• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI PENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMUDA I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "URGENSI PENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMUDA I"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

“PEMUDA DALAM MEMAKNAI URGENSI POLITIK SEBAGAI KEMAJUAN BANGSA”

Oleh Siska Andrianika1

Beri aku sepuluh pemuda maka akan aku guncang dunia!

Itulah sepenggal kalimat berapi-api yang keluar dari mulut Bung Karno. Sebegitu hebatnya peran pemuda dalam mengampu nasib suatu bangsa. Karl Marx mempercayakan perubahan sosial melalui perjuangan “kelas“. Max Weber berpendapat bahwa perubahan terjadi dari “Aliran Kultural”, dan Ortega Y Gasset yang mempercayai “Kaum Muda” sebagai agen perubahan. Tak terelakkan lagi bahwa keberadaan pemuda menjadi elemen paling inti dalam kekuatan bangsa. Generasi muda lah yang pada akhirnya akan menjawab berbagai problematika bangsa yang amat kompleks ini. Namun yang menjadi persoalan hari ini ialah, mereka tidak sadar bahwa kaumnya berada dalam posisi vital dan menjadi harapan besar suatu bangsa.

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mendefinisikan pemuda sebagai mereka yang sedang menjalani transisi dari masa kanak-kanak menuju periode ketika mereka dituntut untuk menjadi lebih mandiri dan independen. Lalu bagaimana definisi yang dibuat oleh Indonesia? Merujuk pada Undang-Undang 40/2009 tentang Kepemudaaan, pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16-30 tahun.

Merujuk pada derfinisi diatas, pemuda dalam hal ini ialah bibit-bibit bangsa yang akan tumbuh dan berkembang subur apabila selama prosesnya disiram, dirawat dan diberi pupuk dengan baik. Sebaliknya, jika bibit-bibit ini disuguhi hama maka akan layu, membusuk, lalu mati!

Sebelum melompat lebih jauh, menarik apabila kita sedikit melirik gambaran umum generasi muda Indonesia saat ini. Menurut laporan United Nation Developent Programme (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

(2)

Indonesia tahun 2014 berada diperingkat ke-110 dari 188 negara dengan skor 0,684.2 Lebih kecil lagi dalam kawasan Asia, Indonesia masih jauh tertinggal dari

Negara Thailand dan Malaysia.

Sangat miris apabila melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang angkanya cukup rendah. Salah satu yang menyebabkan besar tidaknya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ialah bagaimana pemuda memaknai demokrasi politik yang ada pada negaranya. Generasi muda era kini masih banyak yang apatis dan buta politik, yakni acuh terhadap persoalan bangsa. Kemudian sikap apatis dan kebutaan pada politik inilah yang berimbas menjadi ketidak pekaan individu dari setiap pemuda terhadap lingkungan sekitarnya. Sehingga pemuda tidak lagi mengenal nilai-nilai dan norma yang telah beredar di masyarakat sebelumnya.

Begitu banyak pemuda era kini yang apatis terhadap politik. Kini, politik dianggap muncul dengan hingar bingar yang hanya berorientasi pada kepentingan kaumnya saja. Belum lagi persoalan para pemangku jabatan yang acuh terhadap perkembangan generasi mudanya. Pemerintah seharusnya mampu memberdayakan pemudanya dan membenahi sistematika pembangunan jiwa serta raga kaum mudanya yang menyangkut kebijakan dari hulu sampai hilir.

Situasi pemuda yang apatis politik bisa ditilik dari perbincangan kesehariannya. Perhatian para pemuda ini bukan lagi tertuju pada isu-isu kebangsaan, tapi mengarah pada hal-hal yang bersifat keduniawian, popularitas, citra dan hal-hal negatif lainnya. Tidak mengherangkan jika kita kerap menjumpai pergerakan pemuda yang banyak diwarnai anarkisme, arogansi yang justru mencoreng citra baik sejarah kepemudaan bangsa kita.

Persoalan buta politik, pada akhirnya menjadi permasalahan yang cukup penting dibahas. Mengingat hal inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya negara korporasi. Negara korporasi ini yang kemudian menjalankan roda pemerintahannya melalui hukum korporasi, dimana penguasa sebagai juragan dan rakyat sebagai pembeli. Wajah perpolitikan di Indonesia berubah menjadi bisnis

(3)

suara yang ditransaksikan dengan kompensasi nominal biaya tertentu. Akhirnya kedaulatan ditangan uang. Tak salah jika sila pertama pancasila diplesetkan menjadi "keuangan yang maha esa".

"Buta terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu, obat dan lain-lain. Semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si Dungu ini tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional" Begitulah kata Bertolt Brecht seorang yang berasal dari Jerman.

Sudah sangat jelas terpampang bahwa politik sangat besar kekuatannya. Pemuda tidak boleh lagi apatis atau buta politik, karena nasib jutaan pemuda di Indonesia ditentukan oleh kebijakan politik. Lalu bagaimana mungkin kita membiarkan pemuda bangsa memutuskan dirinya untuk buta politik?

Pemuda Indonesia sebagai pionir bangsa perlu menyelami lebih dalam dunia perpolitikkan di Indonesia. Menggeser stigma yang sudah terlanjur buruk, ikut berpartisipasi dalam dunia perpolitikkan, dan memanfaatkan kemajuan teknologi era ini agar mampu mengolah berita politik supaya tidak termakan oleh isu yang mengarah pada penggiringan opini publik. Sebagai seorang pemuda, rasanya tidak berlebihan bila mereka dituntut menjadi pribadi yang tanggap serta kritis.

(4)

Menurut Denis McQuail (2013), Kovach dan Rosentiel (2001), Undang-Undang Pers, idealisme jurnalisme dan media ialah menyajikan informasi yang mencerdaskan dan memberdayakan publik agar mereka bisa mengatur diri sendiri. Kepentingan publik adalah alasan utama. Maka, independensi dan netralitas menjadi elemen penting dalam hal ini. Media mempunyai kekuatan tersendiri untuk membentuk opini masyarakat terutama masyarakat awam yang tidak memahami bagaimana politik yang sesungguhnya dalam artian buta politik.

Sebagai pemuda harapan bangsa, kita harus mampu mengambil celah dari vitalnya media massa era kini. Dimulai dari hal-hal sederhana seperti melalui media sosial. Layaknya bahan bakar bagi kendaraan, media sosial menjadi suatu kebutuhan yang sangat primer bagi seorang pemuda. Lebih khususnya lagi melalui aplikasi Line. Aplikasi ini memudahkan pemuda untuk mengakses, berlatih, dan mengenal politik lebih jauh dan mendalam.

Dewasa ini, banyak bertebaran Official Account pada aplikasi Line yang memuat konten politik. Nah disinilah peran pemuda mampu berkontribusi mulai dari sekadar membaca, hingga pada akhirnya mereka mau menjadi penulis yang aktif dalam pembahasan isu-isu yang terkait dengan politik. Hal-hal kecil ini yang pada akhirnya mampu menghasilkan pemuda yang mau membuka diri bahkan bersentuhan langsung dengan politik yang dulu mereka anggap sebagai hal yang kotor dan perlu dihindari.

Lalu apa lagi yang harus kita lakukan bersama untuk membangun pemuda melek politik? Jawabannya ialah reorientasi politik. Reorientasi politik ini merupakan suatu upaya untuk meluruskan dan mengembalikan cara pandang pemuda terhadap politik. Gabriel Almond (1966) membagi orientasi individu terhadap politik dalam tiga komponen yaitu (1) orientasi kognitif yang berupa pengetahuan dan keyakinan; (2) orientasi afektif yang berupa perasaan terkait keterlibatan atau pun penolakan tentang obyek politik; dan (3) orientasi evaluasi yang berupa opini tentang obyek politik.

(5)

ketika melihat banyak terjadinya apatisme politik di kalangan generasi muda, Reorientasi politik ini membutuhkan segenap elemen bangsa, dan perguruan tinggi menjadi lembaga paling bertanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai orientasi politik tersebut. Jika reorientasi politik ini berhasil, maka impian bangsa Indonesia menjadi bangsa yang jaya sudah mampu terlaksana. Ini karena mayoritas pemuda Indonesia sudah melek politik yang berimplikasi pada kepedulian pemudanya terhadap persoalan dan kemajuan bangsa.

Referensi

Dokumen terkait

Disarankan kepada perusahaan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi keselamatan kerja dan membuat variasi yang baru dalam mengkomunikasikan keselamatan kerja,

pilih tidak terdaftar dalam pemilu terdaftar dalam daftar pemilih

Penelitian umumnya mencakup dua tahap, yaitu penemuan masalah dan pemecahan masalah. Penemuan masalah dalam penelitian meliputi identifikasi bidang masalah, penentuan

pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari. luar Propinsi Lampung dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

Perlu diingat bahwa unsur-unsur tubuh sedimen dasar yang ada dalam sistem ini sama dengan unsur-unsur tubuh sedimen yang ada di muara sungai

Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Lama Kerja Sebagai.. Variabel Moderating (Studi pada

Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik?. “Jangan takut Pak, aku

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan