• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Harapan Pelanggan (Customer Expectation)

Menurut Olson dan Dover (dikutip dalam Zeithaml, 2007), Customer Expectation merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Meskipun demikian, dalam beberapa hal belum tercapai kesepakatan, misalnya : sifat standar harapan yang spesifik, jumlah standar yang digunakan, maupun sumber harapan.

Parasuraman, et al. (1991), menyatakan suatu argumen bahwa kunci untuk mencapai pelayanan superior adalah dengan memahami dan menanggapi harapan pelanggannya. Sejalan dengan penelitian yang mereka lakukan, dua macam harapan yang muncul kedua-duanya dapat berubah dari waktu ke waktu untuk suatu pelayanan dimasa mendatang pada pelanggan yang sama.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan Customer Expectation yaitu pelanggan yang secara kontiniu dan berulang-ulang datang kesuatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.

Customer Expectation selalu berubah-ubah setiap waktu, dipengaruhi oleh produsen, supplier dan faktor yang dapat dikontrol. Faktor tersebut antara lain seperti iklan, harga, teknologi baru dan inovasi produk. Customer Expectation

(2)

13 merupakan gabungan dari beberapa elemen, seperti layanan yang diinginkan (desired service), layanan yang cukup (adequate service), harapan layanan (predicted service) dan wilayah toleransi (zone of tolerance) yang berada antara layanan yang diharapkan dan layanan yang cukup.

2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Customer Expectation

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya Customer Expectation yang bisa diklasifikasikan dalam 10 determinan (Zeithaml, et al 2009:87), yaitu:

1. Enduring service intensifiers

Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap produk. Termasuk didalamnya adalah ekspektasi yang dipengaruhi orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang suatu produk.

2. Personal needs

Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan ekspektasinya. Kebutuhan personal meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.

(3)

14 3. Transitory service intensifiers

Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap produk.

4. Perceived service alternatives

Perceived service alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat layanan perusahaan lain sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap produk tertentu cenderung akan semakin besar.

5. Self perceived services roles

Faktor ini mencerminkan persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatannya dalam mempengaruhi layanan atas produk yang diterimanya.

6. Situational factor

Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi produk, yang berada diluar kendali perusahaan. 7. Explicit service promises

Faktor ini merupakan pernyataan atau janji (secara personal maupun nonpersonal) organisasi tentang layanannya atas produk kepada para pelanggan.

(4)

15 8. Implicit service promises

Faktor ini menyangkut petunjuk (clues) berkaitan dengan layanan, yang memberikan kesimpulan atau gambaran bagi pelanggan tentang produk seperti apa yang seharusnya diterimanya.

9. Word of mouth

Word of mouth merupakan pernyataan (secara personal maupun nonpersonal) yang disampaikan oleh orang lain selain penyedia layanan kepada pelanggan.

10.Past experience

Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang diterimanya dari masa lalu.

Selain dipengaruhi oleh 10 faktor diatas, Customer Expectation juga ikut menentukan dan mempengaruhi Perceived Quality dan Perceived Value, sehingga dapat menimbulkan Customer Satisfaction (Zeithaml dan Bitner : 2009). Pembahasan mengenai Perceived Quality, Perceived Value dan Customer Satisfaction akan dibahas pada sub bab berikutnya.

2.2 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Aaker Perceived Quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang

(5)

16 berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Perceived Quality dapat memberikan nilai (dalam Freddy Rangkuti (2008:41).

Menurut Darmadi Durianto dkk (2004:96) Perceived Quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk.

Perceived Quality yaitu citra dan reputasi produk dengan harga serta tanggung jawab perusahaan (produk yang dijual pada pelanggan). Menurut Aaker (1997, p. 124), kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap seluruh kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan sehubungan dengan yang diharapkan.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, maka Perceived Quality merupakan model yang digunakan untuk mengukur tentang kesempurnaan sebuah produk. Perceived Quality tidak dapat ditetapkan secara obyektif sesungguhnya karena lebih merupakan persepsi dan kepentingan pelanggan.

