• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan - Masyarakat Tionghoa Benteng di Tangerang (1978 – 1998)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I Pendahuluan - Masyarakat Tionghoa Benteng di Tangerang (1978 – 1998)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia kaya akan multi etnik, budaya, bahasa dan agama, hal ini disebabkan akan luasnya wilayah (5.180.053 Km2 ) dari Indonesia itu sendiri. Kebudayaan tradisional banyak mengangkat daya tarik wisatawan bahkan tidak jarang masyarakat itu sendiri yang menjadi sorotan. 1

Kebanyakan orang Indonesia asli telah banyak bergaul dengan orang Tionghoa Indonesia; tetapi sebagian besar, belum mengenal golongan penduduk ini dengan sewajarnya. Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang berasal dari satu daerah di Tiongkok, tetapi dari dua propinsi yaitu Fukien dan Kwangtung. Setiap imigran datang ke Indonesia membawa kebudayaan mereka masing-masing bersama dengan perbedaan bahasa. Masyarakat keturunan Tionghoa yang datang ke Indonesia khususnya ke Tangerang ada 4 yaitu, Hokkien, Teo-Chiu, Hakka, dan Kanton. Masyarakat

Menurut Koentjaraningrat hampir semua kebudayaan di Indonesia mempunyai nilai historiografi tradisional yang cukup tinggi. Kebudayaan Hindu beserta kesustraan Hindu masuk ke dalam kebudayaan Indonesia, tetapi hanya dalam lapisan-lapisan dan lingkungan masyarakat teratas. Jika banyak masyarakat kebudayaan asli Indonesia, maka jangan heran apa bila ada juga masyarakat budaya Indonesia dari luar, seperti orang Tionghoa.

(2)

keturunan ini banyak berdatangan pada kira-kira abad ke-16 sampai abad ke-19. Setelah perpindahan ini maka mulai terjadi percampuran budaya Tionghoa dengan Betawi atau Sunda di daerah tersebut. Percampuran perkawinan antara pemuda Tionghoa dengan wanita pribumi inilah maka muncul masyarakat Tionghoa Benteng. Kata “Benteng” sendiri diambil pada masa setelah pemberontakan masyarakat Tionghoa terhadap penguasa VOC di Batavia pada tahun 1740 (peristiwa kali Angke), yang dimana sebagian besar masyarakat Tionghoa yang ada di Tangerang tinggal di sekitar benteng Belanda di luar kota Batavia, dan mereka selalu disebut dengan istilah Tionghoa Benteng.

Selama berlangsungnya gelombang-gelombang imigrasi dari 1850 sampai 1930, suku Hakka adalah yang paling miskin dari antara para perantau Tionghoa. Mereka bersama-sama orang Teo-Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber-sumber mineral sehingga sampai sekarang orang Hakka masih banyak yang terpuruk dalam kemiskinan. Sejak akhir abad ke-19, orang Hakka mulai bermigrasi ke Jawa Barat, karena tertarik oleh perkembangan Kota Jakarta dan karena dibukanya daerah Priangan bagi pedagang Tionghoa.

(3)
(4)

SBKRI cukup menyertakan SBKRI orang tua sebagai bukti mereka adalah WNI. Pada tahun 1996, keluar keputusan Presiden (Keppres) yang menyatakan Penyertaan SBKRI tidak diberlakukan lagi. Namun keputusan ini tidak banyak yang mengetahui karena kurangnya sosialisasi, hal ini banyak berdampak pada masyarakat Tionghoa Benteng. Mereka yang tidak tahu akan adanya peraturan tersebut mengalami pergusuran tempat tinggal, sepanjang sungai Cisadane di Tangerang dikarenakan masyarakat Tionghoa Benteng tidak mampu menunjukkan bahwa mereka sah sebagai WNI. Rumah-rumah mereka dihancurkan, dan dijadikan sebagai pabrik-pabrik di sepanjang Sungai Cisadane tersebut.

Pada kerusuhan 1998, banyak masyarakat Tionghoa yang menjadi korban pembantaian masyarakat pribumi karena dianggap masyarakat Tionghoalah yang telah menghancurkan perekonomian Indonesia melalui perdagangannya. Hal ini ditandai dengan adanya pelecehan terhadap wanita-wanita Tionghoa, pembantaian besar-besaran dan pengerusakan ruko-ruko atau rumah orang dari suku Tionghoa. Masyarakat Tionghoa yang mempunyai perekonomian tinggi bisa melarikan diri ke luar negeri, tapi yang menengah kebawah akan menjadi korban pembantaian masyarakat. Masyarakat Tionghoa Benteng sendiri banyak yang menjadi korban dalam kerusuhan itu, dikarenakan menjadi pelampiasan amukan masyarakat terhadap perekonomian Indonesia yang ambruk.

I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah skripsi ada sebagai berikut :

(5)

SBKRI ?

- Apa usaha Masyrakat Tionghoa Benteng dalam menghadapi SBKRI ? - Bagaimana dampak kerusuhan 1998 terhadap masyarakat Tionghoa

Benteng?

I.3 Ruang Lingkup Masalah

Batasan waktu dari penulisan ini adalah dari tahun 1978 hingga tahun 1998. Tahun 1978 dipilih sebagai batasan awal, karena pada tahun tersebut merupakan tahun diberlakukannya SBKRI.Sedangkan tahun 1998 dipilih menjadi batasan akhir karena pada masa ini terjadi kerusuhan besar-besaran yang mengakibatkan pembantaian etnis terhadap masyarakat Tionghoa terutama masyarakat Tionghoa Benteng di Tangerang.

Tangerang menjadi titik perhatian utama karena disinilah secara spasial merupakan tempat Masyarakat Tionghoa Benteng itu sendiri tinggal, dan mereka masih menganggap bahwa Tangerang merupakan kota leluhur mereka setelah datang dari Tiongkok.

I.4 Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini sendiri antara lain; 1. Untuk menjelaskan gambaran umum tentang dampak SBKRI.

2. Untuk menjelaskan latar belakang Masyarakat Tionghoa Benteng itu sendiri dan gejolak didalamnya.

(6)

Adapun manfaat yang akan didapatkan dalam penulisan ini, diantaranya adalah:

1. Menambah wawasan masyarakat tentang kewarganegaraan dan akibat jika terjadi diskriminasi rasial.

2. Menjadi penjelasan bagi kalangan umum tentang masyarakat Tionghoa Benteng.

3. Memberikan pemahaman seputar permasalahan dalam kewarganegaraan di Indonesia.

I.

5

Tinjauan Pustaka

Buku-buku yang menjadi pedoman bagi penulis dalam penulisan ini ada 4 buku. Buku yang pertama adalah, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karya Koentjaraningrat. Buku ini mempunyai bab-bab keragaman kebudayaan masyarakat Indonesia yang salah satunya juga termasuk masyarakat Tionghoa. Di buku tersebut juga dijelaskan tentang bagaimana masyarakat dari Tiongkok mulai bermigrasi ke Indonesia dan mulai bergabung dengan masyarakat pribumi.

Penulis juga memakai buku kedua yang ditulis oleh Teguh Setiawan, Cina

Muslim dan Runtuhnya Republik Indonesia . Buku ini juga banyak bercerita

tentang masyarakat Tionghoa, dan cenderung tentang masyarakat Tionghoa Benteng. Di buku ini diceritakan bagaimana kisah hidup masyarakat Tionghoa khususnya Tionghoa Benteng, yang menjadi suatu komunitas eksklusif di Tangerang walaupun bisa dikatakan masyarakat ini masih termarjinalkan.

(7)

pandangan khusus terhadap masyarakat Tionghoa akan proses diterimanya mereka di masyarakat Indonesia. Di buku ini juga diceritakan perjuangan mereka dari tanah kelahiran hingga sampai proses mendetail akan eksistensi mereka di dalam masyarakat.

Karangan Susan Blackburn, yang berjudul Jakarta : Sejarah 400 Tahun, juga menjadi buku panduan keempat penulis. Memang jika ditilik dari judul dan sebagian besar isi merupakan sejarah Kota Jakarta, tetapi hal yang penulis dapat adalah adanya informasi tentang pemukiman Tionghoa di Jakarta dulunya. Bahkan Batavia jaman dulu mempunyai pemukiman masyarakat Tionghoa yang paling besar pada saat itu. Buku ini menjadi sumber informasi penulis akan pentingnya kota besar Jakarta yang menjadi pijakan pertama masyarakat Tionghoa di Jawa.

I.6 Metode Sejarah

Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif. Perlu dilakukannya metode-metode penelitian yang diperlukan, sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah. Seperti yang telah diketahui, penulisan penelitian sejarah 2

2 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999, hal. 44.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Wanita usia 35 tahun keatas yang berpendidikan > SMP berpeluang 1,36 – 1,71 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita usia 35 tahun keatas yang

Kesimpulan dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam meminimalisir kecemasan berbicara siswa dilaksanakan dengan cara

Penggambaran latar waktu dalam cerpen Dokter karya Putu Wijaya adalah ketika dokter John dijemput untuk mengobati orang yang menurut dukun dapat kiriman ular.. Latar yang

Dana pembelian mesin baru tersebut akan diambil dari belanja modal (capex) tahun 2014 sebesar USD 2 juta.. Pembelian mesin itu guna menambah jumlah kapasitas produksi

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI TAHUN ANGGARAN 1991 /

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk emningkatkan hasil belajar siswa kelas V baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik dan keterampilan guru dengan

• Tari Klana Alus untuk tingkat 2 /Muda ini menitikberatkan pada penguasaan aspek wiraga, dimana ketiga bagian di atas dapat ditarikan secara tepat dan benar sesuai dengan