• Tidak ada hasil yang ditemukan

peranan perencanaan pembangunan daerah bappeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "peranan perencanaan pembangunan daerah bappeda"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

’The state is dead’ – oh no it isn’t! That was then; this is now...itulah ungkapan Kindleberger mengenai negara ketika globalisasi dianggap sebagai masa hilangnya negara

dalam putaran kebijakan ekonomi politik dunia.1Perdebatan mengenai logika „menang dan kalah‟ antara otoritas nasional dan pihak global2

yang ditandai dengan kemunculan

berbagai aktor seperti Multinational Corporations (MNCs), International

Non-Governmental Organizations (INGOs), individu atau gerakan aliansi lainnya dalam

mengatur jalannya pembangunan, ternyata tidak pernah terjadi.

Menurut Dicken, pada dasarnya negara tidak pernah benar-benar „hilang‟.3

Kenyataannya, negara mungkin hanya kekurangan kuasa ketika mereka berada pada posisi

yang lemah seperti negara berkembang pada umumnya, namun jika mereka memiliki

posisi yang kuat akan terlihat fakta yang sebaliknya semisal China dan India yang saat ini

menjadi kekuatan baru di Asia ataukah yang lebih dahulu seperti Korea Selatan dan

Taiwan. Posisi kuat dalam tulisan ini didasarkan pada kemampuan ekonomi politik sebuah

negara untuk menentukan kebijakan domestik dan internasionalnya. Kemampuan ekonomi

politik ini tidak selamanya dalam hitung-hitungan pembangunan berindikator pertumbuhan

namun juga dalam indikator sosial atau indikator lainnya.

Mereka yang percaya bahwa pembangunan diukur melalui kalkulasi ekonomi harus

melihat Cina yang saat ini tengah menikmati pertumbuhan ekonomi lebih lebih dari

negara-negara maju, pada tahun 2020 Cina diperkirakan akan menjadi negara dengan

perekonomian terbesar di dunia berdasarkan Produk Domestik Bruto4 atau India yang

Peter Dicken.2011. Global Shift Sixth Edition. New York:The Guilford Press. Hal.170

2

Linda A Weiss. 2004. States in the Global Economy Bringing Domestic Institutions Back In. Cambridge: Cambridge University Press.Hal.5

3

Dicken. Op.Cit. Hal.171

4

Michael Brackman. 2008. Asia Future Shock Terjemahan Bahasa Indonesia. Jakarta: Ufuk Press.Hal.2

5

Michael Backman. Op.Cit. Hal.72

6

(2)

pada tahun 2010. 7 Data-data tersebut mungkin tidak cukup untuk menunjukkan bahwa

negara berkembang dengan berbagai model pembangunannya telah bergeser dari kondisi

mereka sebelumnya. Meski demikian, argumen utama yang kami tekankan adalah bahwa

peran negara dalam pembangunan sangat krusial, baik sebagai regulator, kompetitor

maupun kolaborator. Keberhasilan serta kecepatan pembangunan dari banyak negara di

dunia sangat dipengaruhi oleh strategi pemerintah mereka dalam menentukan arah

kebijakannya.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari gambaran tersebut maka makalah ini akan menjawab tiga

pertanyaan mendasar mengenai peran negara dalam pembangunan dan, yakni:

1.Apakah peran dan batasan negara dalam pembangunan?

2.Bagaiman negara membuat kebijakan pembangunan?

3.Apa implikasi dari kebijakan negara dalam pembangunan ?

C. Alur Berpikir

7

Michael Backman . Op.Cit. Hal.117

Peran dan batasan negara dalam pembangunan

Gambaran kebijakan pembangunan negara Peran negara

dalam pembangunan

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Peran dan Batasan Negara dalam Pembangunan

Pembangunan yang merupakan proses untuk melakukan perubahan8 atau bisa

dikatakan sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang

dilakukan secara terencana9, menimbulkan suatu perdebatan tersendiri. Perdebatan tersebut

adalah perbedaan pendapat mengenai peran negara dan pasar, apakah kini peran negara

masih dibutuhkan ataukah seharusnya pembangunan diserahkan pada mekanisme pasar.

Dengan kata lain, sepanjang sejarah konsepsi pembangunan yang dibawa oleh gagasan

kaum modernis, kedudukan negara mengalami transformasi. Transformasi tersebut

menggambarkan perdebatan ideologis dan praktis tentang bagaimana bentuk pembangunan

yang ideal dan seperti apa peranan negara dalam merealisasikan keberhasilan tersebut.

Seiring dengan globalisasi yang mengintegrasikan negara-negara nasional ke dalam

entitas global melalui de-teritorialisasi batas-batas geografis, kini peran negara diangap

sudah memudar. Banyak aktor-aktor yang bermunculan dianggap dapat menggerus peran

negara.Terlebih lagi globalisasi ekonomi turut serta membawa muatan ideologi

fundamentalisme pasar yang menggeser paradigma state-led development ke arah

market-driven-development secara radikal. Di dalam dunia saat ini, yakni dunia tanpa batas-batas

negara (a world without borders), negara-negara dan penguasa militer mereka tidak lagi

memerankan peran penting. Bahkan peran mereka semakin memudar dan secara

menyakinkan akan segera digantikan oleh peran penting yang semakin meningkat

aktor-aktor nonteritorial seperti perusahaan multinasional (MNCs), gerakan-gerakan

transnasional, dan organisasi-organisasi internasional.10

Bila dikaitkan dengan pembangunan, sebenarnya peran negara tetap ada. Tidak

semua peran negara dapat digantikan oleh mekanisme pasar. Model pembangunan yang

lebih mengutamakan mekaninsme pasar sekalipun ternyata masih membutuhkan peran

negara. Namun yang harus diingat adalah seberapa besar peran tersebut dalam

pembangunan. Dengan demikian akan diketahui pula batasan peran negara. Dalam model

8

Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah. 2005.Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hal.23

9

Ginanjar Kartasamita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat.Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, CIDES. Hal. 56

10

(4)

pembangunan neoliberal, tentu saja peran negara tidak dominan dan terbatas. Mekanisme

pasarlah yang lebih memegang peranan utama karena pasar bebas dipercaya sebagai cara

yang efisien dan tepat untuk mengalokasikan sumber daya alam rakyat yang langka untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan pemerintah hanya bertindak sebagai pengawas

saja dan menjamin mekanisme pasar berjalan lancar. Ditakutkannya campur tangan negara

yang terlalu besar hanya akan mengganggu beroperasinya pasar. Masyarakat memiliki

kekuasaan yang besar terhadap sumber daya dan faktor produksi sehingga muncul

persaingan akibat dari kebebasan tersebut. Neoliebralisme juga percaya bahwa

pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah hasil dari kompetisi bebas. Bahkan terdapat

jargon mengenai neoliberalisme, yaitu TINA (There Is No Alternative), sehingga hanya

dengan neoliberalisme sajalah kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia dapat dicapai

sehingga model pembangunan neoliberalisme menjadi sebuah resep pembangunan untuk

mengatasi masalah-masalah yang dihadapi suatu negara.

Dalam model pembangunan berasas neoliberalisme, peranan negara hanya dibatasi

pada tiga fungsi saja. Yang pertama adalah fungsi negara untuk memelihara keamanan

dalam negeri dan pertahanan, sedangkan yang kedua adalah fungsi negara untuk

menyelenggarakan peradilan, dan yang terakhir adalah fungsi negara untuk menyediakan

barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta, seperti halnya dengan jalan,

dam-dam, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dengan

kemajuan-kemajuan dan perkembangan di setiap negara, tidak satu pun negara di dunia ini yang

menjalankan sistem pasar yang murni.

Pembatasan fungsi atau peran negara hanya pada ketiga hal tersebut justru

melupakan esensi dari fungsi utama sebuah negara. Selain itu, ternyata model

pembangunan neoliberalisme yang digadang-gadang sebagai resep yang manjur, justru

menimbulkan masalah seperti kerusakan lingkungan, meningkatnya kemiskinan,

melebarnya kesenjangan sosial, meroketnya pengangguran, dan lain sebagainya.

Disamping itu, model ini menjurus pada hal yang bersifat materi karena lebih

mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan pertumbuhan dan meniadakan solidaritas,

efektifitas, dan kesetaraan. Karena mendasarkan pada mekanisme pasar, pelayanan publik

cenderung menggunakan prinsip untung rugi bagi penyelenggara bisnis publik tersebut.

Pelayanan publik seperti subsidi dianggap akan menjadi pemborosan dan inefisiensi serta

(5)

tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum. Kesejahteraan justru dipandang

sebagai penghalang dari pertumbuhan.

Model pembangunan neoliberalisme melupakan peran suatu negara dengan

perangkat pemerintahnya yang sesunguhnya ditujukan untuk melayani dan melindungi

kepentingan masyarakat, membebaskan penduduk dari rasa takut, sekaligus meningkatkan

kesejahteraan11. Bahkan terdapat istilah raison d’être atau alasan satu-satunya bagi eksistensi negara adalah kepentingan umum12. Kemakmuran dan kesejahteran rakyat

adalah hukum yang tertinggi pada suatu negara.

Peran dari negara sebagai pelayanan dan pemberdayaan terminimalkan oleh adanya

model pembangunan neoliberalisme. Peran pelayanan berfungsi untuk memunculkan

keadilan dan kesejahteraan di tengah-tengah rakyat. Penyediaan berbagai pelayanan

kehidupan masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, didukung dan

disediakan oleh negara. Dalam model pembangunan neoliberal, peran negara menyediakan

barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta, namun peran pelayanan lebih dari

itu. Selain pelayanan bidang kesehatan, pendidikan, pembangunan jalan dan pengadaaan

sarana lalu lintas, fasilitas pos dan telekomunikasi, negara juga mengembangkan

kemampuan ekonomis bangsa dengan tujuan agar semua anggota masyarakat minimal

dapat hidup bebas dari kemiskinan dan ketergantungan ekonomis. Agar warga negara

sejahtera, negara wajib memberikan kemudahan bagi rakyatnya untuk menggapai

kemapanan ekonomi secara merata. Peran pelayanan tersebut tidak dikandung dalam

model pembangunan neoliberalisme. Sedangkan peran pemberdayaan bermaksud untuk

membina rakyat agar dapat mencapai kehidupan sentosa dengan mengoptimalkan segala

potensi yang ada di daerah atau wilayah sebuah masyarakat. Membangkitkan

perekonomian dan kesadaran berpolitik juga merupakan salah satu jalan pemberdayaan

masyarakat. Dengan demikian, negara wajib untuk memajukan kepentingan-kepentingan

masyarakat dengan seoptimal mungkin, berdasarkan solidaritas seluruh masyarakat,

dengan menjamin kebebasan para anggota masyarakat dari campur tangan yang

sewenang-wenang.13

Selanjutnya mengenai apa dan batasan peran negara tentu saja tergantung pada

model pembangunan apa yang dianut oleh negara tersebut, apakah lebih condong ke

11

Arief Budiman.1996. Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Jakarta: Gramedia.

12

Frans Magnis Suseno.1988. Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia.

13

(6)

mekanisme pasar atau tetap menganggap pentingnya peranan negara. Hal ini akan menjadi

landasan bagi sebuah negara untuk membuat kebijakan dalam melaksanakan

pembangunannya.

B. Negara dalam Pembuatan Kebijakan Pembangunan

Sebagai lembaga tertinggi dengan simbol dan legalisasi kekuasaanya, negara bisa

menjadi dominan atau terbatas dalam mewujudkan pembangunan. Oleh karena itu, setiap

negara memiliki model pembangunannya sendiri yang mereka anggap ideal. Melalui

model pembangunan itulah, negara-negara membangun strategi dan

mengimplementasikannya ke dalam kebijakan nasional dan politik luar negeri. Adapun

negara-negara tidak serta merta membangun strategi, perlu adanya kemampuan untuk

melihat kapasitas dan seringkali mengikuti model pembangunan yang telah ada.

Negara-negara dunia berkembang dan miskin yang mengalami keterlambatan dalam

pembangunannya adalah negara-negara yang tengah menjalankan kebijakan pembangunan

dengan sangat intens. Karena keterlambatan itu, negara-negara tersebut banyak

memperoleh resep kebijakan dari negara-negara maju yang telah lebih dahulu mapan

dalam semua aspek kehidupan masyarakatnya.

Berdasarkan resep itu, ada paling tidak lima periodisasi pembangunan secara

internasional yang menjadi model pembangunan dominan yang dilakukan oleh

negara-negara terutama negara-negara berkembang dan miskin. Periodisasi pertama, menggunakan model

Keynesian (state-led-driven) yang populer Pasca Perang Dunia II melalui pembentukan

lembaga Bretton Woods yakni International Monetary Fund (IMF) dan International Bank

of Reconstruction and Development (IBRD). Periodisasi kedua, menggunakan model

Neoliberalisme (market-led-driven) ala Margareth Tatcher dan Ronald Reagan yang

populer pada tahun 1980an. Periodisasi ketiga kemudian bertransformasi menjadi model

Washington Consensus pada sekitar 1990an. Memasuki Abad 21, terjadi pergeseran

paradigma dalam model pembangunan yang berorientasi ekonomi. Model pembangunan

ini dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadi acuan di tahun

2000an. Terakhir, model kelima belum lama ini diperkenalkan sebagai model

pembangunan Post - 2015 Agenda yang menjadi target waktu pencapaian model

pembangunan MDGs. Setiap periodisasi menjelaskan gagasan di balik setiap model dan

gambaran kebijakan yang menjadi acuan negara-negara saat itu. Berikut ini, kami

(7)

Periodisasi pertama diawali oleh orientasi pemikiran ekonomis seperti halnya pada

periodisasi kedua dan ketiga nanti. Periodisasi awal ini ditandai dengan kemunculan

berbagai negara yang baru saja merdeka atas berakhirnya Perang Dunia II. Adapun ketika

itu, John Maynard Kenyes asal Inggris menjadi tokoh penting atas pemikirannya mengenai

makro ekonomi dalam mengatasi krisis pasca perang. Menurut Keynes, teori liberal klasik

tidak dapat diterapkan dalam semua kondisi. Keynes meyakini melalui bukunya The

General Theory of Employment bahwa untuk membangun perekonomian negara yang

tengah lemah, dibutuhkan kebijakan yang terpusat. Negara tidak sekedar melakukan

kebijakan menertibkan pasar dengan pengaturan persaingan usaha agar tidak terjadi

monopoli dan kartel, menentukan pajak, pengaturan ketenagakerjaan dan sistem

pengupahan.14 Namun lebih dari itu, negara juga harus menjadi produsen dan konsumen

yang menentukan keadaan pasar.15 Penekanan pada peran negara ini menjadi tanda

gagasan politik dalam ilmu ekonomi dan menjadi penting kemudian dalam model

pembangunan negara-negara baru pasca Perang Dunia II yang dikenal sebagai ekonomi

pembangunan. 16

Lebih jauh, gagasan Keynes kemudian terimplementasi dalam strategi pembangunan

yang diusung Rostow. Melalui tahapan strategi pembangunannya, Rostow meyakini bahwa

pembangunan adalah proses tranformasi linear yang memiliki tujuan yakni pertumbuhan

ekonomi. Oleh karena itu, jika sebuah negara ingin mencapai tujuan pembangunan maka

negara tersebut harus melalui tahapan dari masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas

landas, lepas landas, tahap pematangan, dan era konsumsi. Rostow menekankan peran

negara dalam membuat kebijakan yang mampu mengeluarkannya dari lingkaran setan

kemiskinan. Kebijakan tersebut adalah industrilisasi dengan intervensi pemerintah sebagai

big push dalam menciptakan keseimbangan supply dan demand.17 Pada periode yang sama,

dunia internasional juga tengah menyepakati terbentuknya organisasi internasional yang

mengatur kebijakan moneter dan membantu penanganan negara-negara pasca perang.

Lahirlah IMF dan IBRD yang mendorong pembangunan ekonomi berdasarkan sistem tukar

mata uang emas dan pemberian bantuan bagi negara-negara yang krisis akibat perang.18

14

Awali Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Neoliberalisme Mencengkram Indonesia. Jakarta: E Publishing Company. Hal.232

15

Awali Rizky dan Nasyith Majidi. Hal.232

16

(8)

Berangkat dari landasan yang sama- pembangunan berlandaskan ekonomi.

Periodisasi kedua dalam transformasi pembangunan kemudian menunjukkan bahwa

pandangan Keynes tidaklah benar-benar berhasil memperbaiki perekonomian terutama

karena ternyata perekonomian dunia di tahun 1970 hingga 1980an mengalami stagnansi

dan stagflasi19. Perekonomian negara-negara tengah menghadapi depresi dan penurunan

dalam total perdagangan dunia.20 Sistem moneter yang dipakai berdasarkan Bretton Woods

pun yang semula digunakan akhirnya usai. Sistem tukar mata uang pun akhirnya

diserahkan kepada pasar dan mengakibatkan kebijakan ekonomi internasional berubah

drastis.21 Kondisi ini membuat dua tokoh penting dari Amerika Serikat dan Inggris ketika

itu mengambil langkah penyelamatan ekonomi yang dianggap paling liberal dalam sejarah

ekonomi internasional, Margaret Thatcher dan Ronald Reagan. Mereka berdua

menjalankan kebijakan kontrol terhadap ketersedian uang, penekanan terhadap serikat

buruh dan pengetatan pengeluaran negara. Di sisi lain, ekspansi ekonomi dan perdagangan

didorong ke negara-negara dunia ketiga yang dipahami sebagai menjamurnya MNCs. 22

Ketidakmampuan kebijakan ala Keynes kemudian memperoleh kritik dari kaum

neoliberal. Kaum neoliberal yang dimotori oleh aliran monetaris seperti Milton Friedman

mengajukan model kebijakan berbeda. Menurutnya, pemerintah harus menurunkan jumlah

uang beredar, mengurangi pengeluaran negara, memulihkan pasar tenaga kerja, dan sistem

mata uang harus dibebaskan kepada pasar. Perbedaan mendasar yang membedakan

kebijakan periode pertama dengan yang kedua adalah keterlibatan negara (pemerintah).

Negara dianggap harus lepas tangan meskipun juga tidak sepenuhnya pada perekonomian

dan sektor lainnya. Sedangkan secara khusus, neoliberal menekankan agar pemerintah

memfokuskan diri terhadap kebijakan moneter.23 Kaum neoliberal ini percaya bahwa yang

dibutuhkan adalah sistem dengan mekanisme pasar. Pasar tidak akan mampu bekerja

dengan maksimal jika pemerintah terlalu campur tangan dalam perekonomian atau

kegiatan publik lainnya. Untuk melihat gambaran kebijakan pada periode satu dan dua

secara umum dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

19

Meluasnya pengangguran dan merosotnya output ekonomi

20

Ray Kield. Op.Cit. Hal.88

21

Ray Kield. Op.Cit. Hal.93

22

Ray Kield. Op.Cit. Hal.94

23

(9)

Gambar 1

Kebijakan Periode I dan II ( Liberal )

24

Keterpurukan ekonomi terus terjadi hingga 1980an ketika nilai bunga internasional

meningkat dan menyebabkan negara-negara di Amerika Latin menghadapi masalah

pembayaran utang. Kebangkrutan pada bank-bank dan ketidakmampuan pemerintah

membayar utang-utangnya akibat kebijakan pembangunan berorientasi utang luar negeri

menyebabkan IMF campur tangan melalui resep penyesuaian struktural (structural

adjustment). Pemerintah negara-negara di Amerika Latin dianggap tidak mampu

memproduksi dan melakukan ekspor dengan maksimal karena intervensi berlebihan

negara. Intervensi inilah yang menyebabkan mereka tidak efisien dalam berkompetisi

dengan negara lain. Mekanisme kebijakan industri subtitusi impor yang mereka lakukan

menjadi salah satu kebijakan yang tidak efisien. Pengaturan dalam tarif, kontrol impor dan

subsidi, dan korupsi menyebabkan pasar gagal bekerja dengan baik. Belum lagi kebijakan

pajak yang tinggi menjadikan investor dan pengusaha tidak mampu mengelola bisnis

dengan baik dan harus siap dengan resiko kegagalan usaha yang besar.25 Berdasarkan

periode tersebut, pemerintah negara berkembang didorong untuk mengambil kebijakan

yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta dan asing untuk berkompetisi

secara merata.

Pada saat yang sama, negara-negara di Asia Timur dalam hal ini Jepang, Korea

Selatan, Taiwan, dan Singapura mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam

24

Awali Rizky dan Nasyith Majidi. Op.Cit. Hal.35

25

(10)

pembangunannya. World Bank bahkan menyebut masa itu sebagai East Asian Miracle.26

Meski pada awalnya negara-negara tersebut berhasil secara ekonomi, namun lambat laut

negara-negara tersebut juga melakukan upaya catch up dalam aspek lainnya. Surplus yang

diperoleh dari industrialisasinya kemudian digunakan secara efektif untuk membangun

taraf hidup masyarakat melalui program keamanan sosial. Ini dilakukan secara nasional

dengan bertahap, pertama diberlakukan bagi perusahaan berskala besar dan pegawai negeri

sipil serta guru pada 1977 lalu kemudian meluas kepada seluruh pekerja dalam bidang

apapun pada 1980an hingga taraf nasional yang mencakup seluruh populasi pada 1989.27

Selain itu, Korea juga telah memulai tahapan demokratisasi sejak akhir 1980an untuk

menekan rezim otoriter untuk melakukan reformasi dan memperhatikan nasib kaum petani,

serikat buruh dan industri kecil. 28

Keberhasilan negara-negara Asia Timur kemudian dikenal sebagai model negara

pembangunan Asia yang pertama kali diistilahkan oleh Chalmers Johnson sebagai konsep,

teori, deskripsi atas kebijakan pembangunan yang berorientasi peran negara. Negara

menjadi satu-satunya aktor yang memegang peranan paling besar dalam merancang dan

mengimplementasikan perekonomian nasional dengan tentu saja sinergitas dengan pihak

lainnya. Secara umum, Poppy S. Winanti merangkum strategi kebijakan tersebut dalam

lima prinsip utama. Pertama, pemerintah menekankan kebijakannya pada pembangunan

ekonomi sebagai prioritas dalam semua bidang. Kedua, pembangunan ekonomi dijalankan

dengan menggabungkan intervensi negara dengan mekanisme pasar sebagai rencana

rasional. Ketiga, negara memegang peranan paling besar dan oleh karena itu mengatur

jalannya produksi dan konsumsi nasional. Keempat, swasta diatur secara tegas oleh negara.

Kelima, demi tercapainya pembangunan mala negara harus memiliki birokrasi yang bersih

dan rasional.29 Implementasi strategi tersebut kemudian menempatkan negara-negara Asia

Timur sebagai negara industri baru dengan perekonomian yang menagnggumkan.

Sebelumnya di tahun 1950, negara-negara tersebut memiliki GDP kurang dari

26ErikThorbecke dan Henry Wan Jr. Revisiting East (and South East) Asia‟s Development Model. Tulisan

dipresentasikan pada Cornell Conference on “Seventy Five Years of Development”, Ithaca, NY, May 7-9, 2004. NewYork: Erik Thorbecke dan Henry Wan Jr. Hal.2

27

Erik Thorbecke dan Henry Wan Jr Hal.87 Linda Weiss

28

Linda Weiss. Op.Cit. Hal.93

29 Poppy S Winanti. 2003. “Developmental State dan Tantangan Globalisasi : Pengalaman Korea Selatan.”

(11)

sepersepuluh persen GDP AS. Namun, 30 tahun kemudian GDP mereka mencapai 70 %

dari GDP AS.30

Tidak berbeda jauh dengan dua periodisasi sebelumnya, model pembangunan yang

ketiga pada dasarnya merupakan perluasan pemikiran di era sebelumnya. Krisis yang

terjadi di Asia pada 1997 hingga 1998 diyakini oleh negara-negara maju yang beraliran

neoliberal sebagai akibat dari keterlibatan pemerintah yang terlalu besar dalam

menentukan kebutuhan masyarakat. Ini berakibat terhadap kegagalan pasar untuk

menciptakan kondisi perekonomian yang tumbuh pesat. Thailand dan Indonesia menjadi

dua negara yang dianggap contoh paling nyata dari peran pemerintah yang terlalu jauh

dalam kehidupan tiap individu masyarakatnya. Oleh karena itu, negara-negara maju

melalui organisasi-organisasi multilateral seperti IMF, Bank Dunia dan lembaga negara

maju membawa resep pembangunan baru bagi negara-negara berkembang terutama negara

Asia Tenggara yang berada dalam krisis dan keterlilitan utang.

Resep pembangunan itu dikenal sebagai Washington Consensus yang berisi

sepuluh poin kebijakan, disiplin fiskal, penainjauan ulang prioritas pengeluaran

pemerintah, reformasi perpajakan, suku bungan ditentukan pasar, stabilitas nilai tukar,

pengamanan hak milik, deregulasi, liberalisasi perdagangan, liberalisasi keuangan dan

penghapusan hambatan Penanaman Modal Asing serta privatisasi BUMN.31 Resep ini

kemudian diterapkan dalam hampir seluruh kebijakan nasional negara-negara yang

menerima bantuan pinjaman lembaga Washington Consensus. Indonesia sebagai salah satu

negara tersebut kemudian melakukan deregulasi kebijakan (lihat Gambar 2).

Belum mampunya negara-negara berkembang untuk bangkit dan keluar dari

posisinya yang stagnan sebagai negara berkembang kemudian memunculkan kritik yang

tajam mengenai model pembangunan yang mereka lakukan berdasarkan resep dari

Washington Consensus yang diberikan oleh IMF dan World Bank. Ini karena mekanisme

pasar yang diungkapkan oleh kaum neoliberal sebagai resep terbaik sangat tidak aplikatif

bagi mereka. Menurut Keyfitz dan Dorfman, jika pasar diharapkan dapat bekerja efektif

maka seharusnya negara berkembang memenuhi beberapa syarat tertentu, yakni; 1)

kepercayaan, 2) hukum dan penegakkannya, 3) keamanan manusia dan barang, 4) ada

keseimbangan persaingan dan kerjasama, 5) pembagian tanggung jawab dan penyebaran

kekuatan), 6) adanya komuntas altruisme, 7) mobilitas sosial, legitimasi ambisi, dan

30

ErikThorbecke dan Henry Wan Jr. Hal.3

31

(12)

toleransi persaingan, 8) nilai materialistik, 9) rasionalitas tanpa batas tradisi, 10)

penciptaan tabungan swasta, 11) kejujuran pemerintah, 12)persaingan yang efisien,

13)kebebasan informasi, dan 14)aliran informasi tanpa batas.32 Selama syarat-syarat

tersebut belum dipenuhi maka negara berkembang tidak akan mampu berhasil dengan

mengandalkan mekanisme pasar melalui kebijakan ala Washington Consensus. Selain itu,

penekanan deregulasi dan liberalisasi yang terlalu economisentris tidak dapat dilakukan

pada semua aspek publik. Pendidikan,sarana air bersih dan kesehatan misalnya, merupakan

barang publik yang nilai sosialnya tidak dapat diukur dengan nilai ekonomis karena

kenyataannya masyarakat negara berkembang masih memiliki kemampuan ekonomi di

bawah standar internasional.

Gambar 2

Kebijakan Indonesia Berdasarkan Resep Washington Consensus

33

Hasil kritik itu kemudian menghasilkan gagasan baru akan model pembangunan

yang tidak lagi hanya berorientasi ekonomi namun menjadi startegi kebijakan

pembangunan Abad 21. Pada periodisasi ini, rezim internasional sangat berperan penting

dalam membentuk pandangan bersama negara-negara di dunia. Di saat yang sama gencar

pula pemikiran bahwa perdebatan antara pasar versus negara mestinya telah usai dan

semua pihak mulai berfokus kepada efektivitas peran negara dalam merealisasikan

pembangunan. Efektivitas tersebut diukur melalui aturan dan institusi yang ada di dalam

32

Mudrajad Kuncoro . Op.Cit.Hal.258

33

(13)

dan di luar negara. Sehingga redistribusi kekayaan dan penekanan pada target mengurangi

kemiskinan adalah model pembangunan terbaik yang bisa dilakukan. Redistribusi

kekayaan tidak hanya terjadi di dalam sebuah negara, tapi juga antar negara melalui

bantuan pembangunan bukan utang.34 Bantuan pembangunan dianggap lebih terarah,

terukur dan rendah bunga sehingga tidak membebankan.

Pada periode inilah terjadi konsensus di antara negara-negara anggota PBB bahwa

pengentasan kemiskinan adalah tujuan utama pembangunan. Melalui Pertemuan Dewan

Umum PBB yang dihadiri 189 negara pada tahun 2000 yang menyepakati Deklarasi

Milenium dengan tiga tujuan utama yang ingin dicapai bagi masyarakat global adalah

pembangunan dan pengurangan kemiskinan, perdamaian dan keamanan, demokrasi serta

hak asasi manusia.35 Komitmen negara-negara untuk menjadikan MDGs sebagai landasan

strategi kebijakan mereka ditandai pada pertemuan Dewan Umum PBB pada 2010. Melalui

forum tersebut negara-negara berkomitmen dalam mencapai target pembangunan

milenium. Bahkan mereka akan melakukan langkah lanjutan untuk menghadapi tantangan

pembangunan setelah 2015. 36 Secara bersama-sama, negara-negara saling mendukung dan

berkonsultasi baik untuk saling bertukar informasi, tenaga ahli, dan kemampuan.

Adapun targetan dari startegi kebijakan pembangunan dalam MGDs ada delapan,

yakni pengentasan kemiskinan dan kelaparan, pencapaian pendidikan dasar universal,

memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, keempat mengurangi angka

kematian bayi, kelima meningkatkan kesehatan ibu hamil dan melahirkan, keenam

melawan HIV/AIDS , malaria dan penyakit lainnya, ketujuh memastikan keberlanjutan

lingkungan dan kedelapan membangun kemitraan global untuk pembangunan.37 Kesemua

target tersebut didorong untuk diimplementasikan dalam kebijakan nasional negara-negara

berkembang terutama mereka yang tergabung dalam PBB dan merupakan penerima

bantuan pembangunan.

Periode paling kontemporer dan masih menjadi wacana dan diskusi terbatas muncul

sebagai perluasan gagasan pembangunan dari implementasi MDGs yang dinilai berjalan

cukup sukses. Targetan pembangunan yang menjangkau berbagai aspek dan banyak

34

Ray Kield. Op.Cit. Hal.99

35UN.2012. “The United Nations Development Strategy Beyond 2015”. Committee for Development Policy

Policy Note. NY: United Nations. Hal.1

36

UN. Op.Cit. Hal.1

37

(14)

diadaptasi oleh negara-negara berkembang dan miskin menunjukkan bahwa model ini

paling tidak telah memberi perubahan besar meski tentu tidak sempurna. Adaptasi tersebut

tergambar dari kebijakan nasional negara-negara tersebut untuk mencapai target sesuai

indikator yang dirancang oleh UNDP. Melalui indikator tersebut, bukan hanya

memudahkan implementasi namun juga evaluasi baik yang oleh mereka sendiri maupun

oleh lembaga internasional sebagai pihak luar. Sehingga, negara-negara tersebut memiliki faktor eksternal yang menempatkan mereka pada posisi „sadar‟ akan tanggung jawabnya dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan PBB, Agenda

Pembangunan Pasca 2015 harus membangun prinsip Deklarasi Millenium yang telah

disepakati dan masih berjalan dengan kerangka MDGs yang telah berhasil dilakukan.38

Agenda Pasca 2015 juga mengusung pemikiran Amartya Sen bahwa pembangunan adalah

menciptakan kebebasan bagi individu yang membutuhkan komitmen negara dalam

memenuhi peran instrumentalnya.39

Merujuk kepada periodisasi konsepsi dan startegi pembangunan yang dilakukan

oleh negara, terbukti bahwa negara pada dasarnya tidak pernah hilang dan terabaikan.

Mitos bahwa kekuasaan negara hilang akibat globalisasi dan kemunculan berbagai aktor

baru tidak terbukti. Negara masih terus memegang peranan penting dalam pembangunan

meski dengan bentuk, model dan strategi yang berbeda. Jikapun dalam kebijakan

neoliberal yang pernah dan tampaknya masih dilakukan oleh negara-negara di dunia,

namun kenyataanya pembangunan dalam berbagai dimensi yang bukan hanya berorientasi

ekonomi membutuhkan keterlibatan negara. Bahkan pada sistem deregulasi, liberalisasi

dan privatisasi neoliberal, negara masih saja pihak yang berwenang dalam merubah

kebijakan. Kekuasaan negara bahkan meluas kepada rezim dan kerja sama pada level

bilateral, regional dan multilateral. Meski di saat yang sama sistem neoliberal pada

pembangunan dengan orientasi pasar dan non intervensi ternyata tidak pernah mampu

menciptakan pembangunan yang adil dan setara. 40

C. Implikasi dari Kebijakan Negara dalam Pembangunan

Ada berbagai potensi yang bisa terjadi melalui keterlibatan negara dalam

pembangunan. Dalam tulisan ini kami mengambil contoh pembangunan di Korea Selatan.

Korea Selatan merupakan salah satu negara di Asia Timur yang perekonomiannya sempat

terpuruk akibat perang sudara yang terjadi pada tahun 1950-1953. Akibat perang saudara,

38

Kata Pengantar dalam UN Development Strategy Beyond 2015 2012 dari UN. Op.Cit.

39

Amartya Sen Dalam Winarno. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: Caps. Hal .85

40

(15)

banyak sekali fasilitas-fasilitas produksi yang hancur di negara tersebut. Pasca perang

Korea PDB perkapita berada di bawah USD 200 dengan rata-rata inflasi mencapai

14,3%.41 Diperlukan berbagai upaya besar untuk membangun kembali perekonomian

negara yang tengah terpuruk tersebut, termasuk bergantung kepada bantuan luar negeri

yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS).

Namun terjadi perubahan signifikan pada performa perekonomian Korea Selatan.

Pada tahun 1980-1996 Korea Selatan sukses menjelma menjadi menjadi kekuatan ekonomi

baru. Pada tahun 1983, ekonomi Korea Selatan menunjukan performa yang sangat baik

dengan PDB yang tumbuh sebesar 12 %, level inflasi pun turun tinggal 4 %.42 Dengan

prestasi tersebut Korea Selatan disebut sebagai satu satu dari The Asian Miracle.

Korea Selatan merupakan salah satu negara yang sukses menerapkan

Developmental State Model sebagai strategi pembangunannya. Developmental State lahir

sebagai respon terhadap kegagalan pendekatan ekonomi neoklasik yang melihat peran

negara pada keberhasilan pembangunan ekonomi di Asia Timur. Inilah yang kemudian

menjadi argumen dasar dari Developmental State. Negara-negara di Asia Timur

menempatkan tujuan pembangunan ekonomi sebagai prioritas yang dapat dioperasionalkan

dalam batasan-batasan pertumbuhan, produktifitas, dan kompetisi. Untuk mencapai tujuan

tersebut negara secara aktif melakukan intervensi ke dalam pasar dengan secara aktif

memberikan petunjuk, mendisiplinkan, dan menkoordinir sektor swasta melalui alokasi

strategis sumber daya penting dengan memanfaatkan instrumen politik. Kesuksesan

intervensi negara juga dijamin oleh birokrasi yang rasional dan kompeten yang terbebas

dan kepentingan dan tekanan sosial politik.43

Pertengahan tahun 1950-an Korea Selatan perekonomian Korea Selatan sempat

mengalami stagnasi dengan melakukan srtategi kebijakan subsitusi impor. Pada masa

presiden Park Chung-hee kemudian dilakukan berbagai perubahan, termasuk mengubah

orientasi dari pemenuhan kebutuhan dalam negeri sendiri menjadi berorientasi kepada

ekspor produksi ke negara lain. Keterlibatan negara dimulai dari menentukan hasil

produksi yang akan di ekspor hingga pemberian insentif bagi pihak swasta yang ingin

melakukan produksi untuk ekspor.

41

Adelheid Sidharta. Peran AS di Korea Selatan Dalam Pembangunan Ekonomi. terdapat dalam Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. (Bandung:Universitas Katolik Parahyangan, 2009). Hal. 115.

42

Adelheid Sidharta . Ibid. Hal. 117

43

(16)

Strategi pemerintah saat itu membuahkan hasil, antara tahun 1965 sampai tahun

1996 eksport Korea Selatan tumbuh rata-rata 16 % per tahun. Dengan modal yang

terakumulasi melalui perdagangan internasional itu, Korea melakukan investasi dalam

sektor pendidikan. Akibatnya, produktivitas tenaga kerja meningkat sekitar 11 % per tahun

antara tahun 1960 sampai tahun 1970. Dengan demikian, eksportnya berkembang dengan

cepat. Beralih dari pengeksport hasil produksi yang bersifat labor-intensive ringan seperti

tekstil dan kaos ke hasil industri modern yang skill-intensive seperti elektronik, mobil dan

haasil industri teknologi maju lainnya. Pendapatan per kapitanya meningkat dari US $ 100

pada tahun 1963 menjadi lebih dari US $ 10,000 pada akhir tahun 1990-an. Suatu loncatan

cepat yang tidak lebih dari satu generasi.44

Terdapat perdebatan mengenai kesuksesan Korea Selatan dalam meningkatkan

perekonomian negaranya. Kaum Neoklasik beranggapan bahwa keberhasilan

pembangunan Korea Selatan terletak pada berlakunya pasar yang efisien. Pertumbuhan

yang tinggi dari ekonomi Korea Selatan adalah karena strategi pembangunan dan orientasi

kebijakan negara yang terfokus pada peran yang meluas dari pasar, yang pada akhirnya

menyediakan landasan bagi alokasi sumber daya yang efisien.45 Kaum ini juga meyakini

bahwa pengubahan strategi dari subsitusi impor menjadi industri yang berorientasi ekspor

merupakan alasan dari keberhasilan pembangunan ekonomi Korea Selatan.

Sedangkan pendapat lain berpendapat bahwa keberhasilan peran pembangunan

Korea Selatan berasal dari efisiensi institusi, khususnya peran negara (state). Hakikat dari

kebijakan ekonomi adalah intervensi negara secara cermat dan tersedianya berbagai

mekanisme sehingga mendorong pertumbuhan dan investasi yang cepat. Keterlibatan

pemerintah yang sangat kuat dalam memilih industri strategis, melakukan proteksi dan

memberikan insentif terhadap industri-industri berorientasi ekspor telah memacu industri

Korea Selatan menjadi mapan dan meningkatkan pembangunan ekonomi nasional di Korea

Selatan.

44

Said Zainal Abidin. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan. Hal. 59. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O2nBoqK2xWAJ:www.stialan.ac.id/artikel/artikel% 2520said%2520zaenal.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk, diakses pada 27 April 2013 pukul 21:16.

45

(17)

BAB III KESIMPULAN

Peran negara dalam pembangunan bergantung pada gagasan dan model apa yang

digunakan oleh sebuah negara. Batasan peran tersebut secara umum dimaknai sebagai

dominan, terbatas atau bahkan minimal. Negara akan menjadi dominan ketika negara

mengikuti gagasan state led -development, terbatas atau bahkan minimal jika mengikuti gagasan market-led-driven. Berdasarkan periodisasi pembangunan, terdapat lima

transformasi yang terjadi dalam, gagasan mengenai peran negara dalam pembangunan

yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara di dunia mulai dari yang

berorientasi ekonomi maupun yang meluas pada bidang lainnya seperti yang terangkum

dalam Millenium Develeopment Goals (MDGs). Secara umum, periodisasi tersebut

menggambarkan kenyataan bahwa negara memiliki kekuasaan untuk mengatur,

memberikan dan melindungi masyarakatnya menuju ketercapaian target pembangunan

yang mereka harapkan. Gagasan dan kebijakan mengenai pembangunan mungkin bergeser

namun keterlibatan negara dalam menentukan arah pembangunannya tidak pernah berhenti

bahkan pada masa pembangunan ala neoliberalisme.

Adapun setiap negara memiliki model pembangunannya sendiri sejalan dengan

kebutuhan dan keyakinan mereka pada suatu gagasan pembangunan. Korea Selatan salah

satunya. Negara tersebut menjadi salah satu dari The Asian Miracle, bukti nyata

keberhasilan Developmental State Model. Melalui model tersebut Korsel menunjukkan

bahwa strategi pembangunan dengan menekankan peranan pemerintah dalam

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adelheid Sidharta. 2009. “Peran AS di Korea Selatan Dalam Pembangunan Ekonomi”. terdapat dalam Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. Bandung:Universitas Katolik Parahyangan 2009.

Awali Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Neoliberalisme Mencengkram Indonesia. Jakarta: E Publishing Company.

Budi Winarno. 2010.Pertarungan Negara Versus Pasar. Yogyakarta: Media Pressindo --- Winarno. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: Caps.

ErikThorbecke dan Henry Wan Jr. Revisiting East (and South East) Asia‟s Development Model. Tulisan dipresentasikan pada Cornell Conference on “Seventy Five Years of Development”, Ithaca, NY, May 7-9, 2004. NewYork: Erik Thorbecke dan Henry Wan Jr.

Linda A Weiss. 2004. States in the Global Economy Bringing Domestic Institutions Back In. Cambridge: Cambridge University Press.

Michael Brackman. 2008. Asia Future Shock Terjemahan Bahasa Indonesia. Jakarta: Ufuk Press.

Mudrajad Kuncoro. 2010.Dasar-Dasar Ekonomi Pembangunan Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Muhadi Sugiono. 2006. Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Peter Dicken.2011. Global Shift Sixth Edition. New York:The Guilford Press.

Poppy S Winanti. 2003. “Developmental State dan Tantangan Globalisasi : Pengalaman Korea Selatan.” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volum 7, Nomor 2 , Nopember 2003 (175-204).

Ray Kiely .2005. Empire in the Age of Globalisation US Hegemony and Neoliberal Disorder. London:Pluto Press.

UN.2012. “The United Nations Development Strategy Beyond 2015”. Committee for Development Policy Policy Note. NY: United Nations.

Internet

Zainal Abidin. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan.

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O2nBoqK2xWAJ:www.stia

lan.ac.id/artikel/artikel%2520said%2520zaenal.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk, diakses

pada 27 April 2013 pukul 21:16.

Gambar

Gambar 1 Kebijakan Periode I dan II ( Liberal )
Gambar 2  Kebijakan Indonesia Berdasarkan Resep Washington Consensus

Referensi

Dokumen terkait

Produksi ekstrak herbal terstandar dalam skala yang lebih luas lagi dan memulai produksi fitofarmaka oleh formula. Pendaftaran paten formula

Setelah itu, guru meminta peserta didik untuk mengamati permasalahan yang diberikan dan menggambarkan jarak yang diminta pada buku masing-masing serta menuliskan

Hasil respon siswa yang diperoleh melalui angket siswa pada saat uji coba menunjukkan bahwa kelima aspek komponen modul yang dikembangkan mendapatkan kriteria

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zannah, Mulyasari, & Fitriani, 2016) yang berjudul “Pendekatan Contextual Teaching And Learning Untuk

pengelasan dengan beban maksimum 250kg yang diharapkan berguna untuk.. membantu , mempermudah dan membuat pekerjaan yang dilakukan

Metode ini digunakan karena peneliti berusaha mengetahui seberapa besar pengaruh antara Kualitas Penerapan Good Corporate Governance dan Risiko Pembiayaan

Dan selain azab yang menimpa ayah Mariamin, tidak ada lagi azab-azab lain yang terkait dengan tokoh utama dalam novel

[r]