• Tidak ada hasil yang ditemukan

RODA GIGI CACING.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RODA GIGI CACING.doc"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Institut teknologi Indonesia sebagai cikal bakal Institut besar harus mempunyai visi dan misi yang jelas di dalam penyelenggaraan pendidikannya. Teknik mesin ITI yang sudah terakreditasi B merupakan salah satu jurusan ungulan yang menghasilkan lulusan – lulusan yang berkwalitas yang sudah tersebar keberbagai penjuru Indonesia, bahkan beberapa alumni sudah berkarya diluar negri. Dengan terus mengadakan pembenahan di sana – sini baik dari kalangan mahasiswa atau jurusan teknik mesin, sudah tentu kita tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan teknologi yang telah maju dan akan terus maju seiring dengan keanekaragaman kebutuhan manusia.

Pada tugas perencanaan Elemen Mesin III kali ini, yang akan dijadikan bahan perencanaan adalah Roda Gigi Cacing dengan daya yang diteruskan adalah 12 HP dan putaran poros cacing adalah 720 rpm, sedangkan untuk roda gigi cacing adalah 20 rpm. Roda gigi adalah suatu komponen yang berguna untuk mentrasmisikan daya dan putaran yang tepat, yang tidak dapat dilakukan oleh roda gesek. Yang mana untuk pengerjaan roda ini dibuat bergigi kelilingnya sehingga penerus daya dilakukan oleh gigi – gigi dua roda yang saling bertaut. Roda gigi dapat berbentuk kerucut atau silinder.

Karena itulah penulis ingin mencermati tentang roda gigi cacing dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

▸ Baca selengkapnya: setelah satu kali penyayatan pada pemotongan gigi saat pengefraisan roda gigi telitilah…

(2)

I.2. Tujuan Penulisan

Tujuan perencanaan Elemen Mesin III ini adalah :

A. Menjelaskan tentang perencanaan roda gigi cacing.

B. Menjelaskan tentang teori – teori roda gigi dalam cakupan yang luas.

C. Mengaplikasikan keilmuan yang didapat di bangku kuliah pada perencanaan

roda gigi cacing.

I.3. Batasan Masalah

A. Perencanaan pada roda gigi cacing dengan data – data yang telah ditentukan

dan telah distandarkan.

B. Penggambaran roda gigi secara umum.

I.4. Metoda dan Teknik Penulisan A. Metode Deskriptif

Menggambarkan secara jelas perhitungan – perhitungan pada roda gigi lurus berdasarkan teori perhitungan yang penulis dapat di bangku kuliah. Juga penggambaran roda gigi secara umum.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data didapat penulis dari beberapa buku referensi dan ketentuan – ketentuan yang berlaku sesuai standar.

(3)

I.5. Sistem Penyajian A. Bab I – Pendahuluan

Memperjelas latar belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan teknik penulisan.

B. Bab II – Teori roda gigi

Menjelaskan pengertian, fungsi, dan macam – macam roda gigi.

C. Bab III – Roda gigi cacing dan bagiannya

Menjelaskan pengertian, gambar dasar serta rumus – rumus dasar yang akan digunakan.

D. Bab IV – Perhitungan

Melakukan perhitungan dengan data yang sudah ditetapkan.

E. Bab IV – Penutup

Dalam bab ini akan dijelaskan kesimpulan dan saran-saran atas perencanaan ini.

(4)

BAB II

TEORI RODA GIGI

II. 1. Pengertian

Roda gigi adalah suatu media atau alat transmisi mekanik getaran putaran atau torsi dari suatu poros ( penggerak ) kepada poros lain ( digerakkan ). Transmisi roda gigi merupakan transmisi dengan beban, daya, dan putaran yang bernilai relatif besar. Selain dengan transmisi roda gigi dapat juga dilakukan untuk meneruskan daya adalah dengan sabuk ( belt ) atau rantai. Namun demikian, transmisi roda gigi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sabuk atau rantai karena lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat, dan daya lebih besar. Kelebihan ini tidak selalu menyebabkan dipilihnya roda gigi disamping cara lain, karena memerlukan ketelitian yang besar dalam pembuatan, pemasangan, maupun pemeliharaannya.

Berikut ini beberapa hal yang merupakan keuntungan dan kerugian penggunaan roda gigi secara umum.

Keuntungan penggunaan roda gigi :

a. Alih gerak roda gigi menyampaikan gerakan putaran tampa penggelinciran dari satu poros keporos lainnya.

b. Rasio ahlinya tepat seperti rasio angka – angka pada gigi – gigi. c. Membutuhkan ruang yang cukup kecil.

(5)

Kerugian penggunaan roda gigi : a. Mempunyai massa yang cukup besar dan bentuk yang kaku.

b. Proses pembuatannya terbilang mahal.

c. Dalam pengoprasiannya memerlukan pelumas yang diberikan di antara gigi – gigi.

