• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toleransi masyarakat Islam terhadap keberadaan gereja Pantekosta di Desa Telagabiru Kec. Tanjungbumi Bangkalan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Toleransi masyarakat Islam terhadap keberadaan gereja Pantekosta di Desa Telagabiru Kec. Tanjungbumi Bangkalan."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN

GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU,

KEC. TANJUNGBUMI, BANGKALAN

Skripsi:

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MOHAMMAD IMRON NIM: E82213065

JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Pluralisme merupakan faham tentang kemajemukan yang mana terdapat beraneka ragam ras dan agama yang hidup berdampingan dalam suatu lokasi. Skripsi ini merupakan penelitian lapangan yang berjudul “Toleransi Masyarakat Islam Terhadap Keberadaan Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua persoalan yaitu: Pertama, bagaimana sejarah berdirinya gereja pantekosta di Desa Telagabiru. Disini akan dipaparkan latar belakang berdirinya, tujuan berdirinya, dan perkembangannya. Kedua, Bagaimana toleransi masyarakat islam terhadap keberadaan gereja pantekosta di Desa Telagabiru. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dengan metode kualitatif. Metode ini menjadi langkah awal bagi penulis untuk melihat, mengamati dan menyelidiki fakta-fakta yang terjadi, setelah penulis melakukan wawancara, observasi,dan dokumentasi. Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari orang-orang yang dijadikan informan yaitu pemeluk agama tersebut dan tokoh masyarakat Desa Telagabiru. Landasan teori yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data ini di lihat dari Fenomena yang terjadi peneliti menggunakan teori tentang pluralisme pandangan Nurcholish Madjid, dan teori yang berkaitan. Hasil penelitian (kesimpulan) yang dapat diambil menunjukkan bahwa: Pertama, Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru berdiri sejak tahun 1987an perintisnya adalah Bapak Tambunan selaku tokoh agama Kristen yang datang ke Desa Telagabiru pada tahun 1957 dengan membawa ajaran Kristen dan menyebarkannya dengan cara mendatangi rumah ke rumah sebelum Gereja Pantekosta Berdiri. Pada saat pendirian Gereja Pantekosta juga melibatkan tokoh agama Islam sebanyak 30an karena di Desa Telagabiru mayoritas beragama Islam, dan juga meminta izin kepada pihak Pemerintahan di Desa, Kecamatan, dan Kabupaten. Kedua, Toleransi masyarakat Islam terhadap Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru terjalin secara rukun, dan damai, Hal ini karena masayarakat telah menyadari toleransi beragama. Keanekaragaman agama akan menjunjung tinggi kerukunan beragama di Desa Telagabiru dengan cara saling menghargai, menghormati, dan tolong menolong antar umat beragama. Akan tetapi toleransi di Desa Telagabiru ini juga berbentuk toleransi pasif yang mana toleransi tersebut hanya bersifat apatis atau tidak tahu menahu terhadap keberadaan Gereja Pantekosta serta toleransinya hanya juga bisa dikatakan apatis.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

4. Dampak Pluralisme dalam kehidupan Bermasyarakat ... 28

B. Pluralisme Perspektif Islam ... 31

1. Islam ... 31

2. Ayat Al-Qur’an tentang Pluralisme dalam Islam... 35

C. Pandangan Nurcholish Madjid tentang Plutalisme ... 42

BAB III: DESKRIPSI DATA PENELITIAN DI DESA TELAGABIRU A. Gambaran Umum Desa Telagabiru ... 46

1. Sejarah Desa Telagabiru ... 46

2. Letak Geografis ... 47

3. Kondisi Umum dan Keadaan Penduduk ... 48

4. Keadaan Pendidikan ... 50

(8)

6. Kondisi Keagamaan Masyarakat ... 52

7. Keadaan Sosial Budaya ... 53

B. Sejarah Berdirinya Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru ... 55

1. Selayang pandang Gereja Pantekosta di Indonesia ... 55

2. Latar Belakang Berdirinya Gereja Pantekosta ... 56

3. Tujuan Berdirinya ... 56

4. Aktivitas Gereja Pantekosta ... 57

5. Perkembangan Gereja Pantekosta ... 58

C. Toleransi Masyarakat Islam Terhadap Keberadaan Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru ... 60

BAB IV: ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU A. Kerukunan Umat Beragama di Desa Telagabiru ... 65

B. Sikap Toleransi Masyarakat Islam terhadap Kegiatan Keagamaan Gereja Pantekosta ... 68

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

C. Penutup ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama merupakan bagian dari kehidupan Bangsa yang turut serta

membentuk jiwa dan pandangan hidup manusia. Secara filosofis

sesungguhnya Agama di turunkan melalui para utusan dan Nabi sebagai

kritik dan pembawa kebaikan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di

kehidupan masyarakat. Agama dengan keyakinannya dapat mengisi

kekosongan batin serta mengatur seluruh aspek kehidupan. Bagi pemeluk

agama, manusia manusia dapat memahami makna tujuan hidupnya.

Dengan kata lain, manusia tanpa agama tidak dapat memahami makna dan

tujuan hidupnya.

Manusia adalah makhluk sosial yang secara fitrah tidak dapat

hidup sendirian, melainkan selalu ingin hidup menjalin hubungan dengan

sesamanya, yang kemudian membentuk kelompok untuk mempertahankan

eksistensinya, secara fitrah pula manusia menerima Agama sebagai

pedoman hidupnya guna untuk menjaga keharmonisan hubungan

sesamanya dan dengan Tuhannya.1

(10)

2

Indonesia merupakan Negara yang multikultural, dimana berbagai

ragam agama, budaya, dan ras menyatu di Bhinneka Tunggal Ika, yang

mana dapat hidup berdampingan secara damai hal ini di dapat di buktikan

dengan tumbuh suburnya berbagai Agama yakni Islam, Kristen Katolik

dan Protestan, Hindu, Budha, dan Khonghucu.

Kenyataan bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat beragam

merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Keragaman

Indonesia tidak saja tercermin dari banyaknya pulau yang dipersatukan di

bawah satu kekuasaan satu negara, melainkan juga keragaman warna kulit,

bahasa, etnis agama dan budaya. Karena itu yang menjadi persoalan

bukanlah kenyataan bahwa bangsa ini adalah amat beragam, melainkan

cara kita memandang dan mengelola keragaman tersebut. Disinilah letak

pentingnya pluralisme untuk dikaji.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XI yaitu pasal 29

ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut

Agama dan kepercayaannya.2

Sudah sejak lama seluruh bangsa Indonesia selalu diingatkan agar

selalu hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat yang berbeda

suku bangsa, agama, ras, dan golongan. Ajakan agar selalu hidup

(11)

3

berdampingan dengan damai ini merupakan bentuk sosialisasi nilai yang

terkandung dalam pluralisme.

Agama sebagai suatu sistem sosial di dalamnya merangkum suatu

kompleks pola kalakuan batin yang diataati penganutnya. Dengan cara itu

pemeluk Agama baik secara pribadi maupun bersama-sama berkontak

pada yang Maha Suci, mereka mengungkapkan pemikirannya, isi hatinya

dan perasaannya kepada Tuhan menurut pola tertentu dan lembaga

tertentu.3

Ketika mengenai kebebasan beragama, Joachim Wach

Menjelaskan bahwa memilih dan memeluk suatu Agama atau sistem

kepercayaan yang dianut dan dipercayai, seseorang hendaknya tidak

dikarenakan adanya lantaran determinasi kultural melainkan atas

kebebasannya sendiri. Misalnya memilih Agama Kristen, Islam,

Hindu,maupun Budha. Karena merupakan pilihan universal.4

Sebagaimana telah dijabarkan dalam uraian diatas, Pluralisme telah

menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering dibicarakan

akhir-akhir abad 20, khususnya di Indonesia. Wacana ini sebenarnya ingin

menjembatani hubungan antar beragam perbedaan (khususnya agama)

yang seringkali terjadi disharmonis dengan mengatasnamakan, diantaranya

kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antar umat

beragama.

