• Tidak ada hasil yang ditemukan

pajak progresif bagi kendaraan bermotor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pajak progresif bagi kendaraan bermotor"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Otonomi daerah telah membawa banyak perubahan dalam system pemerintahan

di Indonesia, jika dahulu daerah bersifat pasif maka sekarang mereka dituntut untuk

aktif dalam mengelola dan mengembangkan daerahnya. Dalam otonomi dewasa ini,

sumber keuangan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan pembiayaan. Oleh karena

itu, daerah berlomba-lomba meningkatkan sumber pendapatanya dengan mengenakan

berbagai pajak yang memang menjadi kewenanganya. Kendati demikian, ternyata

masih banyak daerah yang menggantungkan pada kucuran dana dari pusat untuk

membiayai belanjanya. Banyaknya transfer ke daerah juga ikut memberatkan APBN

sehingga meskipun pendapatan Negara meningkat, belanjanya hampir pasti diatas

pendapatan.

Pajak dan retribusi daerah merupakan salah satu pendapatan daerah yang

tergolong kedalam PAD (pendapatan asli daerah). Dalam pajak dan retribusi daerah,

provinsi dan kabupaten/kota dibagi dalam hal kewenanganya menetapkan pajak.

Hal-hal yang termasuk kedalam bagian provinsi adalah pengaturan mengenai pajak

kendaraan bermotor. Dalam pasal 6 UU No 28 tahun 2009, kendaraaan bermotor

dikenakan sistem pajak progresif jika seseorang memiliki kendaraan yang sama.

Besaran pajak yang digunakan dalam undang-undang tersebut paling rendah 1%

dan paling tinggi 2% untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama. Untuk

(2)

rendah 2 % dan paling tinggi 10%. Dalam undang-undang, yang ditentukan adalah

range besaranya. Sedangkan tarifnya ditentukan oleh provinsi dengan sebuah perda.

Makalah ini mencoba mengangkat permasalahan terkait pajak progresif

kendaraan bermotor yang terjadi di Jawa Tengah. Untuk itu penulis mengajukan

rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana permasalahan pajak progresif bagi kendaraan bermotor di Provinsi

(3)

Pembahasan

Di era sekarang ini, pajak masih merupakan pendapatan utama sebuah Negara.

Secara sederhana, pajak adalah beralihnya sumber daya dari sektor privat ke sektor

publik. Sedangkan dalam pengertian yang lebih komprehensif, oleh Adriani diartikan

sebagai iuran masyarakt kepada Negara (yang dapat dipakasakan) yang terutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (peraturan

perundang-undangan) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan

gunanaya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum. Dan menurut

Rochmat Soemitro, pajak adalah peralihan kekayaaan dari pihak rakyat kepada kas

Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public

saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment1.

Pemungutan pajak bukan hal yang baru saja lahir, pada zaman dahulu pajak

awalnya permintaan raja kepada rakyat karena pengeluaran kerajaan tidak dapat

ditutupi dengan penghasilan pribadi. Lambat laun, sifat permintaan tersebut berubah

menjadi paksaan, berubahnya sifat permintaan menjadi paksaan dimulai setelah

kerajaan-kerajaan memperluas wilayahnya dengna menundukan daerah lain. Rakyat

dalam suatu daerah yang sudah ditundukkan tidak akan memberikan uang kepada raja

jika tanpa disertai dengan paksaan. Namun dalam zaman modern, seiring dengan

(4)

berkembangnya ilmu hokum, sifat paksaan tersebut diakomodir dalam suatu

peraturan perundang-undangan2.

Hokum pajak merupakan hokum publik yang berupa keseluruhan

peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang

dan menyerahkanya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara.

Landasan hokum yang paling tinggi terkait masalah pajak terdapat dalam UUD pasal

23 A yang berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

Negara diatur dengan undang-undang”.

Di Indonesia, Pajak terbagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat

adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagaian

dikelola oleh direktorat jenderal pajak departemen keuangan. Pajak pusat sendiri

terdiri dari dua macam, penerimaan pajak yang bersumebr dari dalam negeri dan

pajak perdagangan internasional. Yang termasuk kedalam penerimaan pajak dalam

negeri adalah pajak penghasilan migas dan non migas, pajak pertambahan nilai dan

pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan BM), pajak bumi danj bangunan

(PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai, dan pajak

lainya. Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak ekspor3.