II. 2. Klarifikasi roda gigi

Roda gigi diklarifikasikan seperti pada tabel 2.1, menutut letak poros, arah putaran, dan bentuk jalur gigi. Macam – macam roda gigi dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Letak Poros Roda Gigi Keterangan

Roda Gigi dengan Poros Sejajar

Roda Gigi Lurus (a) Roda Gigi Miring (b) Roda Gigi Miring Ganda (c)

Klasifikasi atas dasar -bentuk alur gigi Roda Gigi Luar

Roda Gigi Dalam dan Pinyon (d) Batang Gigi dan Pinyon (e)

Arah putaran berlawanan Arah putaran sama Gerakan lurus dan berputar

Roda Gigi Dengan Poros Berpotongan

Roda Gigi Kerucut Lurus (f) Roda Gigi Krucut Spiral (g) Roda Gigi Kerucut ZEROL Roda gigi Miring

Roda gigi Miring Ganda

Klasifikasi atas dasar -bentuk alur gigi

Roda Gigi Permukaan dengan Poros Berpotongan (h)

Roda gigi dengan poros berpotongan berbentuk istimewa

Roda Gigi dengan Poros Silang

Roda Gigi Miring Silang (i) Batang Gigi Miring Silang

Kontak titik gerakan lurus dan berputar

Roda Gigi Cacing silindris (j) Roda Gigi Cacing selubung Ganda / Globoid (k)

Roda Gigi Cacing Samping Roda Gigi Hiperboloid Roda Gigi Hipoid (i)

Roda Gigi Permukaan Silang

(6)
(7)

Roda gigi gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana giginya sejajar pada dua bidang silinder disebut ( bidang jarak bagi ) yang kedua bidang silinder itu bersinggungan dan yang satu mengelinding pada yang lain dengan sumbu tetap sejajar.

a. Roda gigi lurus merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar

poros.

b. Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder jarak

bagi. Roda gigi miring mempunyai jumlah pasang gigi yang saling membuat kontak serentak disebut ( perbandingan kontak ) dengan jumlah lebih besar dari pada roda gigi lurus, sehingga pemindahan momen melalui gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini sangat baik untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar.

c. Roda gigi miring ganda mempunyai gaya aksial yang timbul pada gigi yang

mempunyai alur berbentuk V yang saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan daya yang diteruskan dapat diperbesar, tetapi pembuatannya sungkar.

d. Roda gigi dalam dipakai jika diingginkan alat transmisi dengan ukuran kecil

dengan perbandingan reduksi yang besar, karena pinyon ( roda gigi kecil ) terletak dalam roda gigi.

e. Batang gigi merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang

gigi dan pinyon dipergunakan untuk merubah gerakan putaran menjadi lurus dan sebaliknya. Dalam hal roda gigi kerucut, bidang jarak bagi merupakan bidang kerucut yang terletak dititik potong sumbu poros.

(8)

f. Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus adalah yang paling mudah dibuat dan

sering dipakai. Tetapi, roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil dan juga kontruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung poros – porosnya.

g. Roda gigi kerucut spiral karena mempunyai perbandingan kontak yang lebih

besar, dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua gigi kerucut ini biasanya dibuat 90 derajat.

Dalam golongan roda gigi dengan poros bersilang, terdapat i. Roda gigi miring

silang, j dan k. Roda gigi cacing, l. Roda gigi hipoid, dan lain – lain. Roda

gigi cacing meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi besar.

j. Roda gigi cacing mempunyai macam berbentuk silinder dan lebih umum dipakai,

tetapi untuk beban besar, biasanya digunakan roda gigi cacing globoid.

k. Cacing selubung ganda dengan perbandingan kontak yang lebih besar dapat di

dipergunakan.

l. Roda gigi hipoid adalah seperti yang dipakai pada roda gigi differensial otomobil.

Roda gigi ini mempunyai jalur berbentuk spiral pada bidang kerucut yang sumbunya bersilang, dan pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung secara meluncur dan mengelinding.

(9)

Roda – roda gigi yang telah sebutkan diatas semuanya mempunyai perbandingan kecepatan sudut tetap antara kedua poros. Tetapi disamping itu terdapat pula roda gigi yang perbandingan kecepatan sudutnya bervariasi, seperti misalnya roda gigi eksentris, roda gigi bukan lingkaran, roda gigi lonjong seperti pada meteran air, dan lain – lain. Ada pula roda gigi dengan putaran yang terputus – putus dan roda gigi Geneva yang dipakai misalnya untuk menggerakan film proyektor bioskop.

Dalam teori roda gigi pada umumnya digunakan anggapan bahwa teori roda gigi merupakan benda kaku yang hampir tidak mengalami perubahan bentuk untuk jangka waktu lama. Pada apa yang disebut transmisi harmonis, dipergunakan gabungan roda gigi yang berkerja dengan deformasi elastis ( perubahan tetap ) dan tanpa deformasi.

BAB III

RODA GIGI CACING DAN BAGIANYA

III. 1. Roda gigi dan rumus - rumus dasar

Nama - nama bagian utama roda gigi cacing diperlihatkan dalam gambar 3.1, adapun dengan ukuranya dinyatakan dengan diameter lingkaran jarak bagi, yaitu lingkaran khayal yang mengelilingi tanpa slip. Ukuran gigi dinyatakan dengan “

(10)

Jarak bagi lingkaran “, yaitu jarak sepanjang lingkaran jarak bagi antara profil dua gigi yang berdekatan.

