam definisi profesi, yaitu: (1) pernyataan atau janji yang terbuka, (2) mengandung unsur pengabdian, dan (3) suatu jabatan atau pekerjaan.

(10)

simply as a vacation which is organized, incompletely, no doubt, but genuinely, for the  performance of function.

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang bukan dilakukan dengan

mengandalkan kekuatan fisik, menuntut pendidikan yang tinggi bagi orang-orang yang memasukinya serta mendapat pengakuan dari orang lain.

Jenis pekerjaan seperti yang telah digambarkan di atas salah satu diantaranya adalah jabatan guru. Pada hakekatnya guru merupakan profesi tenaga akademik pada lembaga pendidikan tingkat sekolah. Guru adalah salah satu sumberdaya yang sangat penting dalam pengelolaan organisasi pendidikan. Untuk mencapai hasil pendidikan sebagai mana yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen sumberdaya manusia.

Selanjutnya disini patut pula kiranya penulis kemukakan istilah profesionalisme. Istilah ini diangkat dari bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti ―sifat professional‖ (Sudarwan Danim, 2002:23). Pandji Anoraga & Sri Suyati (1995:85) menyatakan ―profesi

-onalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi.‖ Profesinalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber kehidupan.

Sebagaimana dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2006:42) bahwa profesionalisme guru

mengandung pengertian yang meliputi unsur-unsur kepribadian, keilmuan, dan keterampilan. Dengan demikian dapat diartikan, bahwa kompetensi professional tentu saja meliputi ketiga unsur itu walaupun tekanan yang lebih besar terletak pada unsur keterampilan sesuai dengan  peranan yang dikerjakan. Sehingga Danim (2002) menyatakan bahwa ―orang yang profesional

memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan orang yang tidak p rofesional meskipun dalam  pekerjaan yang sama atau katakanlah berada dalam satu ruang kerja.‖

Dedi Supriyadi (1998:95) istilah profesionalisme merujuk pada derajat penampilan individu sebagai seorang professional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi. Oleh

karenanya dapat dimaknai sebagai mutu, kualitas, dan tindak-tanduk yang merupakan ciri suatu  profesi atau orang yang profesional, atau sifat profesional. Profesi-onalisme itu berkaitan dengan

komitmen para penyandang profesi. Untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus, mengembangkan strategi-strategi baru dalam tindakannya melalui proses  pembelajaran yang terus menerus pula. Dalam hal ini Peter Jarvis (1992:28) menyatakan:

―professionalism … commitment to the accupa-tional organization, and dedication to being masier knowledge and skillful provider of service stemming from the know ledge upon which the occupation is based.‖ Sementara itu Friedson (1970:151) mendefisikan: ―pr ofessionalism as commitment to professional ideal and career.

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian profesionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai kegiatan kerja tertentu dalam kehidupan masya-rakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dengan semangat untuk melakukan pengabdian memberikan bantuan layanan pada sesama manusia.

(11)

Untuk mencapai derajat profesionalisme yang tinggi, maka d ibutuhkan proses profesionalisasi. Adapun profesionalisasi dimaknai sebagai suatu proses untuk menjadikan suatu pekerjaan memperoleh status profesional. Sudarwan Danim (2002:23) menyatakan bahwa:

―profesionalisasi adalah suatu proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan p ara anggota  penyandang suatu profesi untuk mencapai criteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan

yang diinginkan oleh profesi itu.‖

Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan  peningkatan kemampuan praktis. Aktualisasi dari profesionalisasi itu antara lain dengan

melakukan penelitian, diskusi antar anggota profesi, penelitian dan pengembangan, melakukan uji coba, mengikuti forum-forum ilmiah, studi mandiri dari berbagai sumber media, studi

lanjutan, studi banding, observasi praktikal, dan langkah-langkah lain yang dituntut oleh  persyaratan profesi masing-masing.

Menurut Peter Jarvis (1992:28); Sudarwan Danim (2002:23); dan Nina Syam (2002:13) terdapat tujuh tahapan menuju status professional yang dapat penulis resumekan sebagai berikut:

Pertama, penentuan spesialisasi bidang pekerjaan sesuai dengan pengetahuan khusus dan keterampilan untuk menerapkan pengetahuan khusus tersebut yang dimiliki oleh seseorang; Kedua, penentuan tenaga ahli yang memenuhi persayaratan untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya; Ketiga, penentuan pedoman kerja sebagai landasan kerja yang disebut juga sebagai standar 

 perilaku tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya atau kehaliann ya. Pedoman kerja tersebut disebut juga sebagai etika kerja; keempat, peningkatan kreativitas kerja sebagai usaha untuk  menciptakan sesuatu yang lebih baik bagi profesi itu sendiri maupun bagi masyarakat yang

membutuhkan pelayanannya; Kelima, penentun tanggung jawab kerja bagi professional di dalam menjalankan pekerjaannya; Keenam, pembentukan organisasi kerja untuk mengatur tenaga kerja yang terdapat dalam organisasi tersebut; Ketujuh, memberi-kan pelayanan yang ketat dan

 penilaian dari masyarakat pengguna jasa profesi untuk menentukan pelayanan kerja sebagai  pelayanan yang profesional.

B. Karakteristik Profesi

Uraian tentang profesi, professional, profesionalisme, dan profesionalisasi yang diuraikan di atas sebenarnya sudah memberikan gambaran da penjelasan secara nyata tentang sifat-sifat khas atau karakteristik dari sebuah profesi. Telaahan tentang karakteristik profesi telah ban yak dilakukan  para pakar yang meminatinya, namun menurut Abin Syam-suddin (1996:48) ―tidak ada

kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian.‖ Ornstein & Levine dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999:15) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang memiliki beberapa karakteristik. Ornstein & Levine mengemukakan paling sedikit ada 14 karakteristik sebuah profesi seperti yang diuraikann ya di bawah ini:

1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak   berganti-ganti pekerjaan).

2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak  setiap orang dapat melakukannya).

(12)

3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).

4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mem-punyai persyaratan masuk (untuk  menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persya-ratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendu-dukinya).

6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).

7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang ber-hubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.

8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang akan di-berikan.

9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relative bebas dari supervisi dalam jaba-tan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendapat klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter itu sendiri).

10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‗elite‘ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggo-tanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).

12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang  berhubungan dengan layanan yang diberikan.

13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap

anggotanya (anggota masyarakat selalu menyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).

14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding dengan jabatan lainnya). Tidak berbeda jauh dengan ciri-ciri tersebut di atas, Sanusi et.al (1991) mengemukakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:

1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial). 2. Jabatan yang menentukan keterampilan/keahlian ter-tentu.

3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggu-nakan teori dan metode ilmiah.

4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang  bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.

5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat Pergu-ruan Tinggi dengan waktu yang cukup lama.

6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai  professional itu sendiri.

7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.

8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap  permasalahan profesi yang dihadapinya.

(13)

tangan orang luar.

10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Oteng Sutisna (1993:303) yang mengutif pendapat More (1970) menyebutkan ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut:

1. Seorang professional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya.

2. Terikat oleh suatu panggilan hidup dan dalam hal ini memperlakukan pekerjaannya sebagai  perangkat norma kepatuhan dan perilaku.

3. Anggota organisasi professional yang formal.

4. Menguasai pengetahuan yang berguna dan kete-rampilan atas dasar latihan spesialisasi atau  pendidikan yang sangat khusus.

5. Terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian. 6. Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sek ali.

Sementara Volmer & Mills dalam Abin Syamsuddin (1996:47) mengajukan unsur-unsur  essensial profesi adalah:

Suatu dasar teori sistematis, adanya kewenangan yang diakui oleh klien; sangsi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan ini, adanya kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-orang professional dengan klien dan teman sejawat, dan adanya kebudayaan profesi atau nilai-nilai, norma, dan lambing-lambang.

Edgar H. Schien dalam Andi PP Undap (1988:97) mengemukakan 12 karakteristik suatu profesi seperti berikut ini.

1. Professions are accupationally related social institution established and maintained as a means of providing essential services to the individual and the society.

