• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI SITRONELAL MINYAK SEREH WANGI PADA PRODUK EAU DE TOILETTE DENGAN BAHAN PEWANGI ALAMI ANIK SETIYANINGSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI SITRONELAL MINYAK SEREH WANGI PADA PRODUK EAU DE TOILETTE DENGAN BAHAN PEWANGI ALAMI ANIK SETIYANINGSIH"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SITRONELAL MINYAK SEREH WANGI PADA

PRODUK EAU DE TOILETTE DENGAN BAHAN

PEWANGI ALAMI

ANIK SETIYANINGSIH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Sitronelal Minyak Sereh Wangi pada Produk Eau de Toilette dengan Bahan Pewangi Alam

i

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Anik Setiyaningsih

(4)

ABSTRAK

ANIK SETIYANINGSIH. Aplikasi Sitronelal Minyak Sereh Wangi pada Produk Eau de

Toilette dengan Bahan Pewangi Alami. Dibimbing oleh MEIKA SYAHBANA RUSLI

dan DWI SETYANINGSIH.

Kepedulian konsumen meningkat terhadap lingkungan, kesehatan, dan gaya hidup sehingga mengarahkan untuk membeli produk yang lebih alami, salah satunya ialah penggunaan pewangi. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat formula pewangi jenis eau de toilette dengan bahan pewangi alami menggunakan sitronelal dan minyak atsiri lainnya. Penelitian pendahuluan berupa survei untuk mengetahui kecenderungan penggunaan pewangi dan jenis-jenis minyak atsiri yang disukai oleh konsumen. Penelitian utama berupa formulasi eau de toilette dengan konsentrasi bahan pewangi 7.4%. Uji hedonik kesukaan dilakukan melalui parameter kesukaan terhadap kejernihan, wangi alami, dan wangi keseluruhan produk. Formula dibuat dengan mencampurkan bahan pewangi dalam pelarut bioetanol 10 ml. Berdasarkan uji hedonik dan pemilihan formula terbaik menggunakan metode Bayes, terpilih tiga formula dengan nilai tertinggi. Formula terbaik pertama ialah campuran nilam 0.3 ml, melati 0.2 ml, dan lemon 0.3 ml. Terbaik kedua ialah formula nilam 0.3 ml, melati 0.2 ml, sitronelal 0.1 ml, dan lemon 0.2 ml. Terbaik ketiga ialah campuran nilam 0.3 ml, melati 0.2 ml, sitronelal 0.1 ml, dan mint 0.2 ml. Tiga formula terbaik memiliki karakter wangi bunga-bungaan yang segar.

Kata kunci : eau de toilette, minyak atsiri, pewangi alami, sitronelal

ABSTRACT

ANIK SETIYANINGSIH. Application of Citronellal from Citronella Oil on The Eau de Toilette Formula with Natural Fragrance. Supervised by Meika Syahbana Rusli and Dwi Setyaningsih.

The increasing awareness for customer’s health, lifestyle, and environmental issues leads them to purchase products that have natural advantages, and one of those is natural fragrance. The purpose of this study is to formulate eau de toilette with natural fragrance using citronellal from citronella oil and other essential oils. Preliminary research was done by survey method to identify trends in perfume using and essential oil types preferred by customers. Primary research was done by formulating eau de toilette at 7.4% fragrance concentration. In this research, the hedonic test utilizes preference for clarity, natural fragrance, and overall fragrance product parameters. The formulation is a mixture of fragrances to 10 ml ethanol as a solvent. Based on hedonic test and selection of the best formulas using Bayes method, three formulas were selected with the highest score. The best formula is mixed between 0.3 ml patchouli oil, 0.2 ml jasmine oil, and 0.3 ml lemon oil. The second formula is mixed between 0.3 ml patchouli oil, 0.2 ml jasmine oil, 0.1 ml citronellal, and 0.2 ml lemon oil. The third formula is mixed between 0.3 ml patchouli oil, 0.2 ml jasmine oil, 0.1 ml citronellal, and 0.2 ml peppermint oil. The best three formulas have flower and fresh aroma.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

APLIKASI SITRONELAL MINYAK SEREH WANGI PADA

PRODUK EAU DE TOILETTE DENGAN BAHAN

PEWANGI ALAMI

ANIK SETIYANINGSIH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Aplikasi Sitronelal Minyak Sereh Wangi pada Produk Eau de Toilette dengan Bahan Pewangi Alami

Nama : Anik Setiyaningsih

NIM : F34090082

Disetujui oleh

Dr Meika Syahbana Rusli, MSc agr Pembimbing I

Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)

Judul Skripsi : Aplikasl S:rr.)neial Minyak Sereh Wangi pada Produk

Eau de Toile:le dengan Bahan Pewangi Alami

Nama : Anik Seti;aningsih

NIM : F340900S_

Disetujui oleh

Dr Meika Syahbana Rusli, MSc agr STP MSi

Pembimbing I

-

~} titi Siswi Indrasti

etua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini alhamdulillah terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah aplikasi minyak atsiri terutama komponen sitronelal minyak sereh wangi, dengan judul Aplikasi Sitronelal Minyak Sereh Wangi pada Produk Eau de Toilette dengan Bahan Pewangi Alami

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1 Dr Meika Syahbana Rusli, MSc agr dan Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan.

2 Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA selaku dosen penguji.

3 Ibu Sri, Ibu Rini, dan Ibu Dyah selaku laboran yang telah banyak memberikan saran kepada penulis saat melakukan formulasi produk

4 Bapak Erwin dari PT. Indesso Aroma yang telah membantu melakukan analisis minyak atsiri yang digunakan.

5 Terimakasih kepada ayah, ibu, teman-teman TIN 46, teman-teman UKM FORCES, yang telah banyak memberikan dukungan, doa, semangat, dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari karya ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun terbuka untuk penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(10)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat 3

Bahan 3

Alat 3

Tahapan Penelitian 3

Prosedur Formulasi dan Pengujian Produk 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Profil Responden 7

Kecenderungan Penggunaan Pewangi 8

Pemilihan Minyak Atsiri 9

Formulasi Komposisi Bahan Pewangi 11

Formulasi Konsentrasi dan Komposisi Pewangi dalam Top Note 20

Karakterisasi Produk 27

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(11)

DAFTAR TABEL

1 Pemilihan base note 12

2 Pemilihan konsentrasi pelarut 13

3 Formula eau de toilette 15

4 Penilaian kepentingan setiap parameter uji hedonik 19 5 Peringkat formula (komposisi bahan pewangi) 20 6 Formula terbaik hasil formulasi komposisi pewangi 21 7 Variasi top note pada formula eau de toilette 21

8 Peringkat formula (formulasi top note) 25

9 Sediaan eau de toilette non aerosol (SNI 16-4949-1998) 29 DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian 4

2 Profil responden berdasarkan (a) jenis kelamin, (b) jenis pekerjaan,

(c) usia, (d) lama penggunaan pewangi 8

3 Kecenderungan penggunaan pewangi berdasarkan (a) jenis pewangi,

(b) intensitas, (c) kemasan. 9

4 Pemilihan minyak atsiri pada (a) base note, (b) top note, (c) middle

note. 10

5 Penilaian panelis terhadap kejernihan produk. (■) suka, ( ) netral, (□)

tidak suka. 15

6 Penilaian panelis terhadap wangi alami produk. (■) suka, ( ) netral,

(□) tidak suka. 17

7 Penilaian panelis terhadap wangi keseluruhan produk. (■) suka, ( )

netral, (□) tidak suka. 18

8 Penilaian panelis terhadap kejernihan produk. (■) suka, ( ) netral, (□)

tidak suka. 22

9 Penilaian panelis terhadap wangi alami produk. (■) suka, ( ) netral,

(□) tidak suka. 23

10 Penilaian panelis terhadap wangi alami produk. (■) suka, ( ) netral,

(□) tidak suka. 24

11 Ketahanan wangi formula P (◊), formula R (□), dan S (∆) 27 DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner 32

2 Lembar uji hedonik eau de toilette 34

3 Lembar uji ketahanan wangi eau de toilette 35

4 Tahapan pemilihan produk terbaik 36

5 Pengolahan data uji hedonik (komposisi pewangi) 37 6 Pengolahan data uji hedonik (komposisi jenis dan konsentrasi top

note) 41

7 Uji karakteristik produk 43

(12)

9 Hasil GC MS minyak melati 44

10 Hasil GC MS minyak lemon 46

11 Hasil GC MS minyak mint 47

12 Hasil GC sitronelal minyak sereh wangi 48

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri bahan pewangi dan perisa (fragrance and flavour) berkembang pesat mulai abad ke-18 hingga saat ini. Menurut Brud (2010) selama beberapa dekade terakhir ini industri bahan pewangi dan perisa kembali menggunakan bahan yang berasal dari alam yang sebagian besar adalah minyak atsiri. Menurut Hunter (2009) kepedulian konsumen meningkat terhadap lingkungan, kesehatan, dan gaya hidup sehingga mengarahkan untuk membeli produk yang diakui bersifat alami, salah satunya ialah pewangi. Pewangi yang dimaksudkan ialah pewangi yang digunakan oleh seseorang di pakaian atau badannya. Menurut Hunter (2009) klasifikasi pewangi dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis, yakni

eau de extrait dengan bahan pewangi 20-30%, eau de parfum 8-15%, eau de toilette 4-8%, eau de cologne 3-5%, dan splash cologne 1-3%. Penggolongan

pewangi tersebut didasari pada konsentrasi bahan pewangi yang ada di dalamnya. Konsentrasi bahan pewangi yang terkandung dalam pewangi akan berpengaruh pada intensitas dan ketahanan wanginya, semakin tinggi konsentrasi bahan pewangi akan membuat wanginya menjadi lebih kuat dan tahan lama (Herz 2011). Penggunaan pewangi menjadi salah satu kebutuhan di tengah aktivitas kebanyakan orang. Pewangi digunakan oleh berbagai kalangan mulai dari dewasa, remaja, hingga anak-anak. Penggunaan pewangi dapat memberikan suasana positif dan membuat aktivitas lebih nyaman untuk dilakukan. Pewangi yang digunakan dapat meningkatkan citra seseorang, mempengaruhi suasana hati, dan berpengaruh pada kepribadian pengguna. Berbagai kesan dapat ditimbulkan dari penggunaan pewangi sehingga banyak orang memilih pewangi karena kesukaan pada wanginya.

Pewangi dibuat dengan mencampurkan bahan pewangi dan pelarutnya, perbedaannya hanya terletak pada konsentrasi bahan pewangi dalam larutan (Satuhu 2006). Minyak atsiri merupakan salah satu bahan pewangi alami yang banyak diproduksi di Indonesia. Statistik perdagangan minyak atsiri Indonesia menunjukan nilai ekspor minyak atsiri tahun 2007 mencapai 101.14 juta US$ dengan 20 jenis minyak atsiri. Pada tahun yang sama, Indonesia mengimpor minyak atsiri, turunan, produk pewangi, dan flavour senilai 381.9 juta US$ (Gunawan 2009). Ekspor minyak atsiri Indonesia pada tahun 2010 semakin meningkat mencapai 124 juta US$. Untuk meningkatkan nilai tambah minyak atsiri Indonesia perlu dilakukan pengembangan teknik dalam mendapatkan turunan minyak atsiri juga mengaplikasikannya dalam berbagai produk siap jual. Salah satu produk yang dapat dikembangkan dari pemanfaatan minyak atsiri ialah pembuatan pewangi alami, mengingat industri wewangian merupakan salah satu industri terbesar yang mengkonsumsi minyak atsiri (Kemendag 2011).

Wangi yang dihasilkan dari minyak atsiri memiliki pengaruh bagi manusia baik secara fisik maupun psikologis. Tidak seperti wewangian sintetis yang hanya mengeluarkan bau harum dan tidak memiliki efek apapun sedangkan minyak atsiri yang merupakan ekstrak tumbuhan aromatik dapat memberikan rangsangan psikologis. Sitronelal merupakan salah satu senyawa yang banyak digunakan dalam formulasi pewangi karena wanginya yang menyenangkan. Persenyawaan

(15)

2

sitronelal salah satunya terdapat dalam minyak sereh wangi. Hasil fraksi minyak sereh wangi berupa sitronelal memiliki aroma yang lebih menyenangkan dan lembut dibandingkan minyak sereh wangi asalnya. Sitronelal alami memiliki wangi khas dan tidak dapat digantikan secara langsung dengan bahan sintetis. Hal ini membuka peluang untuk mengembangkan produk eau de toilette dengan sitronelal sebagai pewanginya.

Pewangi jenis eau de toilette merupakan salah satu jenis pewangi yang banyak dicari orang karena harganya yang relatif terjangkau dibandingkan dengan

eau de parfum. Kata eau de toilette sendiri berasal dari bahasa Prancis yang bila

diartikan dalam bahasa Indonesia ialah cairan yang digunakan sebagai pewangi pakaian agar tercipta wangi yang menyenangkan. Pembuatan eau de toilette dengan pewangi alami dapat menjadi salah satu peluang usaha dalam menjangkau pasar khusus kalangan yang memilih produk alami. Pewangi jenis eau de toilette alami yang dibuat dari sitronelal dan minyak atsiri lainnya sebagai bahan pewangi alami diharapkan dapat memberikan wangi yang lebih alami dan menyenangkan sehingga disukai oleh konsumen.

Perumusan Masalah

1. Apakah sitronelal minyak sereh wangi dan minyak atsiri lainnya dapat diformulasikan menjadi eau de toilette yang disukai konsumen ?

2. Bagaimana pengaruh penggunaan jenis dan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan sebagai bahan pewangi pada base note, middle note, dan top note ? 3. Bagaimana pengaruh variasi top note sitronelal yang digunakan sebagai

bahan pewangi ?

4. Bagaimana karakteristik produk terbaik hasil formulasi ? Tujuan Penelitian

1. Mengembangkan pemanfaatan sitronelal minyak sereh wangi dan minyak atsiri lainnya pada pembuatan eau de toilette dengan bahan pewangi alami. 2. Menghasilkan formula produk eau de toilette dengan bahan pewangi alami

yang disukai oleh konsumen.

3. Mengetahui karakteristik produk terbaik yang dihasilkan. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini ialah diperoleh aplikasi sitronelal dan beberapa jenis minyak atsiri sebagai produk akhir berupa pewangi jenis eau de toilette sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk minyak atsiri.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan berupa survei untuk mengetahui trend penggunaan pewangi dan memilih jenis minyak atsiri yang disukai oleh responden. Penelitian utama difokuskan pada formulasi eau de

toilette menggunakan bahan pewangi alami berupa sitronelal dan minyak atsiri.

(16)

3 akan digunakan pada base note, middle note, dan top note. Selanjutnya akan diuji kesukaan secara hedonik dan dilakukan karakterisasi produk.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2013. Survei berupa penyebaran kuesioner dilakukan di Kampus IPB Dramaga dan Serambi Botani, Bogor. Formulasi eau de toilette dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat formula eau de toilette terdiri atas pelarut dan bahan pewangi. Pelarut berupa bioetanol 99%, bahan pewangi berupa sitronelal dan minyak atsiri. Sitronelal yang digunakan merupakan hasil fraksi dari minyak sereh wangi dengan kadar 91.18%. Minyak atsiri yang digunakan ialah minyak lemon, mint, kayu manis, sereh wangi, kenanga, melati, mawar, nilam, dan akar wangi.

Bahan yang digunakan untuk analisis ialah biji kopi sebagai penetralisir saat uji organoleptik, smelling strip sebagai kertas yang dicelupkan saat uji ketahanan wangi, kain katun untuk uji kelekatan noda.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk formulasi ialah peralatan gelas laboratorium. Analisis bobot jenis menggunakan piknometer 5 ml, uji daya sebar menggunakan botol spray. Analisa Gas Chromatografi (GC) menggunakan GC merk Agilent tipe 7890A memiliki kolom non polar HP-1 (methyl siloxane), suhu injektor 2750 C, rasio split 100 : 1, gas pembawa nitrogen dengan flow rate 0.5 ml/min. Analisa Gas Cromatography Mass Spectroscopy (GC-MS) menggunakan GC-MS dengan kolom non polar HP-1 (methyl siloxane), suhu injektor 2750 C, rasio split 100 : 1, gas pembawa helium dengan flow rate 0.5 ml/min.

Tahapan Penelitian

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan melakukan survei, borang kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Formulasi eau de toilette dibuat menggunakan sitronelal dan minyak atsiri terpilih dari hasil survei. Formulasi difokuskan pada komposisi bahan pewangi yang digunakan pada top note, middle

note, dan base note. Top note atau head note merupakan impresi pertama dari

sebuah pewangi, merupakan elemen yang paling mudah menguap karena mengandung molekul yang ringan dan dapat menguap dengan cepat (Herz 2011).

(17)

4

kurang disukai namun wanginya akan semakin membaik setelah top note hilang (Hunter 2009), middle note akan muncul setelah dua menit hingga satu jam dari penggunaan pewangi (Herz 2011). Base note merupakan elemen pengikat wangi yang dapat membuat wangi bertahan lama, memiliki bobot molekul yang berat sehingga evaporasinya berjalan perlahan, biasanya tidak terasa wanginya hingga 30 menit setelah penggunaan pewangi (Herz 2011).

Penelitian utama dilakukan dengan membuat pengembangan formulasi tiga produk dengan penerimaan terbaik hasil penelitian pendahuluan. Formulasi kemudian diuji kesukaan kepada panelis. Tiga produk dengan penerimaan terbaik selanjutnya dikarakterisasi meliputi uji daya sebar (spreadibility), uji spot, uji ketahanan wangi, dan, kesesuian produk dengan SNI 16-4949-1998. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan penelitian Minyak atsiri terpilih

Penentuan minyak atsiri yang disukai konsumen untuk dibuat eau de toilette

Survei

Formulasi komposisi pewangi

12 formula Uji hedonik

3 formula terbaik

Formulasi konsentrasi dan komposisi pewangi dalam top note

9 formula

3 formula terbaik Uji hedonik

(18)

5 Prosedur Penelitian

Formulasi

Formulasi dilakukan secara trial and error dengan mencampurkan pewangi berupa sitronelal dan minyak atsiri lainnya dengan pelarut bioetanol 99%. Sebanyak 0.4-0.8 ml pewangi dilarutkan dalam 10 ml bioetanol yang diletakkan dalam tabung reaksi. Campuran kemudian dikocok secara manual selama 15 detik hingga pewangi dan pelarut bercampur secara homogen, proses pencampuran ini dilakukan dalam suhu ruang. Formula yang telah dibuat kemudian dilakukan proses aging selama dua minggu dalam suhu ruang setelah itu diuji kesukaan secara hedonik kepada panelis.

Survei

Survei dilakukan kepada 50 responden, kriteria responden merupakan orang yang menggunakan pewangi/minyak wangi dalam aktivitas sehari-harinya. Penyebaran kuesioner dilakukan di Kampus IPB Dramaga dan Serambi Botani Bogor. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan teknik convenience

sampling. Menurut Moore (1996) teknik ini dapat dilakukan untuk mengambil

data yang mudah dan cepat namun data yang dihasilkan akan memiliki bias yang cukup tinggi. Data tersebut hanya merepresentasikan sebagian populasi dalam sampling namun tidak dapat merepresentasikan penilaian yang sama pada populasi yang lebih luas.

Uji Hedonik

Pada uji hedonik atau uji kesukaan, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Panelis selain mengemukakan tanggapannya juga diminta untuk menyatakan tingkat kesukaannya (Setyaningsih 2010). Tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik. Skala hedonik yang digunakan 1-7, skala penilaian 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). Parameter kesukaan produk yang diujikan pada panelis ialah kejernihan, wangi alami, dan wangi keseluruhan (Lampiran 2). Panelis yang digunakan pada pengujian organoleptik ini ialah 30 panelis perempuan agak terlatih yang semuanya adalah mahasiswa.

Penentuan Produk Terbaik

Pengambilan keputusan untuk menentukan formula produk terbaik berdasarkan hasil uji kesukaan hedonik menggunakan teknik pembobotan metode Bayes. Pembuatan keputusan dengan metode Bayes dilakukan melalui upaya pengkuantifikasian kemungkinan terjadinya suatu kejadian dan dinyatakan dengan bilangan 0 dan 1 atau skala konversinya (Marimin dan Maghfiroh 2010). Skala konversi yang digunakan dalam penelitian ini memodifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Soraya (2007) yakni menggunakan ranking dari hasil penilaian uji hedonik sampel yang diujikan dikali dengan bobot parameter. Tahapan menghitung untuk mendapatkan formula produk terbaik yang disukai oleh panelis dapat dilihat pada Lampiran 4.

(19)

6

Uji Ketahanan Wangi

Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa lama wangi eau de toilette dapat bertahan. Panelis diberikan sampel kontrol yakni nilai 0 merupakan kertas

smelling strip yang tidak dicelupkan dalam cairan eau de toilette. Nilai 100 untuk

kertas smelling strip yang baru dicelupkan dalam cairan eau de toilette, pencelupan dilakukan selama tiga detik. Sebanyak 30 panelis diminta untuk membaui kertas yang telah dicelupkan dalam cairan eau de toilette dengan jarak waktu pencelupan ke pengujian yang berbeda yakni 2, 4, 6, dan 8 jam. Panelis diminta memberikan penilaian secara skalar antara nilai 0 hingga 100. Lembar uji ketahanan wangi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Uji Daya Sebar (Spreadibility)

Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemudahan penyemprotan cairan eau de toilette yang telah dibuat. Uji yang dilakukan ialah dengan menyemprotkan eau de toilette yang telah dibuat ke atas kain putih berukuran 15 x 15 cm, kemudian diamati hasil semprotan meliputi diameter dan warnanya. Pada uji ini digunakan produk yang telah ada di pasaran sebagai pembanding.

Uji Spot

Uji spot dilakukan untuk mengetahui formula eau de toilette yang dibuat akan meninggalkan noda atau tidak setelah penggunaan. Uji ini dilakukan dengan menyemprotkan cairan eau de toilette pada kain putih berukuran 15 x 15 cm. Penyemprotan dilakukan selama 5 x sehari dengan selang waktu penyemprotan setiap tiga jam. Pada setiap semprotan diamati warnanya. Setelah disemprot selama 5 x kemudian kain dicuci dengan menggunakan air biasa dan air yang ditambah detergen, selanjutnya kain dibilas dan dijemur. Kain dijemur selama 30 menit hingga kain kering, setelah itu kembali diamati warnanya. Pada uji ini digunakan produk yang telah ada di pasaran sebagai pembanding.

Kesesuaian Produk dengan SNI (SNI 16-4949-1998)

Menurut SNI 16-4949-1998 syarat mutu cairan eau de toilette non aerosol dapat dilihat dari deskripsi, bobot jenis, metanol, zat warna, dan zat pengawet. Deskripsi produk dilakukan secara visual dengan melihat kejernihan cairan, kehomogenan cairan, dan keberadaan partikel asing.

Bobot jenis produk diujikan dengan menimbang piknometer 5 ml yang kosong, kemudian piknometer diisi dengan produk sampai tanda tera. Kemudian, produk ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Nilai bobot jenis dihitung dengan persamaman (1).

Bobot Jenis = ( ) ( ) ( ) ( ) (1) Analisis Data

Data survei dan pengamatan diolah secara deskriptif. Analisis data organoleptik diolah menggunakan statistika non parametrik berupa uji Friedman. Uji Friedman dapat digunakan untuk mengolah data ordinal yang tidak terdapat

(20)

7 interaksi antara blok dan perlakuan. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

H0 : Formula tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter

penilaian produk

H1 : Formula memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter penilaian

produk

Parameter penilaian produk meliputi parameter kejernihan, wangi alami, wangi keseluruhan. Apabila nilai χ2 hitung < χ2 tabel maka terima H0 namun

apabila nilai χ2 hitung > χ2 tabel maka tolak H0, terima H1. Apabila formula

memberikan pengaruh yang berbeda maka dilakukan uji lanjut berupa uji pembanding ganda dengan membandingkan nilai LSD (least significant

difference) antar sampel dengan nilai LSD rank (Daniel 1990). Apabila selisih

nilai LSD antar formula yang dibandingkan lebih besar dari nilai LSD rank menunjukkan antar formula terdapat perbedaan nyata terhadap parameter pengujian produk, taraf nyata yang digunakan ialah 0.05. Nilai χ2 hitung dan LSD rank (D) dihitung melalui persamaan (2) dan (3).

χ2 χ2

(2) (3)

keterangan : keterangan :

χ2 = nilai Chi-Kuadrat hitung D = nilai least significant difference N = blok / jumlah panelis t /2, = nilai tabel t pada alfa tertentu k = perlakuan / jumlah sampel p = jumlah blok/ panelis

Rj = peringkat pada masing-masing blok t = jumlah perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden

Karakteristik responden pada survei kecenderungan penggunaan pewangi dan pemilihan minyak atsiri dikelompokkan menjadi empat, yakni berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan lama penggunaan pewangi. Profil respondennya dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan pengelompokkan jenis kelamin diketahui jumlah responden perempuan sebanyak 64% dan responden laki-laki 36%. Data diperoleh melalui teknik kemudahan mendapatkan responden jadi tidak dapat langsung disimpulkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan pewangi dibanding laki-laki namun kecenderungan akan hal ini dapat dimungkinkan. Berdasarkan pengelompokkan usia, rentang usia 21-25 tahun memiliki persentase tertinggi yakni 48% hal ini sesuai dengan hasil pengelompokkan pada jenis pekerjaan, sebesar 76% adalah pelajar/mahasiswa. Jumlah mahasiswa lebih dominan karena tempat utama penyebaran kuesioner ialah Kampus IPB Dramaga dan para pengunjung Serambi Botani-Bogor.

χ2

(21)

8

Gambar 2 Profil responden berdasarkan (a) jenis kelamin, (b) jenis pekerjaan, (c) usia, (d) lama penggunaan pewangi

Berdasarkan lama penggunaan pewangi, persentase responden yang telah menggunakan pewangi kurang dari 6 tahun ialah 30%, selama 6-10 tahun sebanyak 30%, selama 11-15 tahun sebanyak 22%. Berdasarkan data tersebut dapat dijadikan referensi bahwa jawaban yang diberikan oleh responden berasal dari responden yang telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang penggunaan pewangi dalam aktivitas sehari-harinya.

Kecenderungan Penggunaan Pewangi

Survei yang dilakukan juga ingin melihat kecenderungan penggunaan pewangi responden, hal ini diamati melalui jenis pewangi yang digunakan oleh responden dan intensitas penggunaanya. Hasil survei dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil penelitian pendahuluan melalui survei diketahui bahwa sebanyak 30% responden menggunakan splash cologne dan 24% menggunakan eau de

toilette. Berdasarkan hasil survei persentase jumlah pengguna eau de toilette

merupakan yang tertinggi kedua setelah splash cologne.

Pewangi jenis eau de toilette dipilih sebagai jenis pewangi yang akan dibuat formulanya. Wangi yang dibuat diarahkan pada wangi yang memberikan kesan bunga-bungaan yang segar (floral fresh). Wangi ini cenderung disukai oleh perempuan. Menurut Fah et al (2011) perempuan akan lebih banyak menghabiskan uang untuk membeli wewangian dibanding dengan laki-laki. Pembuatan pewangi jenis eau de toilette memiliki keunggulan yakni ketahanan wanginya yang lebih baik dibanding splash cologne.