Untuk lebih jelas perhatikan gambar roda gigi cacing berikut ini :

Gambar 3.1 Bagian roda gigi cacing.

Keterangan:

(a) Diameter luar cacing (i) Tinggi kaki

(b) Diameter jarak bagi cacing (j) Jarak sumbu

(c) Diameter inti cacing (k) Diameter

lingkaran kaki dari roda cacing

(d) Sudut kaisar (l) Diameter jarak

bagi dari roda cacing

(e) Jarak bagi (m) Diameter

(11)

(f) Kaisar (n) Diameter luar roda cacing

(g) Tinggi gigi (o) Lebar roda

cacing

(h) Tinggi kepala

Pitch circle ( lingkaran jarak bagi ) biasa disebut lingkaran jarak dua roda yang kerja

sama atau lingkaran khayal yang bersinggungan dengan kecepatan keliling yang sama, dinyatakan dengan d1.

d1 = z1 mn / sin γ d2 = ms z2 a = ( d1 + d2 ) / 2

Addendum circle ( lingkaran kepala ) adalah lingkaran yang melalui puncak gigi.

Diameter lingkaran kepala ini dinyatakan dengan dk.

dk = do + 2hk dr = d0 + 2hf

untuk roda cacing;

dt = d2 + 2hk

Dedendum circle ( diameter lingkaran kaki ) adalah lingkaran pada alas dari gigi –

gigi. Diameter lingkaran kaki dinyatakan dengan dr2.

dr2 = d1 – 2hf

Addendum ( tinggi kepala ) ialah jarak dari lingkaran kaki sampai lingkaran jarak

bagi. Dinyatakan dengan hk.

hk = mn hf = 1,157mn c = 0,157 mn

(12)

H = 2,157 mn

Dedendum ( tinggi kaki ) ialah jarak dari lingkaran kaki sampai lingkaran jarak bagi,

dinyatakan dengan hf.

hk dan hf bergantung pada modul ditentukan dengan :

hf = 1,157 mn

Tooth thickness ( lebar roda gigi ) dinyatakan dengan b. b = 0,577 dk1 atau b = 2,38 (πmn/cos γ ) + 6,35 Space width ( lebar lekuk ).

Clearance ( lambang modul : m ). Dikenal juga dengan jarak kutup ialah bilangan

yang diperbanyak dengan  dengan menghasilkan jarak antara gigi – gigi, jadi :

t = m . π

Selain keterangan – keterangan di atas masih ada beberapa lagi yang harus diketahui tentang dasar – dasar dari roda gigi, yaitu :

Angka gigi pada roda gigi ( z ) atau dikenal dengan jumlah gigi.

Angka transmisi ( i ) adalah perbandingan jumlah putaran roda yang berputar dan yang diputar.

I = n1 / n2 = z2 / z1

Jarak pusat poros (

a

o ) adalah jarak antar roda gigi yang dinyatakan dengan,

(13)

Rumus – rumus dasar roda gigi merupakan rumus yang nantinya akan digunakan untuk perhitungan roda gigi cacing. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

III.2. Profil Roda Gigi dan Kelakuan

Roda gigi memindahkan momen melaui kontak luncur antara permukaan gigi yang berpasangan. Selama terjadi kontak, putaran harus dapat berlangsung dengan halus dan perbandingan yang konstan/tetap. Dalam pemilihan atau penentuan kurva harus yang sesuai sebagai profil gigi agar dapat memenuhi persyaratan, biasanya yang sering dipergunakan untuk roda gigi adalah kurva involut (evolven). Kurva involut dapat digambarkan membuka benang dari gulungannya yang berbentuk silinder. Lintasan yang ditempuh ujung benang sejak mulai lepas dari permukaan silinder, akan membentuk involut (Gambar 3.2)

Gambar 3.2 Lengkungan Involut

Keliling lingkaran dasar dapat dibagi oleh jumlah gigi tanpa memberikan sisa. Jarak te ( mm ) antara dua kurva yang berdekatan disebut “ jarak bagi normal “.

(14)

Jika diameter lingkaran dasar dinyatakan dengan dg ( mm ) dan jumlah gigi Z, maka

te dapat ditulis sebagai berikut :

te =

z dg

Sudut a ( 0 ) yaitu sudut kemiringan garis tekanan, disebut “ sudut tekanan “ yang merupakan arah tekanan pada permukaan gigi.

Lingkaran jarak bagi

(15)

Gambar 3.4 Panjang lintasan kotak

Hubungan antara diameter lingkaran dasar dg ( mm ) dan diameter lingkaran

jarak bagi d ( mm ) adalah sebagai berikut : dg = d cos α

(16)

Persamaan berikut ini memberikan hubungan antara jarak bagi normal te dan

jarak bagi lingkar t.

te =  costcos

z d

Gambar 3.5 Pembentukan roda gigi

Profil batang gigi standard mempunyai tebal gigi 2 m  (mm), lebar ruang 2 m 

(mm) pada garis datum, sudut kemiringan gigi 200 ( pada gigi kuno 14,50 atau

150 ), tinggi kepala h

(17)

1,2 dsb, dan kelonggaran puncak Ck ( mm ) biasanya = 0,25 x modul atau lebih. Batang gigi yang mempunyai tinggi kepala hk = m, k = 1 dan tinggi kaki hf = 1,25

m, k = 1 seperti dalam gambar 3.6 ( a ), merupakan batang gigi dasar yang paling umum.

