• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bph

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bph"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

Oleh:

Oleh:

Prawira Weka Akbari

Prawira Weka Akbari

030.13.153

030.13.153

Pembimbing:

Pembimbing:

dr. Achmad Rizky Herda, Sp.U

dr. Achmad Rizky Herda, Sp.U

dr. Rajasa Herwandar, Sp.U

dr. Rajasa Herwandar, Sp.U

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

(2)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ... ii BAB

BAB I I PENDAHULUANPENDAHULUAN ... .. 11 BAB II

BAB II TINJAUAN TINJAUAN PUSTAKAPUSTAKA... ... 22 2.1 2.1 DEFINISI ...DEFINISI ... 2... 2 2.2 2.2 EPIDEMIOLOGI ...EPIDEMIOLOGI ... 4... 4 2.3 2.3 PATOFISIOLOGI PATOFISIOLOGI ... 8... 8 2.4

2.4 MANIFESTASI MANIFESTASI KLINIS ...KLINIS ... 9... 9 2.5

2.5 PEMERIKSAAN FISPEMERIKSAAN FISIK& IK& PENUNJANG ...PENUNJANG ... ... 1111 2.6

2.6 TATALAKSANA ...TATALAKSANA ... 14... 14 2.7

2.7 DIAGNOSIS DIAGNOSIS BANDING BANDING ... 18... 18 2.8 2.8 KOMPLIKASI ...KOMPLIKASI ... ... 1919 2.9PROGNOSIS 2.9PROGNOSIS ... ... 1919 2.10 2.10 PENCEGAHAN PENCEGAHAN ... 20... 20 BAB III KESIMPULAN

BAB III KESIMPULAN... ... 2121 DAFTAR PUSTAKA

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

Benigna Prostat Hiperplasia merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secaraumum dan di Indonesia secara khususnya.Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan keduasetelah  penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya,diperkirakan hampir 50 persen  pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun,dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakitBPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebihbilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yangberusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secaraumumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita pen yakitBPHini.1

Kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urin, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hidroureter.2Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Hormon Testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat s ehingga membesar.3

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.4

 Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) merupakan gejala saluran kemih bagian bawah yang biasanya terjadi pada populasi usia lanjut. LUTS dapat memberikan efek negatif untuk kesehatan sehubungan dengan kualitas hidup penderita dan membutuhkan biaya perawatan kesehatan yang tinggi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan LUTS pada pria. Salah satu  penyebab yang paling sering menyebabkan LUTS pada pria lanjut usia adalah  Benign  Prostatic Hyperplasia (BPH).5

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi prostat

Kelenjar prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli di depan rectum dan mempungkus uretra posterior. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar  pada pria, bentuknya sebesar buah kemiri dengan tebalnya ±2,5 cm dan panjangnya ±3 cm

dengan lebarnya ±4 cm, dan berat normal pada orang dewasa 20 gram.

Gambar 1. Anatomi prostat

Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam  beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona  preprostatik sfringter dan zona anterior. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast,  pembuluh darah, saraf dan kelenjar penyangga yang lain. Sebagian besar hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal zona

(5)

a.) Zona perifer : sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar  prostat. Zona ini rentat terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma

terbanyak.

 b.) Zona sentral : lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

c.) Zona transisional : zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Meskipun bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperplasia (BPH)

d.) Zona fibromuskuler anterior atau ventral : sesuai dengan lobus anterior, tidak memiliki kelenjar dan terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. e.) Zona periuretra : bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar

abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 2. Zona-zona prostat Batas-batas prostat:

1. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai kolum vesika urinaria, otot  polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

2. Batas inferior : apex prostat terletat pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

3. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan logamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.

(6)

4. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retrovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavation rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.

5. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Duktus ejakulatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars  prostatika pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.

Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya artei dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaka interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis.

Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus  prostatikus. Prostas mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin.

Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. Kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh  Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian stilbestrol.

(7)

2.2 Hiperplasia prostat benigna 2.2.1 Definisi

Hiperplasia prostat benigna ( Benign prostate hyperplasi  –  BPH ) merupakan tumor  jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. BPH adalah pembesaran jinak kelenjar  prostat disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi  jaringan kelenjar/jaringan fobromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars  prostatika.

Gambar 3. Prostat normal dan pembesaran prostat 2.2.2 Epidemiologi

BPH merupakan penyakit pada laki-laki usia diatas 50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang mengelilingi uretra, pembesaran dari kelenjar prostat akan menekan lumen uretra yang menyebabkan sumbatan dari aliran kandung kemih. Signifikan meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.

Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan di temukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria indinesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh  penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH.

(8)

2.2.3 Etiologi

 pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosterone, yang di dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 -reduktase. DHT inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein  growth  factor  yang memacu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar prostat.

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar DHT dan proses aging . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah :

1. Teori Dihidrotestosteron

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel kelenjar  prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosterone di dalam sel prostat oleh

enzim 5 -reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk  berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel

dan selanjutnya terjadi sintesis protein  growth factor  yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Gambar 4. Perubahan testosterone menjadi dihidrotestosteron

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5  -reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak dibandingkan dengan prostat normal.

(9)

2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih  panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

3. Interaksi stroma-epitel

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor ) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth  factor   yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis)

Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,  penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebaban jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan  pertambahan massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat  proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.

(10)

5. Teori stem sel

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat terganung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

2.3 Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali  pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran  balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika  berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya jatuh ke

(11)

Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli- buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Gambar 6. Komplikasi-komplikasi BPH

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada  prostat normal rasio stroma disbanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasio meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat menyebabkan onstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai  penyebab obstruksi prostat.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain1:

(12)

1.Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency) 2.Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3.Miksi terputus (Intermittency)

4.Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5.Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga factor, yaitu:

a.Volume kelenjar periuretral

 b.Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat c.Kekuatan kontraksi otot detrusor

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran  prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun  belum penuh., gejalanya ialah1 :

1.Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency) 2.Nokturia

3.Miksi sulit ditahan (Urgency) 4.Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau  IPSS  ( International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi ( LUTS ) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang  berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang

menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu : - Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-19 - Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi

(13)

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan terakhir Tidak

sekali <20% <50% 50% >50%

Hampir selalu a. Adakah anda merasa

buli- buli tidak kosong setelah  berkemih

0 1 2 3 4 5

 b. Berapa kali anda berkemih

lagi dalam waktu 2 menit 0 1 2 3 4 5

c. Berapa kali terjadi arus urin

 berhenti sewaktu berkemih 0 1 2 3 4 5

d. Berapa kali anda tidak dapat

menahan untuk berkemih 0 1 2 3 4 5

e. Beraapa kali terjadi arus lemah sewaktu memulai kencing

0 1 2 3 4 5

f. Berapa keli terjadi bangun tidur anda kesulitan memulai untuk berkemih

0 1 2 3 4 5

g. Berapa kali anda bangun

untuk berkemih di malam hari 0 1 2 3 4 5

Jumlah nilai :

0 = baik sekali 3 = kurang 1 = baik 4 = buruk

(14)

2.5 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan6:

a.Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)  b.Simetris/ asimetris

c.Adakah nodul pada prostate d.Apakah batas atas dapat diraba e.Sulcus medianus prostate

f.Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan  pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus  prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit  pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus

2.5.1 Pemeriksaan Penunjang6

Pemeriksaan Laboratorium ·Darah

Ureum, kreatinin, elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate Specific Antigen (PSA), Gula darah

·Urine

Kultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis, sedimen

(15)

kanker harus dicurigai (normal < 4 ng/mL). Serum alkaline phosphatase biasanya meningkat  jika tumor telah menyebar ke tulang. Prostatitis akut dapat menyebabkan gejal-gejala

obstruksi, tetapi pasien biasanya mengalami infeksi saluran kemih (ISK) atau bisa dalam sepsis. Prostat terasa nyeri terutama dengan penekanan meskipun secara halus. Striktur uretra mengurangi kaliber pancaran urin. Biasanya terdapat riwayat gonorrhea atau trauma lokal. Retrograde urethrogram akan menunjukkan area stenosis. Striktur juga dapat menghambat pasase kateter.

Pemeriksaan pencitraan(4)

a.Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat

 b.Pielografi Intravena (IVP)

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli –  buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.

c.Sistogram retrograde

Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter karena retensi urin.

d.Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin e.MRI atau CT scan

Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan  bermacam –  macam potongan

Pemeriksaan lain

 Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran ditentukan oleh daya kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika, resistensi uretra. Angka normal laju

(16)

ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6  –   8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 –  15 ml/detik.

 Pemeriksaan Tekanan Pancaran ( Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan  pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.

 Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

2.6Penatalaksanaan

Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting  di mana tidak diperlukan teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting , medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif 5.

Watchful Waiting

Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS 3)

1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar mengurangi nokturia.

2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan). 3. Mengurangi kopi.

4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil. Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring, uroflowmetri, dan TRUS.

(17)

Terapi Medikamentosa

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan  penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi4.

  Penghambat adrenergik a-1

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot  polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi

relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat.

Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah ( fatique).Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh  prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat:  prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin

dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.

  Penghambat enzim 5a reduktase

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan  prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan  perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi.Salah satu efek samping obat ini adalah

menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

  Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase

Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase  pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1.  Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

(18)

Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti  Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,  Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui

efektivitas dan keamanannya. Terapi Bedah Konvensional

Penatalaksanaan Indikasi managemen operasi adalah penurunan fungsi ginjal dan gejala-gejala lain yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Karena derajat obstruksi berjalan dengan lambat pada kebanyakan pasien, terapi konservatif dapat juga adekuat. Obat-obatan yang merelaksasi kapsul prostat dan spinter internal (α-adrenergic blocking agent) atau yang menurunkan volume prostat (5 α-reductase inhibitor atau antiadrogen) telah dicoba dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.

Penatalaksanaan prostatitis kronik adalah untuk mengurangi gejala. Resolusi dari komplikasi sistitis biasanya akan dapat tercapai. Dalam rangka melindungi tonus vesikal,  pasien sebaiknya diperingatkan agar s egera BAK ketika terjadi urgensi. Memaksa cairan urin keluar dalam waktu yang pendek menyebabkan pengisian VU yang cepat, dan menurunkan tonus vesikal; ini adalah penyebab umum dari retensi urin akut dan oleh sebab itu harus dihindari. Pasien-pasien dengan gejala obstruksi urin sebaiknya menghindari pemakaian obat flu termasuk antihistamin, karena juga dapat menyebabkan retensi urin. Terapi konservatif ini hanya sementara menolong. Kateterisasi diharuskan untuk retensi urin akut. BAK spontan dapat kembali normal, tetapi kateter sebaiknya dibiarkan terpasang selam 3 hari sementara tonus detrusor kembali normal. Jika ini gagal, terapi konservatif atau operatif diindikasikan. Open simple prostatectomy

Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas 100 gram, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada TUR-P1-2.

Terapi Invasif Minimal

(19)

obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat ini, TURP masih merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi.Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.

 Microwave hyperthermia

Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.

Trans urethral needle ablation (TUNA)

Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2  jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi

sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat.

 Intraurethral stent 

Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau pembedahan

Transurethral baloon dilatation

Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat kurang dari 40 g, sifatnya sementara, dan jarang dilakukan lagi.

2.7 Diagnosis Banding

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya: 1.Struktur uretra

2.Kontraktur leher vesika 3.Batu buli-buli kecil 4.Kanker prostat

5.Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat parasimpatolitik.

(20)

1.Instabilitas detrusor 2.Karsinoma in situ vesika 3.Infeksi saluran kemih 4.Prostatitis

5.Batu ureter distal 6.Batu vesika kecil.

2.8 Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan a.Inkontinensia Paradoks

 b.Batu Kandung Kemih c.Hematuria

d.Sistitis e.Pielonefritis

f.Retensi Urin Akut Atau Kronik g.Refluks Vesiko-Ureter

h.Hidroureter i.Hidronefrosis  j.Gagal Ginjal

Komplikasi Obstruksi dan residual urin menyebabkan infeksi pada VU dan prostat dan kadang-kadang menyebabkan pyelonephritis; ini mungkin sulit untuk dihilangkan. Obstruksi juga dapat menyebabkan terjadinya divertkel VU. Infeksi residual urin berperan terhadap pembentukan batu (calculi).Obstruksi fungsional pada intravesical ureter, disebabkan oleh hipertropi trigonum, dapat menyebabkan hydroureteronephrosis.

2.9 Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki  prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru.7 BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan  bagi penderita.

(21)

BAB III KESIMPULAN

Hiperplasia kelenjar prostat merupakan masalah yang cukup sering pada laki-laki seiring dengan bertambahnya usia, dimana teori mengenai bagaimana hal tersebut dapat terjadi banyak yang mengatakan berhubungan dengan hormonal. Penegakan diagnosis sangatlah penting dari gejala pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang ditemukan.

Penatalaksanaan BPH berdasarkan skor IPSS dan penatalaksanaan berdasarkan tingkat keparahan gejala dan kualitas hidup sehingga tatalaksana dapat berupa watchful waiting , medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif.Penatalaksanaan serta pencegahan ini bertujuan untuk meminimalkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup pada penderita.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah  Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.

2. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. 3rd ed. Jakarta:Sagung seto;2012.p.125-44.

3. Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC

4. Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung.

5. Umbas R, Manuputty D, Sukasah CL, Swantari NM, Achmad IA, Bowolaksono, et al . Saluran kemih dan alat kelamin laki-laki.In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R,  Editors. Buku ajar ilmu bedah. 3rd ed. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;2012.p.899-903.

6. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of benign  prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ. Campbell’s

urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1998.p.1429-52.

7. Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC: Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Anatomi prostat
Gambar 2. Zona-zona prostat Batas-batas prostat:
Gambar 3. Prostat normal dan pembesaran prostat 2.2.2 Epidemiologi
Gambar 4. Perubahan testosterone menjadi dihidrotestosteron
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil bahwa metode yang paling mudah dipahami, metode yang paling efektif digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan

Kesadaran masyarakat akan jati diri dan identitas lokal merupakan modal sosial yang penting dalam upaya tetap mempertahankan dan melestarikan kebudayaan. Meskipun

Sebagai Alat Pengawasan Pada Perum Perumnas Regional 1 Medan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya selisih biaya yang tidak menguntungkan

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan izin-Nya Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) 2017 yang merupakan

Kebijakan yang diperlukan untuk percepatan investasi adalah : (a) Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif seperti pemberian kemudahan dalam proses perijinan, pembebasan

Primack (1998) menyatakan bahwa suatu populasi yang stabil biasanya mempunyai distribusi umur yang khas dengan perbandingan antara individu muda, dewasa dan tua. Jika

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisis pengaruh dari budaya organisasi yang terdiri dari dimensi inovasi dan pengambilan resiko, memperhatikan detail,

Kegiatan inti, (1) siswa dibagikan kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari seorang ketua, (2) guru menjelaskan pokok bahasan yang akan dipelajari; (3) guru