Untuk mendapatkan persepsi kualitas yang tinggi yaitu dengan memberikan kualitas produk kepada pelanggan, memahami tanda-tanda kualitas pembeli, mengkomunikasikan pesan kualitas tersebut dengan meyakinkan, dan mengidentifikasikan dimensi penting dari kualitas.

(6)

17 2.2.1 Dimensi Perceived Quality

Zeithaml, et al (2009:111) mengidentifikasikan dimensi Perceived Quality meliputi lima dimensi pokok yaitu:

1. Tangibles (bukti langsung), yaitu bukti fisik dari produk yang menunjang penyampaian pelayanan.

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan dengan segera, akurat dan memuaskan sesuai dengan yang dijanjikan. Hal ini berarti memberikan pelayanannya secara tepat sejak pertama kalinya.

3. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan dan kesigapan dari perusahaan untuk membantu pelanggan dalam memberikan pelayanan dengan sebaik mungkin.

4. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya pelanggan terhadap produk.

5. Empathy (empati), yaitu perhatian yang tulus yang diberikan kepada para pelanggan, yang meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan dengan pelanggan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

(7)

18 2.2.2 Faktor-Faktor yang Membangun Perceived Quality Dalam Perusahaan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun Perceived Quality menurut David Aaker Managing Brand Equity yang dikutip dari Darmadi Durianto (2004:04) yaitu terdiri dari 5 faktor yaitu:

1. Komitmen terhadap kualitas

Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus.

2. Budaya kualitas

Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya dan nilai-nilainya.

3. Informasi masukan dari pelanggan

Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Sering kali para pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya.

4. Sasaran atau standar yang jelas

Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. 5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif

Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif.

(8)

19 Selain dipengaruhi oleh 5 faktor diatas, Perceived Quality juga ikut menentukan dan mempengaruhi Perceived Value dan Customer Satisfaction (Zeithaml, et al (2009:111). Pembahasan mengenai Perceived Value dan Customer Satisfaction akan dibahas pada sub bab berikutnya.

2.3 Persepsi Nilai (Perceived Value)

Menurut Kotler dan Armstrong (2010, p37), Perceived Value adalah evaluasi pelanggan mengenai perbedaan antara seluruh keuntungan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan relatif berdasarkan tawaran-tawaran yang bersaing.

Menurut Kotler dan Keller (2009:173) Perceived Value adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat ekonomis, fungsional dan psikologis yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu. Menurut Kotler Perceived Value adalah selisih antara total customer cost (jumlah nilai bagi pelanggan) dan total customer cost (biaya total bagi pelanggan). Total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost (biaya total bagi pelanggan) adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk atau jasa tersebut.

(9)

20 Menurut Zeithaml, et al (2009:528) perceived value is the customer’s overall assessment of the utility of a service based on perception of what is received and what is given artinya nilai pelanggan sebagai penilaian keseluruhan pelanggan terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diberikan.

Berdasarkan dari berbagai definisi diatas maka Perceived Value adalah penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan.

2.3.1 Dimensi Perceived Value

1. Emotional value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif atau emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.

2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri-sosial pelanggan.

3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. 4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi

(10)

21 Menurut Zeithaml, et al (2009:524) pelanggan mengemukakan pendapat tentang nilai dalam empat kategori, yaitu:

1. Value is low price

Kelompok pelanggan menganggap bahwa harga murah merupakan value yang paling penting buat mereka sedangkan kualitas sebagai value dengan tingkat kepentingan yang lebih rendah.

2. Value is whatever I want in a product or service

Bagi pelanggan dalam kelompok ini, value diartikan sebagai manfaat atau kualitas yang diterima bukan hanya semata-mata harga atau value namun value adalah sesuatu yang dapat memuaskan keinginan.