Agar profil pahat dapat memotong kelonggaran puncak, harus dipertinggi dengan Ck = 0,25 m dibandingkan dengan batang gigi dasarnya. Dengan demikian tinggi kepala pahat menjadi hkc = hk + Ck = m + 0,25 m. Untuk gigi gemuk, dipakai batang gigi dasar dalam gambar 3.6 ( b ), dan untuk gigi berkedalaman lebih ( pada roda gigi kapal ) dipakai batang gigi dalam gambar 3.6 ( c ).

Untuk ukuran proporsionil roda gigi lurus standard yang didasarkan atas modul diberikan dalam table 3.1. Diantaranya, diameter luar dk ( mm ) dan tinggi gigi atau kedalaman perpotongan gigi H ( mm ) dapat ditulis sebagai berikut :

dk = ( z + 2 ) m

h = 2m + ck

di mana ck adalah kelonggaran puncak.

(18)

Gambar 3.6 ( b ) Batang gigi dasar untuk gigi gemuk dengan sudut tekanan besar

(19)

Pada jam dipergunakan profil gigi sikloida. Sifat –sifat profil gigi sikloida adalah :

 Kontak antar gigi berlangsung dengan gesekan yang relatif kecil.

 Tekanan pada permukaan gigi rendah.

 Gaya pemisah kecil.

 Dapat mempunyai jumlah gigi sedikit.

 Dapat menaikkan putaran.

Pada roda gigi yang dikembangkan oleh Novikov ( gambar 3.7 ), giginya melakukan kontak menurut suatu titik ( atau, sebenarnya bidang elips kecil ) yang bergerak sepanjang lebar sisi gigi miring. Roda gigi ini kemudian diperbaiki oleh Honobe, Ioi juga merencanakan profil untuk pompa.

Adapun kelakuan roda gigi dapat digambarkan dengan besaran atau harga-harga yang menunjukkan wataknya, yaitu :

1. Perbandingan kontak. 2. Luncuran spesifik.

3. Perbandingan laju luncuran relatif. 4. Interferensi.

1. Perbandingan Kontak

Agar roda gigi dapat berputar dengan halus, harus dipenuhi suatu persyaratan dimana sebelum suatu pasangan gigi saling melepaskan kaitannya, perhatikan letak C1 dan C2( gambar 3.7 ), yaitu titik-titik jarak bagi pada sisi kedua gigi dimana kaki gigi pinion sedang mulai mengait ujung gigi pasangannya. Pinion menggerakkan roda gigi besar, dan titik C1 dan C2 mencapai titik jarak bagi P. Sudut C1 O1 P dan C2

O2 P disebut sudut datang, dan pada saat kedudukanya mencapai C’1 O1 P dan sudut

C’2 O2 P disebut sudut undur.

Titik kaitan permulaan pada posisi C1 dan C2 adalah K2, yang merupakan titik potong antara lingkaran kepala roda gigi dan garis tekanan. Titik akhir kaitan pada dan garis tekanan. Panjang lintasan K2 K1 = Z disebut panjang lintasan kontak.

Menjelang akhir kaitan pasangan gigi yang pertama, pasangan berikutnya telah mulai berkait, sehingga pada saat tersebut terdapat dua pasang gigi yang meneruskan momen. Ketika pasangan baru membuat kontak permulaan di titik K2,

(20)

pasangan yang pertama telah berda didepan sejauh jarak bagi normal te = π . db1

cos άb / Z1 ( mm ) pada garis tekanan ( gambar 3.8 ). ( Tentang db1 dan άb akan diterangkan kemudian ). Setelah pasangan pertama melepaskan kaitannya, maka pasangan berikutnya tadi bekerja sendirian meneruskan momen.

Gambar 3.7 Garis tekanan, sudut datang, dan sudut undur

(21)

Keterangan :

(a) garis tekanan (i) garis tekanan

(d) lingkaran dasar (j) jarak bagi normal (e) panjang lintasan kontak (k) lingkaran kepala (f) lingkaran dasar (l) lingkaran jarak bagi (g) lingkaran jarak bagi (m) lingkaran dasar (h) lingkaran kepala

Perbandingan antara panjang lintasan kontak dan jarak bagi normal, yang diberi symbol ε , disebut “ perbandingan kontak “. Jadi :

e

t Z

 

(a) garis tekanan

(b) titik pembebanan terburuk (M1 dan M2)

(c) jumlah gigi yang berkaitan

(22)