3 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta, Kanisius, 1983), 111.

4 Joachim wach, Ilmu Perbandingan Agama, Terj. Djamanhuri (Jakarta: Raja Grafindo

(12)

4

Pluralitas (keberagaman) dalam sebuah daerah tidak dengan

sendirinya menjadikan daerah tersebut serta merta disebut sebagai sebuah

masyarakat multikultural. Pluralitas tersebut didasari pada

keanekaragaman suku, budaya, agama dan bahasa. Untuk menggambarkan

keanekaragaman tersebut munculah istilah Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity) yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.

Oleh karena itu sebagai penganut dari ajaran Agama dan keyakinan

yang berbeda serta hidup dalam satu bangsa maka, kehidupannya dituntut

untuk menciptakan lingkungan bermasyarakat yang tentram, damai, dan

rukun sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa semua Agama

mempunyai ajaran tentang kebersamaan dan keselarasan hidup

bermasyarakat.5

Terkait isu pendirian rumah ibadah, pada hakikatnya pendirian

rumah ibadah merupakan hak setiap umat beragama. Rumah ibadah

merupakan sarana keagamaan yang dianggap memiliki peran penting bagi

pemeluk Agama di suatu tempat. Hal ini dikarenakan fungsinya yang

beragam, pendirian rumah ibadah di suatu wilayah dapat berfungsi sebagai

simbol “keberadaan” pemeluk agama. Rumah ibadah juga dapat

digunakan sebagai tempat menyiarkan Agama dan tempat melakukan

(13)

5

ibadah. Karena perannya yang penting tersebut, maka setiap umat

beragama berkeinginan untuk mendirikan tempat beribadah.6

Namun di beberapa wilayah lainnya tidak menutup kemungkinan

terdapat kondisi yang berbeda. Dimana masyarakat mau menerima dan

menghargai kehadiran golongan agama-agama lain, sehingga persoalan

seperti penolakan dan penghancuran dalam membangun tempat ibadah

tidak ada kendala dan berjalan lancar ataupun tidak adanya bentrok antar

umat beragama.

Agama Islam dan Kristen yang menjadi Agama mayoritas yang

pengikutnya sangat banyak. Kedua agama ini adalah agama monoteisme.

Dasar ajaran monoteismen adalah Tuhan yang satu, Tuhan Maha Esa,

Pencipta alam semesta. Penduduk indonesia mayoritas menganut Agama

Islam, dari Agama-agama lainnya akan tetapi yang menganut Agama

kristen juga sangat banyak.

Terlepas dari uraian di atas, seperti halnya di Desa Telagabiru

Kecamatan Tanjungbumi Kabupaten Bangkalan, disana terdapat sebuah

bangunan tempat beribadat umat Kristen yaitu Gereja satu-satunya yang

ada di Desa tersebut. Desa yang sangat kecil ini mayoritas penduduknya

beragama Islam akan tetapi juga ada yang menganut agama Kristen,

seperti halnya di negara indonesia.

6 Bashori A. Hakim dan Moh Saleh Isre, Fungsi sosial rumah ibadah dari Berbagai

(14)

6

Gereja di Desa Telagabiru ini sudah lama berdiri walaupun di Desa

tersebut mayoritas Muslim, gereja ini terletak di Dusun Pecenan tepatnya

di pinggir kiri jalan raya jalur dari kabupaten Bangkalan menuju

kabupaten Sampang. maka dari itu, ini merupakan suatu fenomena yang

menurut peneliti sangat menarik untuk dikaji.

Dan yang lebih menarik bagi peneliti, bahwasanya ketika pada hari

minggu peneliti pergi ke gereja dan pada saat peneliti keluar dari gereja

tersebut, salah satu masyarakat desa Telagabiru menghampiri peneliti dan

berkata “sedang apa kamu di gereja”. Dari kejadian ini peneliti berfikir

bahwasanya masyarakat Desa Telagabiru masih ada yang antusias

terhadap tindakan saya pada saat masuk ke dalam Gereja tersebut. Maka

dari itu Sangat menarik untuk kemudian peneliti untuk mengetahui atas

landasan apa seseorang yang menegur peneliti di depan Gereja

Oleh karena itu pluralisme dalam masyarakat Islam. Dan

memahami pluralisme dalam pandangan Nurcholish madjid perlu

mepraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari hal ini perlu dikarenakan

banyak sekali orang yang belum memahami pentingnya pluralisme untuk

dijadikan sebagai landasan untuk bertindak dan berkomunikasi dengan

orang yang berbeda pemahamannya, berbeda kepercayaan dan keyakinan,

(15)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut untuk memperjelas dan

membatasi agar pembahasan tidak keluar dari judul penelitian ini, maka

peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Gereja di Desa Telagabiru?

2. Bagaimana Toleransi masyarakat Islam terhadap keberadaan Gereja di

Desa Telagabiru?

C. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah yang peneliti gunakan, maka

penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Gereja di Desa Telagabiru.

2. Untuk mengetahui bagaimana toleransi masyarakat Islam terhadap

keberadaan Gereja di Desa Telagabiru.

D. Kegunaan Penelitian

Setelah mengetahui tujuan penelitian, maka penelitian ini

diharapkan mampu memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan

(16)

8

Secara Teoritis.

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangan ilmu Studi

Agama-agama.

Secara Praktis.

1. Bagi masyarakat Desa Telagabiru, penelitian ini diharapkan menjadi

salah satu sarana untuk mempererat kerukunan, ketentraman, umat

beragama.

2. Dapat memberikan kontribusi perkembangan keilmuan dan

memperluas cakrawala berfikir secara ilmiah tentang pluralisme

masyarakat beragama, sehingga dapat diambil hikmah dan

manfaatnya.

3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, serta mempertajam daya

kritis dan daya nalar serta melatih kepekaan terhadap

fenomena-fenomena keagamaan yang timbul di tengah masyarakat.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, sehingga terlihat jelas bahwa

kajian ini bukanlah pengulangan atau duplikasi dari kajian terdahulu.

(17)

9

beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan penulis

teliti. Hal ini digunakan sebagai rujukan bagi peneliti untuk melengkapi

tulisan, disini ada beberapa tulisan yang menurut peneliti ada kaitannya

dengan apa yang di tulis oleh peneliti.

Pertama Penelitian oleh Robi’atul Maulidah, berjudul “Studi

Tentang Keberadaan Gereja Pantekosta dan Dampaknya Terhadap

Kerukunan antar Umat Beragama di Kandangan”.7penelitian ini mengkaji

tentang keberadaan gereja pantekosta dan dampaknya terhadap kerukunan

antar umat beragama di kandangan. Studi ini bertujuan untuk

mendeskripsikan sejarah berdirinya gereja pantekosta pusat Surabaya yang

ada di kelurahan Kandangan, kecamatan Benowo, Kota Surabaya. Disertai

dengan Respon masyarakat muslim kandangan dari keberadaan gereja

tersebut.