3. Value is the quality I get for the price I pay

Pelanggan dalam kelompok ini mempertimbangkan value adalah sesuatu manfaat atau kualitas yang diterima sesuai dengan besaran harga yang dibayarkan.

4. Value is what I get for what I give

Pelanggan menilai value berdasarkan besarnya manfaat yang diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dikeluarkan baik dalam bentuk besarnya uang yang dikeluarkan, waktu dan usahanya.

(11)

22 Parasuraman, et al. (1998), menyebutkan bahwa pelanggan memberikan suatu nilai dan bertindak berdasarkan hal itu, dan mereka memperhitungkan atau mengevaluasi penawaran mana yang akan memberikan nilai tertinggi. Penawaran yang memberikan manfaat lebih bagi pelanggan akan mempengaruhi kepuasan dan kemungkinan pelanggan akan cenderung memilih satu merek. Oleh sebab itu Perceived Value mempengaruhi Customer Satisfaction dan Brand Preference. Pembahasan yang lebih jelas mengenai Customer Satisfaction dan Brand Preference akan dibahas pada sub bab berikutnya.

2.4 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

Menurut Kotler (2009) Customer Satisfaction adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya. Pelanggan merasa puas kalau harapan mereka terpenuhi, dan merasa amat gembira kalau harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal pada perusahaan.

Menurut Day (dalam Tse dan Wilton, 2007:45) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

(12)

23 Menurut Engel, et al (2007:53) kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.

Berdasarkan beberapa definisi kepuasan pelanggan diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi konsumsi terhadap produk yang dikonsumsinya. Evaluasi tersebut merupakan intensitas respon afektif pada periode tertentu berupa perasaan dan sikap terhadap produk yang pernah dikonsumsinya.

2.4.1 Konsep Customer Satisfaction

Agar dapat bertahan di dunia persaingan bisnis, maka produsen produk harus berusaha sekeras mungkin agar pelanggan tidak pergi. Agar pelanggan tidak pergi hendaknya produsen harus memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Untuk mewujudkannya maka perusahaan harus melakukan empat hal yaitu sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi mengenai siapa yang akan menjadi pelanggan b. Memahami tingkat harapan pelanggan atas harga produk atau

kualitas produk

c. Memahami strategi kualitas produk yang dihasilkan untuk pelanggan

(13)

24 d. Memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan

pelanggan

2.4.2 Pengukuran Customer Satisfaction

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan mereka dan pelanggan pesaing. Kotler, et al (dalam Tjiptono dan Chandra 2005:210) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu:

1. Sistem keluhan dan saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati konsumen), menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran telepon khusus (customer hot lines), dan lain-lain.

2. Ghost shopping (Mystery shopping)

Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya

(14)

25 mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut.

3. Lost customer analysis

Perusahaan berusaha menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

4. Survei kepuasan pelanggan

Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggan. Pengukuran kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai cara (Tjiptono,2005:211):

1). Directly reported satisfaction

Pengukuran dilakukan secara langsung, melalui pertanyaan dengan skala berikut : sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju.

(15)

26 Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan palanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya yang mereka rasakan.

3). Problem analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari produsen produk. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.

4). Importance-performance analysis

Dalam teknik ini, responden diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu responden juga diminta merangking seberapa baik kinerja produsen produk dalam masing-masing elemen/ atribut tersebut.

