• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB (KAJIAN TERHADAP PEMIKIRAN BF. SKINNER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB (KAJIAN TERHADAP PEMIKIRAN BF. SKINNER)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

429

PENERAPAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB (KAJIAN TERHADAP

PEMIKIRAN BF. SKINNER)

MUHAMMAD MAHMUDI

Mahasiswa Keguruan Bahasa Arab Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang,

Jl. Semarang 5 Malang E-mail: mahmudar14@gmail.com

Abstrak: Banyak teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme). Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative dan evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

Kata Kunci: Teori Behaviorisme, Belajar, Bahasa Arab

Berbicara tentang pendidikan, tentunya hal ini tidak bisa dipisahkan dari proses belajar dan pembelajaran. Meskipun begitu pendidikan bukan hanya sebatas tentang penerapan teori belajar dan pembelajaran di kelas, bahkan belajar merupakan proses yang sangat penting dalam pendidikan, karena ia menjadi salah satu faktor penunjang keberhasilan pendidikan.

Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan, belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam keseluruhan proses pendidikan. Sepenggal kalimat yang pernah dikemukakan oleh Havighurst (1953) yang berbunyi living is learning, memberikan gambaran bahwa belajar merupakan hal yang sangat penting, sehingga tidaklah mengherankan bahwa banyak orang ataupun ahli yang membicarakan masalah belajar. Hampir semua pengetahuan, sikap, ketrampilan, perilaku manusia dibentuk, diubah dan berkembang melalui belajar. Kegiatan belajar dapat berlangsung dimana dan kapan saja. Oleh sebab itu dibutuhkan cara belajar yang tepat untuk menghasilkan perubahan sikap yang baik pula.

Hamalik (2009:55) menjelaskan bahwa belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit. Belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisik yang saling bekerja sama dan komprehensif integral.

Ketika berbicara masalah belajar dan pembelajaran kita akan menemukan banyak tokoh dan berbagai macam teori belajar serta aliran-alirannya, mulai dari belajar menurut pandangan kaum behaviorisme, kognitifisme, konstruktivisme,

(2)

430

humanisme. Namun artikel ini, akan lebih memfokuskan pada teori belajar menurut BF.Skinner yang merupakan salah satu tokoh behaviorsme.

Teori behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan penguatan negative diberikan kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna.

Teori belajar behaviorisme ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behaviorisme. Program-program pembelajaran seperti teaching machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner (Budiningsih, 2005:21).

Oleh karena itu, ruang lingkup yang akan dibahas dalam artikel ini adalah pandangan teori behaviorisme tentang belajar, belajar menurut tokoh behaviorisme BF Skinner, terapi tingkah laku behavioristik, dan aplikasinya pembelajaran siswa. Dengan mengkaji semua itu, diharapkan akan menambah wawasan mengenai cara pembelajaran yang efektif pada umumnya dan khususnya dalam pembelajaran bahasa Arab.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Belajar Menurut Paham Behaviorisme

Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya (Budiningsih, 2005:21).

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons (Budiningsih, 2005:21). Apa yang terjadi diantara stimulus dan respons dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Dalam pandangan teori ini tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila ada stimulus dan respons. Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan kepada siswa, sedangkan respons berupa tingkah laku yang terjadi pada siswa. Oleh karena itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan diukur.

Zalyana (2010:104-105) menambahkan bahwa faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavior adalah faktor pengutan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon bila pengutan ditambahkan maka respon semakin kuat. Begitu juga bila pengutan dikurangi responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka

(3)

431

penambahan tugas tersebut merupakan penguat positif (positive reinforcement) dalam brlajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan itu justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan atau dikurangi untuk memungkinkan terjadinya respon.