Kedua penelitian oleh Mike Fithriyah Yuliati, berjudul “Studi

Keberadaan dan Tanggapan Masyarakat Terhadap Klenteng Tjoe Tik

Kiung di Trajeng Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan”.8 Penelitian ini

menjelaskan tentang seperti apa tanggapan masyarakat mengenai

keberadaan Klenteng Tjoe Tik Kiung di kota pasuruan. Serta bagaimana

sejarah berdirinya bangunan tempat beribadah umat Khonghucu tersebut.

7 Robi’atul Maulidah, “Studi tentang keberadaan gereja pantekosta dan dampaknya terhadap kerukunan antar umat beragama di Kandangan” (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).

(18)

10

Ketiga penelitian oleh Fatkhatun Nikmah, berjudul “Persepsi Umat

Islam Terhadap Gereja Kristen Jawi Wetan Pesamuwan Desa Walikukun

Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi”.9Dalam Penelitian ini

dijelaskan bahwasanya umat islam di desa walikukun kecamatan

widodaren kabupaten ngawi mempunyai persepsi terhadap gereja jawi

wetan, dan di dalam penelitian ini terdapat pula latar belakang sejarah

berdirinya gereja jawi wetan dan aktivitas apa saja yang dilakukan.

Keempat penelitian oleh Zulfatul Laili, berjudul “Hubungan

Sosio-Kultural antara Masyarakat Islam dan Kristen di Desa Catak-Gayam

Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang”.10 Penelitian ini bertujuan

untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana bentuk hubungan

sosio-kultural antara masyarakat islam dan kristen dalam mewujudkan keukunan

hidup antar umat beragama di Desa Catak-Gayam Kecamatan Mojowarno

Kabupaten Jombang.

Kelima artikel jurnal yang di tulis oleh Ibnu Hasan Muchtar,

berjudul “ Respon Masyarakat dan Pemerintahan Daerah terhadap

Pertumbuhan Temoat Ibadat (Studi Kasus Penutupan Ruko dan Rumah Tinggal yang digunakan sebagai Tempat Ibadat Umat Kristen di Cianjur

Jawa Barat) “.11artikel ini bertujuan menemukan fakta mengenai

9 Fatkhatun Nikmah, “Persepsi umat islam terhadap gereja kristen jawi wetan pesamuwan Desa Walikukun kecamatan widodaren Kabupaten Ngawi” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2000).

10 Zulfatul Laili, berjudul “Hubungan Sosio-Kultural antara Masyarakat Islam dan Kristen di Desa Catak-Gayam Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006).

11 Ibnu Hasan Muchtar, berjudul “ Respon Masyarakat dan Pemerintahan Daerah

(19)

11

penutupan tujuh gereja umat kristen oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur

yang mendapat Reaksi dari Badan Kerjasana Antar Kota Cianjur

(BKSAG) dengan melaporkan ke Komnas HAM. Bahwasanya gereja yang

dimaksud bukanlah gereja berbentuk bangunan melainkan rumah toko dan

rumah tinggal yang dijadikan sebagai tempat beribadat.

F. Kajian Teoritik

Dalam pengumpulan data ini di lihat dari Fenomena yang terjadi

peneliti menggunakan pendekatan Sosiologi, serta nantinya juga akan

dikaitkan dengan teori tentang pluralisme, pluralisme dalam Islam serta

tempat beribadat yaitu tempat dimana umat beragama melakukan suatu

keyakinan atau ritual menurut agamanya sendiri. Dan berbagai teori yang

berkaitan.

Pluralisme paham yang menjelaskan keadaan sosial yang beraneka

ragam, karena sebuah paham berangkat dari sebuah keadaan realitas.

Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme agama

dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan

kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan

rahmat Tuhan kepada manusia.

(20)

12

Maka dari itu peneliti menggunakan pendekatan sosiologi, yang

lebih menekankan tentang pluralisme agama, nilai-nilai pluralisme dalam

islam serta menggunakan teori atau pemikiran tokoh pluralisme di

Indonesia yaitu Nurcholish Madjid, dia mengatakan bahwa salah satu

persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah

terwujudnya masyarakat yang mengharagai kemajemukan (pluralitas)

masyarakat dan bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.12

Nurcholis Madjid, mengemukakan definisi pluralisme agama

adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam

konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya

sekedar realitas social, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa

kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang

sebagai fakta social yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa

begitulah faktanya mengenai kebenaran.

peneliti juga memakai teori Bapak sosiologi yaitu Emile Durkheim

sosiologi agama, dengan pendekatan sosioligis ini, yaitu pendekatan

tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi

yang terjadi antar mereka menurut pendekatan sosiologi bahwa dorongan,

gagasan, dan lembaga agama mempengaruhi. Agama adalah sarana

ungkapan simbolis kehidupan kolektif total. Durkheim

12 Nurcholish Madjid , Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992), Kata

(21)

13

mengidentifikasikan agama dengan masyarakat semakin erat dan kuat

ikatan sosial suatu masyarakat, semakin dalamlah perasaan religiusnya.13

Sehinggga dari sumber diatas yang menyatakan bahwasannya

dengan adanya fenomena tersebut peneliti dapat memberikan intterprestasi

dari interaksi sosial dengan menggunakan pengamatan, pendekatan

individual dengan beberapa aktor masyarakat yang bersangkutan untuk

mendapatkan data penelitian yang bersifat subyektif.

G. Sumber Penelitian

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan dua sumber, yaitu

sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber Primer

Sumber primer dalam penelitian ini merupakan data lapangan yang

diperoleh melalui wawancara dengan beberapa tokoh penting yang

mempunyai keterkaitan dengan kajian penelitian. Sumber penelitian ini di

dapat dari tokoh agama Islam dan beberapa masyarakat Islam. Dalam

penelitian ini, data yang dibutuhkan oleh peneliti berkisar tentang

pluralisme masyarakat Islam, sejarah Gereja Pantekosta, dan sikap

masyarakat Islam di Desa Telagabiru.

13 Dr. H. Dadang Kahmad, M. Si, Sosiologi Agama (Bandung: PT REMAJA

(22)

14

2. Sumber Sekunder

Sumber Sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui data

pustaka yang relevan dengan kajian yang diteliti serta wawancara dengan

masyarakat diluar Islam. Hal ini dilakukan karena Gereja Pantekosta

berada di lingkungan masyarakat Islam di Desa Telagabiru.

H. Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian, untuk mencapai suatu

kebenaran ilmiah harus menggunakan metode penelitian hal ini untuk

memperoleh data valid dan mempermudah peneliti dalam penelitian ini.

Adapun jenis data yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas,

maka penulis memberikan informasi data sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini data yang di gunakan berupa data kualitatif.

Data kualitatif yaitu data yang tidak langsung terwujud dalam angka,

tetapi dalam bentuk kategori-kategori diatas.14 Penelitian ini dalam

penelitiannya menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi

literatur. Dimana teknik observasi yaitu peneliti dapat menjalin hubungan

baik dengan orang-orang yang ada di tempat penelitian guna mendapatkan

kemudahan dalam proses penelitian dan juga mendapatkan informasi yang

valid. Dan yang terahir dokumentasi. dalam hal in Peneliti mengumpulkan

(23)

15

data-data dengan cara mengumpulkan berbagai macam dokumen-dokumen

seperti gambar atau audio visual yang mempunyai kaitan dengan fokus

penelitian.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Peneliti memilihnya karena jenis penelitian ini dianggap sebagai penelitian

mendalam yang umumnya menghasilkan data Deskriptif dalam bentuk

kata-kata dan catatan-catatan yang berkaitan dengan nilai, makna dan

pengertian. Karakteristik penelitian ini terletak pada objek sebagai focus

penelitian sesuai dengan fenomena yang ada.