2.4.3 Dimensi Customer Satisfaction

Atribut-atribut dari kepuasan konsumen yang berkaitan dengan produk secara universal menurut Dutka (1994:41) meliputi:

(16)

27 a. Value-price relationship, merupakan faktor sentral dalam menentukan kepuasan pelanggan, apabila nilai yang diperoleh pelanggan melebihi apa yang dibayar, maka suatu dasar penting dari kepuasan pelanggan telah tercipta.

b. Product quality, merupakan penilaian dari mutu suatu produk. c. Product benefit, merupakan manfaat yang dapat diperoleh

pelanggan dalam menggunakan suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dan kemudian dapat dijadikan dasar positioning yang membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya.

d. Product features, merupakan ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh suatu produk sehingga berbeda dengan produk yang ditawarkan pesaing.

e. Product design, merupakan proses untuk merancang gaya dan fungsi produk yang menarik dan bermanfaat.

f. Product reliability and consistency, merupakan keakuratan dan keterandalan produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu dan menunjukkan pengiriman produk pada suatu tingkat kinerja khusus.

g. Range of product or service, merupakan macam dari produk atau jasa layanan yang ditawarkan oleh perusahaan.

(17)

28 2.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Customer Satisfaction

Menurut Lupiyoadi (2001:158), terdapat lima faktor utama yang dapat mempengaruhi Customer Satisfaction, yaitu:

1. Kualitas produk

Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen rasional selalu menuntut produk yang berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak pelanggan.

2. Kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan terutama dibidang produk, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan produk yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk perusahaan.

3. Emosional

Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan

(18)

29 karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

4. Harga

Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

5. Biaya

Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

Kunci untuk membangun dan mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan yaitu dengan memenuhi kebutuhan dan memuaskan pelanggan sehingga dapat terciptanya Brand Preference pada pelanggan. Pelanggan sering dihadapkan pada sejumlah produk yang membingungkan untuk dipilih. Oleh karenanya, brand preference dipengaruhi oleh Customer Satisfaction. Pembahasan mengenai Brand Preference akan dibahas pada sub bab berikutnya.

(19)

30 2.5 Preferensi Merek (Brand Preference)

Menurut Kotler dan Keller (2009 :50) preferensi merek merupakan salah satu bentuk apresiasi pelanggan terhadap merek . Preferensi merek menjadi penting karena preferensi merek merupakan tahapan yang dilakukan menuju loyalitas merek. Menurut Lou dan Lee (2009: 49) bahwa preferensi merek adalah keadaan dimana pelanggan menyukai merek karena merek tersebut menyenangkan. Preferensi merek terjadi pada tahap evaluasi alternatif dalam pengambilan keputusan pembelian.

Menurut Hellier (2003) dalam Ardhanari (2008:2) preferensi merek merupakan tingkatan dimana pelanggan menghendaki jasa yang diberikan oleh perusahaannya sekarang ini sebagai perbandingan pada jasa yang diberikan oleh perusahaan lain dengan rangkaian pertimbangan.

Kotler dan Armstrong (1996:284) mengatakan bahwa brand preference adalah “buyers select them over the others” artinya suatu merek yang cenderung dipilih oleh seorang konsumen diantara merek lainnya.

Dari berbagai definisi diatas maka brand preference dapat diartikan sebagai kecenderungan seorang konsumen untuk menyukai dan memilih suatu merek dibanding merek yang lain, yang mungkin diakibatkan karena kebiasaan atau pengalaman masa lalu yang baik dengan merek tersebut sehingga akan membentuk keinginannya untuk membeli brand tersebut.

(20)

31 2.5.1 Dimensi Preferensi Merek

Dimensi yang digunakan untuk mengukur preferensi merek (Jamal dan Goode, 2007:106) adalah:

1. Lebih cenderung memilih satu merek dibandingan dengan merek-merek yang lain.

2. Lebih cenderung membeli satu merek dibandingkan dengan merek-merek yang lain

3. Lebih menyukai satu merek tertentu dibandingkan dengan merek-merek lain

4. Tidak ada alasan untuk tidak mengkonsumsi merek tersebbut.

Pelanggan pada awalnya berada dalam kondisi sadar (aware) dengan suatu merek, setelah itu muncul minat pelanggan terhadap merek dan dapat meningkat menjadi suka akan merek. Pelanggan yang telah memiliki perasaan suka akan merek tidak serta merta memiliki kecenderungan untuk membeli merek tersebut karena mempertimbangkan faktor lain dalam keputusan pembeliannya.

