BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sesuai
dengan Pasal 28A Undang‐Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa“setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”, maka jual‐belipun adalah hak setiap individu/ manusia, dikatakan
demikian karena jual beli merupakan suatu kegiatan manusia yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari‐hari.
Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan
mulai dari jual beli biasa seperti jual beli permen di kios-kios sampai jual beli
yang dilakukan secara tertulis seperti jual beli tanah, bebas untuk dilakukan
dengan syarat tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada transaksi jual beli, terkandung suatu perjanjian yang melahirkan hak
dan kewajiban bagi para pihaknya. Penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak
milik atas barang yang dijualnya, sekaligus berhak untuk menuntut pembayaran
harga yang telah disetujui, sedangkan pembeli berkewajiban untuk membayar
harga barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas
barang yang dibelinya.
1Pembayaran yang harus dilakukan oleh pembeli dapat
ditempuh dengan berbagai cara, yaitu pembayaran secara tunai seketika atau
1
pembayaran secara cicilan/ kredit, hal ini tergantung dari apa yang disepakati
sebelumnya oleh penjual dan pembeli.
Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan.
Manusia harus berusaha dengan cara bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan
tersebut. Bekerja dapat dilakukan sendiri tanpa harus bekerja pada orang lain,
misalnya dengan berwiraswasta. Seorang wiraswasta membutuhkan tempat usaha
yang strategis, terutama bila usaha yang digeluti tengah tengah mengalami
kemajuan pesat. Untuk mendapatkan tempat usaha yang baru tersebut ada
berbagai cara yang dapat ditempuh, diantaranya adalah dengan melakukan jual
beli mobil kredit dengan pihak lain. Adanya hubungan jual beli mobil kredit
etersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan antara penjual dan pembeli yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian sendiri bisa berupa perjanjian
lisan bisa pula dalam bentuk perjanjian tertulis.
2Dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu
perjanjian, diperlukan 4 syarat, yaitu adanya sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya, kecakapan untuk membuat perikatan, hal tertentu dan suatu sebab yang
halal. Dengan memenuhi persyaratan ini, masyarakat dapat membuat perjanjian
apa saja. Pasal 1320 KUHPerdata disebut sebagai ketentuan yang mengatur asas
konsesualisme, yaitu perjanjian adalah sah apabila ada kata sepakat mengenai
hal-hal yang pokok dari perjanjian. Hal ini berkaitan dengan asas kebebasan
berkontrak dalam membuat semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, yang disimpulkan dari
2
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, sehingga perjanjian harus dibuat dengan
memenuhi ketentuan Undang-Undang, maka perjanjian tersebut mengikat para
pihak yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak
tersebut.
Perjanjian merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang satu
dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek
hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang disepakati.
Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata, berbunyi : “Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih dengan mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lebih.”
3Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan
oleh manusia adalah, kendaraan roda empat (mobil). Kendaraan roda empat
(mobil) saat ini menjadi salah satu kebutuhan utama transportasi bagi sebagian
masyarakat Indonesia, karena dipandang dari sudut fungsionalnya, kendaraan roda
empat (mobil) dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi keluarga maupun
mengangkut barang, serta lebih efisien dan praktis untuk dipergunakan berpergian
ke luar kota. Untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan kendaraan roda
empat (mobil), maka banyak perusahaan yang bergerak dibidang jual beli
kendaraan roda empat (mobil). Namun disamping jual beli kendaraan roda empat,
banyak juga perusahaan yang bergerak dalam bidang jual beli mobil secara kredit
tersebut.
3
Pengertian jual beli berdasarkan ketentuan Pasal 1457 K.U.H.Perdata
adalah: Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain membayar harga yang
telah dijanjikan. Hukum perjanjian menganut azas kebebasan berkontrak, yang
berarti bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada seseorang untuk membuat perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum serta kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak ini
ditafsirkan dari Pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Perdata yang menyatakan, bahwa:
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi
mereka yang membuatnya. Disamping jual beli yang diatur dalam Pasal 1457
K.U.H.Perdata, di dalam praktek dapat terjadi perjanjian jual beli lainnya asal
memenuhi syarat sahnya perjanjian seperti perjanjian jual beli secara tunai,
perjanjian jual beli secara kredit, perjanjian jual beli dengan garansi ataupun tanpa
garansi. Di dalam suatu perjanjian jual beli, pihak pembeli biasanya akan selalu
meneliti keadaan dan kondisi suatu barang yang akan dibelinya, apakah dalam
kondisi baik ataukah ada kecacatan. Namun apabila barang yang dijual belikan
berupa kendaraan roda empat (mobil) secara kredit, maka pihak pembeli tidak
mungkin dapat mengetahui kondisi kendaraan roda empat (mobil) secara kredit
apabila tidak dicoba secara langsung guna mengetahui pakaha berfungsi atau
tidak. Untuk itu seseorang yang membeli kendaraan roda empat (mobil) dapat
menuntut terhadap penjual apabila pada kendaraan roda empat (mobil) yang telah
dibelinya ternyata terdapat adanya cacat tersembunyi yang tidak diketahui pada
menyatakan bahwa: Penjual wajib untuk menjamin cacat tersembunyi yang
terdapat pada barang yang dijualnya, yang mengakibatkan barang itu tidak dapat
dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau yang mengurangi daya
pemakaian itu sedemikian rupa.