2. Sumber Data

Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian, menurut

Suharsimi Arikunto adalah subjek di mana data diperoleh.15 Sedangkan

menurut Lofland sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong, sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan.Selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.16

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari dua macam sebagai berikut:

a. Data Primer

Data Primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data.17Atau data yang langsung dikimpulkan peneliti

15 Suharsimi Arikunto,ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), 107.

16Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002

), 112.

(24)

16

dari sumber pertamanya.18 Data primer yang menjadi sumber penelitian

adalah beberapa tokoh agama, tokoh masyarakat, dan persepsi masyarakat

mengenai Gereja di Desa Telagabiru..

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya

berupa data dokumntasi dan arsip-arsip resmi.19 Pendapat lain mengatakan

bahwa data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam

bentuk dokumen-dokumen, misalnya data mengenai keadaan demografis

suatu daerah, data mengenai produktivitas suatu perguruan tinggi, data

mengenai persediaan pangan di suatu daerah dan sebagainya.Data

sekunder yang diperoleh peneliti adalah data yang diperoleh langsung dari

pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian penelitian ini dan berbagai

literature yang relevan dengan pembahasan.

3. Metode Pegumpulan data

Metode dalam pengumpulan data merupakan langkah atau upaya

peneliti dalam mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, cukup atau

tidaknya suatu data tidak dinilai dari jumlah. Meskipun banyak data yang

telah terkumpul namun jika belum mampu memenuhi jawaban dari

masalah penelitian maka data dianggap belum cukup.

Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian,

peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

(25)

17

a. Metode Observasi (Pengamatan)

Observasi secara terminologisbermakna pengamatan atau

peninjauan secara cermat. Selain itu observasi juga dimaknai sebagai

kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil

kerja pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Observasi

dalam penelitian ini bererti peneliti langsung datang ke objek penelitian

untuk melakukan pengamatan. Sehingga dapat melihat kondisi yang

sesungguhnya, dan mendapatkan data yang valid.

b. Wawancara

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengadakan

wawancara atau Tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan tentang

masalah yang diteliti kepada Responden. Wawancara sianggap sebagai

sumber bukti yang sangat penting dalam studi kasus.

Dengan melakukan wawancara peneliti dapat menggali data

tentang sejarah berdirinya gereja ataupun kondisi yang selama ini terjalin

disana. Narasumber yang dipilih peneliti untuk memberikan informasi

ialah : pertama, pengurus Gereja, kedua, Tokoh Agama, ketiga Tokoh

masyarakat dan masyrakat yang bermukin di dekat gereja.

c. Dokumentasi

Dokumen adalah catatan dari peristiwa yang telah berlalu.

(26)

18

pencarian data yang berupa catatan, transkip, buku-buku dan majalah yang

berkaitan dengan penelitian. Khususnya bagi studi kasus penggunaan

dokumen sebagai sumber bukti dalam pengumpulan data menjadi penting

saat digunakan untuk mendukung dan menambahkan bukti dari sumber

lain.

4. Metode Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam

penelitian ini digunakan metode:

a. Deskriptif, yaitu mengumpulkan data tentang bagaimana bentuk

pluralisme masyarakat islam terhadap keberadaan Gereja pantekosta di

Desa Telagabiru dan selanjutnya dianalisis, setelah itu ditarik

kesimpulan.

b. Induktif yaitu merupakan metode yang digunakan untuk

mengemukakan fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitan di Desa

Telagabiru dilihat dari perspektif Ilmu Fenomenologi dan Sosiologi

(27)

19

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memperoleh gambaran, pemahaman,

dan kesimpulan, dalam penelitian ini, maka sistematika dalam penelitian

skripsi ini di bagi dalam beberapa Bab, dan masing-masing Bab terdiri dari

sub-sub bab, untuk lebih jelasnya, dapat di perinci sebagai berikut:

BAB I : Pendahuuan, yang mana pada bab ini mengawali seluruh

rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, yakni

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan,

penegasan judul, manfaat penelitian, sumber yang

digunakan, metodologi penelitian, dan sistematika

pembahasan.

BAB II : berisikan tentang landasan teori yang akan digunakan

untuk menganalisis data yang telah terkumpul dari

serangkaian penelitian di lapangan. Meliputi teori

pluralisme pandangan Nurcholish Madjid, disertai dengan

beberapa teori pendukung.

BAB III : Memuat tentang gambaran umum obyek penelitian, bab

ini berisikan study lapangan. Data-data tersebut berupa

gambaran umum Gereja di Desa Telagabiru. Pembahasan di

dalamnya meliputi sejarah berdirinya gereja, aktifitas dalam

(28)

20

BAB IV : Pembahasan tentang analisa data yang berisikan antara

penelitian dengan teori, dimana analisa ini berfokus pada

toleransi yang ditunjukkan masyarakat Islam terhadap

keberadaan Gereja pantekosta di Desa Telagabiru dan

kerukunan umat beragama di Desa Telagabiru.

BAB V : Pada Bab ini mambahas tentang Penutup, yang terdiri

dariserangkaian pembahasan sebelum-sebelumnya berisi

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI PLURALISME

A. Pluralisme

1. Pengertian Pluralisme

Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti

banyak (jamak), sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah

suatu paham atau teori yang menganggap bahwa realitas itu terdiri dari

banyak substansi.1

Dalam pengertian semacam ini ada sesuatu yang mendasar dari

pluralisme, yaitu “ketulusan hati” pada diri setiap manusia untuk

menerima keanekaragaman yang ada. “Ketulusan hati” bukanlah hal yang

mudah untuk ditumbuhkembangkan dalam diri seseorang, atau dalam

komunitas secara luas, sebab “ketulusan hati” ini berkaitan dengan

kesadaran, latihan, kebesaran jiwa, dan kematangan diri.

Pluralisme adalah upaya membangun tidak saja kesadaran bersifat

teologis tetapi juga kesadaran sosial. Hal itu berimplikasi pada kesadaran

bahwa manusia hidup di tengah masyarakat yang plural dari segi agama,

budaya, etnis, dan berbagai keragaman sosial lainnya. Karena dalam

pluralisme mengandung konsep teologis dan konsep sosiologis.2

1 Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), 604.

2 Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agam-agama, (Yogyakarta: Samudra Biru,

(30)

22

Pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa

masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan

agama yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi bukan

pluralisme. Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebinekaan

dalam ikatan-ikatan keadaban. Pluralisme adalah keberadaan atau toleransi

keragaman etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu

masyarakat atau negara, serta keragaman.

Dengan demikian yang dimaksud “pluralisme” adalah terdapat

banyaknya ragam latar belakang (agama) dalam kehidupan masyarakat

yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan, saling bekerja sama dan

saling berinteraksi antara penganut satu agama dengan penganut agama

lainnya, atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut agama dituntut

bukan saja mengakui keberadan dan menghormati hak agama lain, tetapi

juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna

tercapainya kerukunan bersama.3

Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme

agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan

kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan

rahmat Tuhan kepada manusia. Pengakuan terhadap kemajemukan agama

tersebut adalah menerima dan meyakini bahwa agama yang kita peluk

adalah jalan keselamatan yang paling benar, tetapi bagi penganut agama

lain sesuai dengan keyakinan mereka agama mereka pulalah yang paling

(31)

23

benar. Dari kesadaran inlah akan lahir sikap toleran, inklusif, saling

menghormati dan menghargai, serta memberi kesempatan kepada orang

lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Hal tersebut sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang

Maha Esa”, dan UUD’45 pasal 29 ayat (2) yang menjamin kebebasan

beragama dan beribadah sesuai menurut agama dan kepercayaan

masing-masing.4 Pasal 29 ayat (2) UUD’ 45, di samping jaminan kebebasan

beragama, keputusan yang fundamental ini juga merupakaan jaminan tidak

ada diskriminasi agama di Indonesia. Mukti Ali, secara filosofis

mengistilahkan dengan agree in disagreement (setuju dalam perbedaan).

Setiap agama tidak terpisah dari yang lainnya dalam kemanusiaan.

Keterpisahan mereka dalam kemanusiaan bertentangan dengan prinsip

pluralisme yang merupakan watak dasar masyarakat manusia yang tidak

bisa dihindari. Dilihat dari segi etnis, bahasa, agama, budaya, dan

sebagainya, Indonesia termasuk satu negara yang paling majemuk di

dunia. Indonesia juga merupakan salah satu Negara multikultural terbesar

di dunia. Hal ini disadari oleh para founding father kita, sehingga mereka

merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan “Bhinneka Tunggal

Ika”.

Dalam konteks kekinian, wacana pluralisme semakin diminati oleh

banyak kalangan seiring dengan semakin banyaknya konflik yang timbul

saat ini. Sebagian besar konflik tersebut di tenggarai sebagai akibat dari

(32)

24

perbedaan agama. Untuk mengatasinya diperlukan sebuah solusi ilmiah

bernama “Pluralisme agama”.

Menanggapi konsep pluralisme agama, memang tidak semua orang

sependapat karena disamping ada yang setuju dan menaruh harapan

padanya, ada yang pula berbagai kekhawatiran ataupun kecurigaan

terhadapnya. Seperti apa yang dikatakan oleh M. Amin Abdullah bahwa

kekhawatiran umat beragama pada pluralitas adalah pada akibat yang

ditimbulkan dan konsekuensi dari wujud praktis dari wujud pengakuan

formal tersebut terhadap faham “Relativitas” keberadaan relativitas adalah

salah satu akibat dan bahkan bisa dianggap sebagai saudara kembar

pluralitas.5

2. Faktor-faktor penyebab dalam Pluralisme

Secara umum dapat di klasifikasikan dalam dua faktor utama yaitu

faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal, yang mana antara satu

faktor dan faktor lainnya saling mempengaruhi dan saling berhubungan

erat. Faktor internal merupakan faktor yang timbul akibat tuntunan akan

kebenaran yang mutlak (absolute truthclaims) dari agama-agama itu

sendiri, baik dalam masalah akidah, sejarah maupun dalam masalah

keyakinan atau doktrin. Faktor ini sering juga di namakan dengan faktor

(33)

25

ideologis. Adapun faktor yang timbul dari luar dapat diklasifikasikan ke

dalam dua hal, yaitu faktor sosio-politis dan faktor ilmiah.6

a. Faktor ideologis (internal).

Faktor internal di sini yaitu mengenai masalah teologi. Keyakinan

seseorang yang serba mutlak dan absolut dalam apa yang di yakini dan di

imaninnya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak ada

yang mempertentangkannya hingga muncul teori tentang relativisme

agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah sikap pluralisme

terhadap agama. Dalam konteks ideologi ini, umat manusia terbagi

menjadi dua bagian, yang pertama mereka yang beriman dengan teguh

terhadap wahyu langit atau samawi, sedangkan kelompok yang kedua

mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja

(rasionalis).7

b. Faktor Eksternal

Di samping faktor-faktor internal tersebut di atas tadi, terdapat juga

dua faktor eksternal yang kuat dan mempuyai peran kunci dalam

menciptakan iklim yang kondusif dan lahan yang subur bagi tumbuh

berkembangnya teori pluralisme. Kedua faktor tersebut adalah faktor

sosio-politis dan faktor ilmiah:

6 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif, 2006),

(34)

26

1). Faktor Sosio-Politis

Dimana faktor yang mendorong munculnya teori pluralisme

agama adalah berkembangnya wacana-wacana sosio politis,

demokratis dan nasionalisme yang telah melahirkan sistem

negara-bangsa dan kemudian mengarah pada apa yang dewasa ini di kenal

dengan globalisasi, yang merupakan hasil praktis dari sebuah

proses sosial dan politis yang berlangsung selama kurang lebih tiga

abad.

2). Faktor Keilmuan atau Ilmiah

Pada hakikatnya terdapat banyak faktor keilmuan yang

berkaitan dengan pembahasan ini. Namun yang memiliki kaitan

langsung dengan timbulnya teori-teori pluralisme agama adalah

maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-agama dunia,

atau yang sering juga di kenal dengan studi perbandingan agama.8

3. Dasar-dasar Pluralisme

Terkait dengan dasar-dasar pluralisme terdapat tiga pokok yaitu: a.

Dasar Filosofis Kemanusiaan, b. Dasar Sosial Kemasyarakatan dan

Budaya, c. Dasar Teologi. Dari tiga pokok ini akan di perjelas di bawah

ini:

(35)

27

a. Dasar Filosofis Kemanusiaan

Penerimaan kemajemukan dalam faham pluralisme adalah sesuatu

yang mutlak, tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini merupakan konsekwensi

dari kemanusiaan. Manusia pada dasarnya makhluk sosial yang

mempunyai harkat dan martabat yang sama, mempunyai unsur-unsur

essensial (inti sari) serta tujuan atau cita-cita hidup terdalam yang sama,

yakni damai sejahtera lahir dan batin. Namun dari lain sisi, manusia

berbeda satu sama lain, baik secara individual atau perorangan maupun

komunal atau kelompok, dari segi eksistensi atau perwujudan diri, tata

hidup dan tujuan hidup.9

Secara sosiologis, manusia terdiri dari berbagai etnis dan budaya

yang saling berbeda dan mengikatkan dirinya antara satu dengan yang

lainnya. Suatu bangsa terdiri dari suku-suku yang beraneka ragam.10

b. Dasar Sosial Kemasyarakatan dan Budaya

Pengakuan akan adanya penerimaan akan kemajemukan

merupakan konsekwensi dan konsistensi komitmen sosial maupun

konstitusional sebagai suatu masyarakat (suku, bangsa, bahkan dunia),

yang berbudaya. Karena kemajemukan merupakan konsekwensi dari

hakekat manusia sebagai makhluk sosial.

9 Susurin, Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam:Bingkai Gagasan yang Berserak,

(Bandung: Nuansa, 2005), 94.