Preferensi merek yang kuat mempunyai derajat kesukaan pelanggan yang kuat terhadap suatu merek. Perusahaan yang mampu mengembangkan preferensi merek akan mampu mempertahankan serangan dari para pesaing (Ardhanari, 2008). Brand Preference seringkali ditemukan sebagai variabel yang langsung mempengaruhi keinginan pelanggan untuk membeli brand.

(21)

32 Preferensi merupakan kecenderungan akan sesuatu yang biasanya diperoleh setelah konsumen membandingkan sesuatu tersebut dengan sesuatu yang lainnya. Brand Preference dihasilkan dari perbandingan atau penilaian sebuah brand relative terhadap brand yang lainnya. Jika brand tersebut memiliki personality yang sesuai atau memberikan value yang optimal maka pelanggan akan cenderung menyukai brand tersebut (Fongana,2009).

Menurut Simamora (2002) ada beberapa langkah yang harus dilalui sampai pelanggan membentuk preferensi:

a. Diasumsikan bahwa pelanggan melihat produk sebagai sekumpulan atribut. Sebagai contoh, sebungkus kopi instant merupakan atribut yang terdiri dari rasa, kandungan kafein, harga, ukuran dan reputasi. Pelanggan yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang atribut apa yang relevan.

b. Tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing. Pelanggan memiliki penekanan yang berbeda-beda dalam menilai atribut apa yang paling penting. Pelanggan yang daya belinya terbatas, kemungkinan besar akan memperhitungkan atribut harga sebagai yang utama.

c. Pelanggan mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang letak produk pada setiap atribut. Sejumlah kepercayaan mengenai merek tertentu disebut kesan merek.

(22)

33 d. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk akan beragam sesuai

dengan perbedaan atribut.

e. Pelanggan akan sampai pada sikap terhadap merek yang berbeda melalui prosedur evaluasi. Proses evaluasi yang dimaksud adalah aturan kompensasi dan bukan kompensasi.

2.6 Penelitian Terdahulu

1. Phillip K Hellier (2003) melakukan penelitian dengan judul “Customer Repurchase Intention dengan Menggunakan General Structural Equation Model”. Studi ini mengembangkan model sektor jasa umum niat pembelian kembali dari literatur teori konsumen. Data yang digunakan untuk menguji proposisi penelitian diperoleh dengan sampel acak bertingkat. Sebuah kuesioner pos digunakan untuk survei pelanggan metropolitan pensiun pribadi atau asuransi mobil komprehensif dari empat perusahaan asuransi besar. Sebuah kontribusi utama dari model persamaan struktural adalah penggabungan persepsi pelanggan ekuitas dan nilai dan preferensi pelanggan merek menjadi analisis niat pembelian kembali terintegrasi. Model tersebut menggambarkan sejauh mana niat pembelian kembali pelanggan dipengaruhi oleh tujuh faktor penting-kualitas pelayanan, ekuitas dan nilai, kepuasan pelanggan, loyalitas masa lalu, diharapkan biaya switching dan preferensi merek. Model umum diterapkan untuk pelanggan layanan pensiun pribadi dan

(23)

34 asuransi mobil komprehensif. Analisa tersebut mendapati bahwa meskipun persepsi kualitas tidak secara langsung mempengaruhi kepuasan pelanggan, ia melakukannya secara tidak langsung melalui ekuitas dan persepsi pelanggan nilai. Studi ini juga menemukan bahwa lotalty pembelian masa lalu tidak berhubungan langsung dengan kepuasan pelanggan atau preferensi merek saat ini dan bahwa preferensi merek merupakan faktor intervensi antara kepuasan pelanggan dan niat pembelian kembali. Faktor utama yang mempengaruhi preferensi merek dianggap nilai dengan kepuasan pelanggan dan diharapkan switching cost memiliki pengaruh yang kurang.