2. Eash profession is conserned with an identified area o f need of function (e.g. maintenance of   physical and emotional health, preservation of rights and freedom, enchanching the opportunity

to learn).

3. The profession collectively, and professional individuality, possesses a body of k nowledge and repertoire of behaviors and skills (professional culture) needed in the practice of the

 profession; such knowledge, behavior and skills normally are not possessed by nonprofessional. 4. The members of the profession are involved in decision making in the service of client the valid knowledge available, against a background of principles and theories, and whitin the context of possible impact on other related conditions or decisions.

5. The profession is based on one more undergriding disciplines from which it draws basic insight and upon wich is builds its own applied knowledge and skills.

6. The profession is organized into one more professional associations which, within broad limit of social accountability, are granted autonomy in control of the actual work of the profession and the conditions wich surround it (admissions, educational standards, examination and licensing, career line, ethical and performance standard, and professional discipline).

7. The profession has agreed-upon performance standard for admission to the profession and for  the contituance within it.

(14)

8. Preparation for and induction to the profession is provided through protacted preparation  program, usually in the professional school or college or university campus.

9. There is hight level of public trust and confidence in the profession and in individual  practitioners, based upon the profession‘s demonstrated capacity to provide service markelly  beyond that wich would otherwise be available.

10. Individual practitioners are characterized by a strong service motivation and lifetime commitment to competence.

11. Authority to practice in any individual case derives from the client or the employing

organization; accountability for the competence of the professional practice within the particular  case is to the profession it self.

12. There is relative freedom from direct on the job supervition and from direct public evaluation of the individual practitioner. The professional accepts responsibility in the name of his or her   profession and is accountable through his or her profession to the society.

Philip Kochman (1970:83-88) berpendapat senada dengan Schein memberikan 12 kriteria tentang pekerjaan yang bersifat profesi, yaitu:

1. Membutuhkan suatu persiapan yang relative lama dan menjurus.

2. Disertai oleh kegiatan-kegiatan intelektual yang ulung dan anggota-anggotanya memiliki  pengetahuan-pengetahuan serta kecakapan-kecaka pan yang mengkhusus.

3. Menentukan standar yang relative tinggi untuk diterima sebagai anggota profesi. 4. Pekerjaannya merupakan suatu karier seumur hidup.

5. Diwakili oleh organisasi atau organisasi-organisasi yang efektif.

6. Mempunyai otonomi yang luas dan dalam banyak hal menentukan standarnya sendiri. 7. Berbakti untuk perluasan pengetahuan dalam bidang-nya.

8. Memberikan prioritas yang tinggi pada pelayanan.

9. Mengutamakan perbaikan diri dan perkembangan dalam usaha-usaha pelayanan. 10. Melindungi kesejahteraan anggota-anggotanya.

11. Membutuhkan ijin atau sertifikat untuk berpraktik.

12. Mendasarkan praktiknya pada prinsip-prinsip etik yang dirumuskan dengan jelas.

M. Pidarta (1980:45) sambil mengutip pendapat Edgar H. Schien mengemukakan kriteria profesi sebagai berikut:

1. Seorang professional harus bekerja full-time di bidan g profesinya dan sebagai sumber   penghidupan. Disini secara implicit suatu pengertian bahwa seorang professional tidak boleh  bekerja lebih banyak di luar dan menomor-duakan tugas utamanya.

2. Seorang professional memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja dalam bidangnya, yang

merupakan dasar bagi pilihan jabatan tersebut. Sehingga jabatan tersebut akan dikerjakan dengan sepenuh hati.

3. Seorang professional memiliki pengetahuan khusus dan keterampilan yang diperolehnya dalam pendidikan yang cukup lama.

4. Membuat keputusan-keputusan dalam tindakannya demi untuk kepentingan klien, bukan untuk  kepentingan dirinya sendiri atau untuk kepentingan organisasi atau golongannya. Ia harus

 bekerja tanpa pamrih.

(15)

adalah bagaimana dapat melayani siswa dengan sebaik-baiknya demi kemajuan siswa itu sendiri. Seorang professional adalah seorang yang mengabdi kepada tugasnya.