2. Teori BF.Skinner Tentang Belajar

Nama lengkapnya adalah Burhus Federic Skinner lahir pada 20 mei 1904 di Susquehanna Pennylvania, Amerika Serikat. Skinner adalah orang yang menonjol dalam bidang sastra. Saat dia di Hamilton Collage, New York, ia mempelajari sastra modern dan klasik (Palmer, 2003: 108-109). Skinner mulai belajar ilmu psikologi di Univeresitas Harvard pada tahun 1928 dan mengkhususkan diri pada bidang tingkah langku hewan. Bidang psikologi yang didalami Skinner adalah analisis eksperimental atas tingkah laku (Baharuddin dan Wahyuni, 2008:66-67).

Pada tahun 1931 hingga 1936, Skinner bekerja di Harvard. Penelitian yang dilakukannya difokuskan pada penelitian menegenai sistem syaraf hewan. Pada tahun 1936 sampai 1945, Skinner meneliti karirnya sebagai tenaga pengajar pada Universitas Mingoesta. Dalam karirnya Skinner menunjukkan produktivitasnya yang tinggi sehingga ia dikukuhkan sebagai pemimpin behaviorisme yang terkemuka di Amerika Serikat (Zalyana, 2010:115).

Skinner merupakan seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar. Skinner juga dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning (Sugihartono dkk, 2007:97).

Studi Skinner tentang pembelajaran berpusat pada tingkah laku dan konsekuensi-konsekuensinya (Sagala, 2009:16). Skinner mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui proses penguatan perilaku baru yang muncul yakni operant

conditioning (kondisioning operan).

Dalam eksperimenya, Skinner sebagaimanaya yang dikutip oleh (Syah, 2003:99) menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan “Skinner Box”. Peti sangkar ini terdiri atas dua komponen yaitu: manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.

Dalam eksperimen ini, mula-mula tikus mengeksplorasi pati sangkar dengan berlari-lari atau mencium benda-benda yang ada di sekitarnya dan mencakari dinding. Aksi ini disebut emitted behavior (tingkah laku yang terpancar tanpa mempedulikan stimulus tertentu). Sampai pada suatu ketika secara kebetulan salah satu emitted

behavior tersebut (seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit yang menyebabkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya sehingga tikus dapat mendapatkan makanan. Butir-butir makanan ini

(4)

432

merupakan reinforce bagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingakah laku operant yang akan terus meningkat apabial diiringi dengan

reinforcement, yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul.

Jelas sekali bahwa eksperimen skinner di atas mirip sekali dengan trial and error learning yang ditemukan oleh thorndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar menurut thorndike selalu melibatkan satisfaction/kepuasan, sedangkan menurut skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan.

Dari eksperimen yang dilakukan Skinner terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: 1). Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. 2). Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah (Baharudin dan Wahyuni, 2008:70).

Skinner memandang reward (hadiah) atau reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Kita cenderung untuk belajar suatu respons jika diikuti oleh reinforcement (penguat). Skinner lebih memilih istilah reinforcement dari pada reward, ini dikarenakan reward diinterpretasikan sebagai tingkah laku subjektif yang dihubungkan dengan kesenangan, sedangkan reinforcement adalah istilah yang netral. Penemuan Skinner memusatkan hubungan tingkah laku dengan konsekuen (Djiwandono, 2008:131). Contoh, jika tingkah laku individu segara diikuti oleh konsekuensi menyenangkan, maka individu tersebut akan menggunakan tingkah laku itu lagi sesering mungkin. Menurut Seifert (2010:34) untuk penguat itu sendiri sering kali berbentuk penghargaan non-fisik, seperti; pujian. Suprijono (2011:21) menambahkan bahwa penguatan (reinforcement) itu sendiri dibagi menjadi dua, penguatan positif dan penguatan negatif. Penguat positif adalah rangsangan yang memperkuat atau mendorong suatu tindak balas. Sedangkan penguatan negatif ialah penguatan yang mendorong individu untuk menghindari suatu tindakan balas tertentu yang tidak memuaskan.

Menurut Skinner sebagaimana dikutip oleh Sagala (2009:14), dalam belajar ditemukan hal-hal berikut: Pertama, kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons belajar. Kedua, respon sipelajar. Ketiga, konsekuensi yang bersifat menggunakan respon tersebut, baik konsekuensinya sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.

Skinner juga membedakan adanya dua macam respons sebagaimana yang dikutip oleh Suryabrata ( 2007: 271-272), yaitu:

a. Respondent Response (reflexive response), yaitu respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu yang disebut eliciting stimuli, menimbulkan respon-respon yang secara relatif tetap, misalnya makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respons yang ditimbulkannya.

b. Operant Responsen (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang-perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Jika seorang belajar (telah

(5)

433

melakukan perbuatan), lalu mendapat hadiah, maka dia akan menjadi lebih giat belajar (responsnya menjadi lebih intensif/kuat)

Keefektifan reinforcement dalam prilaku tergantung pada berbagai faktor, salah satunya diantaranya adalah frekuensi atau jadwal pemberian reinforcement. Ada empat macam pemberian jadwal reinforcement, yaitu:

a. Fixed Ratio, yaitu salah satu skedul pemberian reinforcement ketika reinforcement diberikan setelah sejumlah tingkah laku. Contoh, seorang guru mengatakan “kalau kalian dapat menyelesaikan sepuluh soal matematika dengan cepat dan benar, maka kalian boleh pulang lebih dulu”.

b. Variable Ratio, yaitu sejumlah perilaku yang dibutuhkan untuk berbagai macam

reinforcement dari reinforcement satu ke reinforcement lain. Jumlah perilaku yang

dibutuhkan mungkin sangat bermacam-macam dan siswa tidak tahu perilaku mana yang akan direinforcement. Contoh, guru tidak hanya melihat apakah tugas dapat diselesaikan, tapi juga melihat kemajuan-kemajuan yang diperoleh pada tahap-tahap penyelesaian tugas tersebut.

c. Fixed Interval, yang diberikan ketika seseorang menunjukkan perilaku yang diinginkan pada waktu tertentu. Contoh, setiap 30 menit sekali.

d. Variabel Interval, yaitu reinforcement yang diberikan tergantung pada waktu dan sebuah respons (Baharudin dan Wahyuni: 73-74).

Dari penjelasan tentang operant conditioning di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, operant conditioning merupakan teori belajar yang menjelaskan bahwa sesuatu yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan akan cenderung diulang-ulang.

3. Penerapan Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Para pakar Psikologi belajar bahasa penganut faham Behaviorisme berpendapat bahwa belajar bahasa berlangsung dalam lima tahap, yaitu:

a. Trial and error b. Mengingat-ingat c. Menirukan d. Mengasosiasikan e. Menganalogikan

Dari kelima langkah tersebut dapat disimpulkan bahwa berbahasa pada dasarnya merupakan proses pembentukan kebiasaan. Dalam teori behaviorisme, segala tingkah laku manusia menjadi suatu prilaku berbahsa yang menjadi manifestasi stimulus dan respon yang dilakukan terus-menerus menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan teori ini, pembelajaran bahasa dilakukan dengan mendahulukan pengenalan keterampilan mendengar dan berbicara daripada keterampilan lainnya, pemberian latihan-latihan dan penggunaan bahasa secara aktif dan terus menerus, penciptaan lingkungan berbahasa yang kondusif, penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan siswa mendengar dan berinteraksi dengan penutur asli, pembiasaan motivasi sehingga berbahsa asing menjadi sebuah prilaku kebiasaan.

Ada beberapa kegiatan pembelajaran bahasa Arab yang dapat dikembangkan berdasarkan teori ini, diantara yang penting adalah:

(6)

434

a. Pengenalan ketrampilan mendengar dan berbicara sebagai awal dalam pembelajaran sebelum ketrampilan membaca dan menulis.

b. Latihan dan penggunaan bahasa secara aaktif dan terus menerus agar pembelajar memiliki ketrampilan berbahasa dan berbentuk kebiasaan menggunakan bahasa. c. Penciptaan lingkungan berbahsa yang kondusif agar mendukung proses

pembiasaan berbahasa secara efektif.

d. Penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan pembelajar mendebgar dan berinteraksi dengan penutur asli.