2. Assegaff (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Pada Perusahaan Penerbangan PT. Garuda Di Kota Semarang“. Variabel yang digunakan adalah bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati (independent) dan kepuasan pelanggan (dependent). Sampel yang digunakan adalah orang-orang yang pernah menggunakan jasa transportasi Penerbangan PT. Garuda. Yang berjumlah 150. Teknik analisis data menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM) dengan program AMOS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1). Keandalan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan (sig. 0,027). (2). Ketanggapan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan (sig. 0,007). (3). Jaminan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan (sig. 0,023). (4). Berwujud (bukti fisik) berpengaruh terhadap

(24)

35 kepuasan pelanggan (sig. 0,05). Empati berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan (sig. 0,014).

2.7 Pengembangan Model Penelitian

Berdasarkan hasil telah pustaka mengenai hubungan kausalitas antara pengenalan Customer Expectation, Perceived Quality, Perceived Value, Customer Satisfaction dan Brand Preference, maka dikembangkan kerangka pemikiran teoritis yang mendasari penelitian ini seperti yang terlihat pada gambar 2.1 Gambar 2.1 Model Konseptual Perceived Quality Customer Expectation n Perceived Value Customer Satisfaction Brand Preference H4(+) H5(+) H1(+) H3(+) H2(+) H6(+) H7(+) H8(+)

(25)

36 2.8 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu pernyataan sementara atau dugaan yang paling memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya. Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan tinjauan penelitian, maka dapat ditarik hipotesis sementara dari penelitian ini, yaitu:

H1 : Customer Expectation berpengaruh secara positif terhadap Perceived Quality dari produk Luwak White Koffie.

H2 : Customer Expectation berpengaruh secara positif terhadap Perceived Value dari produk Luwak White Koffie.

H3 : Customer Expectation berpengaruh secara positif terhadap Customer Satisfaction dari produk Luwak White Koffie.

H4 : Perceived Quality berpengaruh secara positif terhadap Perceived Value dari produk Luwak White Koffie.

H5 : Perceived Quality berpengaruh secara positif terhadap Customer Satisfaction dari produk Luwak White Koffie.

H6 : Perceived Value berpengaruh secara positif terhadap Customer Satisfaction dari produk Luwak White Koffie.

H7 : Perceived Value berpengaruh secara positif terhadap Brand Preference dari produk Luwak White Koffie.

H8 : Customer Satisfactions berpengaruh secara positif terhadap Brand Preference dari produkLuwak White Koffie.

Referensi

Dokumen terkait

Guna menyikapi lonjakan kasus Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) paska liburan lebaran/Hari Raya Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 yang meningkat tajam di Kabupaten Blora

Dari hasil penelitian ini tidak terbukti bahwa jumlah penduduk, jumlah industri dan pendapatan per kapita memiliki pengaruh positif terhadap penetapan target

Idenya adalah mendapatkan satu demi satu sisi mulai dari yang berbobot terkecil untuk membentuk tree; suatu sisi walaupun berbobot kecil tidak akan diambil jika membentuk siklik

Pengujian aktivitas ekstrak bawang dayak dilakukan menggunakan biakan sel kanker kolon WiDr dan uji toksisitas menggunakan biakan sel nomal vero cell line , metode yang digunakan

Aktiva yang tidak  menghasilkan mer upakan  penem patan dana oleh bank  dalam asset yang tidak  menghasilkan k euntungan secar a financial, akan tetapi  penem patan

Selain itu diharapkan hasil penelitian yang penulis temukan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil kebijakan

penelitian juga dapat diketahui bahwa peserta KP- lbu yang mempunyai tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif dalam kategori baik adalah yang paling banyak mempunyai

Sedangkan untuk variabel pengawasan orang tua terhadap anak (X2) menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh orang tua dalam kategori tinggi, hal ini disebabkan