Arti ε dapat diterangkan demikian. Misalkan suatu pasangan roda gigi mempunyai harga ε = 1,4 seperti diperlihatkan dalam gambar 3.9. Titik K2 merupakan titik permulaan kontak, dan K1 adalah titik akhir kontak, sehingga K2K1 merupakan panjang lintasan kontak atau Z. Bila suatu pasangan gigi mulai melakukan kontak di K2, maka pasangan terdahulu masih melakukan kontak di M1. Jarak K2M1 = M2K1 = te. Jadi pada saat titik kontak pasangan gigi yang terdahulu

bergerak menjalani M1K1, pasangan yang terakhir menempuh K2M2, yang jaraknya masing-masing sama dengan 0,4 te, sehingga dalam jangka waktu tersebut ada 2 pasang gigi yang berkaitan. Setelah jangka waktu tersebut, yaitu pada lintasan titik kontak M2M1, pasangan yang terdahulu telah melepaskan kaitannya, sehingga

tinggal satu pasang saja, yaitu pasangan terakhir, yang masih melakukan kontak. Dalam gambar 3.9, jumlah gigi yang berkait sepanjang lintasan kontak digambarkan dengan diagram ( C ).

Jika harga ε = 2, maka pada saat suatu pasangan gigi melepaskan kaitannya, pasangan berikutnya sudah mulai membuat kontak. Jadi jumlah pasangan yang berkait selalu ada dua buah. Dalam keadaan demikian, roda gigi menjadi lebih tahan dan berkurang bunyinya asalkan dibuat dengan ketelitian baik. Tetapi, jika diinginkan harga ε = 2 pada waktu merencanakan roda gigi, maka karena adanya kemungkinan kesalahan pembuatan serta perubahan bentuk tersebut, harga tersebut perlu diambil sebesar 2,07 dan 2,08. Pembesaran perbandingan kontak selalu diikuti dengan pengurangan kekuatan gigi ( masing-masing gigi ).

Dalam hal roda gigi lurus, harga ε minimum adalah 1,1 ; tetapi sebaiknya dipilih antara 1,4 dan 1,6. Untuk mencapai harga lebih dari 2,0, beberapa cara dapat dianjurkan misalnya dengan memperkecil sudut tekanan ( umpamanya 17,50 ),

memperbesar jumlah gigi, memakai roda gigi miring, dan sebagainya. Namun, harga tersebut sebaiknya dibatasi sampai 2,5 atau 2,7, karena perbandingan kontak yang terlalu besar cenderung untuk memperbesar bunyi.

Persamaan perbandingan kontak roda gigi lurus involut dapat diturunkan dari gambar 6.13 sebagai berikut ;

1 g 1 g tan d tan d P K    

(23)

b 2 g 2 k 2 g 2 tan 2 d tan 2 d P K     dimana ;

dg1 adalah diameter lingkaran dasar pinyon (mm)

dg1adalah diameter lingkaran dasar pinion (mm)

dg2 adalah diameter lingkaran dasar roda gigi (mm)

αb adalah sudut tekanan kerja ( 0 )

αK1 adalah sudut tekanan pada puncak pinion ( 0 )

αK2 adalah sudut tekanan pada puncak roda gigi besar ( 0 )

(24)

Hubungan antara besaran-besaran diatas dengan diameter lingkaran-lingkaran jarak bagi kerja db1 dan db2 ( mm ), diameter lingkaran kepala dk1 dan dk2, dan jumlah gigi Z1 dan Z2 adalah sebagai berikut :

dk1 cos α K1 = db1 cos α b = dg1

dk2 cos α K2 = db2 cos α b = dg2

db2 / db1 = dg2 / dg1 = Z2 / Z1 = i

Perbandingan K2P/te =

2 disebut perbandingan kontak datang, dan K1P/te =

1 disebut perbandingan kontak undur. Maka dengan persamaan diatas dapat

diperoleh ; ) Z / d ( tan ) 2 / d ( tan ) 2 / d ( t P K 1 1 g b 1 g 1 k 1 g e 1 1        ) Z / d ( tan ) 2 / d ( tan ) 2 / d ( t P K 2 2 g b 2 g 2 k 2 g e 2 2        atau ) tan (tan 2 z b 1 k 1 1       ) tan (tan 2 z b 2 k 2 2       2 1   

(25)

Seperti diperlihatkan dalam gambar 3.11, dimisalkan sisi kaki pinyon dan sisi kepala roda gigi besar yang berkait di C berputar dengan dψ1 dan dψ2 (rad), dimana dψ1 dan dψ2 = i, dan saling membuat kontak baru di titik C’.

Gambar 3.11 Jarak lintasan kaitan

Untuk masing-masing profil gigi yang berpasangan, lintasan yang ditempuh oleh titik yang tadinya membuat kontak di C adalah C1C’ = ds1 dan C2C’ = ds2. Perbandingan selisih lintasan terhadap masing-masing lintasan adalah ;

1 2 1 1 ds ds ds    2 1 2 1 ds ds ds   

σ1 dan σ’1 disebut luncuran spesifik dari pinyon danluncuran spesifik dari roda gigi besar. Jika CC’ = r, dan bila dψ dan dψ sangat kecil, maka ds dapat dipandang

(26)

sebagai busur lingkaran yang berpusat di I1 dengan jari-jari ( Rg1 tan αb + r ) dan sudut pusat dψ1, demikian pula ds2 dapat dipandang sebagai busur lingkaran dengan pusat I2, jari-jari ( Rg2 tan αb - r ) dan sudut pusat dψ1. Disini Rg1 = dg1 / 2, dan

Rg2 = dg2 / 2. Dari perssamaan diatas, persamaan berikut ini dapat diturunkan ;

r tan R r ) i 1 ( d ) r tan R ( d ) r tan R ( d ) r tan R ( ' r tan R r ) i / 1 1 ( d ) r tan R ( d ) r tan R ( d ) r tan R ( b 2 g 2 b 2 g 1 b 1 g 2 b 2 g 1 b 1 g 1 b 1 g 2 b 2 g 1 b 1 g 1                                

Harga-harga tersebut bervariasi menurut lintasan titik kontak. σ’1 menjadi maksimum pada saat terjadi kontak antara puncak kepala pinion dan kaki roda gigi besar. Jika σ’1 maksimum dinyatakan sebagai γ1, dan r ditulis sebagai berikut : r = Rg1 ( tan α K1 – tan αb ), maka

) tan tan ) i 1 ( ) tan )(tan i 1 ( ) tan (tan R tan R ) tan (tan R ) i 1 ( 1 k b b 1 k b 1 k 1 g b 2 g b 1 k 1 g 1                     =

1 ) tan / )(tan i 1 ( ) tan / (tan 1 ) i 1 ( 1 k b 1 k b        

Luncuran spesifik maksimum pada kaitan datang terjadi dimana puncak gigi dari roda gigi besar membuat kontak dengan sisi kaki pinyon. Jika harga σ’2 maksimum dinyatakan dengan y2, maka dengan perhitungan yang sama dapat diturunkan ;

1 ) tan / )(tan i / 1 1 ( ) tan / tan 9 1 ) i 1 ( ) tan (tan R tan R ) i 1 )( tan (tan R 2 k b 2 k b b 2 k 2 g b 1 g b 2 k 2 g 2                    

(27)

i 1 i iR tan R tan R tan R R PQ i 1 i R tan R tan R tan R R PQ 1 g b 2 g b 1 g b 1 g 2 g 2 1 g b 2 g b 1 g b 2 g 1 g 1              

Ambil PQ1 = PQ2 = 1, dan ambil parameter u1 dan u2 dengan membagi 1a1 dan 1a2

(Gambar 3.10 danpersamaan dibawah ini) dengan 1 ;

                              2 k b 2 a 2 1 k b 1 a 1 2 k b 2 k 2 g 2 a 1 k b 1 k 1 g 1 a tan tan 1 i i 1 1 1 u tan tan 1 i i 1 1 1 u cos ) tan (tan R 1 cos ) tan (tan R 1

Harga u1 dan u2 yang dianjurkan, terlihat dalam gambar 3.12 ( dari buku pedoman

Maag Gear wheel Company ).

Dari persamaan diatas dapat diturunkan ;



2 2 2 1 1 1

u

1

u

u

1

u

Analisa pada banyak roda gigi yang baik menunjukkan bahwa luncuran spesifiknya tidak seberapa besar ( kurang lebih 1,5 - 3,5 ), dan perbandingan antara luncuran spesifik pinyon dan roda gigi besar juga tidak besar, yaitu antara 1,0 - 3,0.

(28)

Gambar 3.12 Harga – harga u1 dan u2 yang dianjurkan 3. Perbandingan Laju Luncur Relatif

Perbandingan laju luncuran relatif adalah perbandingan diferensial dari σ1 dan σ’1 terhadap waktu. Jadi,

dt dr ) i 1 1 ( ) r tan R ( tan R dt dr ) i 1 ( ) r tan R ( tan R ) dt / d ( ) dt / ' d ( 2 b 1 g b 1 g 2 b 2 g b 2 g 1 1 1             

Pada puncak gigi pinion dan sisi kaki gigi roda gigi besar, perbandingan tersebut adalah ;

(29)

2 1 2 1 k b 2 1 ) u 1 ( 1 1 ) tan / )(tan i 1 ( 1 i              

Untuk puncak gigi roda gigi besar dan sisi kaki gigi pinyon ;

2 2 2 2 k b 2 2 ) u 1 ( 1 i ) tan / )(tan i 1 ( i i 1              

Jika merencenkan roda gigi dengan keausan yang sama untuk bahan dan perlakuan panas yang sama pula, dengan menganggap keausan berbanding lurus dengan perbandingan laju luncur relatif, harus memenuhi persyaratan λ1 = λ2, atau ;

2 2 2 1 (1 u ) 1 ) u 1 ( 1   

4. Interferensi Profil dan Pemotongan Bawah

Dalam hal yang telah dikemukakan diatas, puncak gigi dari roda gigi besar atau batang gigi, akan memotong bagian dalam dari garis lurus yang menghubungkan titik permulaan kurva involut pada lingkaran dasar dengan titik pusat roda gigi, setelah puncak melewati posisi I1. bagian dari kurva involut di dekat

lingkaran dasar akan sedikit terpotong, hal ini mengakibatkan kaki gigi menjadi lemah, dan bentuk gigi menjadi seperti kepala ular, peristiwa yang demikian biasa disebut gangguan profil atau interferensi profil. Interferensi ini tidak akan terjadi selama lingkaran kepala tidak keluar dari I1I2, jika lingkaran kepala menjadi sedikit

lebih besar dari O1I2 dan O2I1 interferensi akan terjadi. Oleh karena itu titik I1 dan I2

(30)

Gambar 3.13 Interferensi antara roda gigi

(a) Pahat batang gigi (b) Garis tekanan

(c) Lingkaran jarak bagi (d) Titik interferensi (e) Lingkaran dasar (f) Profil roda gigi involut

(g) Titik potong dengan garis tekanan

(h) Pemotongan bawah (i) Lingkaran akar

Gambar 3.14 Pemotongan bawah oleh batang gigi

Dilihat dari segi kekuatan gigi dan kaitan yang halus, interferensi harus dihindari. Interferensi yang terjadi pada waktu pembuatan gigi disebut pemotongan bawah. Roda gigi yang dibentuk dengan pahat batang gigi dasar yang mempunyai tinggi gigi 2m + ck dan tebal gigi dengan kelonggaranya pada lingkaran jarak bagi

sebesar πm/2, disebut roda gigi standar.

(31)

0 2 g 0 2 g sin 2 z m sin 2 mz    

Bila α0 = 200, jumlah gigi minimum menjadi zg = 17,1 ; jadi batasan gigi minimum

adalah 17 buah. Bila α0 = 14,50, yang banyak dipakai pada waktu sebelumnya, zg =

32. dalam standar Jerman kuno dengan α0 = 150, zg = 30.

Dalam hal prakteknya, pengurangan sampai 20% dari jumlah gigi minimum masih dapat diterima, sehingga jumlah gigi minimum praktis adalah 14 untuk 200, 26 untuk

14,50,dan 24 untuk 150.

BAB IV

(32)

IV. 1. Kasus

Perencanaan pada suatu transmisi mempunyai data – data sebagai berikut :

Dari sebuah pasangan poros dan roda gigi cacing, diketahui : tegangan efektif ( berguna ) dari alat yang digerakkan P2 = 12 HP ; n2 ( untuk poros cacing ) = 720 rpm ; n1 = n2 = 0,97 ; Poros cacing berulir tunggal dengan  = 5 derajat dan  = 80 ;

Bahan poros cacing = baja St 70 ; Bahan roda cacing = kuningan (C = 100 Kg/cm2) ; Bahan poros roda cacing = Baja poros roda cacing = Baja St 50.

Penyelesaian : Angka perbandingan ; I = 1 1 n n

= 72020putput//menitmenit = 36

Karena ulir tunggal dan I =

1 2 z z

maka , z1 = ulir tunggal = 1

z2 = z1 . I = 1 x 36 = 36 gigi

Momen puntir yang bekerja pada poros cacing, tampa memperhitungkan gesekan – gesekan, adalah :

(33)

Mw2 = 71620 . 2 2 n P ……….. ( Umar sukrisno ) P2 = 50 Dk N2 = 20 put/menit Maka, Mw2 = 7160 . 20 50 = 179.050 Kg/cm

- Besarnya modulus dapat dihitung dengan rumus :

mn = 0,86 . C z Cos Mw . . . 3 2 1 2  

……… ( Umar sukrisno hal – 120 )

Mw2 = 179,050 Kg/cm

= 8

C = 100 Kg/cm2

Z2 = 36 gigi

Cos 1 ditetapkan 1, karena 1 jarang melebihi 38o

mn = 0,86. 100 . 36 . 8 1 . 179050 3 mn = 1,58 dibulatkan menjadi 16 mm

(34)

- Besarnya diameter tusuk dari poros cacing adalah :

d4 = mn ( 2,8 + 4. z1 ) ………. ( Umar sukrisno hal – 121 )

d4 = 16 ( 2,8 + 4. 1 )

d4 = 110 mm

- Besarnya sudut kisar rata – rata menjadi :

Sin 1 = 1 d mn = 110 16 = 0,145 1= 8o . 20’

- Rendemen gigi – giginya adalah :

n1 = ( ) 1 1 P tg tg    n1 = ) 5 20 . 8 ( 20 . 8 0 ' 0 ' 0  tg tg n1 = 0,237 1465 , 0 nt = 0,618

(35)

ntotal = n1 x nt x n2

ntotal = 0,97 x 0,618 x 0,97

ntotal = 0,581

- Karena P2 = P1 x ntotal didapatlah

P1 = total P  2 = 0,581 50 P1 = 86 Dk

- Ini berarti tenaga motor yang harus menggerakan hubungan cacing adalah sebesar : P1 = 86 Dk

- Dengan mengabaikan gesekan pada bantalan – bantalan maka momen punter dari poros cacing adalah :

M w1 = 71620 . 1 1 n P

……… ( Umar sukrisno hal – 121 )

P1 = 86 Dk N1 = 720 put/menit Maka, Mw1 = 71620 . 720 86 Mw1 = Kg/cm

(36)

Mengingat bahwa :

M w1 = W w1 . w ……… ( Umar sukrisno hal – 122 )

Ww1 = 0,2 . dd3 w = 120 Kg /cm2 Maka, dd13 = 120 . 2 , 0 1 w M dd1 = 24 8850 3 dd1 = 7,1 cm