Menurut Gemitcha (2013) eau de toilette memiliki ketahanan wangi selama 6-12 jam, eau de parfum wanginya dapat bertahan hingga dua hari sedangkan eau de extrait wangi dapat bertahan hingga tiga hari. Semakin tinggi kosentrasi bahan pewangi yang ada dalam pewangi maka ketahanan wanginya juga semakin meningkat. Pewangi yang memiliki ketahanan wangi yang lama

64% 36% perempuan laki-laki 76% 2% 18% 2% 2% pelajar/mahasiswa pegawai negeri karyawan swasta wiraswasta lainnya (b) 2% 38% 48% 12% < 16 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun 26-35 tahun 30% 30% 22% 14% 4% < 6 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun (a) (d) (c)

(22)

9 akan lebih mahal bila dibandingkan dengan pewangi yang wanginya hanya bertahan beberapa saat, harga akan sebanding dengan ketahanan wanginya.

Gambar 3 Kecenderungan penggunaan pewangi berdasarkan (a) jenis pewangi, (b) intensitas, (c) kemasan.

Hasil survei menunjukkan responden yang menggunakan pewangi 1 x sehari sebanyak 36%, penggunaan 2 x sehari sebesar 48%, 3 x sehari sebesar 12%, dan sebanyak 4% menggunakan lebih dari 3 x sehari. Intensitas penggunaan pewangi ini dipengaruhi oleh jenis pewangi yang digunakan dan aktivitas penggunanya. Pewangi dengan konsentrasi bahan pewangi yang rendah memiliki ketahanan wangi yang rendah sehingga untuk mendapatkan wangi dalam jangka waktu yang lama intensitas penggunaanya harus semakin ditingkatkan. Survei tentang kemasan pewangi yang digunakan, sebanyak 88% responden menggunakan pewangi jenis spray, dan sebanyak 12% menggunakan pewangi jenis stick roll on. Hal ini sesuai dengan jenis pewangi yang ada di pasaran bahwa pewangi dengan kemasan spray lebih banyak ditemukan dibanding yang berbentuk stick roll on.

Jenis pewangi yang akan dibuat ialah eau de toilette dengan karakter wangi floral fresh. Karakter wangi ini cenderung lebih banyak digunakan oleh wanita. Jenis kemasan eau de toilette yang digunakan ialah spray. Formula yang dibuat diharapkan dapat mempertahankan wanginya diatas 6 jam. Pewangi jenis

eau de toilette merupakan pewangi yang memiliki pasar yang besar karena

harganya yang masih dapat bersaing dan wanginya yang tahan lama. Pemilihan Minyak Atsiri

Kategori pewangi dalam pasar komersial ialah feminine, masculine, dan

unisex, pewangi dengan kategori unisex merupakan minoritas. Lindqvist (2012)

menyatakan pewangi yang dikategorikan feminine memiliki wangi mirip bunga-bungan (floral) atau buah-buahan (fruity) sedangkan pewangi yang dikategorikan

30% 14% 24% 12% 20% splash cologne eau de cologne eau de toilette eau de parfum 4% 36% 48% 12% 1 x sehari 2 x sehari 3 x sehari > 3 x sehari 88% 12% spray roll on (a) (b) (c)

(23)

10

masculine memiliki wangi yang spicy, yakni wangi-wangi yang pedas. Asyik

(2005) menyatakan standar yang dapat digunakan untuk menyatakan spicy ialah metil eugenol. Aroma spicy berdasarkan hasil QDA pada penelitian Asyik (2005) digambarkan mirip dengan minyak cengkeh, jahe, cabai, dan gingseng.

Alasan seseorang menggunakan pewangi dipengaruhi oleh faktor psikologis, demografis, dan suasana hati (mood). Perempuan menggunakan wewangian karena dapat memberikan efek positif pada suasana hatinya. Penggunaan pewangi juga dipengaruhi oleh penilaian seseorang terhadap pribadinya misalnya “dramatic” maka akan menggunakan wewangian yang oriental, “sporty” akan menggunakan wewangian yang segar. Situasi atau tujuan acara juga merupakan faktor seorang wanita memilih jenis wewangian yang akan digunakan, misalnya saat akan ada pertemuan romantis atau wawancara kerja (Herz 2003). Laki-laki memiliki motivasi yang berbeda dengan perempuan saat menggunakan pewangi, laki-laki memiliki kecenderungan menggunakan wewangian untuk memberikan kenyamanan pada orang lain saat berinteraksi dengannya, salah satunya untuk menarik wanita (Herz 2007).

Wangi yang dihasilkan dalam sebuah pewangi dipengaruhi oleh komponen bahan pewangi yang digunakan. Minyak atsiri merupakan salah satu bahan pewangi alami yang dapat digunakan. Minyak atsiri digunakan sebagai campuran bahan kosmetik, insektisida, farmasi, aromaterapi, bahan pewangi, dan perisa. Salah satu tujuan dilakukan survei ialah untuk memilih wangi minyak atsiri yang cenderung disukai responden. Berikut adalah hasil pemilihan minyak atsiri responden (Gambar 4)

Gambar 4 Pemilihan minyak atsiri pada (a) base note, (b) top note, (c) middle note. 29% 25% 33% 6% 7% nilam akar wangi vanili gaharu lainnya 33% 6% 8% 18% 22% 13% lemon jeruk purut kayu putih sitronelal mint lainnya 12% 11% 10% 3% 18% 5% 3% 16% 3% 1% 18% kayu manis sereh wangi kenanga cengkeh melati kamboja pala sedap malam gandapura jahe lainnya (a) (b) (c)

(24)

11 Senyawa wangi yang berperan penting dalam mempertahankan wangi pada pewangi disebut sebagai base note. Senyawa pada base note memiliki bobot molekul yang lebih berat dibandingkan senyawa-senyawa yang masuk dalam kelompok middle atau top note. Responden diminta untuk memberikan jawaban terhadap minyak-minyak yang wanginya disukai bila akan digunakan sebagai

base note dalam formulasi. Penilaian responden menunjukkan 33% memilih

minyak vanili sebagai base note, 29% memilih minyak nilam, 25% memilih minyak akar wangi. Vanila memiliki wangi sweet yang intensif dengan wangi

balsamic yang warm (Hunter 2009). Asyik (2005) menyatakan standar untuk

menyatakan deskripsi warm ialah metil salicilat. Nilam memiliki karakter wangi

rich, earthy, woody dengan aroma buah yang tersimpan di dalamnya (Kemendag

2011). Deskripsi wangi minyak akar wangi ialah woody, earthy, herbacious,

spicy, dan smoky (Kemendag 2011).

Persentase tertinggi pemilihan minyak atsiri sebagai top note yang akan digunakan ialah lemon 33%, 22% memilih minyak mint, 18% memilih sitronelal. Karakter wangi dari ketiga minyak tersebut ialah minyak lemon memiliki wangi yang fresh, light, fruity (Health 1978). Minyak mint memiliki wangi yang sharp,

minty, fresh, cooling (Health 1978). Sitronelal memiliki wangi yang sweet, floral rosy waxy, citrus green (Mosciano 1989). Salah satu top note yang menjadi fokus

penelitian ialah penggunaan sitronelal.

Responden juga diminta memilih minyak yang wanginya disukai apabila digunakan sebagai middle note. Hasil survei menunjukkan lima minyak yang paling disukai dalam middle note ialah minyak melati (18%), sedap malam (16%), kayu manis (12%), sereh wangi (11%), dan kenanga (10%). Karakter wangi minyak melati dan sedap malam ialah sweet, floral (Health 1978); minyak kayu manis memiliki karakter wangi yang peppery, earthy, spicy, slighty woody (Kemendag 2011). Minyak sereh wangi memiliki karakter wangi yang citrus,

slighty fruity, fresh, sweet (Kemendag 2011); minyak kenanga karakter wanginya

ialah floral, sweet, slighty woody (Kemendag 2011).

Formulasi Komposisi Bahan Pewangi

Tahapan selanjutnya setelah mengetahui minyak-minyak yang cenderung disukai oleh responden ialah membuat formulasi komposisi minyak yang akan dibuat menjadi eau de toilette dengan bahan pewangi alami. Formulasi ini penting untuk dilakukan mengingat setiap minyak memiliki karakter wangi masing-masing. Komposisi bahan pewangi yang dimaksud ialah menentukan paduan jenis minyak yang akan digunakan sebagai base note, middle note, dan top note sehingga diharapkan dapat memberikan paduan wangi yang menyenangkan.

Hasil survei menunjukkan responden menyukai wangi minyak lemon, mint, dan sitronelal sebagai top note. Minyak melati, sedap malam, kayu manis, sereh wangi, dan kenanga sebagai middle note. Minyak vanila, nilam, dan akar wangi sebagai base note. Minyak yang disukai oleh responden dapat menjadi referensi peneliti dalam memilih minyak yang akan digunakan dalam formulasi

eau de toilette dengan pewangi alami.

Hasil survei pada penelitian pendahuluan terpilih minyak nilam, akar wangi, dan vanila sebagai base note. Minyak-minyak tersebut berfungsi sebagai fiksatif yang dapat mempertahankan wangi. Metode trial and error dilakukan

(25)

12

untuk menentukan base note yang sesuai dengan produk eau de toilette yang diharapkan. Formula diharapkan memiliki wangi yang menyenangkan mengarah pada kesan bunga-bungaan yang segar dan memiliki warna yang baik ditandai dengan campuran larutan yang homogen. Minyak nilam terpilih sebagai base note terbaik (Tabel 1).

Tabel 1 Pemilihan base note Minyak Warna cairan Keselarasan

wangi

Kelarutan dalam

bioetanol 96% Keterangan Akar

wangi

Coklat gelap Tidak selaras Larut sempurna Tidak dipilih Vanila Coklat gelap Kurang selaras Kurang larut

sempurna

Tidak dipilih Nilam Coklat

keemasan

Selaras Larut sempurna Terpilih

Penilaian warna cairan dan kelarutan dalam bioetanol dilihat secara visual sedangkan kriteria keselarasan wangi formula mengacu pada keharmonisan wangi bunga-bungaan yang segar. Minyak akar wangi atau yang lebih dikenal dengan nama vetiver oil memiliki warna coklat gelap dengan konsistensi thick, biasanya digunakan sebagai base note karena kekuatan aromanya yang strong. Deskripsi aroma minyak akar wangi ialah woody, earthy, herbacious, spicy, dan smoky (Kemendag 2011). Minyak akar wangi dapat larut sempurna dalam bioetanol 96%, namun minyak akar wangi tidak dipilih sebagai base note karena memberikan paduan wangi yang kurang selaras bila dicampurkan dengan minyak atsiri middle dan top note terpilih, minyak yang terpilih mengarah pada wangi floral dan citrus. Minyak yang digunakan memiliki aroma smoky, hal ini dapat terjadi karena jenis minyak akar wangi yang digunakan merupakan minyak penyulingan yang masih kasar sehingga minyak masih memberikan wangi smoky yang kuat dibanding

woody. Daerah Garut merupakan pusat produksi minyak akar wangi di Indonesia.

Minyak vanila memiliki warna coklat gelap, kekuatan aromanya strong (Health 1978). Curtis dan William (2001) dalam Hunter (2009) mengelompokkan vanila dalam balsamic family, kebanyakan dalam kelompok ini merupakan keluarga resin yang digunakan sebagai base note dan dapat bercampur dengan baik bersama kelompok floral family. Vanila memiliki wangi manis yang intensif dengan wangi balsamic yang warm (Hunter 2009). Vanila tidak dipilih sebagai

base note dalam penelitian ini, mengingat vanila yang digunakan berupa oleoresin

sehingga tidak dapat bercampur secara sempurna dengan bioetanol 96%. Warna campuran cairan yang dihasilkan terlalu pekat (coklat gelap) sehingga kurang menarik untuk digunakan karena cairan yang pekat dapat meninggalkan noda dengan intensitas tinggi di pakaian. Wangi paduannya juga kurang selaras karena vanila yang digunakan wanginya terlalu kuat (strong) dengan wangi alkohol yang

sharp (tajam) mengurangi wangi sweet minyak vanila. Menurut Asyik (2005)

minyak yang mengandung senyawa monoterpen dan sesquiterpen hidrokarbon akan sukar larut dalam alkohol sedangkan komponen yang mengandung terpen-o akan lebih mudah larut dalam alkohol.

Minyak nilam menurut Curtis dan William (2001) dalam Hunter (2009) termasuk dalam kelompok woody family. Warna dari minyak nilam ialah golden

(26)

13

brown (coklat keemasan) dengan konsistensi aroma medium (menengah) hingga thick (tebal). Penggunaan minyak nilam dalam pewangi ialah sebagai base note.

Kekuatan aromanya ialah menengah (medium). Aroma minyak nilam ialah rich,

earthy, woody dengan aroma buah yang tersimpan di dalamnya (Kemendag 2011).

Minyak nilam dipilih sebagai base note, karena minyak nilam memiliki keserasian aroma yang paling cocok dibandingkan minyak akar wangi dan vanila saat dipadukan dengan minyak-minyak terpilih pada middle dan top note yakni wangi

floral dan citrus. Minyak nilam telah larut sempurna pada bioetanol 96% dengan

warna larutan coklat kekuningan. Hasil GC-MS (Lampiran 8) menunjukkan minyak nilam yang digunakan memiliki kadar patchouli alcohol sekitar 27%, komponen ini merupakan golongan terpen-o sehingga memudahkan kelarutan minyak nilam dalam alkohol.

Saat ini Indonesia memimpin produksi nilam dengan memiliki 90% pangsa pasar dunia pada perdagangan nilam, dengan kompetitor Malaysia, Filipina, India, dan China (Kemendag 2011). Minyak nilam terdiri atas persenyawaan terpen dan alkohol yang mengandung patchouli, ester, β-caryopilene. Patchouli alcohol merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam, mutu minyak nilam, dan merupakan komponen terbesar. Manfaat dari minyak nilam ialah sebagai penyegar, peremaja kulit (Satuhu 2006). Minyak nilam merupakan bahan utama untuk mengikat bahan pewangi pada industri pewangi dan kosmetik.

Minyak nilam telah terpilih sebagai base note selanjutnya dilakukan pemilihan konsentrasi pelarut terbaik agar warna larutan menjadi lebih jernih. Pemilihan konsentrasi pelarut terbaik dilakukan dengan mencampurkan 1 ml minyak nilam dengan bioetanol 5 ml. Konsentrasi bioetanol yang digunakan ialah 94%, 96%, dan 99%. Berikut adalah tabel pemilihan konsentrasi pelarut yang digunakan (Tabel 2).

Tabel 2 Pemilihan konsentrasi pelarut Fiksatif Pelarut Kelarutan

campuran

Warna cairan

eau de toilette Keterangan

Nilam Bioetanol 94% Tidak larut Coklat tua Tidak dipilih Nilam Bioetanol 96% Larut sempurna Coklat tua Tidak dipilih Nilam Bioetanol 99% Larut sempurna Coklat

kekuningan

Terpilih

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan maka warna larutan akan semakin jernih. Oleh karena itu dipilih bioetanol 99% sebagai pelarut pada formulasi eau de toilette selanjutnya yang akan dibuat.

Hasil penyebaran kuesioner pada penelitian pendahuluan terpilih minyak sedap malam sebagai salah satu middle note yang disukai oleh responden namun peneliti tidak menggunakan minyak sedap malam melainkan minyak mawar. Wangi minyak mawar lebih lembut dibanding minyak sedap malam. Minyak sedap malam dan mawar termasuk kelompok minyak atsiri yang berasal dari kelompok floral family, keduanya termasuk kelompok middle note, warna minyak keduanya sama yakni kuning pucat. Karakter wangi keduanya tidak jauh berbeda yakni sweet.

(27)

14

Formulasi awal dilakukan dengan menggunakan base note minyak nilam;

middle note berupa minyak melati, mawar, kenanga, kayu manis, dan sereh wangi; top note berupa sitronelal, minyak lemon, dan minyak mint. Penggunaan minyak

atsiri sebagai bahan pewangi dalam struktur dasar wewangian ialah sebagai base

note 45-55%, middle note 30-40%, dan top note 15-25% dari total keseluruhan

pewangi yang ditambahkan (Hunter 2009). Minyak nilam merupakan base note yang digunakan dalam formulasi. Konsentrasi minyak nilam yang dicampurkan pada formulasi berkisar 1-3% dari total pelarut yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmaisni (2011) penggunaan konsentrasi nilam 1% dalam formulasi pengharum ruangan adalah yang paling efektif. Machfudz (2008) membuat eau de cologne dengan menambahkan emulsifier berupa polisorbat 80 namun produk yang dihasilkan lengket dan konsumen tidak menyukainya oleh karena itu pada penelitian ini hanya digunakan minyak nilam sebagai fiksatif tanpa tambahan emulsifier. Nilam dapat berfungsi sebagai fiksatif karena relatif sukar menguap dibanding minyak atsiri lain (titik didih komponen yang tinggi), larut dalam alkohol, dan dapat bercampur dengan minyak lain.

Uji Hedonik Formula

Uji hedonik merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap sebuah produk, dilihat dari kesukaan konsumen. Menurut Setyaningsih (2010) dalam uji organoleptik jumlah sampel yang diujikan pada setiap ujinya tidak boleh lebih dari 8, karena hal ini akan membuat panelis jenuh dan berpengaruh pada penilaian. Sampel yang diujikan sebanyak 12 sampel, masing-masing terdiri dari formula eau de toilette yang berbeda. Uji hedonik dibagi menjadi dua sesi, pada sesi satu diujikan enam sampel selanjutnya panelis beristirahat selama lima menit dan dilanjutkan ke sesi dua dengan enam sampel uji. Pada setiap sempel pengujian panelis dapat mencium biji kopi untuk menetralisir wangi sebelumnya. Panelis yang digunakan ialah 30 mahasiswa perempuan, karena formulasi eau de toilette yang dibuat mengarah pada wangi bunga-bungaan yang lebih banyak digunakan oleh perempuan dibandingkan laki-laki.

Parameter penilaian meliputi kejernihan, wangi alami, dan wangi keseluruhan. Skala penilaian hedonik yang digunakan 1-7, skala penilaian 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). Tujuh skala yang digunakan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok kesukaan, yakni tidak suka, netral, dan suka. Skala penilaian 1, 2, dan 3 termasuk dalam kelompok tidak suka, skala penilaian 4 adalah netral, skala penilaian 5, 6, dan 7 termasuk dalam kelompok suka. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembacaan data hedonik dan memilih formula dengan kesukaan terbaik. Formula yang diujikan secara hedonik ialah sebagai berikut (Tabel 3).

(28)

15 Tabel 3 Formula eau de toilette

Kode formula

Keterangan formula

Base note (ml) Middle note (ml) Top note (ml)

A Nilam 0.1 Kenanga 0.1 Sitronelal 0.2, mint 0.1 B Nilam 0.2 Kayu manis 0.1 Lemon 0.4

C Nilam 0.2 Melati 0.1 Lemon 0.2

D Nilam 0.2 Sereh wangi 0.2 Sitronelal 0.1, lemon 0.2 E Nilam 0.2 Kayu manis 0.05,

kenanga 0.05

Sitronelal 0.15, mint 0.15

F Nilam 0.2 Melati 0.1 Lemon 0.1

G Nilam 0.2 Mawar 0.15 Sitronelal 0.05 H Nilam 0.2 Melati 0.1, kenanga

0.05, kayu manis 0.05

Sitronelal 0.1 I Nilam 0.2 Sereh wangi 0.2 Lemon 0.2

J Nilam 0.2 Melati 0.1 Sitronelal 0.1, mint 0.1

K Nilam 0.2 Mawar 0.2 Lemon 0.1

L Nilam 0.2 Mawar 0.15, kenanga 0.05

Sitronelal 0.2

Kejernihan

Kejernihan merupakan parameter yang diamati secara visual dengan melihat warna cairan serta kelarutan antara bahan pewangi dengan pelarut. Hasil uji hedonik panelis terhadap parameter kejernihan pada 12 formulasi yang diujikan ialah sebagai berikut (Gambar 5).

Gambar 5 Penilaian panelis terhadap kejernihan produk. (■) suka, ( ) netral, (□) tidak suka. 9 0 .0 6 3 .3 6 6 .7 8 6 .7 6 3 .3 6 3 .3 7 6 .7 6 6 .7 8 6 .7 7 3 .3 8 0 .0 7 3 .3 0 20 40 60 80 100 A B C D E F G H I J K L P er sen tase p an elis ( %) Formula (-) Keterangan (ml)

A : nilam 0.1, kenanga 0.1, sitronelal 0.2, mint 0.1 G : nilam 0.2, mawar 0.15, sitronelal 0.05 B : nilam 0.2, kayu manis 0.1, lemon 0.4 H : nilam 0.2, melati 0.1, kenanga 0.05 C : nilam 0.2, melati 0.1, lemon 0.2 kayu manis 0.05, sitronelal 0.1 D : nilam 0.2, sereh wangi 0.2, sitronelal 0.1, lemon 0.2 I : nilam 0.2, sereh wangi 0.2, lemon 0.2 E : nilam 0.2, kayu manis 0.05, kenanga 0.05, J : nilam 0.2, melati 0.1, sitronelal 0.1,

sitronelal 0.15, mint 0.15 mint 0.1

F : nilam 0.2, melati 0.1, lemon 0.1 K : nilam 0.2, mawar 0.2, lemon 0.1 L : nilam 0.2, mawar 0.15, kenanga 0.05,

(29)

16

Hasil uji hedonik produk terhadap parameter kejernihan produk menunjukkan bahwa angka penerimaan kejernihan semua formula berada di atas 60%. Hasil ini menunjukkan bahwa kejernihan produk sudah cukup baik, kejernihan ini dilihat dari tingkat kehomogenan antara pelarut dan pewangi yang digunakan. Pelarut yang digunakan ialah bioetanol 99%.

Hasil penerimaan hedonik pada parameter kejernihan nilai kesukaan tertinggi ialah formula A, dengan persentase kesukaan panelis sebesar 90%, kemudian formula D dan I dengan persentase kesukaan 86.7%. Formula yang mendapatkan persentase penilaian kesukaan paling rendah ialah formula B, E, dan F dengan persentase kesukaan panelis 63.3%. Pengolahan data organoleptik melalui uji Friedman menunjukkan bahwa formula memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kejernihan produk pada taraf nyata 0.05, setidaknya terdapat satu formula yang memberikan pengaruh berbeda pada kejernihan produk eau de

toilette. Hasil pengolahan uji Friedman parameter kejernihan dapat dilihat pada

Lampiran 5a.

Hasil penerimaan hedonik pada parameter kejernihan nilai kesukaan tertinggi ialah formula A (nilam 0.1 ml, kenanga 0.1 ml, sitronelal 0.2 ml, mint 0.1 ml), formula D (nilam 0.2 ml, sereh wangi 0.2 ml, sitronelal 0.1 ml, lemon 0.2 ml), formula I (nilam 0.2 ml, sereh wangi 0.2 ml, lemon 0.2 ml). Uji lanjut menunjukkan bahwa ketiga formula tersebut tidak berbeda nyata. Melalui uji lanjut (Lampiran 5a) diketahui bahwa formula B (nilam 0.2 ml, kayu manis 0.1 ml, lemon 0.4 ml) berbeda dengan formula D (nilam 0.2 ml, sereh wangi 0.2 ml, sitronelal 0.1 ml, lemon 0.2 ml) dan A (nilam 0.1 ml, kenanga 0.1 ml, sitronelal 0.2 ml, mint 0.1 ml). Formula E (nilam 0.2 ml, kayu manis 0.05 ml, kenanga 0.05ml, sitronelel 0.15ml, mint 0.15ml) berbeda dengan formula D dan A. Sedangkan kejernihan formula B tidak berbeda dengan formula E. Formula B dan E mengandung minyak kayu manis, meskipun dengan konsentrasi yang berbeda. Formula D dan A tidak mengandung minyak kayu manis. Minyak kayu manis memiliki warna coklat (Kemendag 2011) sehingga akan memberikan pengaruh pada produk yang dihasilkan yakni warna cairan menjadi agak coklat.

Warna dasar minyak sangat berpengaruh pada cairan eau de toilette yang dihasilkan. Warna minyak nilam yang digunakan sebagai base note memiliki warna coklat keemasan, minyak kenanga, mawar, melati, dan lemon memilki warna kuning pucat. Minyak sereh wangi, mint, dan sitronelal memiliki warna jernih sedangkan minyak kayu manis memiliki warna coklat. Panelis cenderung menyukai warna produk yang lebih jernih dibandingkan produk yang berwarna coklat tua. Formulasi yang menggunakan minyak kayu akan berwarna lebih coklat.

Wangi alami

Wangi alami merupakan kesan wangi yang lebih lembut memberikan efek aromaterapi. Hasil uji hedonik panelis terhadap wangi alami produk dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil uji hedonik produk menyatakan persentase kesukaan tertinggi panelis terhadap parameter wangi alami ialah pada formula F, C, dan H. Sebesar 83.3% menyukai wangi alami formula F, 80% menyukai wangi alami formula C dan 73.3% menyukai formula H. Formula yang mendapatkan persentase kesukaan panelis terendah ialah formula A, D, dan E. Formula A dan D masing-masing pendapat persentasi kesukaan panelis sebesar 36.7%, dan formula E 33.3%.

(30)

17

Gambar 6 Penilaian panelis terhadap wangi alami produk. (■) suka, ( ) netral, (□) tidak suka.

Formula yang mendapat persentase kesukaan wangi alami yang tinggi oleh panelis ialah formula F (nilam 0.2 ml, melati 0.1 ml, lemon 0.1 ml), formula C (nilam 0.2 ml, melati 0.1 ml, lemon 0.2 ml), dan formula H (nilam 0.2 ml, melati 0.1 ml, kenanga 0.05 ml, kayu manis 0.05 ml, sitronelal 0.1). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa ketiga formula memberikan kesan wangi alami yang sama satu sama lain. Ketiga formula mengandung minyak melati 0.1 ml. Minyak melati memiliki wangi yang cenderung disukai oleh kebanyakan orang karena wanginya yang menyenangkan. Wangi minyak melati menurut Curtis dan William (2001) dalam Hunter (2009) dideskripsikan memiliki wangi manis yang kuat mengarah pada wangi bunga (floral).