6. Pelayanannya berdasarkan atas kebutuhan objektif dari klien. Tidak boleh ada motif-motif  yang lain tersembunyi di dalamnya. Keduanya, klien dan petugas professional harus jujur dan terbuka, serta harus dapat menciptakan hubungan intim demi untuk kemajuan klien.

7. Seorang professional mempunyai otonomi dalam bertindak mengenai apa yang baik bagi klien. Dia adalah orang yang lebih tahu tentang apa yang baik bagi klien daripada klien itu sendiri.

8. Menjadi anggota organsiasi profesi yang disele ksi lewat ukuran-ukuran tertentu seperti standar   pendi-dikan, atau ukuran-ukuran lain yang sejenis, memiliki keahlian yang sama, dan dalam

wilayah tertentu.

9. Memiliki pengetahuan yang spesifik.

10. Seorang professional tidak boleh mengadvertensi keahliannya untuk mendapat pasaran luas. Klienlah yang diharapkan berinisiatif untuk mencari dia.

Selanjutnya Abin Syamsuddin (1996:48-51) yang mengulas secara khusus pendapat Lieberman (1956) menggambarkan beberapa karakte-ristik dari suatu profesi. Menurut Lieberman profesi ini merupakan suatu jenis pelayanan atau pekerjaan yang khas, bersifat definitive yakni jelas  batas kawasan cakupan bidang garapannya, serta merupakan jenis layanan yang sangat penting

atau amat dibutuhkan oleh kliennya, mendapatkan pengakuan masyarakat (a unique, definite, and essential service, public acceptance).

Pelayanan itu amat menuntut kemampuan kinerja intelektual yang berbeda dengan layanan manual (an emphasiz upon intellectual techniques in performing its service).

Untuk memperoleh penguasaan teori pengetahuan dan kemam-puan profesionalnya, seseorang memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk mencapai kualifikasi keprofesionalan seseorang minimal memer-lukan waktu lima tahun, ditambah dengan pengalaman praktik yang terbimbing sehingga mencapai tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan profesinya (long  period of specialized training, mastery of teoritical knowledge).

Kinerja pelayanan itu sedekian cermat secara teknis, sehingga kelompok assosiasi profesi yang  bersangkutan sudah memberikan jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk 

melakukan sendiri tugas pelayanan tersebut. Profesional itu melakukan pelayanan secara

otonom, seperti seorang guru sejak tahap awal sampai akhir dari perencanaan dalam pengajaran sampai memberi nilai kepada siswa, atau seorang dokter mendiagnosa sampai pemberian terapi. Bila mendapat kasus yang tak dapat ditangani sendiri ia membuat rujukan kepada orang lain yang dianggap berwewenang atau membawa ke dalam suatu panel (a broad range of autonomy for both the individual practitioners and the accup ational group as a whole).

Sebagai konsekuensi dari otonomi profesi, seorang professional akan menerima beban tanggung  jawab pribadi secara penuh akibat tindakannya bila terjadi kekeliruan, ia tidak bias melemparkan

tanggung jawab kepada orang lain. Seorang professional harus siap menerima sanksi dari

masyarakat, atasan atau sanksi hokum akibat kesalahannya (an acceptance by the practitionare or   broad personal responsibility for judgment made and acts performance with the scope of 

(16)

Kinerja pelayanan professional harus mengutamakan kepentingan orang lain, daripada

mempertimbangan kepentingan ekonomi yang diterimanya. Professional harus siap memberikan  pelayanan kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja baik dalam kead aan dinas maupun

dalam keadaan istirahat, baik dengan atau tanpa imbalan (an emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic gain to the practitioners, as the basis for the organization and  performance of the social service delegated to the occupational group).

Karena keunikan profesi ini, maka hanya anggota assiasilah yang berhak menjalankan peranan itu, dan anggota secara pribadi melalui organisasinya itu sendiri jadi pengendali dan polisi  profesi yang dimulai saat penerimaan jadi anggota, mengendalikan, memberi sanksi bila

diperlukan terhadap pelanggar kode etik (a comprehensive self-gouvering organization of   practitioners).