10 Budhy Munawar Rahman, Argument Islam untuk Pluralis, (Jakarta: Grasindo, 2009),

(36)

28

Jadi kemajemukan merupakan unsur penentu bagi adanya dan

kekhasan dari suatu masyarakat.oleh sebab itu dalam sejarah pembentukan

dan kehidupan setiap kelompok masyarakat senantiasa ada kesadaran dan

pengakuan akan adanya kemajemukan, serta ada komitmen untuk

menerima dan dan tetap mempertahankan kemajemukan secara

konsekwensi dan konsisten.11

c. Dasar Teologis

Dalam suatu masyarakat agamawi seperti masyarakat Indonesia,

ada berbagai macam agama yang berbeda dalam berbagai aspek atau

unsur-unsurnya, dan kemajemukan harus diterima sebagai konsekwensi

dari nilai-nilai luhur dan gambaran “sang Ilahi” (Allah) yang maha baik

serta cita-cita atau tujuan mulia dari setiap agama dan para penganutnya.12

4. Dampak Pluralisme dalam Kehidupan Bermasyarakat

Dalam kehidupan masyarakat, Untuk mendukung konsep

pluralisme tersebut, diperlukan adanya toleransi antar sesama umat

beragama. Agar kehidupan masyarakat terjalin secara damai tentram dan

tidak ada konflik antar umat beragama. Oleh karena itu pluralisme dalam

kehidupan bermasyarakat mempunyai dampak yang bermanfaat seperti:

11 Muhammad fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta

selatan: PSIK Universitas Paramadina, 2006), 124.

(37)

29

a. Toleransi beragama.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal

dari kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang

(menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat,

pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan

atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi perlu difahami dan

di praktikkan karena dengan toleransi salah satunya dapat menghargai,

menerima keanekaragaman yang berada di Indonesia, budaya, bahasa,

suku, agama dan ras adalah sebuah kekayaan dan keindahan bangsa.13

Perbedaan itu merupakan rahmat, kekuatan, dan karunia yang

diwujudkan melalui sikap saling menghormati. Jadi Toleransi adalah suatu

sikap atau tingkah laku dari seseorang untuk membiarkan kebebasan

kepada orang lain dan memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut

sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Menghormati keanekaragaman

akan menumbuhkan sikap toleran. Salah satu wujud dari toleransi

melakukan kerjasama dengan orang lain, walaupun berdeda agama dan

ras.

b. Kerukunan antar umat bergama

Kata “Rukun” dari Bahasa Arab “ruknun” artinya asas-asas atau

dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau

13 Sukiman, Seri Pendidikan Orang Tua Menumbuhkan Sikap Toleransi Pada Anak, (

(38)

30

damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana

damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan umat

beragama adalah program pemerintah meliputi semua agama, semua

warga negara Republik Indonesia.

Berdasarkan Permen No. 9 Tahun 2006 Pasal 1 ayat, kerukunan

umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang

dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai

kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa kerukunan antar umat beragama agama adalah asas-asas atau dasar

yang dijadikan untuk menciptakan suasana damai, tentram, harmonis

dalam masyarakat yang dilandasi sikap toleransi, saling pengertian, saling

menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaram agamanya

dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.14

14 Bihim BM, Kerukunan Antar Umat Beragama,

(39)

31

B. Pluralisme dalam Perspektif Islam

1. Islam

Kata Islam secara etimologi memiliki pengertian penyerahan diri

dan masuk kedalam kedamaia. Pengertian pertama sangat banyak dipakai

dalam Al-Qur’an, seperti pada ayat yang menyebutkan bahwa agama yang

benar bagi Allah adalah Islam. Maksudnya adalah bahwa agama yang

benar adalah agama yang prinsip utamanya adalah penyerahan diri kepada

Tuhan.15

Dari segi bahasa, Islam berarti damai, tunduk. Patuh pasrah, dan

berserah diri. Sebagai agama, Islam diyakini oleh para pemeluknya

sebagai seperangkat ajaran dan doktrin yang diwahyukan oleh Allah

kepada Nabi Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada manusia

sebagai petunjuk. Sebagai doktrin, Islam menggariskan tata hubungan

manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dan

lingkungannya (lingkungan sosial dan lingkungan alam).

Komponen-komponen dasar dalam agama Islam terdiri dari tiga

Komponen yaitu:

a. Iman, yang berupa prinsip kepercayaan yang ada dalam hati, sehingga

yang tau ada tidaknya hanyalah orang yang bersangkutan dengan

Allah. Orang lain hanya bisa melihat tanda-tandanya.

15 Dr. H. Moch. Qasim Mathar, M.A, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama,

(40)

32

b. Islam, yang berupa aturan formal yang mengatur hubungan manusia

dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta lingkungan.

c. Ihsan, yang berupa perwujudan keberagamaan dalam tingkah laku

sehari-hari yang bertumpu pada pengontrolan diri.

Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, keimanan mesti

mendasari perbutan dan perbuatan tidak hanya dilakukan sesuai dengan

aturan-aturan lahiriah, melainkan berangkat dari rasa tanggungjawab

sebagai pemegang mandat dari Tuhan.16

Dalam sejarah keislaman, pluralisme memiliki sejarah panjang

sejak awal kelahiran Nabi sampai periode sesudah Nabi dan di era sahabat.

Islam dalam segala dimensinya mengakui pluralitas suku, bangsa, etnis,

ras bahkan agama.

Agama islam berpedoman pada kitab suci al-Qur’an dalam

keyakinan umat islam, Nabi Muhammad adalah pembawa risalah terakhir

dan penyebar rahmad bagi seluruh alam. Oleh karena itu umat islam selalu

merujuk pada pedoman hidupnya yang dibawa dan diturunkan melalui

Nabi Muhammad saw, yaitu al-Qur’an dan Hadits (As-Sunnah) yang

berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an.17

Berbicara tentang al-Qur’an ada pertanyaan yang selalu mengusik

kita, apakah al-Qur’an itu sesuai prinsip-prinsip kemanusiaan yang

universal. Apakah al-Qur’an itu mendukung upaya-upaya yang manusiawi

(41)

33

dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia secaraplural, mandiri

dan bebas.

Dalam konteks kehidupan sosial saat ini, kita berhadapan dengan

isu keadilan, pluralisme, humanisme, hak asasi manusia, dan demokrasi.

Ayat-ayat yang relevan terhadap isu atau kejadian tersebut adalah

ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah. Karena ayat-ayat inilah yang relevan dengan

persoalan-persoalan kemanusiaan secara universal, sementara ayat-ayat

madaniyah bersifat parsial dan tidak berlaku secara umum dan universal.18

Al-Qur’an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri

dari beragam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan

masing-masing. Komunitas- komunitas terseebut harus menerima kenyataan akan

keraggaman sehinggga mampu memberkan toleransi. Tuhan memberikan

umatnya beragam karena keragaman merupakan bagian dari sunntullah.

Hal ini terbukti dengan diberikannya pilihan-pilihan yang bisa diambil

oleh manusia apakah akan mengimani atau mengingkari kebenaran tuhan

QS. Al-Kafh ayat 29:

18 Dr. Moeslim Abdurrahman, ISLAM PRIBUMI Mendialogkan Agama Membaca

(42)

34

Artinya : “Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” ( QS. Al-Kafh : 29).19

QS. Al-Maidah ayat 118:

Artinya : “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah : 118).20

Sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah

mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas).

Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak

diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang

'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah.

Islam mengajarkan prinsip-prinsip kemanusiaan atau mengatur hubungan

antar-manusia. Prinsip-prinsip itu antara lain:

a. Islam pada esensinya memandang manusia dan kemanusiaan secara

sangat positif dan optimis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu

19 Prof. R.H.A. soenarjo S.H, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: YAYASAN

PENYELENGGARA PENTERJEMAH/PENTAFSIR AL-QUR’AN, 1971), 448.

