TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN
GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU,
KEC. TANJUNGBUMI, BANGKALAN
Skripsi:
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)
Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MOHAMMAD IMRON NIM: E82213065
JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Pluralisme merupakan faham tentang kemajemukan yang mana terdapat beraneka ragam ras dan agama yang hidup berdampingan dalam suatu lokasi. Skripsi ini merupakan penelitian lapangan yang berjudul “Toleransi Masyarakat Islam Terhadap Keberadaan Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua persoalan yaitu: Pertama, bagaimana sejarah berdirinya gereja pantekosta di Desa Telagabiru. Disini akan dipaparkan latar belakang berdirinya, tujuan berdirinya, dan perkembangannya. Kedua, Bagaimana toleransi masyarakat islam terhadap keberadaan gereja pantekosta di Desa Telagabiru. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dengan metode kualitatif. Metode ini menjadi langkah awal bagi penulis untuk melihat, mengamati dan menyelidiki fakta-fakta yang terjadi, setelah penulis melakukan wawancara, observasi,dan dokumentasi. Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari orang-orang yang dijadikan informan yaitu pemeluk agama tersebut dan tokoh masyarakat Desa Telagabiru. Landasan teori yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data ini di lihat dari Fenomena yang terjadi peneliti menggunakan teori tentang pluralisme pandangan Nurcholish Madjid, dan teori yang berkaitan. Hasil penelitian (kesimpulan) yang dapat diambil menunjukkan bahwa: Pertama, Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru berdiri sejak tahun 1987an perintisnya adalah Bapak Tambunan selaku tokoh agama Kristen yang datang ke Desa Telagabiru pada tahun 1957 dengan membawa ajaran Kristen dan menyebarkannya dengan cara mendatangi rumah ke rumah sebelum Gereja Pantekosta Berdiri. Pada saat pendirian Gereja Pantekosta juga melibatkan tokoh agama Islam sebanyak 30an karena di Desa Telagabiru mayoritas beragama Islam, dan juga meminta izin kepada pihak Pemerintahan di Desa, Kecamatan, dan Kabupaten. Kedua, Toleransi masyarakat Islam terhadap Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru terjalin secara rukun, dan damai, Hal ini karena masayarakat telah menyadari toleransi beragama. Keanekaragaman agama akan menjunjung tinggi kerukunan beragama di Desa Telagabiru dengan cara saling menghargai, menghormati, dan tolong menolong antar umat beragama. Akan tetapi toleransi di Desa Telagabiru ini juga berbentuk toleransi pasif yang mana toleransi tersebut hanya bersifat apatis atau tidak tahu menahu terhadap keberadaan Gereja Pantekosta serta toleransinya hanya juga bisa dikatakan apatis.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
4. Dampak Pluralisme dalam kehidupan Bermasyarakat ... 28
B. Pluralisme Perspektif Islam ... 31
1. Islam ... 31
2. Ayat Al-Qur’an tentang Pluralisme dalam Islam... 35
C. Pandangan Nurcholish Madjid tentang Plutalisme ... 42
BAB III: DESKRIPSI DATA PENELITIAN DI DESA TELAGABIRU A. Gambaran Umum Desa Telagabiru ... 46
1. Sejarah Desa Telagabiru ... 46
2. Letak Geografis ... 47
3. Kondisi Umum dan Keadaan Penduduk ... 48
4. Keadaan Pendidikan ... 50
6. Kondisi Keagamaan Masyarakat ... 52
7. Keadaan Sosial Budaya ... 53
B. Sejarah Berdirinya Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru ... 55
1. Selayang pandang Gereja Pantekosta di Indonesia ... 55
2. Latar Belakang Berdirinya Gereja Pantekosta ... 56
3. Tujuan Berdirinya ... 56
4. Aktivitas Gereja Pantekosta ... 57
5. Perkembangan Gereja Pantekosta ... 58
C. Toleransi Masyarakat Islam Terhadap Keberadaan Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru ... 60
BAB IV: ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU A. Kerukunan Umat Beragama di Desa Telagabiru ... 65
B. Sikap Toleransi Masyarakat Islam terhadap Kegiatan Keagamaan Gereja Pantekosta ... 68
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 73
C. Penutup ... 74
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan bagian dari kehidupan Bangsa yang turut serta
membentuk jiwa dan pandangan hidup manusia. Secara filosofis
sesungguhnya Agama di turunkan melalui para utusan dan Nabi sebagai
kritik dan pembawa kebaikan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di
kehidupan masyarakat. Agama dengan keyakinannya dapat mengisi
kekosongan batin serta mengatur seluruh aspek kehidupan. Bagi pemeluk
agama, manusia manusia dapat memahami makna tujuan hidupnya.
Dengan kata lain, manusia tanpa agama tidak dapat memahami makna dan
tujuan hidupnya.
Manusia adalah makhluk sosial yang secara fitrah tidak dapat
hidup sendirian, melainkan selalu ingin hidup menjalin hubungan dengan
sesamanya, yang kemudian membentuk kelompok untuk mempertahankan
eksistensinya, secara fitrah pula manusia menerima Agama sebagai
pedoman hidupnya guna untuk menjaga keharmonisan hubungan
sesamanya dan dengan Tuhannya.1
2
Indonesia merupakan Negara yang multikultural, dimana berbagai
ragam agama, budaya, dan ras menyatu di Bhinneka Tunggal Ika, yang
mana dapat hidup berdampingan secara damai hal ini di dapat di buktikan
dengan tumbuh suburnya berbagai Agama yakni Islam, Kristen Katolik
dan Protestan, Hindu, Budha, dan Khonghucu.
Kenyataan bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat beragam
merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Keragaman
Indonesia tidak saja tercermin dari banyaknya pulau yang dipersatukan di
bawah satu kekuasaan satu negara, melainkan juga keragaman warna kulit,
bahasa, etnis agama dan budaya. Karena itu yang menjadi persoalan
bukanlah kenyataan bahwa bangsa ini adalah amat beragam, melainkan
cara kita memandang dan mengelola keragaman tersebut. Disinilah letak
pentingnya pluralisme untuk dikaji.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XI yaitu pasal 29
ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
Agama dan kepercayaannya.2
Sudah sejak lama seluruh bangsa Indonesia selalu diingatkan agar
selalu hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat yang berbeda
suku bangsa, agama, ras, dan golongan. Ajakan agar selalu hidup
3
berdampingan dengan damai ini merupakan bentuk sosialisasi nilai yang
terkandung dalam pluralisme.
Agama sebagai suatu sistem sosial di dalamnya merangkum suatu
kompleks pola kalakuan batin yang diataati penganutnya. Dengan cara itu
pemeluk Agama baik secara pribadi maupun bersama-sama berkontak
pada yang Maha Suci, mereka mengungkapkan pemikirannya, isi hatinya
dan perasaannya kepada Tuhan menurut pola tertentu dan lembaga
tertentu.3
Ketika mengenai kebebasan beragama, Joachim Wach
Menjelaskan bahwa memilih dan memeluk suatu Agama atau sistem
kepercayaan yang dianut dan dipercayai, seseorang hendaknya tidak
dikarenakan adanya lantaran determinasi kultural melainkan atas
kebebasannya sendiri. Misalnya memilih Agama Kristen, Islam,
Hindu,maupun Budha. Karena merupakan pilihan universal.4
Sebagaimana telah dijabarkan dalam uraian diatas, Pluralisme telah
menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering dibicarakan
akhir-akhir abad 20, khususnya di Indonesia. Wacana ini sebenarnya ingin
menjembatani hubungan antar beragam perbedaan (khususnya agama)
yang seringkali terjadi disharmonis dengan mengatasnamakan, diantaranya
kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antar umat
beragama.
3 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta, Kanisius, 1983), 111.
4 Joachim wach, Ilmu Perbandingan Agama, Terj. Djamanhuri (Jakarta: Raja Grafindo
4
Pluralitas (keberagaman) dalam sebuah daerah tidak dengan
sendirinya menjadikan daerah tersebut serta merta disebut sebagai sebuah
masyarakat multikultural. Pluralitas tersebut didasari pada
keanekaragaman suku, budaya, agama dan bahasa. Untuk menggambarkan
keanekaragaman tersebut munculah istilah Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity) yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Oleh karena itu sebagai penganut dari ajaran Agama dan keyakinan
yang berbeda serta hidup dalam satu bangsa maka, kehidupannya dituntut
untuk menciptakan lingkungan bermasyarakat yang tentram, damai, dan
rukun sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa semua Agama
mempunyai ajaran tentang kebersamaan dan keselarasan hidup
bermasyarakat.5
Terkait isu pendirian rumah ibadah, pada hakikatnya pendirian
rumah ibadah merupakan hak setiap umat beragama. Rumah ibadah
merupakan sarana keagamaan yang dianggap memiliki peran penting bagi
pemeluk Agama di suatu tempat. Hal ini dikarenakan fungsinya yang
beragam, pendirian rumah ibadah di suatu wilayah dapat berfungsi sebagai
simbol “keberadaan” pemeluk agama. Rumah ibadah juga dapat
digunakan sebagai tempat menyiarkan Agama dan tempat melakukan
5
ibadah. Karena perannya yang penting tersebut, maka setiap umat
beragama berkeinginan untuk mendirikan tempat beribadah.6
Namun di beberapa wilayah lainnya tidak menutup kemungkinan
terdapat kondisi yang berbeda. Dimana masyarakat mau menerima dan
menghargai kehadiran golongan agama-agama lain, sehingga persoalan
seperti penolakan dan penghancuran dalam membangun tempat ibadah
tidak ada kendala dan berjalan lancar ataupun tidak adanya bentrok antar
umat beragama.
Agama Islam dan Kristen yang menjadi Agama mayoritas yang
pengikutnya sangat banyak. Kedua agama ini adalah agama monoteisme.
Dasar ajaran monoteismen adalah Tuhan yang satu, Tuhan Maha Esa,
Pencipta alam semesta. Penduduk indonesia mayoritas menganut Agama
Islam, dari Agama-agama lainnya akan tetapi yang menganut Agama
kristen juga sangat banyak.
Terlepas dari uraian di atas, seperti halnya di Desa Telagabiru
Kecamatan Tanjungbumi Kabupaten Bangkalan, disana terdapat sebuah
bangunan tempat beribadat umat Kristen yaitu Gereja satu-satunya yang
ada di Desa tersebut. Desa yang sangat kecil ini mayoritas penduduknya
beragama Islam akan tetapi juga ada yang menganut agama Kristen,
seperti halnya di negara indonesia.
6 Bashori A. Hakim dan Moh Saleh Isre, Fungsi sosial rumah ibadah dari Berbagai
6
Gereja di Desa Telagabiru ini sudah lama berdiri walaupun di Desa
tersebut mayoritas Muslim, gereja ini terletak di Dusun Pecenan tepatnya
di pinggir kiri jalan raya jalur dari kabupaten Bangkalan menuju
kabupaten Sampang. maka dari itu, ini merupakan suatu fenomena yang
menurut peneliti sangat menarik untuk dikaji.
Dan yang lebih menarik bagi peneliti, bahwasanya ketika pada hari
minggu peneliti pergi ke gereja dan pada saat peneliti keluar dari gereja
tersebut, salah satu masyarakat desa Telagabiru menghampiri peneliti dan
berkata “sedang apa kamu di gereja”. Dari kejadian ini peneliti berfikir
bahwasanya masyarakat Desa Telagabiru masih ada yang antusias
terhadap tindakan saya pada saat masuk ke dalam Gereja tersebut. Maka
dari itu Sangat menarik untuk kemudian peneliti untuk mengetahui atas
landasan apa seseorang yang menegur peneliti di depan Gereja
Oleh karena itu pluralisme dalam masyarakat Islam. Dan
memahami pluralisme dalam pandangan Nurcholish madjid perlu
mepraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari hal ini perlu dikarenakan
banyak sekali orang yang belum memahami pentingnya pluralisme untuk
dijadikan sebagai landasan untuk bertindak dan berkomunikasi dengan
orang yang berbeda pemahamannya, berbeda kepercayaan dan keyakinan,
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut untuk memperjelas dan
membatasi agar pembahasan tidak keluar dari judul penelitian ini, maka
peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Gereja di Desa Telagabiru?
2. Bagaimana Toleransi masyarakat Islam terhadap keberadaan Gereja di
Desa Telagabiru?
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang peneliti gunakan, maka
penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Gereja di Desa Telagabiru.
2. Untuk mengetahui bagaimana toleransi masyarakat Islam terhadap
keberadaan Gereja di Desa Telagabiru.
D. Kegunaan Penelitian
Setelah mengetahui tujuan penelitian, maka penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan
8
Secara Teoritis.
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangan ilmu Studi
Agama-agama.
Secara Praktis.
1. Bagi masyarakat Desa Telagabiru, penelitian ini diharapkan menjadi
salah satu sarana untuk mempererat kerukunan, ketentraman, umat
beragama.
2. Dapat memberikan kontribusi perkembangan keilmuan dan
memperluas cakrawala berfikir secara ilmiah tentang pluralisme
masyarakat beragama, sehingga dapat diambil hikmah dan
manfaatnya.
3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, serta mempertajam daya
kritis dan daya nalar serta melatih kepekaan terhadap
fenomena-fenomena keagamaan yang timbul di tengah masyarakat.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, sehingga terlihat jelas bahwa
kajian ini bukanlah pengulangan atau duplikasi dari kajian terdahulu.
9
beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan penulis
teliti. Hal ini digunakan sebagai rujukan bagi peneliti untuk melengkapi
tulisan, disini ada beberapa tulisan yang menurut peneliti ada kaitannya
dengan apa yang di tulis oleh peneliti.
Pertama Penelitian oleh Robi’atul Maulidah, berjudul “Studi
Tentang Keberadaan Gereja Pantekosta dan Dampaknya Terhadap
Kerukunan antar Umat Beragama di Kandangan”.7penelitian ini mengkaji
tentang keberadaan gereja pantekosta dan dampaknya terhadap kerukunan
antar umat beragama di kandangan. Studi ini bertujuan untuk
mendeskripsikan sejarah berdirinya gereja pantekosta pusat Surabaya yang
ada di kelurahan Kandangan, kecamatan Benowo, Kota Surabaya. Disertai
dengan Respon masyarakat muslim kandangan dari keberadaan gereja
tersebut.