Pengolahan data organoleptik dengan uji Friedman menunjukkan bahwa formula memberikan pengaruh berbeda terhadap wangi alami produk pada taraf nyata 0.05, setidaknya terdapat satu formula yang memberikan wangi alami berbeda pada produk eau de toilette (Lampiran 5b). Formula E (nilam 0.2 ml, kayu manis 0.05 ml, kenanga 0.05 ml, sitronelal 0.15 ml, mint 0.15 ml) berbeda wangi alaminya dengan formula C (nilam 0.2 ml, melati 0.1 ml, lemon 0.2 ml) dan F (nilam 0.2 ml, melati 0.1 ml, lemon 0.1 ml). Hal ini disebabkan komposisi bahan pewangi yang ada di formula E memiliki karakter wangi yang berbeda dengan komposisi pewangi yang ada di formula C dan F. Formula C dan F mengandung minyak melati sebagai middle note dan minyak lemon sebagai top

note, minyak melati memiliki wangi yang floral sweet, minyak lemon memiliki

karakter wangi yang fresh, light, fruity (Health 1978). Formula E mengandung minyak kayu manis, kenanga, dan mint. Formula E dominan memiliki wangi yang

spicy, woody, sharp, minty berbeda dengan wangi sehingga formula C dan F

dominan memiliki karakter wangi yang floral, fresh, fruity

3 6 .7 4 3 .3 8 0 .0 3 6 .7 3 3 .3 8 3 .3 5 3 .3 73 .3 5 6 .7 70.0 3 6 .7 53.3 0 20 40 60 80 100 A B C D E F G H I J K L P er sen tase p an elis ( %) Formula (-) Keterangan (ml)

A : nilam 0.1, kenanga 0.1, sitronelal 0.2, mint 0.1 G : nilam 0.2, mawar 0.15, sitronelal 0.05 B : nilam 0.2, kayu manis 0.1, lemon 0.4 H : nilam 0.2, melati 0.1, kenanga 0.05 C : nilam 0.2, melati 0.1, lemon 0.2 kayu manis 0.05, sitronelal 0.1 D : nilam 0.2, sereh wangi 0.2, sitronelal 0.1, lemon 0.2 I : nilam 0.2, sereh wangi 0.2, lemon 0.2 E : nilam 0.2, kayu manis 0.05, kenanga 0.05, J : nilam 0.2, melati 0.1, sitronelal 0.1,

sitronelal 0.15, mint 0.15 mint 0.1

F : nilam 0.2, melati 0.1, lemon 0.1 K : nilam 0.2, mawar 0.2, lemon 0.1 L : nilam 0.2, mawar 0.15, kenanga 0.05,

(31)

18

Wangi keseluruhan

Parameter selanjutnya yang diujikan ialah wangi keseluruhan produk. Hasil uji hedonik panelis terhadap parameter wangi keseluruhan produk pada 12 formulasi yang diujikan ialah sebagai berikut (Gambar 7).

Gambar 7 Penilaian panelis terhadap wangi keseluruhan produk. (■) suka, ( ) netral, (□) tidak suka.

Persentase penilaian kesukaan panelis terhadap wangi keseluruhan produk sebesar 76.7% menyukai wangi keseluruhan formula C, masing-masing sebanyak 70% panelis menyukai formula F dan J. Ketiga formula tersebut menggunakan minyak melati sebagai middle note. Formula C dan F memilki top note yang sama yakni minyak lemon, namun formula C lebih disukai dibandingkan formula F karena konsentrasi minyak lemon pada formula C lebih tinggi dibandingkan formula F. Persentase kesukaan panelis yang menyukai formula F sama dengan persentase yang menyukai formula J, formula J memiliki top note yang berbeda yakni campuran sitronelal dan mint. Formula A, D, dan E merupakan formula yang paling tidak disukai wangi keseluruhannya dengan persentase kesukaan 33.3% dan 26.7%, hasil penilaian ini sama dengan formula yang tidak disukai pada parameter uji kesukaan kesan wangi alami produk.

Pengolahan data organoleptik dengan uji Friedman menunjukkan bahwa formula memberikan pengaruh yang berbeda terhadap wangi keseluruhan produk pada taraf nyata 0.05, setidaknya terdapat satu formula yang memberikan wangi keseluruhan yang berbeda pada produk eau de toilette. Hasil uji lanjut dengan membandingkan formula C, F, dan J, diketahui bahwa ketiganya memiliki wangi keseluruhan yang sama karena dalam ketiganya mengandung middle note yang sama yakni minyak melati. Uji lanjut yang digunakan untuk membandingkan formula yang tidak disukai (A, D, dan, E) menunjukkan bahwa ketiga formula memberikan wangi keseluruhan yang sama, Formula A dan E menggunakan

3 3 .3 4 0 .0 7 6 .7 2 6 .7 2 6 .7 7 0 .0 5 0 .0 63.3 5 3 .3 70 .0 4 0 .0 4 3 .3 0 20 40 60 80 100 A B C D E F G H I J K L P er se n ta se p an eli s (%) Formula (-) Keterangan (ml)

A : nilam 0.1, kenanga 0.1, sitronelal 0.2, mint 0.1 G : nilam 0.2, mawar 0.15, sitronelal 0.05 B : nilam 0.2, kayu manis 0.1, lemon 0.4 H : nilam 0.2, melati 0.1, kenanga 0.05 C : nilam 0.2, melati 0.1, lemon 0.2 kayu manis 0.05, sitronelal 0.1 D : nilam 0.2, sereh wangi 0.2, sitronelal 0.1, lemon 0.2 I : nilam 0.2, sereh wangi 0.2, lemon 0.2 E : nilam 0.2, kayu manis 0.05, kenanga 0.05, J : nilam 0.2, melati 0.1, sitronelal 0.1,

sitronelal 0.15, mint 0.15 mint 0.1

F : nilam 0.2, melati 0.1, lemon 0.1 K : nilam 0.2, mawar 0.2, lemon 0.1 L : nilam 0.2, mawar 0.15, kenanga 0.05,

(32)

19

middle note minyak kenanga, formula D menggunakan minyak sereh wangi.

Formula C, F, dan J, semuanya berbeda dengan formula A, D, K (lampiran 5c). Formula C, F, dan J dominan memiliki karakter wangi floral, fresh, fruity sedangkan formula A, D, dan K memiliki karakter wangi dominan floral, woody. Penentuan formula terpilih

Hasil penerimaan hedonik melalui parameter kejernihan menyatakan bahwa formula A, D, dan K merupakan formula dengan persentase kesukaan tertinggi. Penilaian melalui parameter kesan wangi alami, tiga formula dengan persentase kesukaan tertinggi ialah C, F, dan H. Melalui parameter kesan wangi keseluruhan, tiga formula dengan persentase kesukaan tertinggi ialah C, F, dan J. Berdasarkan ketiga parameter tersebut akan ditentukan tiga formula dengan nilai kesukaan panelis tertinggi. Akan tetapi tingkat kepentingan masing-masing parameter tersebut berbeda oleh karena itu digunakan teknik pembobotan dengan metode Bayes.

Pemilihan tiga formula terbaik dilakukan dengan cara pembobotan yang didasarkan pada hasil uji hedonik, hal ini mengacu pada Soraya (2007). Pengolahan data pada pengujian ini dilakukan dengan melihat frekuensi hedonik panelis. Metode pembobotan yang digunakan ialah dengan metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan untuk menentukan peringkat dari beberapa alternatif keputusan berdasarkan kriteria keputusan. Metode ini menggunakan asumsi dasar bahwa pengambil keputusan dapat menentukan nilai kriteria keputusan, yang merupakan penilaian subjektif berdasarkan intuisi, dapat berupa data riset, observasi, wawancara, atau pengetahuan umum mengenai kriteria tersebut (Setyaningsih 2010).

Parameter uji hedonik yang digunakan ialah penilaian terhadap kejernihan, wangi alami, dan wangi keseluruhan. Untuk menentukan formulasi terbaik yang disukai oleh panelis maka setiap parameter uji dari hasil uji hedonik diberikan skala 1 sampai 7 berdasarkan nilai kepentingannya. Semakin penting parameter tersebut maka nilai yang diberikan semakin besar. Nilai kepentingan setiap parameter ditentukan oleh peneliti berdasarkan diskusi dengan pakar, ditanyakan kepada para panelis, dan pengamatan melalui penilaian subjektif. Berikut adalah nilai kepentingan dari setiap parameter (Tabel 4).

Tabel 4 Penilaian kepentingan setiap parameter uji hedonik

Parameter Dasar pertimbangan kepentingan Nilai kepentingan Kejernihan Merupakan salah satu parameter mutu

saat bahan pewangi dan pelarut dapat bercampur sempurna

4

Wangi alami Kesan yang dapat memberikan efek aromaterapi, wangi yang lebih lembut dan alami

5

Wangi keseluruhan

Kesan pertama yang akan berpengaruh pada penilaian kesukaan konsumen.

7

Wangi keseluruhan diberikan nilai kepentingan yang paling tinggi yakni 7, hal ini disebabkan wangi keseluruhan merupakan kesan pertama yang akan diterima oleh konsumen. Konsumen yang menyukai wangi keseluruhan akan

(33)

20

pewangi belum tentu menyukai wangi alaminya, tetapi konsumen yang menyukai wangi alami pewangi cenderung akan menyukai wangi keseluruhannya. Kesan wangi alami diberi nilai kepentingan 5 karena tidak semua konsumen menyukai pewangi dengan wangi alami. Parameter kejernihan diberi nilai 4 karena parameter ini merupakan penilaian terakhir yang akan dilakukan konsumen saat akan membeli pewangi. Kejernihan dilihat dari bercampurnya pelarut dan pewangi secara homogen. Berikut adalah peringkat 12 formula yang telah dinilai dengan metode Bayes berdasarkan hasil uji hedonik setiap parameter (Tabel 5).

Tabel 5 Peringkat formula (komposisi bahan pewangi) Kode

formula

Keterangan formula Total

nilai Peringkat Base note (ml) Middle note (ml) Top note (ml)

C Nilam 0.2 Melati 0.1 Lemon 0.2 9.7 1

F Nilam 0.2 Melati 0.1 Lemon 0.1 9.3 2

J Nilam 0.2 Melati 0.1 Sitronelal 0.1, mint 0.1

8.7 3

I Nilam 0.2 Sereh wangi 0.2 Lemon 0.2 8.5 4 H Nilam 0.2 Melati 0.1,

kenanga 0.05, kayu manis 0.05

Sitronelal 0.1 8.3 5

G Nilam 0.2 Mawar 0.15 Sitronelal 0.05 6.9 6 L Nilam 0.2 Mawar 0.15,

kenanga 0.05

Sitronelal 0.2 6.6 7 A Nilam 0.1 Kenanga 0.1 Sitronelal 0.2,

mint 0.1

5.3 8

K Nilam 0.2 Mawar 0.2 Lemon 0.1 5.3 9

B Nilam 0.2 Kayu manis 0.1 Lemon 0.4 4.3 10 D Nilam 0.2 Sereh wangi 0.2 Sitronelal 0.1,

lemon 0.2

3.8 11

E Nilam 0.2 Kayu manis 0.05, kenanga 0.05

Sitronelal 0.15, mint 0.15

1.4 12

Formula C mendapatkan nilai tertinggi, disusul oleh formula F dan J. Tiga formula dengan nilai tertinggi selanjutnya akan dikembangkan dalam formulasi lanjutan berupa formulasi variasi konsentrasi dan komposisi jenis top note yang digunakan.

Formulasi Konsentrasi dan Komposisi Pewangi dalam Top Note Formulasi konsentrasi dan pewangi yang digunakan sebagai top note mengacu pada hasil formulasi pada penelitian pendahuluan. Tiga formula yang mendapatkan peringkat tertinggi dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil formulasi komposisi pewangi menunjukkan bahwa ketiga formulasi terbaik yang disukai oleh panelis memiliki komposisi minyak yang sama pada base dan middle note, yakni base berupa minyak nilam dan middle note berupa minyak melati. Berdasarkan hasil ini maka pada penelitian utama digunakan base dan middle note

(34)

21 berupa minyak nilam dan minyak melati. Variasi yang akan digunakan pada penelitian utama terletak di top note, yakni berupa formulasi variasi jenis minyak dan konsentrasi top note yang akan digunakan

Tabel 6 Formula terbaik hasil formulasi komposisi pewangi Formula Base note

(ml)

Middle note

(ml)

Top note (ml)

Total minyak atsiri yang digunakan

C Nilam 0.2 Melati 0.1 Lemon 0.2 4.76%

F Nilam 0.2 Melati 0.1 Lemon 0.1 3.85%

J Nilam 0.2 Melati 0.1 Sitronelal 0.1,

mint 0.1 4.76%

Pada penelitian utama total bahan pewangi alami minyak atsiri yang digunakan dalam formula eau de toilette dinaikan menjadi 7.4%. Kenaikan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan bertujuan agar produk memiliki ketahanan wangi yang lebih lama. Formula produk yang dibuat pada penelitian utama ialah sebagai berikut (Tabel 7).

Tabel 7 Variasi top note pada formula eau de toilette Formula Base note (ml) Middle note (ml) Top note (ml)

O Nilam 0.3 Melati 0.2 Sitronelal 0.3

P Nilam 0.3 Melati 0.2 Lemon 0.3

Q Nilam 0.3 Melati 0.2 Mint 0.3

R Nilam 0.3 Melati 0.2 Sitronelal 0.1, lemon 0.2 S Nilam 0.3 Melati 0.2 Sitronelal 0.1, mint 0.2 T Nilam 0.3 Melati 0.2 Sitronelal 0.15, lemon 0.15 U Nilam 0.3 Melati 0.2 Sitronelal 0.15, mint 0.15 V Nilam 0.3 Melati 0.2 Sitronelal 0.2, lemon 0.1 W Nilam 0.3 Melati 0.2 Sitronelal 0.2, mint 0.1

Formula yang telah dibuat kemudian diujikan secara hedonik kepada 30 panelis perempuan. Parameter yang diujikan ialah kejernihan, kesan wangi alami, dan wangi keseluruhan eau de toilette.

Kejernihan

Pengujian kesukaan terhadap parameter kejernihan dilakukan dengan memperlihatkan cairan eau de toilette yang dibuat kemudian panelis diminta menilai secara visual dengan melihat kejernihannya atau kehomogenan antara bahan pewangi dan pelarut. Hasil uji hedonik terhadap parameter kejernihan pada sembilan formulasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Hasil uji hedonik terhadap parameter kejernihan produk menunjukkan bahwa angka penerimaan kejernihan semua formula berada di atas 70%. Nilai persentase ini lebih baik dibandingkan nilai uji hedonik awal pada komposisi bahan pewangi, karena formulasi selanjutnya sudah tidak menggunakan minyak kayu manis yang berwarna coklat.

(35)

22

Keterangan variasi top note :

Gambar 8 Penilaian panelis terhadap kejernihan produk. (■) suka, ( ) netral, (□) tidak suka.

Hasil penerimaan hedonik pada parameter kejernihan didapatkan nilai kesukaan tertinggi pada formula S dan T dengan persentase kesukaan panelis sebesar 90%. Formula S menggunakan top note sitronelal 0.1 ml, mint 0.2 ml, formula T menggunakan sitronelal 0.15 ml, minyak lemon 0.15 ml. Persentase kesukaan formula W dengan top note sitronelal 0.2 ml, mint 0.1 ml merupakan yang terkecil di antara yang lain yakni 73.3%. Meskipun formula W mendapatkan persentase penilaian terkecil bila dibandingkan dengan formula S atau T, ketiganya memiliki kejernihan yang sama. Pengolahan data organoleptik dengan uji Friedman pada taraf nyata 0.05 menunjukkan bahwa formula tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kejernihan eau de toilette (Lampiran 6a). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua formula eau de toilette yang dibuat memiliki tingkat kejernihan produk yang sama.

Kejernihan produk tidak berbeda karena pada formulasi ini jenis base note dan middle note yang digunakan adalah sama yakni minyak nilam dan melati, dengan jenis minyak yang dipakai sebagai top note tidak terlalu beragam yakni lemon, mint, sitronelal. Minyak nilam memiliki warna keemasan, minyak melati dan lemon berwarna kuning pucat, dan minyak mint serta sitronelal berwarna jernih. Warna dasar minyak tidak ada yang gelap sehingga kejernihan akhir produk juga baik.

Wangi Alami

Persentase kesukaan tertinggi panelis terhadap parameter wangi alami ialah pada formula P dan R, 86.7% menyukai wangi alami formula P dan 80% menyukai wangi alami formula R. Formula yang mendapatkan persentase kesukaan panelis terendah ialah formula Q dan W. Formula Q dan W masing-masing mendapatkan persentase kesukaan panelis sebesar 63.3%. Hasil uji hedonik panelis terhadap parameter wangi alami produk pada sembilan formulasi yang diujikan ialah sebagai berikut (Gambar 9).

8 6 .7 8 6 .7 8 3 .3 8 3 .3 9 0 .0 9 0 .0 8 6 .7 8 3 .3 7 3 .3 0 20 40 60 80 100 O P Q R S T U V W P er sen tase p an elis ( %) Formula (-)

O : sitroneal 0.3 ml R : sitronelal 0.1 ml, lemon 0.2 ml U : sitronelal 0.15 ml, mint 0.15 ml P : lemon 0.3 ml S : sitronelal 0.1 ml, mint 0.2 ml V : sitronelal 0.2 ml, lemon 0.1 ml Q : mint 0.3 ml T : sitronelal 0.15 ml, lemon 0.15 ml W : sitronelal 0.2 ml, mint 0.1 ml

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dengan berlakunya Keputusan Bupati ini maka Keputusan Bupati Bantul Nomor 71 Tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan Ketahan Pangan Kabupaten Bantul

Jika perusahaan memilih atau sama sekali tidak memilih performa kinerja tinggi, pada umumnya manajer sumber daya manusia harus memenuhinya guna menjamin dapat memiliki

Ketimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat dapat menimbulkan masalah sosial yang beragam seperti munculnya kenakalan remaja.. Jelaskan minimal 3 upaya yang dapat dilakukan

Solahuddin dan Islam (2008) mengatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi investasi adalah tabungan domestik, pertumbuhan per kapita, dan bantuan ( aid ). Sumber

permukaan tanah di sekitar pusat semburan. Hal itu tampak jika membandingkan tinggi permukaan tanggul titik 21 Desa Siring sejajar dengan kubah masjid di daerah tersebut.

Setelah melakukan pengujian distribusi pada komponen pedal conveyor didapatkan hasil bahwa komponen pedal conveyor berdistribusi normal dengan nilai parameter =32,7647 dan

Entrepreneurship lebih dari itu dan dapat diterapkan tidak hanya pada usaha sendiri saja, tetapi dapat diterapkan dalam sebuah perusahaan, bahkan dapat dilakukan sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peraturan perundang-undangan tentang narkotika yang pernah berlaku di Indonesia dan untuk mengetahui penuntutan terhadap pelaku tindak