(43)

35

asal yang sama; keturunan Adam dan Hawa, tetapi kemudian manusia

menjadi bersuku-suku, berbangsa-bangsa lengkap dengan kebudayaan

dan peradaban khas masing-masing. Semua perbedaan ini mendorong

manusia untuk saling mengenal dan menumbuhkan apresiasi dan

kepedulian satu sama lain.

b. Dalam perspektif Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan suci

(fitrah). Dengan fithrahnya, setiap manusia dianugrahi kemampuan

dan kecenderungan bawaan untuk mencari, mempertimbangkan, dan

memahami kebenaran, yang pada gilirannya akan membuatnya mampu

mengakui Tuhan sebagai sumber kebenaran tersebut. Lebih jauh lagi

bahwa agama (Islam) tidak menghambat untuk terciptanya sebuah

perdamaian dalam kepluralitasan.21

2. Ayat Pluralisme dalam Islam

Maka untuk mengetahui lebih jauh, perlu dicarikan konsep yang

mampu menjaga eksistensi islam ditengah pluralitas tersebut, dan dalam

kandungan Al-Qur’an itu sendiri. Terdapat dua pokok yang menjadi

pembahasan pandangan Al-Qur’an tentang pluralisme, yaitu:

a. Tidak adanya paksaan dalam beragama

Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 256:

(44)

36

Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut22 dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256).23

Tidak ada paksaan bagi seseorang untuk memeluk agama Islam,

karena telah jelas yang mana petunjuk dan yang mana kesesatan, dan dari

firman Allah ini juga menjelaskan bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk

memaksa seseorang memeluk agama islam. as-Sunnah telah menjelaskan

tentang cara bermuamalah dengan orang-orang kafir, yaitu dengan

medakwahkan Islam kepada mereka, jika mereka enggan maka wajib atas

mereka untuk membayar jiziyah, dan jika mereka tidak mau kita perangi

mereka. Selain Ayat diatas juga terdapat QS. Asy-Syura ayat 48:

Artinya : “Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada

22 Thaghut, ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt. 23 Ibid.,

(45)

37

manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat).“ (QS. Asy-Syura : 48).24

Pada ayat tersebut Allah menerangkan bahwa apabila Nabi

Muhammad SAW telah menunaikan tugas menyampaikan risalah menyeru

orang-orang musyrik kepada kebenaran dan jalan lurus, tetapi mereka itu

tidak memberikan respon yang baik dan tidak mau menerimanya bahkan

mereka itu menolak dan berpaling dari kebenaran, maka hendaklah Rasul

membiarkan sikap mereka tanpa perlu gusar dan cemas. Hal ini

dikarenakan Rasul tidak diberi tugas untuk mengawasi dan meneliti amal

perbuatan orang-orang musyrik itu, tetapi dia hanya diberi tugas

menyampaikan apa yang diturunkan dan diperintahkan Allah kepadanya

Sehingga Al-Qur’an secara eksplisit mengajarkan bahwa dalam hal

memilih agama, manusia diberi kebebasan untuk memahami dan

mempertimbangkannya sendiri. Sesungguhnya perbedaan antara manusia

dalam agama terjadi karena kehendak Allah SWT. Seperti dalam

firmannya QS. An-Nahl ayat 93:

Artinya : “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu

satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan

(46)

38

sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl : 93 ).25

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik: yaitu : di

antara Sunnah Ilahi adalah memberikan kebebasan kepada manusia untuk

menentukan pilihan dan mereka juga bebas memilih jalan hidupnya

masing-masing. Dan semua perbuatan dan tingkah laku manusia baik itu

kecil atau besar akan dimintai pertanggungjawaban di Hari Kiamat.

Dari ayat-ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan

berpendapat, termasuk kebebasan memilih suatu agama untuk dianutnya

adalah hak yang di anugerahkan Tuhan kepada semua insan manusia

semenjak manusia lahir di dunia.

b. Pengakuan eksistensi atas agama-agama.

Seiap agama mempunyai jalan tersendiri untuk melestarikan dan

menjaga nilai-nilai agamanya. Namun demikian, islam datang tidak hanya

bertujuan mempertahankan eksistensinya sebagai agama, tetapi juga

mengakui adanya eksistensi agama-agama lain, dan memberinya hak

untuk berdampingan sambil menghormati pemeluk agama-agama lain.26

seperti firman Allah SWT. QS. Al-Kafirun ayat 6.

(47)

39

Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS.

Al-Kafirun : 6).27

Surat Al-Kafirun mengisyafatkan tentang habisnya semua harapan

orang-orang kafir dalam usaha mereka agar Nabi Muhammad saw

meninggalkan da wahnya. Dan di ayat ke 6 ini menereangkan bahwa

Rasulullah saw. Tidak akan mengikuti agama-agama orang kafir.

Pengakuan Al-Qur’an terhadap para pemeluk agama-agama lain juga

tercantun dalam QS. Al-Baqarah ayat 62:

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin28, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih

hati”. (QS. Al-Baqarah ayat 62).29

Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa

orang-orang non Muslim yang mereka beriman kepada Allah, percaya

kepada hari berbangkit dan beramal baik, maka mereka juga akan

mendapatkan pahala, artinya kedudukan mereka sama dengan seorang

Muslim yang bertauhid.

27 Ibid., Prof. R.H.A. soenarjo S.H, 1112.

(48)

40

Pengakuan Allah terhadap eksistensi agama-agama yang ada di

muka bumi dengan tidak membedakan kelompok, ras dan bangsa sangat

jelas. Dalam QS. Al-Hajj ayat 40.

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman

mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj : 40).30

QS. Al-Baqarah ayat 148.

Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia

menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan

(49)

41

kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 148).31

Maka yang perlu kita ketahui dan perlu diperhatikan justru

aktivitas umat beragama yang harus ada dalam kategori amal saleh. Berarti

pula agama ditantang untuk berlomba-lomba menciptakan kebaikan dalam

bentuk nyata.

QS. Al-Maidah ayat 16

Artinya : “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang

mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan

yang lurus.” (QS. Al-Maidah : 16).32

Al-qur’an melihat kemajemukan agama sebagai misteri ilahi yang

harus diterima untuk memungkinkan hubungan antar kelompok dalam

wilayah publik. Namun, Al-quran mengakui ekspresi keberagamaan

manusia yang berbeda memiliki nilai spiritual interinsik atau nilai

perennial. ini adalah sebuah konsep yang secara sosiologis dan kultural

menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara teologis mempersatukan

keragaman tersebut dalam satu umat yang memiliki kitab suci Ilahi.

31 Ibid., 38.

(50)

42

Karena memang pada dasarnya tiga agama samawi yaitu Yahudi, Kristen

dan Islam adalah bersudara.

C. Pandangan Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme

Nurcholish Madjid termasuk salah satu tokoh intelektual muslim

termuka di Indonesia yang pemikirannya banyak dikenal dan mampu

melahirkan pengaruh terhadap perubahan-perubahan tertentu didalam

masyarakat indonesia. Abdurrahman menjuluki Nurcholish Madjid

sebagai pendekar Islam dari jombang. Sementara majalah tempo

menyebutnya sebagai penarik gerbong pembaharuan.33

Pada masa belakangan ini, pola pikir Nurcholis Madjid lebih

mengarah terhadap usaha menampilkan Islam secara inklusif, dalam

rangka untuk lebih mengaktualkan nilai-nilai keislaman masa modern.

Adapun yang menjadi pemikirannya islam itu agama terbuka, dan

paradigma terpenting yang menjadi landasan adalah komitmen pluralisme.

Menurutnya, umat Islam di Indonesia dituntut mampu mengembangkan

dimensi pluralitas sehingga menerima faham pluralisme itu, yaitu sistem

nilai yang menerima kemajemukan sebagai kenyataan.34

Pluralisme Nurkhalish Madjid, mengatakan bahwa salah satu

persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah

33 Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi; Pemikiran Nurcholish Madjid, (Jakarta:

Republika, 2004), 1.

(51)

43

terwujudnya masyarakat yang mengharagai kemajemukan (pluralitas)

masyarakat dan bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.35

Nurcholis Madjid mengemukakan definisi pluralisme agama

adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam

konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya

sekedar realitas social, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa

kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang

sebagai fakta social yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa

begitulah faktanya mengenai kebenaran. Menurut Nurcholis Madjid,

pluralisme agama dapat diambil melalui tiga sikap agama:

a. Sikap eksklusif : Dalam melihat agama lain Sikap ini memandang

agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan umat.

b. Sikap inklusif : Sikap ini memandang agama-agama lain adalah bentuk

implisit agama kita.36

c. Sikap pluralis : Sikap ini bisa terekspresikan dalam macam-macam

rumusan, misalnya “agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama

sah untuk mencapai kebenaran yang sama”, “agama-agama lain

berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran yang sama sah”,

atau “setiap agama mengekspresikan bagian penting bagi sebuah

kebenaran”.

35 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992), Kata

Pengantar, ixviii.

36 Nurcholis Madjid, Mencari Akar-Akar Islam bagi Pluralisme Modrn: Pengalaman

(52)

44

Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam

bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin

pluralis, buktinya dalam QS. Ali ‘Imran: 85

Artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, Maka

sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan Dia di akhirat

Termasuk orang-orang yang rugi.”37

Yang diterjemahkan oleh Abdurrahman Wahid bahwa ayat tersebut

jelas menunjuk kepada masalah keyakinan Islam yang berbeda dengan

keyakinan lainnya, dengan tidak menolak kerjasama antara Islam dengan

berbagai agama lainnya.38

Selanjutnya menurut Nurcholis Madjid yang dikutip Rachman,

mengatakan bahwa pluralisme agama tidak dapat dipahami hanya dengan

mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari

berbagai suku dan agama yang justru hanya menggambarkan kesan

fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme agama harus dipahami sebagai

37 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Mekar Surabaya, 2002),

76.

38 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute,

(53)

45

pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine

engagement of diversities within the bond of civility).39

Oleh karena itu, dasar pandangan Nurcholish madjid mengenai

hubungan Islam dan pluralisme agama sebenarnya berpijak pada semagat

humanitas disini, bahwa Islam merupakan agama kemanusiaan dengan

kata lain cita-cita islam sejalan dengan cita-cita kemanusiaan pada

umumnya.

Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam pandangan

seorang muslim ialah bahwa agama Islam adalah sebuah agama yang

universal, untuk sekalian umat manusia. Pokok pangkal kebenaran yang

universal itu menurut Nurcholish Madjid, ialah faham Ketuhanan Yang

Maha Esa atau Tauhid (secaraharfiah) berarti ‘Memahaesakan’, yakni

memahaesakan Tuhan.40

Nurcholish Madjid juga mengatakan, memaknai pluralisme sebagai

gagasan yang menganggap semua agama sama, seperti anggapan orang

awam. Pluralisme baginya adalah suatu landasan sikap politik untuk

menerima kemajemukan semua hal dalam kehidupan sosial, budaya, dan

termasuk agama. Yang dimaksud sikap positif adalah sikap aktif dan

bijaksana, yaitu sikap terbuka untuk berdialog dan menerima perbedaan

secara adil.

(54)

BAB III

DESKRIPSI DATA PENELITIAN DI DESA TELAGABIRU

A. Profil Desa

1. Sejarah Singkat Desa Telaga Biru

Adanya suatu kampung yang bernama Tlaga, dan di kampung itu

terdapat tlaga, yang yang airnya berwarna biru (maksudnya adalah air

tersebut berwarna hijau, namun karena orang Madura menyebut warna

hijau itu adalah warna biru), oleh karena itu masyarakat daerah setempat

menyebutnya dengan Tlaga Biru. Tlaga tersebut berbentuk seperti cincin

(Melingkar), memiliki luas sekitar 6^2 m dan airnya sangat dalam sekitar

17 m. Dan pada tahun 1910 Kepala Desa pertama juga berada di kampung

Tlaga tersebut. Sehingga terbentuklah nama Tlagabiru.1

Lambat laun, air itu tinggal sejengkal. Hingga air tersebut tidak ada

dan menjadi tanah lapang. Ada juga yang mengatakan terdapat suatu

sumber di dusun gerongan yang terbentuk secara alami yang biasa disebut

sumur tantoh, yaitu sumur yang tidak dibangun oleh tangan manusia,

melainkan terbentuk secara alami. Karena kekuasaan Allah, air yang

(55)

47

dalam bisa hilang dengan sendirinya sehingga terbentuklah nama Telaga

Biru.2

2. Letak Geografis

Desa Telaga Biru terletak di kecamatan Tanjung Bumi, kabupaten

Bangkalan. Desa ini terletak di sebelah utara kabupaten Bangkalan,

jaraknya sekitar 44 km dari kabupaten Bangkalan. Desa Telaga Biru

memiliki empat perbatasan dengan desa yang terdapat pada kecamatan

Tanjung Bumi. Lebih jelasnya terdapat pada tabel berikut.3

Tabel 3.1

Batas-batas Desa

A Sebelah Barat Kelurahan Tanjung Bumi

b. Sebelah Timur Desa Paseseh

c. Sebelah Selatan Jalan raya Tanjung Bumi

d. Sebelah Utara Laut Jawa

Luas daerahnya 3339,441 ha. Dengan rincian sebagai berikut. Luas

pemukiman penduduk 5.51 ha, luas ladang pertanian sawah sekitar 0.24

ha, luas perkebunan milik rakyat 0.1 ha, luas bangunan 1007.7 ha, luas

tambak perikanan 1000 ha, dan luas lain-lain 1325.9 ha. (sumber: Kantor

Kecamatan Tanjung Bumi). Jumlah dusun di desa Telaga Biru terdiri atas

delapan dusun. Diantaranya adalah dusun Karang Barat, Pramboyan,

2 Tong Hapet, Wawancara, Telagabiru 5 Juli 2017.

Gambar

  Tabel 3.1
Tabel 3.2:
  Tabel 3.4
 Tabel 3.5
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 4.18 d, grafik respon IBBSF dengan frekuensi 60 Hz menunjukkan pada gain adaptasi 0.00001 sistem telah mencapai tegangan keluaran yang diharapkan. Pada hasil

We attempted to fill this gap by using panel data for 2002–12, a modified neoclassical growth equa- tion, and a dynamic-panel estimator to investigate the effect of both

Materi diambil dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas III semester II. Selanjutnya menyampaikan tujuan

Dalam perencanaan jalan ini berdasarkan klasifikasi Berdasarkan Administrasi Pemerintahan, jenis jalan yang direncanakan adalah jalan Kabupaten, yang menghubungkan

30 September 2020 dan 31 Desember 2019, Serta Untuk Periode Sembilan Bulan yang Berakhir pada Tanggal-tanggal 30 September 2020 dan 2019 (Disajikan dalam Rupiah, kecuali

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan

Pada proses persidangan perkara persaingan usaha dan pembacaan putusan KPPU harus dilaksanakan terbuka untuk umum, Pasal 43 ayat (1) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat