PEMODELAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO BERDASARKAN LAPANGAN UASAHA PERTANIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN
MENGGUNAKAN PEDEKATAN SPATIAL REGRESSION Ulfatun Khasanah
Mahasiswa Statistika, Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia (E-mail: ulfatundum@gmail.com)
ABSTRAK
Selama sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal merupakan contoh perubahan yang perlu diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional. Perubahan tahun dasar PDB dilakukan secara bersamaan dengan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi untuk menjaga konsistensi hasil penghitungan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan, yaitu produksi dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi (lapangan usaha) dan menurut komponen penggunaannya. PDRB dari sisi lapangan usaha merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh lapangan usaha atas berbagai aktivitas produksinya. Sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut. PDRB yang disajikan secara berkala dapat menggambarkan perkembangan ekonomi suatu daerah dan juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mengevaluasi dan merencanakan pembangunan regional. Variabel penelitain yang digunakan pada penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan (Y), Lapangan Usaha Pertanian ( ), dan Lapangan Usaha Perdagangan ( . Penelitian ini menggunakan metode pendekatan SLX, merupakan model regresi linier local yang menghasilkan dugaan parameter model regresi yang bersifat local.
Kata Kunci : PDRB Bali, Lapangan Usaha, Regresi Spasial, SLX
PENDAHULUAN
Selama sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal merupakan contoh perubahan yang perlu diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional.
System of National Accounts (SNA 2008) melalui penyusunan kerangka Supply and Use Tables (SUT). Perubahan tahun dasar PDB dilakukan secara bersamaan dengan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi untuk menjaga konsistensi hasil penghitungan.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan, yaitu produksi dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi (lapangan usaha) dan menurut komponen penggunaannya. PDRB dari sisi lapangan usaha merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh lapangan usaha atas berbagai aktivitas produksinya. Sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.
Penyajian PDRB menurut lapangan usaha dirinci menurut total nilai tambah dari seluruh lapangan usaha yang mencakup kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; dan Jasa lainnya.
Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan, kategori ini mencakup segala pengusahaan yang didapatkan dari alam dan merupakan benda-benda atau barang-barang biologis (hidup) yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri atau untuk dijual kepada pihak lain. Pengusahaan ini termasuk kegiatan yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten) seperti pada kegiatan usaha tanaman pangan. Golongan pokok ini mencakup pertanian tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan, serta jasa Pertanian dan perburuan hewan yang di tujukan untuk dijual. Kegiatan jasa pertanian dan perburuan meliputi kegiatan jasa pertanian, perburuan dan penangkapan satwa liar, serta penangkaran satwa liar. Kegiatan jasa pertanian adalah kegiatan yang dilakukan baik oleh perorangan maupun badan usaha atas dasar balas jasa atau kontrak yang khusus yang diberikan untuk menunjang kegiatan pertanian (tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, dan peternakan). Dicakup juga dalam kegiatan jasa pertanian adalah penyewaan alat pertanian/hewan bersama operatornya dan risiko kegiatan jasa tersebut ditanggung oleh yang memberikan jasa.
Perdagangan Besar Dan Eceran, Kategori ini meliputi kegiatan ekonomi/lapangan usaha di bidang perdagangan besar dan eceran (yaitu penjualan tanpa perubahan teknis) dari berbagai jenis barang, dan memberikan imbalan jasa yang mengiringi penjualan barang-barang tersebut. Baik penjualan secara grosir (perdagangan besar) maupun eceran merupakan tahap akhir dalam pendistribusian barang dagangan. Kategori ini juga mencakup reparasi mobil dan sepeda motor.
Penjualan tanpa perubahan teknis juga mengikutkan kegiatan yang terkait dengan perdagangan, seperti penyortiran, pemisahan kualitas dan penyusunan barang, pencampuran, pembotolan, pengepakan, pembongkaran dari ukuran besar dan pengepakan ulang menjadi ukuran yang lebih kecil, penggudangan, baik dengan pendingin maupun tidak, pembersihan dan pengeringan hasil pertanian, pemotongan lembaran kayu atau logam.
(tanpa perubahan teknis), baik barang baru maupun bekas, utamanya kepada masyarakat umum untuk konsumsi atau penggunaan perorangan maupun rumah tangga, melalui toko, departement store, kios, mail-order houses, penjual dari pintu ke pintu, pedagang keliling, koperasi konsumsi, rumah pelelangan, dan lain-lain. Pada umumnya pedagang pengecer memperoleh hak atas barang-barang yang dijualnya, tetapi beberapa pedagang pengecer bertindak sebagai agen, dan menjual atas dasar konsinyasi atau komisi.
Di Indonesia Sendiri masalah pertumbuhan ekonomi sangatlah klasik, dari satu daerah dengan daerah lain sngatlah berbeda jauh jika dibandingkan dengan daerah-daerah yang berdekatan di pusat ekonomi yaitu DKI Jakarta. Perbedaanya sangatlah signifikan antara daerah ibu kota negara Indonesia dengan daerah-daerah disekitarnya. Hal ini menjadi masaah yang sangat serius bagi pemerintah. Hal ini disebabkan karena tidak lain pembangunan infrastruktur yang tidak merata di setiap daerah, sehingga pasokan-pasokan bahan pokok dan kebutuhan serta sarana prasarana untuk menunjang pembangunan ekonomi di daerah daerah kurang, sehingga pertumbuhan ekonomi di setiap daerah tidak merata.
Secara tidak langsung PDRB atas dasar harga konstan berperan sangat penting untuk memantau pertumbuhan ekonomi dimasyarakat, PDRB juga bisa dijadian tolak ukur untuk mengukur seberapa berkembangnya perekonomian disauatu daerah.
Hasil pengukuran PDRB beserta variabel-variabel yang mempengruhinya diberbagai provinsi khususnya Jawa Bali biasanya dalam bentuk tabel. Penyajian dalam bentuk tabel sangat berguna apabila unsur yang dipetakan mempunyai variabel yang kompleks, penyajian data dalam bentuk tabel memiliki kelebihan, karena data yang disajikan dengan nominal angka sehingga tidak akan terjadi kesalahan pembacaan. Namun penyajian data dalam bentuk tabel memiliki kelemahan yaitu apabila digunakan sebagai perbadingan, pembaca kurang cepat menangkap tingkat perbandingan karena nilai disajikan dengan angka.
Metode oprasional yang ada sekarang ini sebagaian besar belum menggunakan pendekatan spasial. Pendekatan spasial atau pendekatan keruangan adalah pendekatan yang mengkaji rangkaian persamaan dari perbedaan fenomena geosfer dalam ruang. Di dalam pendekatan keruangan ini perlu diperhatikan adalah persebaran penggunaan ruang dan penyediaan ruang yang akan dimanfaatkan. Data-data yang membutuhkan pendekatan diantaranya perencanaan wilayah, ekonometrika, iklim dan kajian lingkungan, penyebaran penyakit. Belum banyaknya penggunaan pendekatan spasial sebagai perangkat analisis obyek, sehingga belum dapat memberikan gambaran pola penyebaran.
Dalam metode spasial terdapat regresi spasial. Regresi spasial adalah merupakan hasil pengembangan dari regresi linier klasik. Pengembangan ini didasarkan adanya pengaruh tempat atau spasial pada data analisis.
Dalam hal ini PDRB tidak hanya dipengaruhi variabel-variabel bebas namun terdapat efek spasial didalamnya. Pemodelan regresi spasial dapat digunakan untuk menghasilkan penduga yang lebih baik dibandingkan regresi klasik/regresi sederhana.
Sehingga peneliti ingin meneliti dengan melibatkan efek spasial didalamnya dikarenakan jika terdapat efek spasial didalamnya tidak digunakan efek spasial tersebut maka hasil penelitian dianggap bias. Penelitian ini mengambil 2 parameter yang mempengaruhi PDRB yaitu Lapangan Usaha Pertanian, dan Lapangan Usaha Perdagangan dengan memperhitungan faktor lokasi (spasial).
METODE PENELITIAN
Sumber Data dan Variabel Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari wesite Badan Pusat Statistika Provinsi Bali, yaitu data PDRB atas dasar harga konstan, Pendapatan Asli Daerah, Kepadatan Penduduk, Belanja Daerah yang diperoleh dari publikasi BPS Provinsi Bali dalam angka 2014
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya PDRB atas dasar harga konstan (Y), Lapangan Usaha Pertanian ( ), dan Lapangan Usaha Perdagangan ( .
Dengan Langkah-langkah penelitan sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data peta tematik untuk mengetahui pola penyebaran dan dependensi masing-masing variabel untuk mengetahui pola hubungan varibel X dan Y.
2. Melakukan pemodelan regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
3. Identifikasi tentang keberadaan efek spasial dalam SLX adalah dengan menggunakan uji kebebasan residual.
4. Melakukan pemodelan SLX dengan tahapan sebagai berikut.
a. Setelah matriks W terbentuk dengan elemen-elemennya (Wij) bernilai 1 dan 0, dilakukan koding pembobotan untuk mendapatkan matriks W.
b. Melakukan estimasi parameter, pengujian signifikansi parameter dan uji asumsi regresi dari SLX yang terbentuk.
c. Menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil yang diperoleh.
Matriks pembobot spasial yang sesuai dalam penelitian ini adalah matriks pembobot Queen Contiguity. Matriks pembobot ini mensyaratkan adanya pengelompokan wilayah yang memiliki persinggungan antara sisi dan sudut dari wilayah tersebut dimana =1 dan untuk wilayah lainnya.
Pemodelan Spasial Lag X
Model SLX yang terbentuk adalah sebagai berikut
Keterangan
Model SLX dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh Lapangan Usaha Pertanian terhadap PDRB sebesar 1.546e-02 .Artinya apa bila faktor lain dianggap konstan, jika nilai Lapangan Usaha Pertanian bernilai 1 satuan maka nilai PDRB akan bertambah sebesar 1.546e-02 , begitu juga untuk variabel yang selanjutnya.
Pengujian Residual Asumsi Model SLX
Model SLX yang terbentuk perlu dilakukan pengujian asumsi, untuk mengetahui kelayakan dan keabsahan dari modelnya diantaranya uji normalitas, uji autokorelasi residualnya
1. Normalitas
Berdsarkan output pengujian normalitas pada model SLX dengan bantuan program R dengan uji Kolmogorov Smirnov didapat p-value sebesar 0.003849, maka data untuk PDRB dengan menggunakan metode SLX tidak normal.
2. Autokorelasi Spasial
Berdsarkan output program R untuk nilai autokorelasi berdsarkan test moran I didapat p-value sebesar 0.04027 maka artinya terdapat autokorelasi spasial di dalam model SLX tersebut.
3. Heteroseksdastisitas
Berdasarkan output program R dengan menggunakan test Breusch-Pagen test di dapat p-value sebesar 0.6876 maka tidak terdapat heterosekesdastisitas spasial didalam model SLX tersebut.
Model OLS yang terbentuk adalah sebagai berikut
Keterangan
Model OLS dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh Lapangan Usaha Pertanian terhadap PDRB sebesar . Artinya apa bila faktor lain dianggap konstan, jika nilai PAD bernilai 1 satuan maka nilai PDRB akan bertambah sebesar , begitu juga untuk variabel yang selanjutnya.
Pengujian Residual Asumsi Model OLS
Model OLS yang terbentuk perlu dilakukan pengujian asumsi, untuk mengetahui kelayakan dan keabsahan dari modelnya diantaranya uji normalitas, uji autokorelasi residualnya
1. Normalitas
Berdsarkan output pengujian normalitas pada model OLS dengan bantuan program R dengan uji Kolmogorov Smirnov didapat p-value sebesar 0.991, maka data untuk PDRB dengan menggunakan metode OLS normal.
2. Autokorelasi
Berdsarkan output program R untuk nilai autokorelasi berdsarkan uji durbin Watson didapat nilai DW sebesar 3.3104. didapat table DW sebesar 1.763 < DW < 2.1282 maka terjadi autokorelasi.
3. Heteroseksdastisitas
Berdasarkan output program R dengan menggunakan test Breusch-Pagen test di dapat p-value sebesar 0.2203 maka terdapat heterosekesdastisitas didalam model OLS tersebut.
4. Multikolinieritas
Bersarkan output R didapat nilai VIF sebesar x1=1.148349 x2=1.148349 niali tersebut dibawah 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.
Penentuan Model Terbaik
Model SLX Model OLS
standard error: 239600 Residual standard error: 1620000
Berdsarkan table diatas nilai R-square model SLX lebih besar jadi model SLX lebih baik dari model OLS
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil Analisa data pembahasan diambil kesimpulan seabagi berikut: 1. Model SLX yang terbentuk adalah sebagai berikut
2. Model SLX dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh Lapangan Usaha Pertanian terhadap PDRB sebesar 1.546e-02 .Artinya apa bila faktor lain dianggap konstan, jika nilai Lapangan Usaha Pertanian bernilai 1 satuan maka nilai PDRB akan bertambah sebesar 1.546e-02 , begitu juga untuk variabel yang selanjutnya.