Dalam praktek perjanjian lembaga sewa guna memiliki posisi yang kuat bila di
bandingkan dengan pembeli hal ini dikarena adanya resiko yang tidak mau diambil oleh
pihak sewa guna apabila terjadinya kemacetan dalam angsuran yang telah ditetapkan
kedua belah pihak. Maka dibuatlah klausula‐klausula yang memberikan hak kepada
penjual untuk menuntut dan penarikan barang menurut perjanjian yang dilakukannya.
Jika terjadi persoalan, umumnya yang ditarik adalah obyek dari perjanjian. Penarikan
menurut Undang‐Undang akan memerlukan waktu yang relatif lama, karena harus
melalui perintah Hakim. Untuk menghindari risiko tersebut, sering pihak penjual
menempuh jalan pintas dengan penarikan barang obyek sewa guna (otomotif) secara
langsung.4
Sepeti halnya suatu perjanjian antara pelaku usaha yang pada umumnya lebih
kuat, dihadapkan dengan pihak konsumen yang cenderung mempunyai posisi lemah,
bagi pihak yang lemah hanya terdapat dua pilihan, yaitu apabila mereka membutuhkan
jasa atau barang yang ditawarkan kepadanya, maka ia harus menyetujui semua syarat‐
syarat yang diajukan kepadanya, tanpa menghiraukan apakah konsumen mengetahui
dan atau memahami urusan perjanjian tersebut atau tidak, dan sebaliknya, apabila
mereka tidak menyetujui syarat‐syarat yang diajukan kepadanya, maka mereka harus
meninggalkan atau tidak mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha tersebut (take it
4
Abdulkadir, Muhammad. Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan.
or leave it contract). “Dalam perjanjian baku sering ditemukan pencantuman klausula‐
klausula yang antara lain mengatur cara, penyelesaian sengketa, dan klausula
eksonerasi, yaitu klausula yang mengandung kondisi membatasi atau bahkan
menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak
pelaku usaha.”5
Walaupun telah ada tentang perijinan kegiatan jual beli angsuran dan sewa
secara kredit. Namun pengaturan lembaga sewa guna tersebut tidak menjelaskan secara
rinci, tentang kedudukan pembeli/penyewa‐guna‐konsumen dalam lembaga sewa beli.
Keadaan yang demikian telah mendorong instansi terkait untuk melindungi konsumen
terhadap keadaan‐keadaan yang tidak seimbang yang diciptakan oleh pelaku usaha.
Pemberian kredit secara luas dimasyarakat seperti pada masa sekarang ini
menampakkan adanya usaha untuk memberikan kesempatan bagi pihak ekonomi
menengah dan ekonomi lemah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka
meningkatkan status sosial dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kehidupan sehari‐hari,
kata kredit bukan merupakan hal yang asing bagi masyarakat.Kredit tidak hanya
dijumpai di perkotaan namun juga dipedesaan. Karena pada umumnya seperti pada
masa sekarang ini dalam memperoleh barang atau kebutuhan hidupnya masyarakat di
kota atau di desa memperoleh dengan cara kredit. Yang dimaksud jual beli secara kredit
disini adalah jual beli yang cara pembayarannya atau dengan kata lain pembayarannya
secara diangsur atau bertahap, tidak sekaligus atau tunai dengan jangka waktu yang
telah ditentukan oleh masing‐masing pihak yang membuat perjanjian jual beli itu.