Adanya kode etik yang disepakati bersama oleh semua anggota untuk memberi bimbingan nurani  professional dan memberi pedoman bagi segala tingkah lakunya. Perangkat kode etik ini harus

selalu dipatuhi, dan menjadi norma dasar dalam pemberian penghargaan atau hukuman bagi  pelanggannya. Kode etik itu dikembangkan dan diputuskan untuk d iberlakukan kepada

anggotanya melalui forum tertentu dalam organisasi, biasan ya dalam forum tertinggi kekuasaan anggota (a code ethics has been clarified and interpreted at ambiguous and doubt ful points by concrete cases).

Pengetahuan professional berkaitan dengan pengausaan suatu disiplin akademik secara keahlian yang mendasari praktiknya. Kompe-tensi pengetahuan dan keterampilannya tidak bersifat statis. Ideology profesionalisme menuntut praktisinya selalu mengikuti perkembangan terbaru di

 bidangnya demi menjaga kompetensinya dan memberikan layanan yang tepat pada klienn ya. Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang lain dan memperoleh pengakuan dan  penghargaan yang selayaknya baik secara social dan secara legal atas keberadaan profesi.

Memiliki jurnal dan sarana publikasi professional lainnya yang men yajikan berbagai karya  penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan pengembangan para anggotan ya

serta pengabdian kepada masyarakat dan khasana ilmu pengetahuan yang menopang profesinya. Setiap bidang pekerjaan dan jabatan professional harus memenuhi criteria sebagai standar dari  jabatan professional sebagaimana disebutkan di atas, semakin lengkap memenuhi kriteria akan

semakin besar pengarunya pada wibawa profesinya dimana masyarakat pengguna jasa profesi yang ada.

Kalau beberapa ciri tersebut di atas dipakai sebagai acuan, maka jabatan pedagang, penyanyi,  penari, serta tukang koran, jelas bukan profesi. Namun apakah jabatan guru dapat disebut sebagai

sebuah pofesi?

C. Perkembangan Keprofesian

Merujuk pada pendapat Elliot (1972:14) bahwa profesi secara histories ada dua tipe, yaitu: tipe  profesi sebagai status dan tipe profesi pekerjaan. Profesi sebagai status diartikan sebagai sesuatu

(17)

yang secara relative tidak begitu penting dalam organisasi kerja dan dalam melayani masyarakat, tetapi menduduki tempat yang tinggi dalam s ystem tingkatan social masyarakat. Sedangkan  profesi sebagai pekerjaan didasarkan pada spesialisasi dari pendidikan dan latihannya. Hal ini

oleh Elliot dipandang dari dimensi sejarah. Contohnya adalah profesi pada bidang kesehatan,  profesi pendeta, profesi keperaawatan adalah sebagai status, sedangkan ahli bedah, pendeta,  bidan digolongkan sebagai pekerjaan.

Elliot (1972) juga mengakui bahwa perubahan perkembangan profesi dalam hubungannya dengan situasi masyarakat secara khusus telah digambarkan dalam studi tertentu. Reiss (1955) dalam Peter Jarvis (1992:23) secara sederhana memberikan lima tipe profesi komptemporer, masyarakat industri sebagai berikut:

Old established professions – founded upon the study of a branch of learning, e.g. medicine.  New professions – founded upon new discipline, e.g. chemist, social scientist. Semiprofesions –   based upon technical practice and knowledge, e.g. nurses, teachers, social workers. Would – be  professions – familiarity with modern practice in business, etc; distinguish this group who aspire

to professional status, e.g. personal directors, sales directors, engineers, etc. Marginal professions  – based upon technicians, draughtsmen.

Sementara itu Richey (1974) dalam Abin Syamsuddin (1996:52) telah mengidentifikasi tingkat-tingkat keprofesian. Dimana baik Reiss maupun Richey masing-masing mengelompokkan pada lima tipe profesi, yaitu: (1) profesi yang sudah tua, (2) profesi baru, (3 ) profesi yang sedang tumbuh, (4) semiprofessional, dan (5) pekerjaan atau jabatan yang belum jelas statusnya. Selanjutnya Robert B. Howsam, et.al (1976:7-9) menyatakan bahwa:

Profesi tertua adalah hukum, kesehatan, teologi, dan guru. Profesi terbaru adalah arsitektur, insinyur (engineering) dan optometri. Pekerjaan yang segera diakui sebagai profesi (emergent  professions) adalah pekerja sosial (social worker) yang masih semi professional akan segera

diakui sebagai profesi yang professional.

Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleks, maka jabatan guru menurut Muhammad Ali (2002) merupakan sebuah profesi. Lebih lanjut Muhammad Ali (2002) untuk  memasuki profesi guru memerlukan persyaratan khusus, antara lain:

1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.

2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya. 3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan. 5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.

Lebih lanjut Howsam et.al (1976) menyatakan diperlukan perjuangan panjang yang terus

menerus dan bertahap dari pekerjaan yang masih bersifat semi professional untuk diakui sebagai  pekerjaan yang menuntut professional penuh. Berdasarkan proses tersebut ternyata untuk 

(18)

yang akan datang, hal itu semakin memegang peranan yang sangat penting (Tirtamihardja dan Sulo, 2000:143).

Berdasarkan analisis ini tampak jabatan guru belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang sependapat bahwa guru hanya jabatan

semiprofesional atau profesi yang baru muncul (emerging p rofession) karena belum semua ciri-ciri di atas dapat dipenuhi. Pendapat ini sebelumnya telah dikemukakan oleh Amitai Etzioni (1969:v) yang menyatakan guru adalah jabatan semiprofessional disebabkan oleh:

… the training [of teachers] is shorters, their status less legitimated [low or moderate], their right to privileged communication less established; there is less of a specialized k nowledge, and they have less autonomy from supervision or societal control than ‗the professions‘ …

Selanjutnya Robert B. Howsam et.al (1976) menulis bahwa guru harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan

semiprofessional lainnya, malah mendekati status professional penuh. Pada saat sekarang, sebagian orang cenderung menyatakan guru sebagai sebuah profesi, dan sebagian lagi tidak  memgakuinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan jabatan sebagian guru, yang bermakna bukan seluruhnya merupakan jabatan professional, namun jabatan ini sedang bergerak kearah itu.

Berbeda dengan jabatan guru di daerah lainnya, secara dejure profesi guru, khususnya di

Indonesia sudah menjadi sebuah profesi sebagai mana termuat dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sehingga jabatan guru bukan saja menyangkut tentang  pekerjaan, tapi sudah merupakan profesi. Hal ini bermakna bahwa jabatan ini menuntut  pendidikan yang khusus, dalam jangka waktu yang lama, dan memiliki kualifikasi tertentu.

Karena dalam setiap profesi atau jabatan tentu saja memiliki tingkat kemahiran. Tilaar 

(2000:137-139) memberi penjelasan tentang tingkat dari setiap pekerjaan (okupasi) menjadi mata  pencaharian dengan membeda-kannya ke dalam tiga tingkat kemahiran yak ni: (1) delitan, (2)

amatiran, dan (3) professional.

 Namun sebelumnya Conny Semiawan (1991) mengemukakan hierarki profesi tenaga kependidikan terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: (1) tenaga professional, (2) tenaga semiprofessional, dan (3) tenaga paraprofessional.

Lebih lanjut Semiawan (1991) menjelaskan bahwa, tenaga professional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S1 atau setara, dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengendalian

 pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenan g untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionalnya, misalnya guru senior membina guru yang lebih junior.

Tenaga semiprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 atau setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik  dalam hal yang perencanaan, pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran.

(19)

Tenaga paraprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan,  penilaian, dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Dengan demikian, tenaga kep endi-dikan

yang masih berpendidikan belum mencapai S1 termasuk dalam kategori sebagai guru yang  belum professional.

Sejalan dengan pendapat di atas, Windham (1988) mengklasifikasi-kan derajat mutu tenaga kependidikan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) berkualifikasi penuh; (2) berkualifikasi sebagian; dan (3) tidak memenuhi kualifikasi. Dalam kaitan ini, Windham (1988) mengemukakan sebagai  berikut:

1. Qualified, prossessing the academic and teache r training attainment appropriate the assigned level and type of teaching.

2. Underqualified, prossessing the academic but not the teacher training appropriate to the level of assignment.

3. Underqualified, prossessing neither the academic nor the teacher training attainment appropriate to the level of assignment.

Oleh sebab itu, bagi setiap guru dituntut memiliki sifat-sifat profesionalisme yang tinggi, sebagaimana telah diatur dalam undang-undang bahwa pekerjaan di bidang kependidikan merupakan profesi yang menuntut profesionalisme penuh dalam bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Sanusi Uwes (2003:149) menyatakan ada tiga bidang yang harus dikuasai oleh seorang guru yang professional dalam menjalani profesinya, yaitu: (1) ahli dalam bidang pengajaran, (2) terampil dalam bidang penelitian, dan (3) memiliki kompetensi dalam pengabdian kepada masyarakat. Selain dari tiga bidang tersebut, seorang guru ju ga harus memiliki kemampuan dalam memberikan bimbingan kepada siswa, dan melaksanakan tugas administrative lainnya. Timbulnya maksud tersebut antara lain terungkap dari harapan masyarakat agar semua tenaga kependidikan meningkatkan kemampuan-nya melalui pemberian pelayanan tugas pengajaran dan tugas-tugas lainnya secara lebih professional.

Menurut pendapat para ahli, ada hal yang membedakan antara pekerjaan biasa (okupasi) dengan  pekerjaan yang menuntut kemampuan professional penuh. Perbedaan tersebut terletak pada  beberapa karakteristik, diantaranya adalah kepemilikan: kompetensi, sertifikasi, akreditasi, dan

lisensi. Dengan adanya beberapa syarat seperti tersebut di atas, maka seorang sarjana pendidikan (S.Pd) yang lulusan dari Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK), belum tentu dapat menjadi guru bila tidak memiliki persyaratan tersebut.

Jenis-jenis profesi kependidikan menuntut pelayanan yang ditujukan kepada orang lain. Pendekatan kategori setiap profesi tidak menunjukkan perbedaan unsur-unsur atau beberapa elemen yang memerlukan pelayanan, tetapi menunjukkan pada sifat dan hakikat dari pelayanan (Arikunto, 1990:234).

(20)

Tampubolon (2001:174) menyatakan peran guru bersifat multi dimensional, dimana guru

menduduki peran sebagai: (a) orang tua, (b) pendidik atau pengajar, (c) pemimpin atau manajer, (d) produsen atau pelayanan, (e) pembimbing atau fasilitator, (f) motivator atau stimulator, dan (g) peneliti atau nara sumber. Peran tersebut dapat bergradasi menurun, naik, atau tetap sesuai dengan jenjang tuntutannya.

Sejalan dengan menguatnya tuntutan derajat keprofesionalan dalam segala aspek kehidupan,  pekerjaan, dan jabatan; para pemangku jabatan dan pekerjaan tersebut sibuk melak ukan gerakan  peningkatan kemampuan mereka pada masing-masing bidang profesi.

Pekerjaan yang sudah menjadi sebuah profesi menuntut kinerja yang professional dari setiap orang yang menekuninya. Termasuk dalam hal ini pekerjaan guru, karena guru merupakan sebuah profesi. Sutisna (1989) menyebutkan bahwa pekerjaan guru mulai diperhitung-kan sebagai salah satu profesi, sehingga orang-orang yang menekuni profesi ini dituntut memiliki kemampuan professional.

Guru selaku tenaga professional memiliki citra yang baik di masyarakat. Apabila seorang guru dapat menunjukkan citra kepada masyarakat, maka ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan  pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada siswanya,

dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas (Soetjipto & Raflis Kosasi, (1999:42). Sehingga menyandang predikat guru tidak hanya dituntut memiliki kemampuan intelektual saja, tetapi juga diperlukan kepribadian yang matang yang dapat diteladani oleh banyak orang

Daftar Pustaka

Sudjana, Nana. 2004. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Usman, Moch Uzer (1993). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya

Ali, Muhammad. (2002). Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Danim, Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan dal am Upaya Peningkatan Profesionalisme

Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonedia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdknas.

 ———— . (2004). Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 (HELTS). Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

 ———— . (2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Glover, Derek. & Sue Law. (2005). Improving Learning Profesional Practice in Secondary Schools. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hasan, Ani M., (2003). Perkembangan Profesonalitas Guru di Abad Pengetathuan. (online). Tersedia: http://www.jurnal+pendidikan. com. (5 Juli 2005).

Isjoni. (2004). Kinerja Guru. (online). Tersedia: Artikel Pendidikan Network. Http://artikel.us/isjoni12.html. (8 Februari 2005).

(21)

Joni, T. Raka (1981). Pembinaan Staf Akademik Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Permasalahan, dan Pendekatan. Jakarta: P3G Depdikbud.

Kartadinata, Sunaryo. (2005). Sertifikasi Jabatan Profesi Guru. (Makalah). Bandung: UPI Bandung.

Kydd, Lesley. et.al. (ed). (2004). Profesional Development for Educational Management. (terjemahan). Jakarta: Grasindo.

Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan. (Pedoman dan Intisari Perkuliahan – Handout). Bandung: PPs UPI Bandung.

Sanusi, Ahmad. et.al. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Jakarta: Depsikbud.

Sudjana, Rahmat. (1999). Konflik Internal dan Ekternal Profesionalisasi Jabatan Kependidikan. Formasi: Journal Kajian Manajemen Pendidikan No. 1 Tahun I, September 1999.

Surya, Mohammad. (2005). Perlindungan Profesi Guru: Kode Etik dan Undang-undang Guru. (Makalah). Bandung: UPI Bandung.

Supriyadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Sutisna, Oteng. (1991). Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung: Angkasa.

Soetjipto & Raflis Kosasi. (1999). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

Usman, Moh. Uzer. (2001). Menjadi Guru Profesional. Bandun g: Remaja Rosdakarya. http://ramlannarie.wordpress.com/2010/05/12/profesionalisme-guru/

Menurut pepatah jawa, Guru adalah digugu lan ditiru yang berarti bahwa guru merupakan sosok yang menjadi panutan bagi siswanya dan masih ada banyak pepatah yang berhubungan dengan guru lainnya walaupun intinya sama. Saat ini sosok guru sudah ikut "ter-reformasi". Guru dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dan mengikuti kemajuan jaman. Sudah tidak waktunya lagi guru yang kaku, memiliki pengetahuan terbatas, dan tidak mau terbuka dengan kemajuan teknologi.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi guru: # UU RI NO 14 TAHUN 2005

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada  pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

# ZAKIYAH DARADJAT

Guru adalah pendidik profesional karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di  pundah paa orang tua

# POERWADARMINTA

Guru adalah orang yang kerjanya mengajar  # SUPRIYADI, 1999

Guru adalah orang yang berilmu, berakhlak, jujur dan baik hati, disegani, serta menjadi teladan bagi masyarakat # WILLIAM

Guru adalah pemegang kendali dalam "kendaraan" pendidikan # MOHAMAD SURYA

Guru adalah orang tua di sekolah dan orang tua adala h guru di rumah. # SYAIKH MUHAMMAD

Guru adalah tauladan dalam akhlaknya yang baik dan perangainya yang mulia # UMAR TIRTA & LA SULA

Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan sasaran peserta didik  # M. NGALIM PURWANTO

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkuliahan ini dibahas tentang sepuluh kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru diantaranya : mengembangkan kepribadian, menguasai landasan

untuk menjadi guru yang profesional harus memiliki beberapa kompetensi.. Keprofesionalan guru merupakan harapan pemerintah, masyarakat,

Dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru seni, BNSP menerapkan standar kompetensi guru seni budaya sebagai berikut: (1) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola

Hasil penelitian adalah (1) Bentuk kompetensi pedagogik guru meliputi: guru paham dengan landasan yuridis/hukum pendidikan; guru paham dengan peserta didik; guru mampu

 Dalam hal pengembangan kompetensi pedagogik misalnya, maka selain guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional

Dalam hal pengembangan kompetensi pedagogik misalnya, maka selain guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

Usaha lain yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan keprofesionalan guru dalam pembelajaran yaitu: Pertama, Penguasaan bahan, yang meliputi: menguasai dan

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru dalam: 1). Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; 2).