- Bila poros cacing dianggap sebagai roda gigi, maka tinggi giginya adalah : 1,25 x mn

- Bila demikian bila didasarkan atas tinggi gigi, diameter dasarnya adalah :

dd1 = d4 – 2.1,25 mn ……… ( Umar sukrisno hal – 122 )

d4 = 110 mm

mn = 16 mm

dd1 = d4 – 2,5 mn

(37)

- Antara 2 hasil yang sedikit berbeda ini diambilkan yang terbesar, yaitu :

dd1 = 71mm

- Dengan langkah ini kita harus mengadakan koreksi lagi, sehingga hasilnya menjadi sebagai berikut : dt1 = dd1 + ( 2 x 1,25 mn ) dt1 = 71 + ( 2,5 x 16 ) dt1 = 111 mm dt1 = d4 + 2 mn dt1 = 111 + ( 2 x 16 ) dt1 = 143 mm

Perhitungan roda gigi cacing

(38)

*dt2 = Cos z mn. 2 = 0 ' 20 . 8 36 16 Cos x *dt2 = 582,5 mm *dd2 = dt2 – ( 2 x 1,25 mn ) dd2 = 582,5 – ( 2,5 x 16 ) dd2 = 542,5 mm *dt2 = dt2 + ( 2 . mn ) dt2 = 582,5 + ( 2 x 16 ) dt2 = 614,5 mm - Panjang gigi : *b = . mn b = 8 x 16 = 128 mm

Poros roda cacing

(39)

Dimana , Ww2 = 0,2 d23 Jadi , Mw2 = 0,2 d23 x 120 Maka : d23 = 120 2 , 0 2 x Mw d2 = 24 179050 3 d2 = 19,5 cm

BAB V

DATA SPESIFIKASI

(40)

Dari hasil percobaan, hasil perhitungan yang didapat, akhirnya data – data yang dibutuhkan untuk merancang dan membuat roda gigi cacing telah lengkap. Adapun data – data tersebut adalah sebagai berikut :

Tenaga Penggerak P1 = 86 DK

Tenaga Efektif P2 = 50 DK

Putaran untuk Poros Cacing n1 = 720 rpm

Putaran untuk Roda Cacing n2 = 20 rpm

Jumlah gigi z1 = 1

Jumlah gigi z2 = 36

Konstanta bahan Roda gigi C = 100 Kg/cm2

Bahan Poros Baja St 70 w= 120 Kg/cm2

(41)

Diameter Tusuk dt2 = 582,5 mm

Diameter Poros d2 = 1950 mm

Diameter Roda Gigi d1 = 614,5 mm

BAB VI

PENUTUP DAN SARAN

(42)

Dalam perencanaan elemen mesin III pokok pembahasan yang dibahas tebilang sedikit. Tetapi dengan sedikit itulah, kita focus pada permasalahan atau kasus tertentu.

Roda gigi merupakan kasus yang hamper mendominasi pada elemen mesin III. Walaupun tidak seluruhnya, tetapi roda gigi juga menepati urutan prioritas untuk dibahas pada elemen mesin III.

Saran yang akan dikemukakan pada perencanaan roda gigi cacing adalah perawatan yang intensif terhadap system – system dari roda gigi. Misalnya, dengan memperhatikan pelumasan pada pegangan antara dua roda gigi.

Untuk perancangan dari segi bentuk tidak bermasalah, tetapi yang harus diperhatikan adalah segi perawatannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Khurmi, RS, A Text Book Of Machine Design. Eurasio House. 1982. New Delhi. 2. Robert L Norton. Machine Design an Integgrated Approach. Prentice hall

(43)

3. Sukrisno Umar. Bagian – bagian Mesin dan Merencana. Erlangga. Jakarta.1983. 4. Sularso,Ir, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT Pradnya Paramita. Jakarta 1978.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi roda gigi
Gambar  2.1 Macam – macam roda gigi
Gambar 3.1  Bagian roda gigi cacing.
Gambar 3.2 Lengkungan Involut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Poros Ulir cacing dan Roda Gigi cacing sebagai bagian komponen dari alat Reduser yang akan dirakit pada

Roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana giginya berjajar pada dua bidang silinder (disebut ?bidang jarak bagi?) ; kedua bidang silinder tersebut bersinggungan dan

Dari penelitian aplikasi spreadsheet pada perancangan roda gigi lurus, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil kalkulasi/perhitungan perancangan pada roda gigi lurus

Pasang benda kerja pada cekam mesin frais, setting posisi nol cuter terhadap bagian diameter lengkung benda kerja untuk menentukan kedalaman gigi yang akan dibuat nantinya..

PERANCANGAN RODA GIGI LURUS PADA SEPEDA MOTOR SUPRA X.

Mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar dari pada roda gigi kerucut lurus, sehingga dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros roda

Pada pengaruh pembebanan terhadap kekuatan roda gigi miring komposit ini saya melakukan pengujian terhadap kekuatan yang dihasilkan dari pengujian roda gigi miring

Roda gigi lurus dipakai untuk memindahkan gerakan putaran antara poros-poros yang sejajar.. Yang biasanya berbentuk silindris dan gigi-giginya adalah lurus dan