Mengingat pentingnya kedudukan cara pemenuhan kebutuhan manusia secara kredit
5
dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, sudah semestinya jika pemberi
kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak
jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang
berkepentingan. Perkembangan kebutuhan kredit dan pemberian fasilitas kredit
memerlukan jaminan demi keamanan pengembalian atau angsuran kredit tersebut.6
Dari hal di atas maka dapat dilihat dalam jual beli secara kredit mobil di PT BII
Finance Center tersebut, memberikan kredit kepada leasing yang mendanai. Karena jual
beli mobil secara kredit itu belum lunas pembayarannya atau masih dalam masa cicilan
atau masa angsuran sesuai perjanjian kredit jangka waktu kredit yang telah disepakati.
Oleh karena disebabkan hal‐hal diatas maka sebagai pembeli yang telah membuat surat
perjanjian jual beli mobil secara kredit dengan
pihak PT BII Finance Center, yang bersangkutan belum lunas pembayarannya.
Dalam suatu masyarakat yang sudah sangat berkembang seperti Indonesia,
perjanjian jual–beli kendaraan secara kredit yang paling sederhana sampai yang paling
canggih setiap hari dibuat, adapun suatui perjanjian yang dibuat ada yang lisan, ada yang
dengan akta dibawah tangan,ada pula pihak‐pihak yang sengaja datang kepada notaris
dan minta agar dibuatkan akta jual‐beli,tidak jarang dari perjanjian tersebut tidak
dilakukan oleh salah satu pihak,sehingga timbul masalah,apabila tidak dapat
diselesaikan secara damai,tentu dengan terpaksa akan diselesaikan dengan jalur
pengadilan.7
6
Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi: Jual Beli, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004, hal 8
7
Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam
bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Mobil Kredit (Studi pada PT BII Finance Center).”
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Tanggungjawab pelaku usaha dan konsumen dalam perjanjian jualbeli jika barang (mobil) secara kredit hilang dan musnah?
2.
Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap nasabah atas pemberian perjanjian
kredit menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen?
3.
Bagaimana
Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Jalur Non Litigasi danLitigasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui Tanggungjawab pelaku usaha dan konsumen dalam
b. Untuk mengetahui Perlindungan Hukum terhadap nasabah atas pemberian
perjanjian kredit menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
c. Untuk mengetahui Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Jalur Non Litigasi
dan Litigasi.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
a. Sebagai bahan masukan teoritis bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman hukum jual beli kredit.
b. Untuk menerapkan pengetahuan penulis secara praktis agar masyarakat
mengetahui bagaimana upaya hukum bagi para dalam perjanjian jual beli
kendaraan roda empat (mobil) kredit.
D. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Mobil Kredit (Studi pada PT BII Finance Center), judul skripsi ini
belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.
Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif,
yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi:
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.8 Langkah
pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum
primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan‐peraturan yang berkaitan
dengan Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata, Undang‐ Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dan undang‐undang No. 10 tahun 2009.
Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan
persoalan ini dalam perspektif hukum kepariwisataan.
2. Data dan Sumber Data
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 9:
a.
Bahan hukum primer yaitu bahan‐bahan hukum yang isinya mempunyaikekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain Kitab
Undang‐Undang Hukum Perdata, Undang‐ Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan undang‐undang No. 10 tahun 2009.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskanmengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku‐buku,
makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara10 :
a. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan
sistematis buku‐buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet,
8
Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986) hal 9-10. 9
Ibid, hal 51-52 10
peraturan perundang‐undangan dan bahan‐bahan lain yang berhubungan
dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu
data yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang
akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode
kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis,
yaitu data‐data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap‐tiap bab berbagi atas beberapa sub‐
sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang
Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan
Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli Secara Kredit. Bab ini berisikan tentang Perlindungan Hukum
Perlindungan Konsumen, Perjanjian Kredit ditinjau dari Undang‐undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Jual beli
menurut KUH Perdata.
BAB III :
Pelaksanaan
Perlindungan
Hukum
Bagi
Konsumen
Dalam
Perjanjian
Jual
Beli
Mobil Kredit. Bab ini berisikan tentang Proses/Prosedur
perjanjian jual beli Jual Beli Mobil secara kredit, Dasar Hukum Perjanjian
Jual Beli, Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli, Ketentuan
Jual
Beli
Mobil Kredit dan Mekanisme Pemberian kredit.
BAB IV : Upaya‐Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Konsumen PT BII FINANCE
CENTER Apabila Dirugikan Dalam Jual Beli Mobil Kredit. Bab ini berisi
tentang Perlindungan Hukum terhadap nasabah atas pemberian
perjanjian kredit menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui
Jalur Non Litigasi dan Litigasi.
BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian
bab‐bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran‐saran.