Kedua penelitian oleh Mike Fithriyah Yuliati, berjudul “Studi
Keberadaan dan Tanggapan Masyarakat Terhadap Klenteng Tjoe Tik
Kiung di Trajeng Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan”.8 Penelitian ini
menjelaskan tentang seperti apa tanggapan masyarakat mengenai
keberadaan Klenteng Tjoe Tik Kiung di kota pasuruan. Serta bagaimana
sejarah berdirinya bangunan tempat beribadah umat Khonghucu tersebut.
7 Robi’atul Maulidah, “Studi tentang keberadaan gereja pantekosta dan dampaknya terhadap kerukunan antar umat beragama di Kandangan” (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
10
Ketiga penelitian oleh Fatkhatun Nikmah, berjudul “Persepsi Umat
Islam Terhadap Gereja Kristen Jawi Wetan Pesamuwan Desa Walikukun
Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi”.9Dalam Penelitian ini
dijelaskan bahwasanya umat islam di desa walikukun kecamatan
widodaren kabupaten ngawi mempunyai persepsi terhadap gereja jawi
wetan, dan di dalam penelitian ini terdapat pula latar belakang sejarah
berdirinya gereja jawi wetan dan aktivitas apa saja yang dilakukan.
Keempat penelitian oleh Zulfatul Laili, berjudul “Hubungan
Sosio-Kultural antara Masyarakat Islam dan Kristen di Desa Catak-Gayam
Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang”.10 Penelitian ini bertujuan
untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana bentuk hubungan
sosio-kultural antara masyarakat islam dan kristen dalam mewujudkan keukunan
hidup antar umat beragama di Desa Catak-Gayam Kecamatan Mojowarno
Kabupaten Jombang.
Kelima artikel jurnal yang di tulis oleh Ibnu Hasan Muchtar,
berjudul “ Respon Masyarakat dan Pemerintahan Daerah terhadap
Pertumbuhan Temoat Ibadat (Studi Kasus Penutupan Ruko dan Rumah Tinggal yang digunakan sebagai Tempat Ibadat Umat Kristen di Cianjur
Jawa Barat) “.11artikel ini bertujuan menemukan fakta mengenai
9 Fatkhatun Nikmah, “Persepsi umat islam terhadap gereja kristen jawi wetan pesamuwan Desa Walikukun kecamatan widodaren Kabupaten Ngawi” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2000).
10 Zulfatul Laili, berjudul “Hubungan Sosio-Kultural antara Masyarakat Islam dan Kristen di Desa Catak-Gayam Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006).
11 Ibnu Hasan Muchtar, berjudul “ Respon Masyarakat dan Pemerintahan Daerah
11
penutupan tujuh gereja umat kristen oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur
yang mendapat Reaksi dari Badan Kerjasana Antar Kota Cianjur
(BKSAG) dengan melaporkan ke Komnas HAM. Bahwasanya gereja yang
dimaksud bukanlah gereja berbentuk bangunan melainkan rumah toko dan
rumah tinggal yang dijadikan sebagai tempat beribadat.
F. Kajian Teoritik
Dalam pengumpulan data ini di lihat dari Fenomena yang terjadi
peneliti menggunakan pendekatan Sosiologi, serta nantinya juga akan
dikaitkan dengan teori tentang pluralisme, pluralisme dalam Islam serta
tempat beribadat yaitu tempat dimana umat beragama melakukan suatu
keyakinan atau ritual menurut agamanya sendiri. Dan berbagai teori yang
berkaitan.
Pluralisme paham yang menjelaskan keadaan sosial yang beraneka
ragam, karena sebuah paham berangkat dari sebuah keadaan realitas.
Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme agama
dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan
kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan
rahmat Tuhan kepada manusia.
12
Maka dari itu peneliti menggunakan pendekatan sosiologi, yang
lebih menekankan tentang pluralisme agama, nilai-nilai pluralisme dalam
islam serta menggunakan teori atau pemikiran tokoh pluralisme di
Indonesia yaitu Nurcholish Madjid, dia mengatakan bahwa salah satu
persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah
terwujudnya masyarakat yang mengharagai kemajemukan (pluralitas)
masyarakat dan bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.12
Nurcholis Madjid, mengemukakan definisi pluralisme agama
adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam
konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya
sekedar realitas social, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa
kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang
sebagai fakta social yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa
begitulah faktanya mengenai kebenaran.
peneliti juga memakai teori Bapak sosiologi yaitu Emile Durkheim
sosiologi agama, dengan pendekatan sosioligis ini, yaitu pendekatan
tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi
yang terjadi antar mereka menurut pendekatan sosiologi bahwa dorongan,
gagasan, dan lembaga agama mempengaruhi. Agama adalah sarana
ungkapan simbolis kehidupan kolektif total. Durkheim
12 Nurcholish Madjid , Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992), Kata
13
mengidentifikasikan agama dengan masyarakat semakin erat dan kuat
ikatan sosial suatu masyarakat, semakin dalamlah perasaan religiusnya.13
Sehinggga dari sumber diatas yang menyatakan bahwasannya
dengan adanya fenomena tersebut peneliti dapat memberikan intterprestasi
dari interaksi sosial dengan menggunakan pengamatan, pendekatan
individual dengan beberapa aktor masyarakat yang bersangkutan untuk
mendapatkan data penelitian yang bersifat subyektif.
G. Sumber Penelitian
Dalam penelitian ini Penulis menggunakan dua sumber, yaitu
sumber primer dan sumber sekunder.
1. Sumber Primer
Sumber primer dalam penelitian ini merupakan data lapangan yang
diperoleh melalui wawancara dengan beberapa tokoh penting yang
mempunyai keterkaitan dengan kajian penelitian. Sumber penelitian ini di
dapat dari tokoh agama Islam dan beberapa masyarakat Islam. Dalam
penelitian ini, data yang dibutuhkan oleh peneliti berkisar tentang
pluralisme masyarakat Islam, sejarah Gereja Pantekosta, dan sikap
masyarakat Islam di Desa Telagabiru.
13 Dr. H. Dadang Kahmad, M. Si, Sosiologi Agama (Bandung: PT REMAJA
14
2. Sumber Sekunder
Sumber Sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui data
pustaka yang relevan dengan kajian yang diteliti serta wawancara dengan
masyarakat diluar Islam. Hal ini dilakukan karena Gereja Pantekosta
berada di lingkungan masyarakat Islam di Desa Telagabiru.
H. Metode Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, untuk mencapai suatu
kebenaran ilmiah harus menggunakan metode penelitian hal ini untuk
memperoleh data valid dan mempermudah peneliti dalam penelitian ini.
Adapun jenis data yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas,
maka penulis memberikan informasi data sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini data yang di gunakan berupa data kualitatif.
Data kualitatif yaitu data yang tidak langsung terwujud dalam angka,
tetapi dalam bentuk kategori-kategori diatas.14 Penelitian ini dalam
penelitiannya menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi
literatur. Dimana teknik observasi yaitu peneliti dapat menjalin hubungan
baik dengan orang-orang yang ada di tempat penelitian guna mendapatkan
kemudahan dalam proses penelitian dan juga mendapatkan informasi yang
valid. Dan yang terahir dokumentasi. dalam hal in Peneliti mengumpulkan
15
data-data dengan cara mengumpulkan berbagai macam dokumen-dokumen
seperti gambar atau audio visual yang mempunyai kaitan dengan fokus
penelitian.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Peneliti memilihnya karena jenis penelitian ini dianggap sebagai penelitian
mendalam yang umumnya menghasilkan data Deskriptif dalam bentuk
kata-kata dan catatan-catatan yang berkaitan dengan nilai, makna dan
pengertian. Karakteristik penelitian ini terletak pada objek sebagai focus
penelitian sesuai dengan fenomena yang ada.
2. Sumber Data
Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian, menurut
Suharsimi Arikunto adalah subjek di mana data diperoleh.15 Sedangkan
menurut Lofland sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong, sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan.Selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.16
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari dua macam sebagai berikut:
a. Data Primer
Data Primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data.17Atau data yang langsung dikimpulkan peneliti
15 Suharsimi Arikunto,ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), 107.
16Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002
), 112.
16
dari sumber pertamanya.18 Data primer yang menjadi sumber penelitian
adalah beberapa tokoh agama, tokoh masyarakat, dan persepsi masyarakat
mengenai Gereja di Desa Telagabiru..
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya
berupa data dokumntasi dan arsip-arsip resmi.19 Pendapat lain mengatakan
bahwa data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam
bentuk dokumen-dokumen, misalnya data mengenai keadaan demografis
suatu daerah, data mengenai produktivitas suatu perguruan tinggi, data
mengenai persediaan pangan di suatu daerah dan sebagainya.Data
sekunder yang diperoleh peneliti adalah data yang diperoleh langsung dari
pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian penelitian ini dan berbagai
literature yang relevan dengan pembahasan.
3. Metode Pegumpulan data
Metode dalam pengumpulan data merupakan langkah atau upaya
peneliti dalam mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, cukup atau
tidaknya suatu data tidak dinilai dari jumlah. Meskipun banyak data yang
telah terkumpul namun jika belum mampu memenuhi jawaban dari
masalah penelitian maka data dianggap belum cukup.
Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian,
peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
17
a. Metode Observasi (Pengamatan)
Observasi secara terminologisbermakna pengamatan atau
peninjauan secara cermat. Selain itu observasi juga dimaknai sebagai
kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil
kerja pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Observasi
dalam penelitian ini bererti peneliti langsung datang ke objek penelitian
untuk melakukan pengamatan. Sehingga dapat melihat kondisi yang
sesungguhnya, dan mendapatkan data yang valid.
b. Wawancara
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengadakan
wawancara atau Tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan tentang
masalah yang diteliti kepada Responden. Wawancara sianggap sebagai
sumber bukti yang sangat penting dalam studi kasus.
Dengan melakukan wawancara peneliti dapat menggali data
tentang sejarah berdirinya gereja ataupun kondisi yang selama ini terjalin
disana. Narasumber yang dipilih peneliti untuk memberikan informasi
ialah : pertama, pengurus Gereja, kedua, Tokoh Agama, ketiga Tokoh
masyarakat dan masyrakat yang bermukin di dekat gereja.
c. Dokumentasi
Dokumen adalah catatan dari peristiwa yang telah berlalu.
18
pencarian data yang berupa catatan, transkip, buku-buku dan majalah yang
berkaitan dengan penelitian. Khususnya bagi studi kasus penggunaan
dokumen sebagai sumber bukti dalam pengumpulan data menjadi penting
saat digunakan untuk mendukung dan menambahkan bukti dari sumber
lain.
4. Metode Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam
penelitian ini digunakan metode:
a. Deskriptif, yaitu mengumpulkan data tentang bagaimana bentuk
pluralisme masyarakat islam terhadap keberadaan Gereja pantekosta di
Desa Telagabiru dan selanjutnya dianalisis, setelah itu ditarik
kesimpulan.
b. Induktif yaitu merupakan metode yang digunakan untuk
mengemukakan fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitan di Desa
Telagabiru dilihat dari perspektif Ilmu Fenomenologi dan Sosiologi
19
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memperoleh gambaran, pemahaman,
dan kesimpulan, dalam penelitian ini, maka sistematika dalam penelitian
skripsi ini di bagi dalam beberapa Bab, dan masing-masing Bab terdiri dari
sub-sub bab, untuk lebih jelasnya, dapat di perinci sebagai berikut:
BAB I : Pendahuuan, yang mana pada bab ini mengawali seluruh
rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, yakni
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan,
penegasan judul, manfaat penelitian, sumber yang
digunakan, metodologi penelitian, dan sistematika
pembahasan.
BAB II : berisikan tentang landasan teori yang akan digunakan
untuk menganalisis data yang telah terkumpul dari
serangkaian penelitian di lapangan. Meliputi teori
pluralisme pandangan Nurcholish Madjid, disertai dengan
beberapa teori pendukung.
BAB III : Memuat tentang gambaran umum obyek penelitian, bab
ini berisikan study lapangan. Data-data tersebut berupa
gambaran umum Gereja di Desa Telagabiru. Pembahasan di
dalamnya meliputi sejarah berdirinya gereja, aktifitas dalam
20
BAB IV : Pembahasan tentang analisa data yang berisikan antara
penelitian dengan teori, dimana analisa ini berfokus pada
toleransi yang ditunjukkan masyarakat Islam terhadap
keberadaan Gereja pantekosta di Desa Telagabiru dan
kerukunan umat beragama di Desa Telagabiru.
BAB V : Pada Bab ini mambahas tentang Penutup, yang terdiri
dariserangkaian pembahasan sebelum-sebelumnya berisi
BAB II
LANDASAN TEORI PLURALISME
A. Pluralisme
1. Pengertian Pluralisme
Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti
banyak (jamak), sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah
suatu paham atau teori yang menganggap bahwa realitas itu terdiri dari
banyak substansi.1
Dalam pengertian semacam ini ada sesuatu yang mendasar dari
pluralisme, yaitu “ketulusan hati” pada diri setiap manusia untuk
menerima keanekaragaman yang ada. “Ketulusan hati” bukanlah hal yang
mudah untuk ditumbuhkembangkan dalam diri seseorang, atau dalam
komunitas secara luas, sebab “ketulusan hati” ini berkaitan dengan
kesadaran, latihan, kebesaran jiwa, dan kematangan diri.
Pluralisme adalah upaya membangun tidak saja kesadaran bersifat
teologis tetapi juga kesadaran sosial. Hal itu berimplikasi pada kesadaran
bahwa manusia hidup di tengah masyarakat yang plural dari segi agama,
budaya, etnis, dan berbagai keragaman sosial lainnya. Karena dalam
pluralisme mengandung konsep teologis dan konsep sosiologis.2
1 Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), 604.
2 Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agam-agama, (Yogyakarta: Samudra Biru,
22
Pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa
masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan
agama yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi bukan
pluralisme. Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebinekaan
dalam ikatan-ikatan keadaban. Pluralisme adalah keberadaan atau toleransi
keragaman etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu
masyarakat atau negara, serta keragaman.
Dengan demikian yang dimaksud “pluralisme” adalah terdapat
banyaknya ragam latar belakang (agama) dalam kehidupan masyarakat
yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan, saling bekerja sama dan
saling berinteraksi antara penganut satu agama dengan penganut agama
lainnya, atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut agama dituntut
bukan saja mengakui keberadan dan menghormati hak agama lain, tetapi
juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna
tercapainya kerukunan bersama.3
Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme
agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan
kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan
rahmat Tuhan kepada manusia. Pengakuan terhadap kemajemukan agama
tersebut adalah menerima dan meyakini bahwa agama yang kita peluk
adalah jalan keselamatan yang paling benar, tetapi bagi penganut agama
lain sesuai dengan keyakinan mereka agama mereka pulalah yang paling
23
benar. Dari kesadaran inlah akan lahir sikap toleran, inklusif, saling
menghormati dan menghargai, serta memberi kesempatan kepada orang
lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Hal tersebut sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang
Maha Esa”, dan UUD’45 pasal 29 ayat (2) yang menjamin kebebasan
beragama dan beribadah sesuai menurut agama dan kepercayaan
masing-masing.4 Pasal 29 ayat (2) UUD’ 45, di samping jaminan kebebasan
beragama, keputusan yang fundamental ini juga merupakaan jaminan tidak
ada diskriminasi agama di Indonesia. Mukti Ali, secara filosofis
mengistilahkan dengan agree in disagreement (setuju dalam perbedaan).
Setiap agama tidak terpisah dari yang lainnya dalam kemanusiaan.
Keterpisahan mereka dalam kemanusiaan bertentangan dengan prinsip
pluralisme yang merupakan watak dasar masyarakat manusia yang tidak
bisa dihindari. Dilihat dari segi etnis, bahasa, agama, budaya, dan
sebagainya, Indonesia termasuk satu negara yang paling majemuk di
dunia. Indonesia juga merupakan salah satu Negara multikultural terbesar
di dunia. Hal ini disadari oleh para founding father kita, sehingga mereka
merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan “Bhinneka Tunggal
Ika”.
Dalam konteks kekinian, wacana pluralisme semakin diminati oleh
banyak kalangan seiring dengan semakin banyaknya konflik yang timbul
saat ini. Sebagian besar konflik tersebut di tenggarai sebagai akibat dari
24
perbedaan agama. Untuk mengatasinya diperlukan sebuah solusi ilmiah
bernama “Pluralisme agama”.
Menanggapi konsep pluralisme agama, memang tidak semua orang
sependapat karena disamping ada yang setuju dan menaruh harapan
padanya, ada yang pula berbagai kekhawatiran ataupun kecurigaan
terhadapnya. Seperti apa yang dikatakan oleh M. Amin Abdullah bahwa
kekhawatiran umat beragama pada pluralitas adalah pada akibat yang
ditimbulkan dan konsekuensi dari wujud praktis dari wujud pengakuan
formal tersebut terhadap faham “Relativitas” keberadaan relativitas adalah
salah satu akibat dan bahkan bisa dianggap sebagai saudara kembar
pluralitas.5
2. Faktor-faktor penyebab dalam Pluralisme
Secara umum dapat di klasifikasikan dalam dua faktor utama yaitu
faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal, yang mana antara satu
faktor dan faktor lainnya saling mempengaruhi dan saling berhubungan
erat. Faktor internal merupakan faktor yang timbul akibat tuntunan akan
kebenaran yang mutlak (absolute truthclaims) dari agama-agama itu
sendiri, baik dalam masalah akidah, sejarah maupun dalam masalah
keyakinan atau doktrin. Faktor ini sering juga di namakan dengan faktor
25
ideologis. Adapun faktor yang timbul dari luar dapat diklasifikasikan ke
dalam dua hal, yaitu faktor sosio-politis dan faktor ilmiah.6
a. Faktor ideologis (internal).
Faktor internal di sini yaitu mengenai masalah teologi. Keyakinan
seseorang yang serba mutlak dan absolut dalam apa yang di yakini dan di
imaninnya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak ada
yang mempertentangkannya hingga muncul teori tentang relativisme
agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah sikap pluralisme
terhadap agama. Dalam konteks ideologi ini, umat manusia terbagi
menjadi dua bagian, yang pertama mereka yang beriman dengan teguh
terhadap wahyu langit atau samawi, sedangkan kelompok yang kedua
mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja
(rasionalis).7
b. Faktor Eksternal
Di samping faktor-faktor internal tersebut di atas tadi, terdapat juga
dua faktor eksternal yang kuat dan mempuyai peran kunci dalam
menciptakan iklim yang kondusif dan lahan yang subur bagi tumbuh
berkembangnya teori pluralisme. Kedua faktor tersebut adalah faktor
sosio-politis dan faktor ilmiah:
6 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif, 2006),
26
1). Faktor Sosio-Politis
Dimana faktor yang mendorong munculnya teori pluralisme
agama adalah berkembangnya wacana-wacana sosio politis,
demokratis dan nasionalisme yang telah melahirkan sistem
negara-bangsa dan kemudian mengarah pada apa yang dewasa ini di kenal
dengan globalisasi, yang merupakan hasil praktis dari sebuah
proses sosial dan politis yang berlangsung selama kurang lebih tiga
abad.
2). Faktor Keilmuan atau Ilmiah
Pada hakikatnya terdapat banyak faktor keilmuan yang
berkaitan dengan pembahasan ini. Namun yang memiliki kaitan
langsung dengan timbulnya teori-teori pluralisme agama adalah
maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-agama dunia,
atau yang sering juga di kenal dengan studi perbandingan agama.8
3. Dasar-dasar Pluralisme
Terkait dengan dasar-dasar pluralisme terdapat tiga pokok yaitu: a.
Dasar Filosofis Kemanusiaan, b. Dasar Sosial Kemasyarakatan dan
Budaya, c. Dasar Teologi. Dari tiga pokok ini akan di perjelas di bawah
ini:
27
a. Dasar Filosofis Kemanusiaan
Penerimaan kemajemukan dalam faham pluralisme adalah sesuatu
yang mutlak, tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini merupakan konsekwensi
dari kemanusiaan. Manusia pada dasarnya makhluk sosial yang
mempunyai harkat dan martabat yang sama, mempunyai unsur-unsur
essensial (inti sari) serta tujuan atau cita-cita hidup terdalam yang sama,
yakni damai sejahtera lahir dan batin. Namun dari lain sisi, manusia
berbeda satu sama lain, baik secara individual atau perorangan maupun
komunal atau kelompok, dari segi eksistensi atau perwujudan diri, tata
hidup dan tujuan hidup.9
Secara sosiologis, manusia terdiri dari berbagai etnis dan budaya
yang saling berbeda dan mengikatkan dirinya antara satu dengan yang
lainnya. Suatu bangsa terdiri dari suku-suku yang beraneka ragam.10
b. Dasar Sosial Kemasyarakatan dan Budaya
Pengakuan akan adanya penerimaan akan kemajemukan
merupakan konsekwensi dan konsistensi komitmen sosial maupun
konstitusional sebagai suatu masyarakat (suku, bangsa, bahkan dunia),
yang berbudaya. Karena kemajemukan merupakan konsekwensi dari
hakekat manusia sebagai makhluk sosial.
9 Susurin, Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam:Bingkai Gagasan yang Berserak,
(Bandung: Nuansa, 2005), 94.
10 Budhy Munawar Rahman, Argument Islam untuk Pluralis, (Jakarta: Grasindo, 2009),
28
Jadi kemajemukan merupakan unsur penentu bagi adanya dan
kekhasan dari suatu masyarakat.oleh sebab itu dalam sejarah pembentukan
dan kehidupan setiap kelompok masyarakat senantiasa ada kesadaran dan
pengakuan akan adanya kemajemukan, serta ada komitmen untuk
menerima dan dan tetap mempertahankan kemajemukan secara
konsekwensi dan konsisten.11
c. Dasar Teologis
Dalam suatu masyarakat agamawi seperti masyarakat Indonesia,
ada berbagai macam agama yang berbeda dalam berbagai aspek atau
unsur-unsurnya, dan kemajemukan harus diterima sebagai konsekwensi
dari nilai-nilai luhur dan gambaran “sang Ilahi” (Allah) yang maha baik
serta cita-cita atau tujuan mulia dari setiap agama dan para penganutnya.12
4. Dampak Pluralisme dalam Kehidupan Bermasyarakat
Dalam kehidupan masyarakat, Untuk mendukung konsep
pluralisme tersebut, diperlukan adanya toleransi antar sesama umat
beragama. Agar kehidupan masyarakat terjalin secara damai tentram dan
tidak ada konflik antar umat beragama. Oleh karena itu pluralisme dalam
kehidupan bermasyarakat mempunyai dampak yang bermanfaat seperti:
11 Muhammad fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta
selatan: PSIK Universitas Paramadina, 2006), 124.
29
a. Toleransi beragama.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal
dari kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan
atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi perlu difahami dan
di praktikkan karena dengan toleransi salah satunya dapat menghargai,
menerima keanekaragaman yang berada di Indonesia, budaya, bahasa,
suku, agama dan ras adalah sebuah kekayaan dan keindahan bangsa.13
Perbedaan itu merupakan rahmat, kekuatan, dan karunia yang
diwujudkan melalui sikap saling menghormati. Jadi Toleransi adalah suatu
sikap atau tingkah laku dari seseorang untuk membiarkan kebebasan
kepada orang lain dan memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut
sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Menghormati keanekaragaman
akan menumbuhkan sikap toleran. Salah satu wujud dari toleransi
melakukan kerjasama dengan orang lain, walaupun berdeda agama dan
ras.
b. Kerukunan antar umat bergama
Kata “Rukun” dari Bahasa Arab “ruknun” artinya asas-asas atau
dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau
13 Sukiman, Seri Pendidikan Orang Tua Menumbuhkan Sikap Toleransi Pada Anak, (
30
damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana
damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan umat
beragama adalah program pemerintah meliputi semua agama, semua
warga negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Permen No. 9 Tahun 2006 Pasal 1 ayat, kerukunan
umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa kerukunan antar umat beragama agama adalah asas-asas atau dasar
yang dijadikan untuk menciptakan suasana damai, tentram, harmonis
dalam masyarakat yang dilandasi sikap toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaram agamanya
dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.14
14 Bihim BM, Kerukunan Antar Umat Beragama,
31
B. Pluralisme dalam Perspektif Islam
1. Islam
Kata Islam secara etimologi memiliki pengertian penyerahan diri
dan masuk kedalam kedamaia. Pengertian pertama sangat banyak dipakai
dalam Al-Qur’an, seperti pada ayat yang menyebutkan bahwa agama yang
benar bagi Allah adalah Islam. Maksudnya adalah bahwa agama yang
benar adalah agama yang prinsip utamanya adalah penyerahan diri kepada
Tuhan.15
Dari segi bahasa, Islam berarti damai, tunduk. Patuh pasrah, dan
berserah diri. Sebagai agama, Islam diyakini oleh para pemeluknya
sebagai seperangkat ajaran dan doktrin yang diwahyukan oleh Allah
kepada Nabi Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada manusia
sebagai petunjuk. Sebagai doktrin, Islam menggariskan tata hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dan
lingkungannya (lingkungan sosial dan lingkungan alam).
Komponen-komponen dasar dalam agama Islam terdiri dari tiga
Komponen yaitu:
a. Iman, yang berupa prinsip kepercayaan yang ada dalam hati, sehingga
yang tau ada tidaknya hanyalah orang yang bersangkutan dengan
Allah. Orang lain hanya bisa melihat tanda-tandanya.
15 Dr. H. Moch. Qasim Mathar, M.A, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama,
32
b. Islam, yang berupa aturan formal yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta lingkungan.
c. Ihsan, yang berupa perwujudan keberagamaan dalam tingkah laku
sehari-hari yang bertumpu pada pengontrolan diri.
Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, keimanan mesti
mendasari perbutan dan perbuatan tidak hanya dilakukan sesuai dengan
aturan-aturan lahiriah, melainkan berangkat dari rasa tanggungjawab
sebagai pemegang mandat dari Tuhan.16
Dalam sejarah keislaman, pluralisme memiliki sejarah panjang
sejak awal kelahiran Nabi sampai periode sesudah Nabi dan di era sahabat.
Islam dalam segala dimensinya mengakui pluralitas suku, bangsa, etnis,
ras bahkan agama.
Agama islam berpedoman pada kitab suci al-Qur’an dalam
keyakinan umat islam, Nabi Muhammad adalah pembawa risalah terakhir
dan penyebar rahmad bagi seluruh alam. Oleh karena itu umat islam selalu
merujuk pada pedoman hidupnya yang dibawa dan diturunkan melalui
Nabi Muhammad saw, yaitu al-Qur’an dan Hadits (As-Sunnah) yang
berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an.17
Berbicara tentang al-Qur’an ada pertanyaan yang selalu mengusik
kita, apakah al-Qur’an itu sesuai prinsip-prinsip kemanusiaan yang
universal. Apakah al-Qur’an itu mendukung upaya-upaya yang manusiawi
33
dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia secaraplural, mandiri
dan bebas.
Dalam konteks kehidupan sosial saat ini, kita berhadapan dengan
isu keadilan, pluralisme, humanisme, hak asasi manusia, dan demokrasi.
Ayat-ayat yang relevan terhadap isu atau kejadian tersebut adalah
ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah. Karena ayat-ayat inilah yang relevan dengan
persoalan-persoalan kemanusiaan secara universal, sementara ayat-ayat
madaniyah bersifat parsial dan tidak berlaku secara umum dan universal.18
Al-Qur’an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri
dari beragam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan
masing-masing. Komunitas- komunitas terseebut harus menerima kenyataan akan
keraggaman sehinggga mampu memberkan toleransi. Tuhan memberikan
umatnya beragam karena keragaman merupakan bagian dari sunntullah.
Hal ini terbukti dengan diberikannya pilihan-pilihan yang bisa diambil
oleh manusia apakah akan mengimani atau mengingkari kebenaran tuhan
QS. Al-Kafh ayat 29:
18 Dr. Moeslim Abdurrahman, ISLAM PRIBUMI Mendialogkan Agama Membaca
34
Artinya : “Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” ( QS. Al-Kafh : 29).19
QS. Al-Maidah ayat 118:
Artinya : “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah : 118).20
Sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah
mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas).
Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak
diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang
'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah.
Islam mengajarkan prinsip-prinsip kemanusiaan atau mengatur hubungan
antar-manusia. Prinsip-prinsip itu antara lain:
a. Islam pada esensinya memandang manusia dan kemanusiaan secara
sangat positif dan optimis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu
19 Prof. R.H.A. soenarjo S.H, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: YAYASAN
PENYELENGGARA PENTERJEMAH/PENTAFSIR AL-QUR’AN, 1971), 448.
35
asal yang sama; keturunan Adam dan Hawa, tetapi kemudian manusia
menjadi bersuku-suku, berbangsa-bangsa lengkap dengan kebudayaan
dan peradaban khas masing-masing. Semua perbedaan ini mendorong
manusia untuk saling mengenal dan menumbuhkan apresiasi dan
kepedulian satu sama lain.
b. Dalam perspektif Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan suci
(fitrah). Dengan fithrahnya, setiap manusia dianugrahi kemampuan
dan kecenderungan bawaan untuk mencari, mempertimbangkan, dan
memahami kebenaran, yang pada gilirannya akan membuatnya mampu
mengakui Tuhan sebagai sumber kebenaran tersebut. Lebih jauh lagi
bahwa agama (Islam) tidak menghambat untuk terciptanya sebuah
perdamaian dalam kepluralitasan.21
2. Ayat Pluralisme dalam Islam
Maka untuk mengetahui lebih jauh, perlu dicarikan konsep yang
mampu menjaga eksistensi islam ditengah pluralitas tersebut, dan dalam
kandungan Al-Qur’an itu sendiri. Terdapat dua pokok yang menjadi
pembahasan pandangan Al-Qur’an tentang pluralisme, yaitu:
a. Tidak adanya paksaan dalam beragama
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 256:
36
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut22 dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256).23
Tidak ada paksaan bagi seseorang untuk memeluk agama Islam,
karena telah jelas yang mana petunjuk dan yang mana kesesatan, dan dari
firman Allah ini juga menjelaskan bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk
memaksa seseorang memeluk agama islam. as-Sunnah telah menjelaskan
tentang cara bermuamalah dengan orang-orang kafir, yaitu dengan
medakwahkan Islam kepada mereka, jika mereka enggan maka wajib atas
mereka untuk membayar jiziyah, dan jika mereka tidak mau kita perangi
mereka. Selain Ayat diatas juga terdapat QS. Asy-Syura ayat 48:
Artinya : “Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada
22 Thaghut, ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt. 23 Ibid.,
37
manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat).“ (QS. Asy-Syura : 48).24
Pada ayat tersebut Allah menerangkan bahwa apabila Nabi
Muhammad SAW telah menunaikan tugas menyampaikan risalah menyeru
orang-orang musyrik kepada kebenaran dan jalan lurus, tetapi mereka itu
tidak memberikan respon yang baik dan tidak mau menerimanya bahkan
mereka itu menolak dan berpaling dari kebenaran, maka hendaklah Rasul
membiarkan sikap mereka tanpa perlu gusar dan cemas. Hal ini
dikarenakan Rasul tidak diberi tugas untuk mengawasi dan meneliti amal
perbuatan orang-orang musyrik itu, tetapi dia hanya diberi tugas
menyampaikan apa yang diturunkan dan diperintahkan Allah kepadanya
Sehingga Al-Qur’an secara eksplisit mengajarkan bahwa dalam hal
memilih agama, manusia diberi kebebasan untuk memahami dan
mempertimbangkannya sendiri. Sesungguhnya perbedaan antara manusia
dalam agama terjadi karena kehendak Allah SWT. Seperti dalam
firmannya QS. An-Nahl ayat 93:
Artinya : “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu
satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
38
sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl : 93 ).25
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik: yaitu : di
antara Sunnah Ilahi adalah memberikan kebebasan kepada manusia untuk
menentukan pilihan dan mereka juga bebas memilih jalan hidupnya
masing-masing. Dan semua perbuatan dan tingkah laku manusia baik itu
kecil atau besar akan dimintai pertanggungjawaban di Hari Kiamat.
Dari ayat-ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan
berpendapat, termasuk kebebasan memilih suatu agama untuk dianutnya
adalah hak yang di anugerahkan Tuhan kepada semua insan manusia
semenjak manusia lahir di dunia.
b. Pengakuan eksistensi atas agama-agama.
Seiap agama mempunyai jalan tersendiri untuk melestarikan dan
menjaga nilai-nilai agamanya. Namun demikian, islam datang tidak hanya
bertujuan mempertahankan eksistensinya sebagai agama, tetapi juga
mengakui adanya eksistensi agama-agama lain, dan memberinya hak
untuk berdampingan sambil menghormati pemeluk agama-agama lain.26
seperti firman Allah SWT. QS. Al-Kafirun ayat 6.
39
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS.
Al-Kafirun : 6).27
Surat Al-Kafirun mengisyafatkan tentang habisnya semua harapan
orang-orang kafir dalam usaha mereka agar Nabi Muhammad saw
meninggalkan da wahnya. Dan di ayat ke 6 ini menereangkan bahwa
Rasulullah saw. Tidak akan mengikuti agama-agama orang kafir.
Pengakuan Al-Qur’an terhadap para pemeluk agama-agama lain juga
tercantun dalam QS. Al-Baqarah ayat 62:
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin28, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati”. (QS. Al-Baqarah ayat 62).29
Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa
orang-orang non Muslim yang mereka beriman kepada Allah, percaya
kepada hari berbangkit dan beramal baik, maka mereka juga akan
mendapatkan pahala, artinya kedudukan mereka sama dengan seorang
Muslim yang bertauhid.
27 Ibid., Prof. R.H.A. soenarjo S.H, 1112.
40
Pengakuan Allah terhadap eksistensi agama-agama yang ada di
muka bumi dengan tidak membedakan kelompok, ras dan bangsa sangat
jelas. Dalam QS. Al-Hajj ayat 40.
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj : 40).30
QS. Al-Baqarah ayat 148.
Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia
menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan
41
kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 148).31
Maka yang perlu kita ketahui dan perlu diperhatikan justru
aktivitas umat beragama yang harus ada dalam kategori amal saleh. Berarti
pula agama ditantang untuk berlomba-lomba menciptakan kebaikan dalam
bentuk nyata.
QS. Al-Maidah ayat 16
Artinya : “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus.” (QS. Al-Maidah : 16).32
Al-qur’an melihat kemajemukan agama sebagai misteri ilahi yang
harus diterima untuk memungkinkan hubungan antar kelompok dalam
wilayah publik. Namun, Al-quran mengakui ekspresi keberagamaan
manusia yang berbeda memiliki nilai spiritual interinsik atau nilai
perennial. ini adalah sebuah konsep yang secara sosiologis dan kultural
menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara teologis mempersatukan
keragaman tersebut dalam satu umat yang memiliki kitab suci Ilahi.
31 Ibid., 38.
42
Karena memang pada dasarnya tiga agama samawi yaitu Yahudi, Kristen
dan Islam adalah bersudara.
C. Pandangan Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme
Nurcholish Madjid termasuk salah satu tokoh intelektual muslim
termuka di Indonesia yang pemikirannya banyak dikenal dan mampu
melahirkan pengaruh terhadap perubahan-perubahan tertentu didalam
masyarakat indonesia. Abdurrahman menjuluki Nurcholish Madjid
sebagai pendekar Islam dari jombang. Sementara majalah tempo
menyebutnya sebagai penarik gerbong pembaharuan.33
Pada masa belakangan ini, pola pikir Nurcholis Madjid lebih
mengarah terhadap usaha menampilkan Islam secara inklusif, dalam
rangka untuk lebih mengaktualkan nilai-nilai keislaman masa modern.
Adapun yang menjadi pemikirannya islam itu agama terbuka, dan
paradigma terpenting yang menjadi landasan adalah komitmen pluralisme.
Menurutnya, umat Islam di Indonesia dituntut mampu mengembangkan
dimensi pluralitas sehingga menerima faham pluralisme itu, yaitu sistem
nilai yang menerima kemajemukan sebagai kenyataan.34
Pluralisme Nurkhalish Madjid, mengatakan bahwa salah satu
persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah
33 Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi; Pemikiran Nurcholish Madjid, (Jakarta:
Republika, 2004), 1.
43
terwujudnya masyarakat yang mengharagai kemajemukan (pluralitas)
masyarakat dan bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.35
Nurcholis Madjid mengemukakan definisi pluralisme agama
adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam
konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya
sekedar realitas social, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa
kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang
sebagai fakta social yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa
begitulah faktanya mengenai kebenaran. Menurut Nurcholis Madjid,
pluralisme agama dapat diambil melalui tiga sikap agama:
a. Sikap eksklusif : Dalam melihat agama lain Sikap ini memandang
agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan umat.
b. Sikap inklusif : Sikap ini memandang agama-agama lain adalah bentuk
implisit agama kita.36
c. Sikap pluralis : Sikap ini bisa terekspresikan dalam macam-macam
rumusan, misalnya “agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama
sah untuk mencapai kebenaran yang sama”, “agama-agama lain
berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran yang sama sah”,
atau “setiap agama mengekspresikan bagian penting bagi sebuah
kebenaran”.
35 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992), Kata
Pengantar, ixviii.
36 Nurcholis Madjid, Mencari Akar-Akar Islam bagi Pluralisme Modrn: Pengalaman
44
Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam
bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin
pluralis, buktinya dalam QS. Ali ‘Imran: 85
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, Maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan Dia di akhirat
Termasuk orang-orang yang rugi.”37
Yang diterjemahkan oleh Abdurrahman Wahid bahwa ayat tersebut
jelas menunjuk kepada masalah keyakinan Islam yang berbeda dengan
keyakinan lainnya, dengan tidak menolak kerjasama antara Islam dengan
berbagai agama lainnya.38
Selanjutnya menurut Nurcholis Madjid yang dikutip Rachman,
mengatakan bahwa pluralisme agama tidak dapat dipahami hanya dengan
mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari
berbagai suku dan agama yang justru hanya menggambarkan kesan
fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme agama harus dipahami sebagai
37 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Mekar Surabaya, 2002),
76.
38 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute,
45
pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine
engagement of diversities within the bond of civility).39
Oleh karena itu, dasar pandangan Nurcholish madjid mengenai
hubungan Islam dan pluralisme agama sebenarnya berpijak pada semagat
humanitas disini, bahwa Islam merupakan agama kemanusiaan dengan
kata lain cita-cita islam sejalan dengan cita-cita kemanusiaan pada
umumnya.
Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam pandangan
seorang muslim ialah bahwa agama Islam adalah sebuah agama yang
universal, untuk sekalian umat manusia. Pokok pangkal kebenaran yang
universal itu menurut Nurcholish Madjid, ialah faham Ketuhanan Yang
Maha Esa atau Tauhid (secaraharfiah) berarti ‘Memahaesakan’, yakni
memahaesakan Tuhan.40
Nurcholish Madjid juga mengatakan, memaknai pluralisme sebagai
gagasan yang menganggap semua agama sama, seperti anggapan orang
awam. Pluralisme baginya adalah suatu landasan sikap politik untuk
menerima kemajemukan semua hal dalam kehidupan sosial, budaya, dan
termasuk agama. Yang dimaksud sikap positif adalah sikap aktif dan
bijaksana, yaitu sikap terbuka untuk berdialog dan menerima perbedaan
secara adil.
BAB III
DESKRIPSI DATA PENELITIAN DI DESA TELAGABIRU
A. Profil Desa
1. Sejarah Singkat Desa Telaga Biru
Adanya suatu kampung yang bernama Tlaga, dan di kampung itu
terdapat tlaga, yang yang airnya berwarna biru (maksudnya adalah air
tersebut berwarna hijau, namun karena orang Madura menyebut warna
hijau itu adalah warna biru), oleh karena itu masyarakat daerah setempat
menyebutnya dengan Tlaga Biru. Tlaga tersebut berbentuk seperti cincin
(Melingkar), memiliki luas sekitar 6^2 m dan airnya sangat dalam sekitar
17 m. Dan pada tahun 1910 Kepala Desa pertama juga berada di kampung
Tlaga tersebut. Sehingga terbentuklah nama Tlagabiru.1
Lambat laun, air itu tinggal sejengkal. Hingga air tersebut tidak ada
dan menjadi tanah lapang. Ada juga yang mengatakan terdapat suatu
sumber di dusun gerongan yang terbentuk secara alami yang biasa disebut
sumur tantoh, yaitu sumur yang tidak dibangun oleh tangan manusia,
melainkan terbentuk secara alami. Karena kekuasaan Allah, air yang
47
dalam bisa hilang dengan sendirinya sehingga terbentuklah nama Telaga
Biru.2
2. Letak Geografis
Desa Telaga Biru terletak di kecamatan Tanjung Bumi, kabupaten
Bangkalan. Desa ini terletak di sebelah utara kabupaten Bangkalan,
jaraknya sekitar 44 km dari kabupaten Bangkalan. Desa Telaga Biru
memiliki empat perbatasan dengan desa yang terdapat pada kecamatan
Tanjung Bumi. Lebih jelasnya terdapat pada tabel berikut.3
Tabel 3.1
Batas-batas Desa
A Sebelah Barat Kelurahan Tanjung Bumi
b. Sebelah Timur Desa Paseseh
c. Sebelah Selatan Jalan raya Tanjung Bumi
d. Sebelah Utara Laut Jawa
Luas daerahnya 3339,441 ha. Dengan rincian sebagai berikut. Luas
pemukiman penduduk 5.51 ha, luas ladang pertanian sawah sekitar 0.24
ha, luas perkebunan milik rakyat 0.1 ha, luas bangunan 1007.7 ha, luas
tambak perikanan 1000 ha, dan luas lain-lain 1325.9 ha. (sumber: Kantor
Kecamatan Tanjung Bumi). Jumlah dusun di desa Telaga Biru terdiri atas
delapan dusun. Diantaranya adalah dusun Karang Barat, Pramboyan,
2 Tong Hapet, Wawancara, Telagabiru 5 Juli 2017.