• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KONSERVASI KULIM (Scorodocarpus borneensis Becc.) DI HUTAN ADAT DESA AUR KUNING, PROVINSI RIAU ELIA ERNAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KONSERVASI KULIM (Scorodocarpus borneensis Becc.) DI HUTAN ADAT DESA AUR KUNING, PROVINSI RIAU ELIA ERNAWATI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KONSERVASI KULIM

(Scorodocarpus borneensis Becc.) DI HUTAN ADAT

DESA AUR KUNING, PROVINSI RIAU

ELIA ERNAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENASI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Konservasi Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc.) di Hutan Adat Desa Aur Kuning, Provinsi Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2013

Elia Ernawati NIM E351100101

(4)

RINGKASAN

ELIA ERNAWATI. Kajian Konservasi Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc.) di Hutan Adat Desa Aur Kuning, Provinsi Riau. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M.ZUHUD dan AGUS PRIYONO KARTONO.

Kayu kulim (Scorodocarpus borneensis) merupakan salah satu jenis yang keberadaannya semakin terancam di hutan alam. Kulim di Riau kini sudah menjadi salah satu jenis tumbuhan langka. Pemanfaatan tumbuhan dan penebangan kayu merupakan salah satu penyebab terjadinya kelangkaan suatu jenis populasi. Terbatasnya informasi mengenai kulim menyebabkan jenis ini belum menjadi prioritas konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk menduga populasi kulim yang terdapat di hutan adat Desa Aur Kuning, bentuk pemanfaatan kulim oleh masyarakat serta upaya konservasi kulim yang dapat dilakukan. Pengambilan data vegetasi dilakukan dengan metode garis berpetak, kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Pengambilan data mengenai bentuk pemanfataan dan upaya konservasi kulim dilakukan dengan metode wawancara secara mendalam terhadap masyarakat lokal, kemudian dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian diduga kayu kulim yang terdapat di hutan adat Desa Aur Kuning terdiri dari 1333 ind/ha semai, 101 ind /ha pancang, 9 ind/ha tiang, dan 24 ind/ha pohon. Hasil ini menunjukkan bahwa tegakan kulim di hutan alam tidak normal karena jumlah semai yang banyak tidak diimbangi dengan pertumbuhannya menjadi pohon. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat gangguan dalam pertumbuhan kayu kulim berupa penebangan kayu kulim dan pertumbuhan kayu kulim yang relatif lambat. Hal ini dapat menyebabkan penurunan populasi kulim. Pemanfaatan kulim yang dilakukan oleh masyarakat yaitu sebagai bahan baku pembuatan kusen rumah, jembatan, dan bahan baku dalam industri pembuatan kapal kayu. Buah kulim dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional. Pemanfaatan kulim tersebut dilakukan secara tidak terkontrol dan terkelola dengan baik, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan populasi kulim akan semakin menurun. Oleh karena itu perlu adanya upaya konservasi kulim yang ditunjang dengan upaya budidayanya. Ditinjau dari tri-stimulus AMAR (alamiah, manfaat, rela) diketahui bahwa sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat hanya terlihat pada pemanfaatan kulim. Pertumbuhan kulim yang lambat dan rendahnya minat masyarakat untuk melakukan upaya budidaya menyebabkan belum ada stimulus kerelaan yang mampu mendorong masyarakat untuk melakukan konservasi kulim. Oleh karena itu, upaya konservasi kulim sepatutnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Masyarakat dapat berperan sebagai penggerak konservasi dan pemerintah dapat berperan dalam hal penyediaan lahan dan bibit kulim. Hal ini mengingat jenis ini

(5)

sudah termasuk jenis langka dan harusnya mendapat perhatian dalam hal kelestariannya. Adanya campur tangan pemerintah dan berbagai pihak terkait diharapkan dapat mendukung upaya konservasi kulim. Kegiatan konservasi yang dilakukan secara bersama antara pihak pemerintah dan masyarakat diharapkan mampu membangun sikap masyarakat sehingga akan muncul suatu tindakan konservasi. Hal ini penting guna menunjang kelestarian hutan.

Kata Kunci: AMAR, konservasi, kulim, Scorodocarpus borneensis, tumbuhan

(6)

SUMMARY

ELIA ERNAWATI. Study Conservation of Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc.) In Indigenous Forest of Aur Kuning Village, Riau Province. Under supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD and AGUS PRIYONO KARTONO.

Kulim (Scorodocarpus borneensis) is one of whose existence is threatened in the natural forest. Kulim in Riau has now become one of the rare plant species. Utilization of plant and logging is one of the causes the scarcity of a particular type of population. Limited information about kulim cause conservation of kulim is not a priority. This study aims to estimate the population of kulim contained in natural forest of Aur Kuning village, alternative uses of kulim by the people and conservation efforts that can be done. Vegetation data retrieval is done using analysis of vegetation checkered line method that is then analyzed by descriptive quantitative. Data retrieval regarding the form of utilization and conservation efforts of kulim is done using in-depth interviews to the local community and then analyzed by descriptive. Based on the results of this research kulim allegedly contained in the forest of Aur Kuning village is 1333 ind / ha nursery, 101 ind / ha stakes, 9 ind / ha poles, and 24 ind / ha tree. These results indicate that kulim stands in natural forest is not normal because of the large number of seedling growth into tree is not matched . Based on the observation, there is a disturbance in the growth of kulim form of kulim logging and kulim timber growth that is relatively slow. This can lead to declines kulim population. Kulim utilization by the community that is as raw material for frame houses, bridges, and raw materials in the wooden shipbuilding industry. Kulim fruit used as raw material for traditional medicine. The existence of utilization kulim made by public are not controlled and well managed, this is feared could cause kulim population will decrease. Hence the need for kulim conservation efforts supported with cultibation efforts. Judging from the tri-stimulus AMAR (natural, benefits, willing) it is known that the attitude shown by the people only look at the use of kulim. Kulim slow growth and low interest of the community to make cultivation efforts causes no stimulus that could encourage people to conserve kulim. Therefore,it is needed for government to intervention in the conservation of kulim. Communities can act as a driver of conservation and the government can act as area and seed provider. This is because kulim included rare breed and should receive attention in terms of sustainability. The intervention of the government and other stakeholders are expected to support Kulim conservation efforts. Conservation activities carried out jointly between the government and the public should be able to build people's attitudes so that there will be a conservation action. It is important to support sustainability.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)
(9)

KAJIAN KONSERVASI KULIM

(Scorodocarpus borneensis Becc.) DI HUTAN ADAT

DESA AUR KUNING, PROVINSI RIAU

ELIA ERNAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Konservasi Kulim (Scorodocarpus borneensi Becc.) di Hutan Adat Desa Aur Kuning, Provinsi Riau

Nama : Elia Ernawati NIM : E351100101

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ervizal A M Zuhud, MS Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Konservasi Biodiversitas Tropika

Prof Dr Ir Ervizal A M Zuhud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT karena atas limpahan Berkah, Rahmat dan Hidayah-Nya maka tesis dengan judul “Kajian Konservasi Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc.) di Hutan Adat Desa Aur Kuning, Provinsi Riau” dapat diselesaikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan berbagai masukan dan bantuan yang tidak ternilai harganya, diantaranya:

1. Prof Dr Ir Ervizal A M Zuhud, MS dan Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku komisi pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing dan memberi arahan bagi penulis.

2. Dr Ir Agus Hikmat MScF selaku penguji luar pada ujian tesis, atas masukan yang diberikan demi perbaikan tulisan ini menjadi lebih baik.

3. Dr Ir Burhanuddin Masy’ud MS selaku ketua pada sidang tesis.

4. Keluarga besar H M Amin atas dukungan moril dan kasih sayang yang telah diberikan.

5. Masyarakat Desa Aur Kuning yang telah bersedia membantu dan memberikan dukungan teknis selama penelitian.

6. Bapak Sunaryo dari balai Diklat Kehutanan Provinsi Riau yang telah bersedia membantu dalam proses identifikasi jenis tumbuhan.

7. Dosen-dosen Pascasarjana Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika atas ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan.

8. Sekretariat Pascasarjana Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika atas bantuan dan dukungan administratif yang telah diberikan.

9. Teman-teman Pascasarjana Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika dan Manajemen Ekoswisata dan Jasa Lingkungan atas diskusi-diskusi yang membangun dan kebersamaannya.

10. Jadda Muthiah, Irwani Gustina, Nugroho Ari Setiawan selaku sahabat atas bantuan yang diberikan selama penulis tinggal di Bogor.

Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, 2013

Elia Ernawati E351100101

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Kerangka Pemikiran 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Taksonomi dan Deskripsi Scorodocarpus borneensis Becc. 6

Sifat Kayu 8

Permudaan 8

Habitat dan Penyebaran 9

Kegunaan 9

Potensi 10

Kriteria Kelangkaan 10

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11

Kondisi Geografis Kecamatan Kampar Kiri Hulu 11

Kondisi Hutan 12

Potensi Tumbuhan di Desa Aur Kuning 13

Sosial Ekonomi Penduduk 14

Sarana dan Prasarana Desa 14

Agama, Sosial Budaya dan Sarana Informasi 16

4 METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Alat Penelitian 17

Data yang Dikumpulkan 18

Metode Pengumpulan Data 18

Pengolahan Data 21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Kondisi Populasi Kulim 25

Populasi kulim di hutan Desa Aur Kuning 25

Dominansi tumbuhan 27

Pola sebaran kulim 29

Asosiasi kulim dengan jenis spesies lain 29 Pemanfaatan Kulim oleh Masyarakat Desa Aur Kuning 31

(14)

Pemanfaatan kayu kulim sebagai bahan baku jembatan

dan tiang rumah 33

Pemanfaatan kayu kulim sebagai bahan baku kapal 34 Pemanfaatan kayu kulim sebagai bahan baku kusen pintu 35 Faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian kulim 37

Rekomendasi Upaya Konservasi Kulim 39

6 SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

(15)

DAFTAR TABEL

1 Tabel kontingensi 22

2 Lima (5) indeks nilai penting spesies pada berbagai tingkat

pertumbuhan 28

3 Asosiasi kulim dengan sepuluh (10) jenis tumbuhan lain 30 4 Matriks upaya konservasi kulim dilihat dari karakteristiknya 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 5

2 Daun, Buah, dan Batang Kulim 7

3 Desa Aur Kuning 11

4 Lokasi Desa Aur Kuning di dalam kawasan hutan 12 5 Alat transportasi masyarakat Desa Aur kuning 15

6 Peta lokasi penelitian 17

7 Skema penempatan transek dan petak pengamatan pada analisis

vegetasi dengan metode garis berpetak 19

8 Diagram alir “Tri-stimulus AMAR pro-konservasi”: stimulus,

sikap dan perilaku aksi konservasi 24

9 Dugaan populasi kulim pada tiap tingkat pertumbuhan 25 10 Jumlah kayu kulim berdasarkan kelas diameter 26 11 Jembatan dari kayu kulim di Desa Aur Kuning 33 12 Kapal kayu dengan bahan baku kayu kulim 35 13 Kusen rumah yang terbuat dari kayu kulim 36

14 Semai kulim 38

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Perhitungan INP Tingkat Semai 51

2 Hasil Perhitungan INP Tingkat Pancang 53

3 Hasil Perhitungan INP Tingkat Tiang 55

4 Hasil Perhitungan INP Tingkat Pohon 57

5 Asosiasi Scorodocarpus borneensis dengan jenis lain 59

6 Gambar Sket Desa Aur Kuning 61

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terdapat keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan berupa kayu dan nonkayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan sebagainya. Beberapa masyarakat lokal yang hidup di sekitar areal hutan memanfaatkan hutan secara intensif demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Masyarakat lokal telah mengembangkan dan beradaptasi secara langsung terhadap lingkungannya untuk mempertahankan hidup berdasarkan pengetahuan lokal yang mereka miliki secara turun temurun. Kenyataan membuktikan bahwa pengetahuan lokal telah teruji secara turun temurun dan memberikan sumbangsihnya terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengetahuan yang dimiliki masyarakat lokal mereka terapkan dalam melakukan pemanfaatan sumberdaya. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang dapat diterapkan bagi upaya konservasi alam yang berbasis masyarakat sebelum modernisasi masuk dan mengubah pola hidup masyarakat. Hal ini menjadi penting karena modernisasi dengan mudah telah menggeser sejumlah pengetahuan asli suku bangsa di luar pulau Jawa (Waluyo 1991).

Pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan secara tidak terkontrol dan tidak terkelola merupakan faktor utama yang menyebabkan laju kepunahan suatu jenis tumbuhan semakin cepat. Hal ini dapat mengancam kelestarian suatu spesies. Sastrapradja (1992) menyatakan bahwa penyusutan keanekaragaman hayati lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia berupa eksploitasi hutan, sementara upaya reboisasi tidak seimbang dengan kegiatan eksploitasi. Menurut Rachmawati (1998) masalah penebangan liar merupakan gangguan terbesar bagi tegakan kayu dewasa maupun anakan sementara upaya budidayanya masih sangat kurang.

Salah satu jenis tumbuhan yang masih kurang mendapatkan perhatian dalam hal budidayanya adalah kulim. Jenis tumbuhan ini terdaftar dalam 200 jenis tumbuhan langka Indonesia (Mogea et al. 2001). Kulim merupakan jenis pohon yang potensial untuk dijadikan kusen pintu rumah dan kapal kayu terutama bagian dinding/palka, dan tiang kapal (Martawijaya et al. 1989). Kulim merupakan jenis kayu khas khususnya di daerah Riau. Kulim pada beberapa daerah di Riau dijadikan sebagai bahan baku industri masyarakat misalnya industri pembuatan kapal dan telah dikenal luas.

Kayu kulim pada saat ini sulit diperoleh karena terbatasnya habitat tempat tumbuh, adanya kegiatan pemanfaatan dan belum adanya upaya budidaya. Hal ini

(18)

tentu akan mengakibatkan populasi kulim yang tersedia di alam semakin lama akan semakin menurun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ismail (2000) di Bagan Siapi-api Riau, terjadi kenaikan permintaan bahan baku kulim rata-rata 15% lebih setiap tahunnya. Kenaikan permintaan bahan baku kulim ini jika tidak diimbangi dengan persediaan yang cukup dapat menyebabkan kulim punah di alam.

Status kulim saat ini menurut IUCN adalah not evaluated. Hal ini menjadikan kulim belum menjadi jenis prioritas untuk dilakukan konservasi. Spesies yang terancam punah seringkali dihadapkan kepada beberapa kendala yaitu belum adanya petunjuk teknis untuk memudahkan perencanaan, masih kurangnya informasi sebaran dan habitat jenis yang terancam punah, dan tata guna lahan yang belum mantap. Primack (1998) menyatakan bahwa suatu populasi yang stabil biasanya mempunyai distribusi umur yang khas dengan perbandingan antara individu muda, dewasa dan tua. Jika anggota suatu kelas umur terutama individu anakan tidak ditemukan atau terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, gejala ini biasanya menunjukkan bahwa populasi akan menurun. Tidak sebandingnya jumlah permudaan yang ada dengan jumlah pohon yang ditebang akan menyebabkan struktur tegakan kayu terganggu dimana jumlah anakan akan lebih sedikit dibandingkan jumlah pohon dewasa. Sebaliknya, jika individu anakan terdapat dalam jumlah besar hal ini mungkin menunjukkan bahwa populasi berada dalam keadaan stabil dan bahkan mungkin akan mengalami peningkatan.

Salah satu daerah yang diketahui masih terdapat kulim adalah daerah hutan di Desa Aur Kuning. Desa ini merupakan desa tertinggal yang lokasinya terisolir, jauh dari wilayah perkotaan sehingga dalam kehidupannya masyarakat masih memanfaatkan sumberdaya alam dengan sistem tradisional. Hutan yang mengelilingi Desa Aur Kuning merupakan areal hutan yang termasuk dalam kawasan hutan lindung Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling namun sebagian dari kawasan hutan ini yang dekat dengan perkampungan masyarakat diakui sebagai tanah milik masyarakat dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Besarnya potensi hutan dan adanya nilai manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat menjadikan tingginya rasa memiliki masyarakat terhadap alam sehingga upaya konservasi sumberdaya diharapkan akan lebih efektif dilakukan. Nilai-nilai yang dirasakan langsung oleh masyarakat ini diharapkan mampu menjadi stimulus untuk melakukan upaya konservasi.

Kurangnya perhatian terhadap kelestarian kulim dan terbatasnya informasi mengenai kulim akan menyebabkan tingkat kelangkaan kulim khususnya di Riau semakin tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan kondisi populasi kulim yang masih ada di Provinsi Riau, khususnya di hutan adat Desa Aur Kuning untuk memberikan masukan bagi upaya pelestarian kulim dan merumuskan strategi konservasi kulim sehingga tetap

(19)

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan kelestarian kulim tetap terjaga serta mendukung konservasi hutan di Desa Aur Kuning.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menduga struktur populasi, dominansi tumbuhan, pola sebaran, dan asosiasi kulim.

2. Mengidentifikasi bentuk pemanfaatan kulim oleh masyarakat. 3. Memberikan rekomendasi upaya konservasi kulim.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu : a) menjadi salah satu sumber informasi mengenai potensi tegakan kulim yang masih ada di daerah Riau khususnya di hutan adat Desa Aur Kuning, b) sebagai masukan bagi pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan konservasi kulim, dan c) sebagai acuan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat lokal yang mendukung konservasi kulim dan sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat.

Kerangka Pemikiran

Hutan memiliki potensi yang sangat besar bagi kehidupan manusia khususnya bagi masyarakat lokal. Hutan masyarakat diketahui memiliki kekayaan alam yang belum dikelola dengan baik. Salah satunya adalah kulim. Jenis ini dahulunya merupakan jenis kayu primadona di Riau karena memiliki kelas awet yang baik sehingga cocok dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kapal maupun bangunan, namun keterbatasan bahan baku menyebabkan beberapa usaha ini terhenti. Pemanfaatan kulim yang terus berlangsung menjadikan kayu kulim semakin langka sementara upaya budidayanya belum dilakukan. Hal ini harusnya mampu menjadi perhatian masyarakat maupun pemerintah karena status tumbuhan ini yang langka dan data mengenai populasi kulim belum banyak diketahui.

Penyebaran kulim di Indonesia terbatas yaitu di Sumatera dan Kalimantan (Sleumer 1982). Di Riau, diketahui kulim dapat ditemukan di daerah Indragiri hilir, Indragiri Hulu, Kampar, dan Bengkalis (Ismail 2000). Kulim dikenal dengan nama bawang hutan di daerah Kenohan, Kalimantan Timur dan dimanfaatkan

(20)

sebagai pengganti aroma bawang putih (biji dan kulit kayunya), sebagai sayuran (daun), obat tradisional (akar dan daun) dan pelengkapan upacara ritual (kulit kayu dan buah) (Siagian et al. 2000).

Terbatasnya wilayah penyebaran kulim dan semakin berkurangnya areal hutan di Indonesia mengakibatkan populasi kulim semakin terancam. Lambatnya pertumbuhan kayu kulim dan adanya penebangan kulim dapat menyebabkan reproduksi kulim berjalan sangat lambat. Hal ini memungkinkan terjadinya penurunan populasi kulim, sementara upaya budidayanya belum dilakukan. Sosef

et al. (1998) menyebutkan bahwa secara alami pertumbuhan kulim relatif`lambat,

hal ini dilihat dari riap rata-rata diameter tahunan (avarage annual diameter

increament) kulim pada hutan alam di Semenanjung Malaysia yaitu antara 0,2 –

0,3 cm. Hal ini membuktikan bahwa secara ekologi pertumbuhan kulim yang lambat akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menambah jumlah populasi, disamping itu juga tumbuhan akan bersaing dengan jenis-jenis vegetasi lain sehingga akan terjadi seleksi alam. Hal ini dapat menyebabkan keberadaan kulim di alam semakin terancam karena pemanfaatan yang terus berlangsung. Oleh karena itu dibutuhkan suatu mekanisme pengelolaan yang baik dan upaya budidaya kulim sehingga kelestarian kulim tetap terjaga dan pemanfaatannya masih dapat terus berlangsung.

Belum adanya upaya budidaya kulim mengakibatkan kayu kulim di alam menjadi tempat persediaan kayu kulim. Salah satu kawasan yang diketahui masih terdapat kayu kulim adalah kawasan hutan adat Desa Aur Kuning. Kayu kulim di daerah ini umumnya tumbuh liar di kawasan hutan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan kusen rumah, jembatan, dan sebagai bahan obat tradisional. Pemanfaatan yang terus berlangsung bukan tidak mungkin akan menyebabkan populasi kulim di hutan ini akan terus berkurang dan hingga saat ini belum diketahui berapa besar potensi kulim yang terdapat di lokasi ini.

Tersedianya informasi mengenai populasi kulim yang terdapat di hutan adat Desa Aur Kuning diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi populasi kulim di lokasi ini. Pengetahuan masyarakat diharapkan dapat memberikan stimulus-stimulus bagi upaya konservasi kulim ke depan. Timbulnya sikap masyarakat yang peduli terhadap alam ini diharapkan mampu mewujudkan konservasi yang baik karena masih berlandaskan pada kearifan tradisional masyarakat sehingga upaya konservasi khususnya di hutan adat Desa Aur Kuning akan dapat terlaksana. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disusun diagram kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 1.

(21)

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian.

Konservasi kulim terancam Penebangan kayu

kulim

Belum ada budidaya Pemanfaatan sbg

bahan baku industri

Ketersediaan kayu kulim di alam

Pertumbuhan kulim lambat

Mengetahui kondisi populasi dan pemanfaatan kulim

Masyarakat

Membantu penyebaran dan budidaya kulim

Pemerintah Program dan aturan mengenai konservasi kulim

Konservasi kulim terwujud Sikap dan aksi konservasi

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Deskripsi Scorodocarpus borneensis Becc.

Taksonomi dari Scorodocarpus borneensis Becc. menurut Lawrence (1951) yaitu termasuk Kingdom Tumbuhan, Divisio Spermatophyta, Sub divisio Angiospermae, Kelas Dicotyledoneae, Ordo Santalales, Famili Olacaceae, Genus Scorodocarpus, Spesies Scorodocarpus borneensis Becc.

Famili Olacaceae umumnya berupa pohon atau semak, jarang, dan bisa dipanjat. Daun tunggal, biasanya selang seling, seluruhnya exstipulate. Bunga berukuran kecil berwarna hijau/putih, biasanya biseksual, dalam racemes atau

cymes. Mahkota terdiri dari 4 – 6, terpisah atau connate, valvate. Benang sari

sama atau dua kali lebih banyak dari daun mahkota (membelakangi petal ketika jumlahnya banyak). Memiliki ruang sari 4 – 6 ruang dan kadang-kadang satu ruang, satu ovule dalam setiap ruang dalam axile placenta, jenisnya satu. Buah berbiji atau seperti kacang-kacangan dengan satu biji/benih (Keng 1969).

Nama daerah S.borneensis Becc. antara lain kayu bawang, kulim, rengon, ansam, bawang utan, merca, madudu, sedau, selaru, terdu (Martawijaya et al. 1989). Heyne (1987) menyebutkan nama daerah kulim yaitu hulim, kulim, kayu bawang utan. Menurut Giorn (1877) nama umum S.borneensis antara lain di Brunai disebut bawang hutan; di Sumatera dan Kalimantan disebut kayu bawang; di Kalimantan disebut kayu bawang utan, selaru; di Sabah dan Serawak disebut bawang hutan, sagan berauh, ungsunah; di Thailand (Semenanjung Thailand) disebut krathiam ton, kuleng, kulim.

Umumnya tinggi pohon kulim ± 20 meter dengan diameter 50-60 cm namun tingginya dapat mencapai 36 meter dengan diameter lebih dari 80 cm. Batang pada umumnya tegak, bulat torak, di bagian kaki batang sedikit berjalur atau bersiku, mahkota daun tinggi, tinggi bebas cabang batang pada umumnya ± 15 meter dan kadang-kadang lebih dari 20 meter (Heyne 1987). Kayu teras kulim berwarna merah tua atau coklat-kelabu semu-semu lembayung. Kayu gubal berwarna kekuning-kuningan atau kemerah-merahan, agak jelas dapat dibedakan dengan kayu teras, lebarnya 3-5 cm. Tekstur kayu halus dan merata dengan arah serat lurus atau berpadu. Permukaan kayu licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih basah berbau bawang sedangkan kayu yang sudah kering dan baru dikerjakan berbau lada yang lama kelamaan hilang (Martawijaya et al. 1989).

Pohon kulim diketahui mengeluarkan bau bawang putih yang menyengat ketika batangnya terluka. Bau ini dihasilkan dari turunan asam amino dari S-methylthiomethyl cysteine-4-oxide and S-S-methylthiomethyl cysteine di isolasi dari buahnya dengan level yang setara seperti isolasi MCSO pada Brassica sp. (Kubota et al. 1998 dalam Jones et al. 2004). Senyawa tersebut dapat dipisahkan

(23)

menggunakan broccoli cysteine sulphoxide lyase (C-S lyase) yang kemudian akan menghasilkan senyawa piruvat dan sulfur yang mudah menguap dan beraroma bawang putih (Gmelin et al. 1976 dalam Jones et al. 2004).