e. Memotivasi guru bahasa untuk tampil berbahsa secara baik dan benar, sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam berbahasa.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran bahasa arab adalah lingkungan (bi’ah, einvironment), tak terkecuali lingkungan berbahasa. Dan tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Arab, tak lain adalah:

1. Untuk membiasakan dalam memanfaatkan bahasa Arab secara komunikatif, melalui praktek percakapan (muhadatsah), diskusi (munaqasyah), seminar (nadwah), ceramah dan berekpresi melalui tulisan (ta’bir dan tahriry)

2. Memberikan penguatan (reinforcement) pemerolehan baha yang sudah dipelajari di kelas.

3. Menumbuhkan kreativitas dan aktivitas berbahasa Arab yang terpadu antara teori dan praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.

Aplikasi teori ini menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evalusi menekan pada hasil, dan evaluasi menuntut jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan belajaranya.

Guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.

PENUTUP

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.

Karakteristik teori behaviorisme terhadap pembelajaran bahasa diantaranya adalah: penyajian materi lebih banyak dengan hiwar, lebih banyak melakukan peniruan dan menghafal idiom-idiom, menyajikan satu kalimat dalam satu situasi,

(7)

435

tidak menyajikan strukstur nahwu secara terpisah, dan lebih baik dengan sistem deduktif, lebih menitik beratkan pada ujaran, lebih banyak menggunakan bahasa dalam komunikasi dan banyak menggunakan lab bahasa, memberikan reward bagi respon positif, mensuport untuk berbahasa, perhatian lebih pada bahasa bukan isi bahasa.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa adalah lingkungan (bi'ah, environment), tak terkecuali lingkungan berbahasa. Dan tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Arab , tidak lain adalah (1) untuk membiasakan dan membiasakan dalam memanfaatkan bahasa Arab secara komunikatif, melalui praktik percakapan (muhadatsah), diskusi (munaqasyah), seminar (nadwah), ceramah dan berekspresi melalui tulisan (ta'bir

tahriry); (2) memberikan penguatan (reinforcement) pemerolehan bahasa yang sudah

dipelajari di kelas; dan (3) menumbuhkan kreativitas dan aktivitas berbahasa Arab yang terpadu anatara teori dan praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.

DAFTAR RUJUKAN

Baharudin dan Wahyuni, Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Budiningsih, C. Asri, 2005. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta Djiwandono, Sri Esti Muryani. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo

Hamalik, Oemar. 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo,

Sagala, Syaiful, 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran; Untuk Membantu Memecahkan

Problematika Belajar dan Mengajar, Bandung: Alfabeta

Seifert, Kelvin. 2010. Manajemen Pembelajaran dan Intruksi Pendidikan; Manajemen

Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik, terjemah. Yusuf Anas.

Yogyakarta: IRCiSoD,

Sugihartono dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Referensi

Dokumen terkait

This trading system utilizes estimates of potential nitrate leaching from land uses, a set of transport coefficients generated from a simulation of nitrate transport in groundwater,

Faktor yang sangat penting dalam kepuasan konsumen adalah kualitas pelayanan, aspek yang diukur dalam kualitas pelayanan akan suatu jasa adalah puas atau

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh diazinon (pestisida) terhadap tingkat keberhasilan larva yang terbentuk dan waktu dari setiap tahap perkembangan

Keenam, kegiatan tahap akhir pelatihan terdiri atas lima kegiatan instruktur yakni pertama, pemeriksaan hasil pekerjaan; kedua, pengamatan perilaku yang dicapai;

Tingginya hasil tangkapan ikan Tongkol di musim barat dimana rata-rata tinggi gelombang pada bulan Desember hanya mencapai 1,25 meter sampai dengan 2 meter dan

Guru fisika SMA YAPIP Makassar selama ini menerapkan pembelajaran yang konvensional yaitu pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan metode ceramah terhadap siswa,

Beberapa penambahan perbaikan dalam fasilitas restorasi tentunya akan semakin meningkatkan kenyamanan berkendara pada perjalanan kereta api, beberapa perbaikan

Biaya total merupakan jumlah keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.. Dengan kata lain, biaya