Pajak daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan

2 Lihat Mustaqiem, Pengaturan Perpajakan Daerah Dalam Sistem Hukum Pajak Indonesia, jurnal Hukum, Edisi No 1 Vol 13 (2006), hlm. 105

(5)

tidak mendapatkan imbalan bersifat langsung dan digunakan untuk keperluan daerah

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat4. Pengaturan pajak dan retribusi daerah

yang terkini terdapat dalam UU No 28 tahun 2009, pajak dan retribusi daerah bukan

hal yang baru sebagai sumber pendapatan dan belanja daearah. Menurut Sunarto,

pajak dan retribusi daerah masih belum mampu menunjukkan kinerjanya sebagai

sumber pendapatan daerah dalam APBD. Hal ini terlihat dari sumber pendapatan

daerah yang masih didominasi subsidi/kucuran dana dari pemerintah baik yang

berupa DAU, DAK dan juga bagi hasil dari pajak bumi dan bangunan, bea perolehan

hak atas tanah dan bangunan, pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri, serta

pajak penghasilan5. Selain itu, daerah juga mendapatkan dana bagi hasil yang

bersumber dari SDA, berupa: kehutanan, pertambangan umum, perikanan,

pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi6.

Sesuai dengan pasal 2 UU No 28 tahun 2009, jenis pajak dan retribusi daerah

dibagi antara provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan pasal tersebut, yang termasuk

kedalam pajak provinsi adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan

bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak

rokok. Sedangkan pajak kabupaten/kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak

hiuran, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral dan batuan, pajak

4 Pasal 1 no 10 UU No 28 tahun 2009.

5 Sunarto, Pajak dan Retribusi Daerah, (Yogyakarta: Amus dan Citra Pustaka, 2005), hlm. 1. Berdasarkan UU No 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, PBB dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sudah masuk sebagai pajak daerah yang ditangani masuk kebupaten/kota.

(6)

parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan

perdesaan dan perkotaan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan7.

Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan

kendaraan bermotor8. Objek dari pajak ini adalah kepemilikan dan/atau penguasaan

kendaraan bermotor, sedangkan yang dimaksudkan dengan kendaraan bermotor

adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya yang dioperasikan di darat

dan di air9. Subek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan

bermotor. Dasar pengenaan pajaknya adalah hasil perkalian dari nilai jual kendaraan

bermotor yang biasanya disingkat dengan NJKB dan bobotnya10. Untuk tarifnya, UU

No 28 tahun 2009 hanya mencantumkan range nya yakni minimal 1% dan maksimal

2 % untuk kendaraan pertama, sedangkan untuk kendaraan kedua dan setersunya

dikenakan tariof secara progresif dengan paling rendah 2% dan paling tingg 10%11.

Tariff progresif dapat dikenakan jika jenis kendaraanya sama (roda dua dengan roda

dua, roda empat dengan roda empat) dan atas nama orang yang sama juga.

Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik

dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan

7 Pasal 2 UU No 28 tahun 2009

8 Pasal 1 UU No 28 tahun 2009

9 Pasal 3 ayat 1 dan 2 UU No 28 tahun 2009. Kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT (gross tonnage) 5 sampai dengan GT 7.

10 Pasal 5 UU No 28 tahun 2009

(7)

kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik12. Tujuan dari

dikenakannya tarif progresif adalah13:

1. Menciptakan rasa keadilan

Dengan penerapan pajak progresif, orang yang lebih mampu membeli

kendaraan bermotor akan membayar PKB lebih tinggi daripada orang lain 2. Meningkatkan PAD

Untuk meningkatkan PAD, penerpan pajak progresifn dianggap lebih tepat

dibangingkan dengan pengenaanj pajak tinggi untuk mobil yang sudah tua

atau berumur lebih dari lima tahun, karena akan menyulitkan masyarakat yang

abru mampu membeli mobil bekas. Selain itu, pemebrian pajak yang tinggi

bagi mobil tua juga tidak mudah dilakukan. 3. Mewujdukan tertib administrasi

Dengan pajak progresif, maka nama yang tercantum dalam STNK ataupun

BPKB adalah benar-benar pemilik yang sah dan belum berpidnah tangan.

Dengan tertib administrasi tersebut, polisi bisa dengan cepat menghubungi

keluarga koraban apabil ada kecelakaan lalu lintas.

4. Mengurangi tingkat kemacetan di daerah perkotaan

Pajak progresif diharapkan dapat mengurangi tingakat kemacetan di daerah

perkotaan sehingag ditujukan kepada kendaraan pribadi.

Tarif Kendaraan Bermotor di Jawa Tengah

12 http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_progresif, akses tanggal 27 agustus 2013.

13

(8)

Dalam APBD Jawa Tengah tahun 2013, pendapatan daerah sebesar

11.930.236.616.000 dan belanja daerah sebesar 12.730.236.616.000. Rincian

pedapatan daerah sebagai berikut:

Pendapatan asli daerah 6.625.624.955.000 yang terdiri dari: pajak daerah

5.438.987.700.000, retribusi daerah 74.381.172.000, hasil pengelolaan daerah yang

dipisahkan 252.770.000.000, pendapatan lain-lain dari PAD yang sah

814.486.083.000. Dana perimbangan 2.420.344.820.000 yang terdiri dari: dana bagi

hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 666.962.941.000, dana alokasi umum

1.670.859.369.000, dana alokasi khusus 82.522.510.000. Lain-lain pendapatan

daerah yang sah 2.884.266.841.000 yang terdiri dari pendapatan hibah

28.010.000.000, dana penyesuaian dan otonomi khsusu 2.834.430.710.000, dana

insentif daerah 21.826.131.00014. Defisit APBD Jawa Tengah sebesar 800 milyar,

untuk menutupi defisit ini diambilkan dari dana silpa sebesar 300 milyar dan

pencairan dana cadangan 500 milyar.

Dari uraian di atas, dapat kita ketahui kalau hasil pajak daerah 5.438.987.700.000,

angka ini dihasilkan dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan

bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak

rokok. Tidak ada informasi yang secara khusus menguraikan hasil dari pajak

kendaraan bermotor.

(9)

Tarif pajak kendaraan bermotor di Jawa Tengah terdapat dalam Perda Jawa

Tengah No 2 tahun 2011 tentang pajak daerah. Pasal 8 dari perda tersebut berisi

tentang besaran tarif pajak kendaraan bermotor, tarif kedaraan bermotor pribadi

kepemilikan pertama sebesar 1.5%. Berikut ini penulis uraikan cara penghitungan

PKB di Jawa Tengah. Misalkan bapak Dedi memiliki motor Honda Supra keluaran

tahun 2006. Jika sekarang NJKB motor supra tahun 2006 sebesar Rp. 10.000.000,

maka perhitungan besarnya pajaknya sebagai berikut: Tarif x (NJKBxbobot). 1.5% x

(Rp 10.000.000x1), maka besarnya pajak yang harus ditanggung Rp. 150.00015.

Untuk kepemilikan selanjutnya sebesar 2% kepemilikan kedua, 2.5% kepemilikan

ketiga, 3% kepemilikan keempat dan 3.5% untuk kepemilikan kelima ke atas. Ada

persyaratan khusus dalam mengenakan tarif progresif bagi kendaraan roda dua, yakni

hanya bagi kendaraan dengan minimal cc 20016, sedangkan untuk sepeda motor yang

cc nya kurang dari 200 tidak dikenakan tarif progresif. Hal ini tentunya akan

mengurangi jumlah PAD Jawa Tengah padahal sebagaiamana yang disebutkan di atas,

APBD Provinsi Jawa Tengah mengalami defisit 800 milyar. Jika Pemda Jawa Tengah

mengenakan tarif progresif bagi semua kendaraan bermotor tanpa adanya pembatasan

khusus bagi kendaraan roda dua yang 200 cc, kemungkinan besar defisit anggaran

tidak akan terjadi lagi mungkin justru akan surplus. Batasan ini dibuat sendiri oleh

Jawa Tengah dan kebijakanya berbeda-beda bagi setiap daerah, Perda Jawa Timur

15 Lihat Suanarto, op.cit., hlm. 61

(10)

mengenakan tarif prgoresif bagi kendaraan roda dua yang cc nya 250 keatas, di NTB

bahkan tidak dikenakan tarif progresif sama sekali.

Permasalahan lainya, jika seseorang memiliki sepeda motor pertama lebih dari

200 cc kemudian sepeda motor kedua dan seterusnya kurang dari 200 cc juga tidak

terkena pajak progresif, karena bunyi dari perda di Jawa Tengah seperti ini

“kepemilikan kedua dan seterusnya kendaraan bermotor pribadi roda dua 200 cc ke

atas dan/atau roda empat dikenakan tarif secara progresif”. Sepeda motor yang

banyak beredar di Indonesia khususnya Jawa Tengah adalah sepeda motor yang cc

nya kruang dari dua ratus, jika nantinya tarif progresif dikenakan tanpa menggunakan

batasan cc, pastinya akan memberikan pendapatan yang besar bagi APBD jawa

tengah dan mengurangi beban APBN.

Kesimpulan

Salah satu tujuan dari pajak progresif kendaraan bermotor adalah untuk

meningkatkan PAD suatu daerah, dengan meningkatnya PAD ketergantungan daerah

(11)

APBN. Dalam UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, tidak ada

batasan minimal cc bagi kendaraan bermotor untuk dikenakan pajak progresif, namun

pada kenyataanya di Provinsi Jawa Tengah tidak demikian. Dalam Perda No 2 tahun

2011, kendaraan bermotor yang terkena pajak proresif jika cc nya lebih dari 200 ke

atas. Dengan demikian kendaraan kedua dan seterusnya yang cc nya kurang dari 200

dikenakan tarif biasa, pun demikian jika seseorang memiliki sepeda motor pertama

yang tarifnya 200 cc ke atas kemudian kendaraan yang kedua dan seterusnya kurang

dari 200 cc maka juga tidak dapat dikenakan tarif progresif.

Dalam APBD tahun 2013, Provinsi Jawa tengah defisit sebesar 800 milyar.

Padahal jawa tengah sudah mendapatkan kucuran dana berupa DAU dan DAK

hampir 2 trilyun. Jika semua daerah di Indonesia menetapkan tarif progresif tanpa

menggunakan batasan minimal cc tentunya akan sangat membantu dalam

menyehatkan APBN, karena kebanyakan sepeda motor yang ada di Indonesia cc nya

berkisar antara 100-150. Segala elemen legislatif dan eksekutif di seluruh Indonesia

perlu memperhatikan hal ini untuk mengurangi beban APBN, hal ini juga dapat

mengurangi polusi serta kemacetan di berbagai kota besar.

Daftar Pustaka

A. Buku dan Jurnal

Mustaqiem, Pengaturan Perpajakan Daerah Dalam Sistem Hukum Pajak Indonesia,

(12)

Sutedi, Adrian, Hukum Pajak, cet ke 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2011

Sunarto, Pajak dan Retribusi Daerah, Yogyakarta: Amus dan Citra Pustaka, 2005

B. Peraturan Perundang-Undangan

UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah

Perda Jawa Tengah No 13 tahun 2012 tentang APBD Jawa Tengah tahun 2013.

Perda Jawa Tengah No 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah

C. Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_progresif, akses tanggal 27 agustus 2013.

http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2013/05/Tulisan-Hukum_Pajak-Kendaraan_koreksi-Bu-Herny.pdf, “Tinjauan Hukum Pajak Kendaraan

bermotor dan Bea Balik Nama KEndaraan Bermotor Dalam Rangka

Referensi

Dokumen terkait

Menurut standar ini, tingkat proteksi dapat ditententukan menggunakan perhitungan beberapa faktor yaitu data struktur gedung, data hari guruh, area proteksi,

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa niche breadth yang diperoleh kedua surat kabar harian Solopos dan Joglosemar berdasarkan kategori rubrik berita adalah

Teori behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol

Pundak merupakan bagian tubuh kuda yang menonjol, menurut Tony dan Marcy (2002) pundak harus terlihat menonjol dengan perototan yang baik dan menyatu dengan bagian

Dibandingkan dengan karya-karya Ratih Kumala yang lain baik dalam bentuk novel ataupun cerpen, kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” ini menarik untuk dikaji

Pada tahap akhir gadai, yang di kerjakan adalah sebelum berakhirnya gadai, pihak murtahin (Pegadaian Syariah) memberikan informasi kepada rahin bahwa pinjaman

Kesimpulan: Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri umbi bawang dayak yang mengandung senyawa flavonoid terhadap pertumbuhan enterococcus faecalis dan

Permodalam kerap kali menjadi kendala bagi masyarakat nelayan. Sulitnya akses hingga ketidaktahua masyarakat tentang lembaga pendanaan menjadi beberapa faktor nelayan