Pohon kulim biasanya berbunga pada bulan Januari - Juli dan berbuah hampir sepanjang tahun, di Semenanjung Malaysia dan di Borneo biasanya berbuah antara Juni - September. Buah kulim berbentuk bulat, besar dan berdaging, berbiji satu dengan ukuran diameter ± 5 cm diliputi oleh lapisan daging tipis yang berwarna hijau yang segera menjadi busuk. Bila buah jatuh di atas tanah akan terlihat bagian buah yang keras dan keriput/berurat. Sebelum disimpan biji harus dijemur selama 10 hari. Biji mempunyai daya kecambah kira-kira 80% dengan persen tumbuh sekitar 80% (Martawijaya et al. 1989). Heyne (1987) mengatakan bahwa S.borneensis mudah dikenali karena memberikan bau yang khas seperti bawang putih dari kulit dan buahnya.

(24)

Sifat kayu

Kayu kulim termasuk ke dalam kelas awet I – II dan kelas kuat I dengan berat jenis rata-rata 0,94 (0,73-1,08). Kayunya keras dengan nilai penyusutan dari keadaan basah sampai kering tanur sebesar 4,8% (radial) dan 5,7% (tangensial). Kayu kulim termasuk mudah dikerjakan dan tidak cepat menumpulkan gigi gergaji. Hasil serutan bervariasi tergantung kepada tingkat perpaduan serat, kayu yang mempunyai arah serat lurus dapat diserut sampai licin. Kayu kulim dapat dibor dengan halus. Kayunya agak mudah dikeringkan tetapi cenderung untuk pecah dalam arah radial. Kayu teras agak sulit diawetkan tetapi kayu gubal lebih mudah dimasuki bahan pengawet (Martawijaya 1977). Kulim menghasilkan kayu teras berbobot menengah sampai berat dengan kerapatan 645-1080 kg/m3 pada kadar air 15%, kayunya agak keras sampai keras dan bersifat agak tahan lama sampai tahan lama dan rata-rata pemakaiannya 4 tahun (Sosef et al. 1998).

Kayu teras kulim berwarna merah tua atau coklat kelabu, semu-semu lembayung, kayu gubal berwarna kekuning-kuningan atau kemerah-merahan, agak jelas dapat dibedakan dengan kayu teras. Tekstur kayu halus dan merata dengan arah serat lurus atau berpadu dan permukaan kayu licin (Martawijaya 1989). Kayu kulim mudah dikenali karena memberikan bau yang khas seperti bawang putih dari kulit dan buahnya. Pohon ini mempunyai kekhasan yaitu kulit yang lepas dari irisannya berwarna ungu, tebal, dari luar berwarna merah kecoklat-coklatan dan dapat lepas menjadi bagian yang kecil berbentuk lempeng segi empat (Heyne 1987).

Bahan pembentuk kayu kulim terdiri dari Selulosa (48.4%), Lignin (33.1%), Pentosan (16.4%), Abu (0.8%), dan Silika (0.1%). Kelarutan Alkohol-Benzena (1.5%), air dingin (1.8%), air panas (2.5%), dan NaOH 1% (11.5%) (Martawijaya 1989).

Permudaan

Permudaan alam cukup banyak terdapat secara tersebar. Permudaan anakan menghendaki tempat agak terbuka. Permudaan buatan dapat dilakukan baik dengan anakan dari permudaan alam maupun dari persemaian. Biji ditanam di bawah naungan, langsung di lapangan atau disemaikan dahulu di persemaian sedalam kira-kira satu sentimeter di bawah permukaan tanah tanpa melakukan perlakuan pendahuluan (Martawijaya et al. 1989). Stum dapat dicabut dengan mudah (Bertham 2006).

(25)

Habitat dan Penyebaran

Heyne (1987) menyatakan bahwa kulim tumbuh di hutan tropis primer dan tersebar di bagian barat nusantara, tumbuh di dataran rendah dan bukit sampai ketinggian 300 mdpl, terutama pada daerah kering atau berpasir, tidak pernah hidup di rawa-rawa, tidak membentuk hutan murni, tetapi di hutan rimba tumbuh secara berkelompok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rachmawati (1998) dan Ismail (2000) di daerah Riau, jenis tanah yang ditumbuhi kulim yaitu jenis tanah padzolik merah kuning yang terbagi dalam tiga struktur tanah yaitu lempung, lempung berpasir, dan lempung liat. Daerah penyebaran kulim meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Palembang, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Kegunaan

Kayu kulim digunakan sebagai tiang jembatan, umpak dalam tanah, balok tiang, dan papan pada bangunan perumahan, serta bagian untuk lunas perahu. Kayu kulim kurang baik digunakan sebagai bantalan rel karena jika terkena pengaruh matahari kayu akan sobek tetapi sifat ini dapat dihindari dengan membiarkannya terlebih dahulu sebelum dipakai (Heyne 1987). Menurut Martawijaya et al. (1989), kayu kulim banyak digunakan untuk tiang jembatan, bantalan rel, tiang listrik dan telepon, lunas perahu, dan bagian perumahan balok, tiang, papan, dan lantai. Kayu kulim juga digunakan sebagai tiang rumah pada masyarakat suku Sakai (Medi 1998).

Buah kulim dapat digunakan sebagai pengganti bawang putih pada masakan karena dapat memberikan aroma (bau) khas seperti bawang putih. Buah dan daun kulim digunakan sebagai bahan rempah-rempah pada masyarakat suku Sakai (Medi 1998). Bijinya setelah dipanggang dapat digunakan sebagai obat cacing (Heyne 1987). Daun mudanya dimakan sebagai sayuran di Sarawak. Ekstrak buahnya memperlihatkan aktivitas anti mikroba (Sosef et al. 1998). Buah dan kulit kayunya digunakan untuk penangkal racun antiaris (Antiaris toxicaria Leech). Burkil (1935) menyatakan buah kulim dapat dijadikan sebagai obat penangkal racun berbisa dan tempurung pada buah kulim dapat dijadikan sebagai kotak tembakau pada masyarakat tradisional.

Hasil skrening fitokimia terhadap 84 jenis tumbuhan di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kayu kulim merupakan salah satu tumbuhan prospektif sebagai sumber saponin alami (Sudrajat et al. 1995). Senyawa bioaktif saponin ini telah dikenal sebagai salah satu bahan pestisida alami (Tjokronegoro et al. 1995). Berdasarkan hasil isolasi bahan bioaktif kulit batang kayu kulim sebagai larvasida

(26)

nyamuk, diketahui bahwa kandungan senyawa aktif ekstrak kulit batang kayu kulim terdiri dari saponin, steroid dan flavonoid.

Potensi

Berdasarkan penelitian Ismail (2000) diketahui terdapat 83 pohon, 29 tiang, 16 pancang dan 34 semai yang dapat ditemui di HPH PT. Rokan Permai Timber. Berdasarkan hasil ini dapat diperkirakan populasi kulim di Riau mulai dari diameter 20 cm ke atas yang ada di alam tinggal 195816 pohon. Untuk kelompok hutan Gelawan Kabupaten Kampar, potensi kayu kulim yang berdiameter 20 cm ke atas diperkirakan 189045 pohon (Heriyanto et al. 2001). Di Taman Nasional Tesso Nilo diketahui terdapat 9 pohon, 11 tiang, 10 pancang, dan 9 semai yang masih dapat dijumpai di hutan ini (Handayani 2010). Berdasarkan perkiraan jumlah populasi kulim ini dan masih berlangsungnya pemanfaatan kulim oleh masyarakat Riau dapat dipastikan bahwa populasi kulim akan semakin menurun.

Kriteria Kelangkaan

Saat ini banyak jenis tumbuhan yang belum menjadi prioritas pengelolaan padahal keberadaan beberapa jenis tumbuhan di alam sudah mencapai kondisi populasi yang mengkhawatirkan. Menentukan kriteria kelangkaan suatu jenis tumbuhan dapat mengacu pada kategori yang ditetapkan oleh suatu instansi terkait. Kategori Status konservasi IUCN Red List merupakan kategori yang digunakan oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature and

Natural Resources) dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies

berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan. Berdasarkan kriteria IUCN tahun 2008 spesies diklasifikasikan ke dalam kelompok yang diatur berdasarkan kriteria-kriteria seperti jumlah populasi, penyebaran geografi dan risiko dari kepunahan (IUCN 2011).

Suatu jenis dikatakan punah jika diketahui bahwa individu terakhir dari jenis tersebut sudah mati. Jika beberapa individu suatu jenis diketahui masih berada di tempat penangkaran atau di luar habitat mereka maka dikatakan bahwa jenis tersebut punah di alam. Kulim diketahui masih terdapat di alam namun belum diketahui status konservasinya. Menurut IUCN status konservasi kulim adalah “not evaluated”, berdasarkan penelitian Ismail (2000) status kulim di Riau adalah kritis, menurut Mogea et al. (2001) kulim termasuk jenis tumbuhan langka Indonesia.

(27)

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis Kecamatan Kampar Kiri Hulu

Wilayah Kecamatan Kampar Kiri Hulu terletak di sebelah selatan Kabupaten Kampar dengan batas wilayah :

Sebelah barat : Kabupaten 50 Kota Propinsi Sumatera Barat.

Sebelah utara : Kecamatan XIII Koto Kampar, Kecamatan Bangkinang Kecamatan Kampar, Kota Pekanbaru.

Sebelah selatan : Kabupaten Kuantan Singingi.

Sebelah timur : Kabupaten Pelalawan dan Kota Pekanbaru.

Desa Aur Kuning merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Status pemerintahan dari lokasi ini yaitu berupa desa, dengan nama Desa Aur Kuning. Desa ini dipimpin oleh seorang kepala desa dimana keberadaan dan lokasi kantor kepala desa terdapat di dalam wilayah desa, serta terdapat juga badan perwakilan desa dan perangkat adat berupa ninik mamak. Pencapaian menuju Desa Aur Kuning ini ditempuh dengan melewati beberapa daerah. Jarak tempuh dari Kota Pekanbaru ke Kecamatan Lipat Kain sekitar 75 km, kemudian diteruskan ke Kecamatan Gema dengan jarak tempuh 28 km. Untuk mencapai Desa Aur Kuning, perjalanan ditempuh sekitar 30 km. Lokasi ini harus ditempuh dengan jalur darat dan air. Jalur darat dapat ditempuh dengan menggunakan mobil dari Kota Pekanbaru ke Kecamatan Gema dan jalur air ditempuh dengan menggunakan perahu bermesin dari Kecamatan Gema hingga Desa Aur Kuning (Gambar 3).

(28)

Kondisi Hutan

Desa Aur Kuning berada di sekitar/tepi kawasan hutan yang merupakan kawasan hutan dengan kemiringan lahan tergolong sedang yaitu antara 15%-25%. Desa Aur Kuning merupakan salah satu desa yang terdapat dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (Gambar 4). Status kawasan ini sebagai suaka margasatwa belum mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sebaliknya masyarakat dianggap sebagai perusak alam. Masyarakat adat Desa Aur Kuning telah hidup di dalam kawasan dan hidup selaras dengan alam jauh sebelum ditetapkannya status kawasan ini. Kebijakan Pemerintah yang menetapkan Bukit Rimbang Bukit Baling sebagai Suaka Margasatwa didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/l986 Tanggal 6 Juni 1986 yang kini luasnya 84011 ha. Terdapat lebih kurang 16 Desa yang hidup dan bergantung terhadap potensi hutan ini, salah satunya adalah Desa Aur Kuning.

Kawasan hutan yang berada di sekitar desa dianggap masyarakat sebagai hutan adat masyarakat yang boleh dimanfaatkan oleh masyarakal lokal. Keberadaan hutan adat ini diakui juga dalam UU No. 41 thn 1999 dimana hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pemanfaatan hutan ini boleh dilakukan oleh masyarakat sepanjang pemanfaatan tersebut tidak mengganggu fungsi hutan dalam hal ini sebagai suaka margasatwa.

Gambar 4 Lokasi Desa Aur Kuning di dalam Kawasan Hutan.

(29)

Sebagian besar desa yang terdapat di wilayah Kabupaten Kampar Hulu merupakan daerah perbukitan/lereng yang berada di kaki Bukit Barisan dengan ketinggian 0 – 500 m dpl. Struktur tanah adalah arganosol, gleihumus alluvial, hidromorfik kelabu, padzolik merah kuning, litosol dan regosol. Jenis tanah argosol ini merupakan jenis tanah yang semakin jauh dari pinggir sungai semakin tebal bahan gambutnya.

Terdapat delapan sungai besar di wilayah Kabupaten Kampar Hulu yaitu : 1. Sungai Kampar Kanan yang melintasi wilayah Kecaman Siak Hulu dan

Kecamatan Perhentian Raja.

2. Sungai Kampar Kiri yang melintasi wilayah Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Tengah, Kecamatan Gunung Sahilan, dan Kecamatan Kampar Kiri Hilir.

3. Sungai Subayang yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu. 4. Sungai Lipai yang melintasi wilayah Kecamatan Gunung Sahilan. 5. Sungai Setingkai yang melintasi wilayah Kecamatan Kampar Kiri.

6. Sungai Paku yang melintasi sebagian desa-desa di Kecamatan Kampar Kiri.

7. Batang Bio yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu. 8. Batang Lipai yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu.

Potensi Tumbuhan di hutan Desa Aur Kuning

Desa Aur Kuning merupakan kawasan yang masih memiliki potensi tumbuhan yang cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya tumbuhan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Berdasarkan hasil penelitian Ernawati (2009), data tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Aur Kuning sebanyak 168 jenis dari 67 famili. Berdasarkan kelompok kegunaan, spesies-spesies yang terdapat di Desa Aur Kuning dapat dikelompokkan ke beberapa kegunaan yaitu tumbuhan pangan termasuk tumbuhan buah dan sayuran. Jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai sumber karbohidrat adalah nyola/jelai (Hordeum vulgare), sagu (Metroxylon

sagu), jagung (Zea mays), dan ubi kayu (Manihot esculenta). Tumbuhan

penghasil zat warna seperti pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) yang menghasilkan wrna hijau, kulit buah manggis (Garcinia mangostana) yang menghasilkan warna hitam, dan pacar/inai (Lawsonia inermii). Tumbuhan sebagai penghasil pestisida nabati seperti jenis tuba tikus (Derris elliptica) dan gadung (Dioscorea hispida). Tumbuhan yang biasa digunakan dalam kegiatan upacara adat adalah kemenyan (Styrax sp.), gambir (Uncaria gambir), sirih (Piper betle), tembakau (Nicotiana sp.), dan pinang (Areca catechu). Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan seperti rotan (Daemonorops sp.), manau (Daemonorops

(30)

mraginatus), terap (Artocarpus odoratissimus), dan pandan (Pandanus sp.). Selain itu, terdapat juga tumbuhan tumbuhan penghasil pakan ternak, tumbuhan hias, dan tumbuhan aromatik. Terdapat 98 jenis yang digunakan sebagai tumbuhan obat oleh masyarakat. Salah satu jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat di desa ini adalah kulim. Bagian yang digunakan yaitu buahnya sebagai obat sakit perut dan untuk mengobati bengkak.

Sosial Ekonomi Penduduk

Desa Aur Kuning dihuni oleh 169 keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 345 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 331 jiwa. Pemukiman masyarakat berada di pinggir sungai dengan dua lokasi yaitu di sisi kiri dan kanan aliran sungai dan dihubungkan oleh jembatan (Lampiran 6). Sumber penghasilan utama sebagian masyarakat disini berasal dari sektor perkebunan dengan jenis komoditi getah karet. Selain itu terdapat juga masyarakat yang bekerja di sektor perdagangan. Kehidupan masyarakat di desa ini masih bersifat kekeluargaan dengan memegang adat istiadat yang berlaku di daerah ini dengan pemangku adat sebagai pemegang tertinggi kekuasaan. Desa ini telah memiliki kepala desa untuk bidang pemerintahan yang mengatur hubungan antara satu desa dengan desa lainnya hingga ketingkat kabupaten dan kota.

Sarana dan Prasarana Desa

Sungai merupakan sarana utama bagi kehidupan masyarakat desa ini. Sungai di desa ini berfungsi sebagai sarana transportasi, MCK (mandi, cuci, kakus) dan sebagai sumber air minum. Alat transportasi yang biasa digunakan oleh masyarakat adalah sampan yang menggunakan mesin (Gambar 5) karena desa ini merupakan desa yang berada di daerah terisolir dan belum memiliki akses jalan darat.

(31)

Gambar 5 Alat transportasi masyarakat Desa Aur kuning.

Sumber penerangan bagi desa ini berasal dari non-PLN yaitu berupa mesin diesel yang dimiliki secara pribadi oleh tiap-tiap keluarga. Tidak semua keluarga memiliki alat penerangan hanya sekitar 110 keluarga yang telah menikmati penerangan, sebagian masyarakat masih mengandalkan penerangan dari lampu teplok. Kurangnya fasilitas penerangan menyebabkan jalan-jalan utama desa belum mendapatkan penerangan yang memadai sehingga ketika malam hari desa ini masih terasa gelap dan aktifitas hanya berlangsung hingga semua listrik padam. Jenis bahan bakar yang digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan memasak masih bersifat sangat sederhana yaitu berupa kayu bakar namun sudah terdapat beberapa masyarakat yang menggunakan kompor gas.

Fasilitas pendidikan di desa ini sudah cukup memadai yaitu terdapat satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan satu Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN). Sekolah Menengah Atas (SMA) hanya terdapat di daerah kota yang harus ditempuh dengan jalur air sekitar 30 km sedangkan untuk melanjutkan sekolah ke tingkat universitas harus ke Kota Pekanbaru. Akses menuju kota Pekanbaru sangat sulit yaitu harus ditempuh dengan jalur air dan jalur darat. Sulitnya akses dan rendahnya pendapatan masyarakat di desa ini mengakibatkan mutu pendidikan masyarakat masih rendah.

Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Aur Kuning berupa puskesmas pembantu dengan dibantu dua orang bidan, pos kesehatan desa, dan posyandu. Aktifitas rutin posyandu biasa dilakukan satu kali dalam sebulan untuk kegiatan imunisasi bayi dan pemberian makanan sehat bagi balita. Pengobatan secara tradisional masih tetap berlangsung di desa ini yaitu terdapat dukun kampung yang biasa membantu dalam kegiatan melahirkan dan melakukan pengobatan secara tradisional dengan menggunakan bahan-bahan dari alam sebagai bahan obat tradisional.

(32)

Agama, Sosial Budaya dan Sarana Informasi

Mayoritas masyarakat adat Desa Aur Kuning adalah suku Melayu Riau. Penduduk desa ini beragama Islam sehingga unsur-unsur kebudayaan Islam hampir berpengaruh disemua segi kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk tulisan lama yang disebut tulisan Arab Melayu, upacara ritual, dan bentuk keseniannya yaitu pencak silat. Pengaruh ajaran Islam juga terlihat dari ketaatan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban agama seperti sholat lima waktu, puasa Ramadhan, dan dalam setiap perayaan hari besar agama Islam. Dominannya pengaruh ajaran Islam ini tercermin dalam pepatah adat Melayu yang berbunyi “Tungku tiga sejerangan, tali tiga sepilin” yang maksudnya “Adat

bersendi syarak, syarak bersendikan kitabullah”. Tiga hal yang tidak dapat

dipisahkan adalah adat istiadat, agama, dan pemerintah.

Sarana ibadah yang ada di desa ini yaitu satu buah masjid dan dua buah surau/mushalla. Alat musik yang digunakan antara lain kompang, gendang, rebana, dan gong. Desa ini juga dilengkapi oleh sarana olah raga berupa lapangan sepak bola, lapangan voli, dan lapangan badminton. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan pemuda desa yaitu kegiatan turnamen olah raga untuk meningkatkan kerukunan antar desa maupun bagi masyarakat Desa Aur Kuning sendiri. Jauhnya lokasi desa ini dari kota mengakibatkan desa ini belum mendapatkan jaringan komunikasi misalnya sinyal telepon ataupun layanan pos surat.

(33)

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas kompas, pita ukur, clinometer, meteran, tali tambang/plastik, tally sheet, panduan pertanyaan, alat tulis, gunting, kamera. Alat untuk membuat herbarium antara lain kantong plastik, kertas koran, hekter, label gantung, alkohol 70%, sprayer, dan teropong sebagai alat bantu.

(34)

Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu :

1. Populasi kulim meliputi jumlah populasi, struktur tegakan, dominansi tumbuhan, pola sebaran dan asosiasi kulim

2. Pemanfaatan kulim oleh masyarakat meliputi bentuk pemanfaatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian kulim

3. Nilai-nilai dan upaya yang dilakukan masyarakat untuk melakukan konservasi kulim.

Metode Pengumpulan Data

Analisis vegetasi

Potensi sumberdaya tumbuhan yang menjadi tujuan utama penelitian adalah kulim namun dilakukan juga inventarisasi tumbuhan yang berada disekitar tegakan kulim. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis vegetasi adalah metode garis berpetak. Banyaknya petak pengamatan yang dibuat adalah 150 petak dengan tiga jalur transek dengan masing-masing transek dibuat sebanyak 50 petak pengamatan. Peletakan petak pertama ditentukan dari hasil survey awal yang dilakukan. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis vegetasi adalah :

a) Menentukan lokasi peletakan petak pengamatan pertama, kemudian membuat garis/transek mengikuti garis kontur hutan. Peletakan petak pengamatan berikutnya dilakukan secara sistematik mengikuti garis/transek.

b) Selanjutnya petak pengamatan tersebut dibagi menjadi sub petak pengamatan berdasarkan tingkat pertumbuhan yaitu 20m x 20m untuk pohon, 10m x 10m untuk tiang, 5m x 5m untuk pancang, dan 2m x 2m untuk semai.

c) Menghitung jumlah pohon, tiang, pancang dan semai pada setiap petak ukur. Parameter yang diukur pada setiap petak contoh meliputi :

a. Spesies dan jumlah tingkat semai (anakan pohon mulai dari tingkat kecambah sampai yang memiliki tinggi < 1,5 m)

b. Spesies dan jumlah tingkat pancang (anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m atau pohon muda dengan diameter setinggi dada < 10 cm)

c. Spesies, jumlah, tinggi total, tinggi bebas cabang dan diameter tingkat tiang (pohon-pohon dengan diameter setinggi dada 10 cm – 19 cm)

d. Spesies, jumlah, tinggi total, tinggi bebas cabang dan diameter tingkat pohon (pohon-pohon yang memiliki diameter setinggi dada > 20 cm)

(35)

Gambar 7 Skema penempatan transek dan petak pengamatan pada analisis vegetasi dengan metode garis berpetak.

Keterangan :

A = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat semai (2 m x 2 m) B = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat pancang (5 m x 5 m) C = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat tiang (10 m x 10 m) D = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat pohon (20 m x 20 m)

Untuk melihat asosiasi kulim dengan spesies lainnya dilakukan dengan membuat petak pengamatan di lokasi yang terdapat kayu kulim yang akan dijadikan titik pusat, kemudian disekitarnya akan diletakkan petak pengamatan berikutnya. Ukuran masing-masing petak pengamatan yaitu 20 m x 20 m yang kemudian akan dilakukan analisis vegetasi. Pembuatan petak pengamatan ini dilakukan pada empat lokasi titik kulim. Asosiasi ini dibutuhkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kulim dengan spesies lain yang berada di sekitar kulim sehingga akan bermanfaat untuk melakukan pengelolaan terhadap habitat kulim dan mengetahui karakteristik tempat tumbuh kulim jika dilihat kaitannya dengan spesies lain disekitarnya.

Identifikasi jenis tumbuhan dilakukan dengan cara membuat herbarium basah yang kemudian akan dilakukan identifikasi oleh ahli identifikasi tumbuhan yaitu bapak Sunaryo (staf ahli identifikasi tumbuhan balai diklat kehutanan Riau) dan berdasarkan buku panduan identifikasi tumbuhan. Pembuatan herbarium basah dipilih karena cara pembuatannya yang lebih efektif dan efisien dengan mempertimbangkan kondisi lokasi penelitian dan kondisi cuaca yang dikhawatirkan dapat menghambat proses penjemuran herbarium. Adapun cara membuat herbarium basah adalah sebagai berikut : material herbarium dikumpulkan dari dalam hutan. Bahan material herbarium untuk pohon yang berukuran tinggi dilakukan dengan melihat daun kering yang jatuh ke tanah dengan memperhatikan struktur-struktur daun lainnya pada daun yang masih menempel di pohon. Kemudian material herbarium diberi label yang berisi

A B C D Arah transek A A B B C C D D 10 m 10 m

(36)

identitas herbarium. Setelah material herbarium diberi label dan dirapikan kemudian dimasukkan kedalam kertas koran. Satu lipatan koran hanya digunakan untuk satu spesimen (contoh). Kemudian lipatan kertas koran yang berisi material herbarium ditumpuk dan dimasukkan kedalam kantong plastik. Lalu disiram dengan alkohol 70% hingga semua bagian tersiram secara merata. Kemudian kantong plastik ditutup rapat dan direkatkan agar alkohol tidak menguap dan tidak menimbulkan jamur.

Bentuk pemanfaatan kulim oleh masyarakat

Data mengenai pemanfaatan kulim oleh masyarakat diperoleh dengan melakukan wawancara dengan panduan pertanyaan terhadap masyarakat adat Desa Aur Kuning serta dari literatur atau sumber pustaka yang menunjang. Responden yang diwawancarai ditentukan dengan metode snowball sampling yaitu responden berikutnya didasarkan atas informasi dari responden sebelumnya. Responden kunci (key person) yang menjadi sumber informasi terdiri dari para pencari kayu kulim, ahli pengobatan (dukun), dan pelaku industri. Banyaknya responden yang diwawancarai adalah 30 orang. Parameter yang digunakan dalam wawancara adalah bagian yang dimanfaatkan dan kegunaan bagi masyarakat.

Upaya pelestarian kulim

Data mengenai upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat diperoleh dengan melakukan wawancara secara mendalam (in depth interview) terhadap masyarakat dan melihat langsung ada atau tidak kegiatan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat. Wawancara dilakukan untuk mengetahui bentuk pemanfaatan kulim bagi masyarakat dan apakah terdapat suatu aturan dalam masyarakat untuk mengkonservasi kulim. Hal ini penting sebagai acuan dalam melakukan konservasi terhadap kulim karena terdapat aturan yang tidak tertulis dalam masyarakat tersebut. Analisis ini juga untuk melihat upaya apa saja yang telah dilakukan oleh masyarakat dan kendala apa saja yang dihadapi oleh masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian kulim di hutan mereka sehingga akan diperoleh data mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya konservasi kulim dan upaya konservasi yang dilakukan.

(37)

Pengolahan Data

Kondisi Populasi

Dominansi suatu diperlukan untuk mengetahui tingkat dominansi jenis tumbuhan di dalam komunitasnya. Dominansi suatu jenis akan ditunjukkan oleh besaran Indeks Nilai Penting (INP). Indek nilai penting untuk vegetasi tingkat pancang, tiang, dan pohon merupakan penjumlahan dari nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR) atau INP = KR+FR+DR. Indeks nilai penting untuk tingkat semai dapat dihitung dengan INP = KR+FR. Persamaan-persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai-nilai tersebut sebagai berikut (Soerianegara & Indrawan 2008).

Kerapatan (K) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑕 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 𝑕 Kerapatan relatif (KR) = 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑕 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100% Frekuensi (F) = ∑𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 𝑕 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠∑𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑕 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 𝑕 Frekuensi relatif (FR) = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑕 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100% Dominansi (D) = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 𝑕 Dominansi relatif (DR) = 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑕 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100%

Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan ada tiga tipe pola sebaran dalam suatu komunitas, yaitu acak (random), mengelompok (clumped) dan seragam

(uniform). Terbentuknya pola sebaran tersebut dipengaruhi oleh berbagai

mekanisme. Berbagai proses interaksi baik biotik dan abiotik saling berkontribusi untuk membentuk pola sebaran tersebut. Suatu pola sebaran acak dalam populasi organisme disebabkan oleh lingkungan yang homogen dan pola perilaku non selektif sedangkan pola sebaran non-acak (mengelompok dan seragam) menunjukkan adanya suatu pembatas pada populasi yang ada. Pola mengelompok disebabkan oleh adanya individu-individu yang akan berkelompok dalam suatu habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Sebaran seragam merupakan hasil dari adanya interaksi negatif antar individu, misalkan adanya kompetisi atas makanan dan ruang tumbuh. Rumus yang digunakan untuk mengetahui pola sebaran kulim yaitu dengan menggunakan Indeks Morisita (Krebs 1989).

(38)

id=

𝑛(𝑋i−𝑋𝑖2)

(𝑋𝑖)2−𝑋i

Nilai indeks morisita yang diperoleh diinterpretasikan sebagai berikut: id < 1, pemencaran individu cenderung acak

id = 1, pemencaran individu bersifat merata

id > 1, pemencaran individu cenderung berkelompok.

Data yang diperoleh dari analisis vegetasi merupakan data populasi kayu kulim mulai dari tingkat anakan, pancang, tiang, dan pohon. Dari data populasi dapat dilihat struktur tegakan kayu kulim dan berapa jumlah populasi kulim yang ada serta jenis yang mendominasi pada areal tersebut. Untuk mengetahui bahwa dua jenis berasosiasi maka digunakan metode tabel kontingensi 2x2, kemudian diuji dengan chi-square (x2).

Tabel 1. Tabel kontingensi

Jenis A Jenis B

Ada Tidak ada Jumlah

Ada A B a + b

Tidak ada C D c + d

Jumlah a + c b + d a + b + c + d = n

Keterangan:

a = jumlah sampling dengan kedua jenis hadir. b = jenis A hadir dan B tidak hadir.

c = jenis A tidak hadir dan B hadir. d = jenis A dan B tidak hadir. n = jumlah sampling keseluruhan.

Bila nilai x2 hitung lebih besar dari x2 tabel (3,841) maka jenis tumbuhan tersebut dinyatakan berasosiasi dengan pasangan tumbuhan yang diuji, artinya kemungkinan untuk tumbuh hidup bersama-sama lebih besar daripada tidak dengan pasangan tumbuhan tersebut begitu juga sebaliknya. Sifat asosiasi ditentukan jika : (1) asosiasi positif, apabila nilai a > E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama lebih sering dari yang diharapkan (2) asosiasi negatif, apabila nilai a < E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama kurang sering dari yang diharapkan. Dimana E (a) = (a + b) (a + c) / n.

Tingkat asosiasi diuji dengan menggunakan indeks Jaccard yang mempunyai arti bahwa semakin mendekati angka 1 maka tingkat asosiasi mendekati maksimum atau asosiasi penuh, begitu juga sebaliknya semakin menjauhi angka 1 semakin kecil tingkat asosiasinya, bahkan berasosiasi negatif dan tidak berasosiasi. Rumus yang digunakan untuk melihat asosiasi kulim dengan spesies lainnya yaitu Indeks Jaccard (JI) (Ludwig & Reynold 1988). :

𝐽𝐼 =

a

(39)

Keterangan :

a = banyaknya frekuensi spesies a dan spesies b yang ditemukan secara bersama-sama b = banyaknya frekuensi spesies a ditemukan, namun spesies b tidak ditemukan c = banyaknya frekuensi spesies b ditemukan, namun spesies a tidak ditemukan

Bentuk pemanfaatan kulim oleh masyarakat

Data yang diperoleh dari wawancara akan digunakan untuk mengetahui jenis pemanfaatan kulim, bagian yang dimanfaatkan, asal perolehan kayu kulim, jumlah pemanfaatan kayu kulim yang dilakukan. Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif.

Upaya pelestarian kulim

Hal yang paling penting untuk dapat terwujudnya konservasi seperti apa yang diharapkan adalah adanya kerelaan berkorban untuk melakukan konservasi (Zuhud 2007). Tri-stimulus AMAR konservasi merupakan suatu alat untuk mengimplementasikan pengelolaan kawasan konservasi (Gambar 8). Nilai alamiah adalah nilai-nilai kebenaran di alam. Nilai manfaat berkaitan erat dengan pandangan praktis atau pragmatis, yang bahkan menjadi pegangan banyak orang terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan dan tujuan yang ingin dicapai baik pada tingkat individu, kelompok maupun masyarakat (Zuhud 2007). Nilai rela, moral dan spiritual berkaitan dengan konservasi tumbuhan yaitu berupa nilai kearifan tradisional yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat. Menurut Zuhud (2007) stimulus rela-religius sangat berpengaruh dan efektif mendorong terwujudnya sikap dan perilaku untuk aksi konservasi.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah konservasi kulim yang telah dan akan dilakukan, berapa besar manfaat kulim dalam kehidupan mereka, dan adakah kerelaan atau aturan dalam masyarakat untuk menanam kulim. Berdasarkan analisis ini dapat dilihat faktor yang mempengaruhi kelestarian kulim di lokasi, upaya pelestarian kulim dapat dilakukan serta siapa saja yang mampu berperan dalam upaya konservasi kulim. Faktor ini dapat dilihat dari segala aspek seperti ekologi, sosial, dan ekonomi. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dilakukan suatu upaya demi menjaga kelestarian kulim dan hutan masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(40)

Gambar 8 Diagram alir “tri-stimulus amar pro-konservasi”: stimulus, sikap dan perilaku aksi konservasi (Zuhud et al. 2007).

Tri-stimulus Amar Konservasi 1. Stimulus Alamiah

Nilai-nilai kebenaran dari alam, kebutuhan berkelanjutan sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya.

2. Stimulus Manfaat

Nilai-nilai kepentingan untuk manusia: manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis/ekologis dan lainnya.

3. Stimulus Religius

Nilai-nilai kebaikan, terutama ganjaran dari Sang Pencipta Alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal, pahala,

kebahagiaan, kearifan budaya/tradisional, kepuasan batin dan lainnya.

Sikap konservasi Cognitive Persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan, keyakinan Affective Emosi, senang-benci, dendam, sayang, cinta,dll Overt actions Kecenderungan bertindak Perilaku Pro-konservasi Konservasi kulim

(41)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Populasi Kulim

Populasi Kulim di Hutan Desa Aur Kuning

Salah satu jenis tanaman yang termasuk dalam kategori langka adalah kulim (Mogea et al. 2001). Tumbuhan langka Indonesia adalah tumbuhan asli Indonesia yang takson atau populasi taksonnya cenderung berkurang, baik dalam jumlah individu, populasi maupun keanekaragaman genetisnya, sehingga jika tidak dilakukan usaha pelestarian yang cukup berarti maka akan punah dalam waktu singkat. Kulim memiliki wilayah penyebaran yang sangat terbatas khususnya di Indonesia hanya dijumpai di Sumatera dan Kalimantan (Sleumer 1982).

Berdasarkan hasil perhitungaan diketahui nilai dugaan populasi kulim yang terdapat di hutan adat Desa Aur Kuning seperti tersaji pada Gambar 9. Nilai dugaan ini didasarkan pada perhitungan terhadap jumlah kulim yang ditemukan dengan luas lokasi pengamatan.

Gambar 9 Dugaan populasi kulim pada tiap tingkat pertumbuhan.

Data komposisi jenis dan struktur hutan berguna untuk memprediksi kecenderungan komposisi tegakan di masa mendatang (Whittaker 1974). Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa nilai dugaan jumlah semai per hektar yaitu 1333 ind/ha dan kemudian jumlahnya menurun dengan jumlah pancang 101 ind/ha, tiang 9 ind/ha, dan pohon 24 ind/ha. Jika dilihat dari dugaan populasi kulim di lokasi ini menunjukkan bahwa struktur tegakan kayu kulim mengalami fluktuasi dimana pada saat pertumbuhan awal (semai) ditemukan banyak sekali individu kulim namun dalam perkembangannya semai ini tidak berkembang

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

semai pancang tiang pohon

ju m lah (i n d /h a) tingkat pertumbuhan

(42)

hingga menjadi pohon. Banyaknya semai yang tidak tumbuh menjadi anakan dapat disebabkan oleh tempat tumbuhnya yang tidak baik atau kondisi buah yang rusak. Kondisi seperti ini mengindikasikan bahwa populasi kulim di hutan adat Desa Aur Kuning tidak menunjukkan kondisi tegakan normal di hutan alam. Populasi kulim yang ditemukan kondisinya menunjukkan hasil yang tidak seimbang antara jumlah anakan yang banyak dan jumlah pohon yang sangat sedikit. Hal ini menyebabkan populasi kulim di hutan adat Desa Aur Kuning dikhawatirkan akan mengalami penurunan bahkan dapat menyebabkan kelangkaan.

Berkurangnya lahan hutan dan banyaknya perkebunan kelapa sawit di Riau juga mengakibatkan banyak jenis kayu potensial yang tumbuh di areal hutan Riau menjadi hilang dan tidak mendapat perhatian dalam hal pelestariannya. Maraknya perambahan kayu secara ilegal yang terjadi pada tahun 1990-an juga mengakibatkan banyak wilayah hutan di Riau kehilangan keanekaragaman hayati salah satu diantaranya adalah kayu kulim. Kayu kulim di Riau merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi bagi masyarakat dan merupakan tumbuhan yang tumbuh di hutan-hutan masyarakat maupun kawasan konservasi.

Berdasarkan kelas diameter kayu kulim maka dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas seperti terlihat pada Gambar 10.

Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa jumlah kayu kulim yang banyak dijumpai di hutan adat Desa Aur Kuning memiliki diameter antara 10 cm – 20 cm. Jumlahnya kemudian menurun menurut kelas diameternya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah yang menurun ini mungkin disebabkan karena adanya penebangan yang dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari luar Desa Aur Kuning. Apabila penebangan ini terus dilakukan dapat menyebabkan

0 2 4 6 8 10 12 10-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 ju m lah (i n d /h a) kelas diameter (cm)

(43)

berkurangnya jumlah kayu kulim yang produktif menghasilkan biji dan akan menganggu populasi kulim.

Suatu populasi yang stabil biasanya mempunyai distribusi umur yang khas dalam suatu kawasan. Ada kalanya pada suatu kelas umur terutama individu muda, tidak ditemukan individu atau individu yang ditemukan hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit. Gejala ini menunjukkan bahwa populasi akan menurun. Sebaliknya, apabila anakan dan individu terdapat dalam jumlah besar berarti populasi berada dalam keadaan stabil dan bahkan mungkin akan mengalami peningkatan (Primack 1998).

Dominansi Tumbuhan

Hutan di desa ini memiliki berbagai jenis tumbuhan dimana jenis-jenis tersebut memiliki peran tersendiri dalam komunitas. Indeks nilai penting merupakan besaran yang menunjukkan kedudukan (dominansi) suatu jenis terhadap jenis lain dalam suatu komunitas. Kayu kulim di hutan Desa Aur Kuning memiliki nilai INP sebagai berikut 42.11% pada tingkat pohon 15.685% pada tingkat semai, 7.115% pada tingkat tiang, dan 5.1192% pada tingkat pancang. Nilai ini menunjukkan bahwa dominansi kulim pada tingkat pohon lebih tinggi daripada untuk tingkat pertumbuhan lainnya. Jika dibandingkan dengan jenis tumbuhan lainnya indeks nilai penting pada berbagai tingkat pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan di hutan Desa Aur Kuning dapat dilihat dalam Tabel 2. (selengkapnya tersaji pada Lampiran 1-4).

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat pada berbagai tingkat pertumbuhan jenis tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting (INP) tertinggi berbeda-beda. Semakin besar INP suatu jenis maka peranannya dalam komunitas tersebut semakin penting. Perbedaan nilai INP mungkin disebabkan oleh jenis tumbuhan tersebut tidak ditemukan pada setiap lokasi pengamatan. Jenis kulim diketahui mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, sedangkan untuk tingkat tiang didominasi Swintonia shwenkii, pada tingkat pancang didominasi Syzygium

palembanicum, dan pada tingkat semai didominasi Santiria laevigata.

Odum (1996) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies maka semakin tinggi keanekaragamannya. Sebaliknya jika nilainya kecil maka komunitas tersebut didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena dalam suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya rendah.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian.
Gambar 2  Daun, Buah, dan Batang Kulim.
Gambar 3  Desa Aur Kuning.
Gambar 4 Lokasi Desa Aur Kuning di dalam Kawasan Hutan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR DAERAH DEKONSEN

PTT adalah strategi budi daya padi dengan kiat-kiat: (a) komponen teknologi (pengelolaan sumber daya tanaman, lahan, dan air) dirakit dalam paket sehingga efek secara kumulatif

pekerjaan yang tidak tertera pada lembar kerja.. 3)

Di dalam dunia internet sudah pasti kita tidak biasa lepas dari website sebagai media untuk menyampaikan segala informasi baik dari segi pendidikan( E-Learning

Sedangkan secara parsial kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut : H 0 : b i = 0 (faktor gaya hidup, kelompok acuan, produk, harga, dan promosi secara

Pengerjaan pemetaan hasil metodologi BSP ke dalam Zachman Framework penulis lakukan dengan menggunakan cara pengerjaan BSP sampai tahap menetapkan arsitektur

Dari data-data yang telah ditampilkan di atas didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat perubahan yang bermakna terhadap jumlah trombosit yang diberikan sebagai profilaksis