3. Model OLS yang terbentuk adalah sebagai berikut
4. Model OLS dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh Lapangan Usaha Pertanian terhadap PDRB sebesar . Artinya apa bila faktor lain dianggap konstan, jika nilai PAD bernilai 1 satuan maka nilai PDRB akan bertambah sebesar , begitu juga untuk variabel yang selanjutnya.
5. Berdsarkan table diatas nilai R-square model SLX lebih besar jadi model SLX lebih baik dari model OLS.
DAFTAR PUSTAKA
Malau B C R. 2012., PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
https://andre239.wordpress.com/2012/03/09/pdrb-produk-domestik-regional-bruto/. Diakses
pada tanggal 29 Oktober 2016
Pengertian Kepadatan Penduduk, Dampak, Penyebab dan Cara Mengtasi.
http://www.pengertianpakar.com/2015/08/pengertian-kepadatan-penduduk-dampak-penyebab-dan-cara-mengatasi.html. Diakses pada tanggal 1 November 2016.
Produk Domestik Bruto Regional Daerah Istimewa Yogyakarta, Katalog BPS Tahun 2015.
LAMPIRAN
>mydata1 <- read.csv("D:/KULIAH/semester7/analisa spasial/pdrb1.csv",header=TRUE)
> mydata1
Y X1 X2
1 2171045 14978 1756174
2 4923684 1068271 1878127
4 7909296 592329 410347
5 6898985 4135351 611519
6 2286111 13906 1756174
7 5225998 1089358 1878127
8 4189866 1071419 1031950
9 8378317 620699 410347
> mydata2 <- read.csv("D:/KULIAH/semester7/analisa spasial/zz.csv",header=TRUE)
> mydata2
c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 c9
1 0.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.50 0.00
2 0.33 0.00 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.33 0.00
3 0.00 0.25 0.00 0.25 0.00 0.25 0.00 0.25 0.00
4 0.00 0.00 0.25 0.00 0.25 0.25 0.00 0.00 0.25
5 0.00 0.00 0.00 0.33 0.00 0.33 0.33 0.00 0.00
6 0.00 0.00 0.00 0.25 0.25 0.00 0.25 0.25 0.00
7 0.00 0.00 0.00 0.00 0.33 0.33 0.00 0.33 0.00
8 0.20 0.20 0.20 0.00 0.00 0.20 0.20 0.00 0.00
9 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
> library(spdep)
> ww<-matrix(c(mydata2$c1, mydata2$c2, mydata2$c3, mydata2$c4, mydata2$c5, mydata2$c6, mydata2$c7, mydata2$c8, mydata2$c9),9)
> w<-mat2listw(ww)
> moran.test(mydata1$Y, w)
Moran I test under randomisation
data: mydata1$Y
weights: w
Moran I statistic standard deviate = 1.7476, p-value = 0.04027
alternative hypothesis: greater
Moran I statistic Expectation Variance
0.26687494 -0.12500000 0.05028183
> modelSLX <- lmSLX(Y ~ X1 + X2, data=mydata1, listw=w)
> summary(modelSLX)
Call:
lm(formula = y ~ x - 1, weights = weights)
Residuals:
1 2 3 4 5 6 7 8 9
87915 -131522 -255770 -115563 15325 -39685 116198 182575 140528
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
x(Intercept) 5.039e+08 3.984e+07 12.647 0.001066 **
xX1 -1.382e+00 1.837e-01 -7.526 0.004863 **
xX2 -4.821e+00 3.092e-01 -15.591 0.000573 ***
xlag.(Intercept) -4.926e+08 3.972e+07 -12.401 0.001130 **
xlag.X1 1.546e-02 2.136e-01 0.072 0.946859
xlag.X2 -4.896e-01 3.551e-01 -1.379 0.261826
---
Sig if. odes: *** . ** . * . 5 . .
Residual standard error: 239600 on 3 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.9994, Adjusted R-squared: 0.9981
F-statistic: 799 on 6 and 3 DF, p-value: 6.837e-05
> modelols <- lm(Y ~ X1 + X2, data=mydata1)
> summary(modelols)
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2, data = mydata1)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 7.906e+06 1.542e+06 5.127 0.00216 **
X1 2.555e-01 4.999e-01 0.511 0.62749
X2 -2.567e+00 9.721e-01 -2.641 0.03848 *
---
Sig if. odes: *** . ** . * . 5 . .
Residual standard error: 1620000 on 6 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.611, Adjusted R-squared: 0.4813
F-statistic: 4.712 on 2 and 6 DF, p-value: 0.05886
> summary(modelSLX)
Call:
lm(formula = y ~ x - 1, weights = weights)
Residuals:
1 2 3 4 5 6 7 8 9
87915 -131522 -255770 -115563 15325 -39685 116198 182575 140528
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
x(Intercept) 5.039e+08 3.984e+07 12.647 0.001066 **
xX1 -1.382e+00 1.837e-01 -7.526 0.004863 **
xX2 -4.821e+00 3.092e-01 -15.591 0.000573 ***
xlag.(Intercept) -4.926e+08 3.972e+07 -12.401 0.001130 **
xlag.X1 1.546e-02 2.136e-01 0.072 0.946859
xlag.X2 -4.896e-01 3.551e-01 -1.379 0.261826
---
Sig if. odes: *** . ** . * . 5 . .
Residual standard error: 239600 on 3 degrees of freedom
F-statistic: 799 on 6 and 3 DF, p-value: 6.837e-05
> res<-resid(modelSLX)
> ks.test(res,"pnorm")
One-sample Kolmogorov-Smirnov test
data: res
D = 0.5556, p-value = 0.003849
alternative hypothesis: two-sided
> moran.test(res, w)
Moran I test under randomisation
data: res
weights: w
Moran I statistic standard deviate = 0.3505, p-value = 0.363
alternative hypothesis: greater
sample estimates:
Moran I statistic Expectation Variance
-0.04764731 -0.12500000 0.04870551
> res1<-resid(modelols)
> ks.test(res1,"pnorm")
One-sample Kolmogorov-Smirnov test
data: res1
D = 0.5556, p-value = 0.003849
alternative hypothesis: two-sided
> summary(modelSLX)
Call:
lm(formula = y ~ x - 1, weights = weights)
Residuals:
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
x(Intercept) 5.039e+08 3.984e+07 12.647 0.001066 **
xX1 -1.382e+00 1.837e-01 -7.526 0.004863 **
xX2 -4.821e+00 3.092e-01 -15.591 0.000573 ***
xlag.(Intercept) -4.926e+08 3.972e+07 -12.401 0.001130 **
xlag.X1 1.546e-02 2.136e-01 0.072 0.946859
xlag.X2 -4.896e-01 3.551e-01 -1.379 0.261826
---
Sig if. odes: *** . ** . * . 5 . .
Residual standard error: 239600 on 3 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.9994, Adjusted R-squared: 0.9981
F-statistic: 799 on 6 and 3 DF, p-value: 6.837e-05
> res<-resid(modelSLX)
> ks.test(res,"pnorm")
One-sample Kolmogorov-Smirnov test
data: res
D = 0.5556, p-value = 0.003849
alternative hypothesis: two-sided
> moran.test(res, w)
Moran I test under randomisation
weights: w
Moran I statistic standard deviate = 0.3505, p-value = 0.363
alternative hypothesis: greater
sample estimates:
Moran I statistic Expectation Variance
-0.04764731 -0.12500000 0.04870551
> bptest(modelSLX)
studentized Breusch-Pagan test
data: modelSLX
BP = 3.0805, df = 5, p-value = 0.6876
> modelols<-lm(Y~X1+X2, data=mydata1)
> summary(modelols)
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2, data = mydata1)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-1526147 -1229669 -493498 1367430 1863859
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 7.906e+06 1.542e+06 5.127 0.00216 **
X1 2.555e-01 4.999e-01 0.511 0.62749
X2 -2.567e+00 9.721e-01 -2.641 0.03848 *
Sig if. odes: *** . ** . * . 5 . .
Residual standard error: 1620000 on 6 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.611, Adjusted R-squared: 0.4813
F-statistic: 4.712 on 2 and 6 DF, p-value: 0.05886
vif(modelols)
X1 X2
1.148349 1.148349
> modelols<-lm(Y~X1+X2, data=mydata1)
> library(lmtest)
Loading required package: zoo
Atta hi g pa kage: zoo
The following objects are masked fro pa kage: ase :
as.Date, as.Date.numeric
Warning messages:
: pa kage l test as uilt u der ‘ ersio . . : pa kage zoo as uilt u der ‘ ersio . .
> dwtest(modelols)
Durbin-Watson test
data: modelols
DW = 3.3104, p-value = 0.991
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0
> bptest(modelols)
studentized Breusch-Pagan test
data: modelols