• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENVIRONMENTAL FACTORS SOCIAL RELATIONS (KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR) OCCURRENCE OF DENGUE DENGUE IN VILLAGES SOROSUTAN YOGYAKARTA CITY YEAR 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ENVIRONMENTAL FACTORS SOCIAL RELATIONS (KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR) OCCURRENCE OF DENGUE DENGUE IN VILLAGES SOROSUTAN YOGYAKARTA CITY YEAR 2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 1 ENVIRONMENTAL FACTORS SOCIAL RELATIONS (KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR) OCCURRENCE OF DENGUE DENGUE IN

VILLAGES SOROSUTAN YOGYAKARTA CITY YEAR 2013

H.Wahyu Subadi*

Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Tabalong

Jl. Komplek Stadion Olah Raga Saraba Kawa Pembataan Tanjung-Tabalong Kode Pos 70123 Telp./Fax (0526) 2022484

ABSTRACT

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a disease caused by dengue virus which is still a public health problem in Indonesia. Based on data from Yogyakarta City Health Department in 2006 an outbreak of dengue fever has spread across districts in the city of Yogyakarta. Dengue cases in 2013 in the Village Sorosutan there were 67 cases with IR 67,7%, making Sorosutan Village located at the first position to the number of cases of dengue disease. This study to analyze the influence of the social environmental factors (knowledge, attitude and behavior) against dengue hemorraghic fever in the Sorosutan Village, Yogyakarta. The type of research was analytic observation design with cross sectional. The samples in this study were 103 families consisting of 17 RW in the Sorosutan Village. Sampling was obtained by simple random sampling technique. The data obtained were statically tested through chi square. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Ratio Prevalensi (RP) at confidence interval (CI) 95%. The measurement of knowledge, attitude and behavior used quesioner. The results of this study that the DHF was statiscally influenced by knowledge (0,021; RP=1,84), attitude (p=0,013; RP=2,02), behavior (p=0,007; RP=1,97). There is a correlation variables are statiscally is variables knowledge, attitude and behavior in Sorosutan Village Yogyakarta.

Key words : Knowledge, attitude, and behavior

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL (PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU) TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

DI KELURAHAN SOROSUTAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013

ABSTRAK

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, tahun 2006 berjangkitnya DBD telah tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kota Yogyakarta. Kasus DBD tahun

PubBis

e-Jurnal Administrasi Publik & Administrasi Bisnis, Vol. 2, No. 1 Maret 2017, hal 1-10 http://stiatabalong.ac.id/jurnal/e-jurnal-volume-2

(2)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 2 2013 pada Kelurahan Sorosutan terdapat 67 kasus dengan IR sebesar 67,6 %, sehingga menjadikan kelurahan Sorosutan berada pada posisi pertama untuk jumlah kasus penyakit DBD. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan sosial (pengetahuan, sikap dan perilaku) dengan kejadian DBD di Kelurahan Sorosutan Kota Yogyakarta. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel sebanyak 103 KK yang terdiri dari 17 RW di Kelurahan Sorosutan. Pengambilan sampel diperoleh dengan simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Rasio Prevalensi (RP) pada Confidens Interval(CI) 95%. Alat ukur yang digunakan adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pengetahuan (0,021; RP=1,84), sikap (p=0,013; RP=2,02), dan perilaku (p=0,007; RP=1,97). Variabel yang ada hubungan secara statistik adalah variabel pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kejadian DBD di Kelurahan Sorosutan Kota Yogyakarta.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, dan perilaku

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD)

merupakan salah satu penyakit menular

yang sampai saat ini masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia yang sering muncul sebagai

Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

menimbulkan kepanikan di masyarakat

karena menyebar dengan cepat dan dapat

mengakibatkan kematian. Penyebab

DBD adalah virus dengue yang

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

dan Aedes albopictus yang hidup

digenangan air bersih sekitar rumah.1

Penyakit DBD telah dikenal di Indonesia

sebagai penyakit yang endemis DBD

timbul sebagai wabah untukDi Indonesia

demam berdarah pertama kali dilaporkan

di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968

tahun selanjutnya kasus demam berdarah

jumlah setiap tahun cenderung

meningkat. Demikian pula wilayah

terjangkit bertambah luas. Dalam tahun

1997 jumlah kasus yang dilaporkan dari

27 Propinsi sebanyak 31.789 orang

(angka kesakitan 15,28 per 100 ribu

penduduk), dari jumlah kasus yang

dilaporkan tersebut 705 (angka kesakitan

2,2%).2

DBD terjadi selain karena virus

denguenya ada, juga karena vektornya

(nyamuk Aedes aegypti) banyak.

Banyaknya vektor terjadi karena

tempat-tempat perkembangbiakannya (breeding

places) juga banyak. Dengan demikian

maka cara paling efektif adalah memutus

daur hidup nyamuk dengan memberantas

sarangnya, melalui kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

(3)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 3 sarang nyamuk perlu terus ditumbuhkan,

apalagi di banyak negara PSN terbukti

dapat mengurangi kasus DBD.3

Berdasarkan data Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta, tahun 2006

berjangkitnya DBD telah tersebar di

seluruh wilayah kecamatan di Kota

Yogyakarta. Hampir di tiap kecamatan

terdapat penderita DBD, bahkan di

beberapa wilayah terdapat kasus

kematian akibat terjangkit DBD tersebut.

Wilayah kelurahan terutama yang

Insiden Rate nya melampaui 20 antara

lain Kelurahan Karangwaru, Ngampilan,

Wirobrajan, Patangpuluhan,

Gedongkiwo, Notoprajan, Kadipaten,

Ngupasan, Kotabaru, Bausasran,

Mantrijeron, Brontokusuman, Sorosutan,

Prenggan, Warungboto, Pandean,

Tahunan dan Muja-Muju. Kelurahan

Sorosutan merupakan salah satu

kelurahan yang memiliki jumlah kasus

DBD yang tinggi di Kota Yogyakarta

dan merupakan wilayah endemik

penyakit DBD. Sementara itu, jumlah

kasus penyakit DBD di Provinsi D.I

Yogyakarta pada tahun 2011 sebanyak

985 kasus dengan jumlah kematian

sebanyak 5 kasus, Incidence Rate (IR)

sebesar 28,8 per 100.000 penduduk dan

CFR sebesar 0,5%. Pada tahun 2010,

Kelurahan Sorosutan berada pada urutan

keempat untuk jumlah kasus penyakit

DBD yakni sebanyak 57 kasus dengan

IR sebesar 44,4% dan mengalami

penurunan jumlah kasus pada tahun

2012 yakni menjadi 24 kasus dan IR

sebesar 22,4%. Meski mengalami

penurunan jumlah kasus dibanding tahun

sebelumnya akan tetapi masih tingginya

angka prevalensi kasus DBD tersebut

tidak terlepas dari tingginya faktor risiko

penularan seperti rendahnya ABJ (angka

bebas jentik) di kelurahan tersebut yakni

masih di bawah 95% yaitu 70,8%. Data

terbaru untuk kasus DBD tahun 2013

pada Kelurahan Sorosutan kembali

mengalami kenaikan jumlah kasus

dibanding tahun 2012 yaitu 67 kasus

dengan IR sebesar 67,6 %, sehingga

menjadikan kelurahan Sorosutan berada

pada posisi pertama untuk jumlah kasus

penyakit DBD.4

Menurut Sungkar (2007)

sebagian besar penduduk Indonesia

belum menyadari pentingnya

memelihara kebersihan lingkungan.

Salah satu masalah yang umum

ditemukan adalah rendahnya kesadaran

untuk menjaga agar tidak terdapat

wadah-wadah yang dapat menampung

air di lingkungan tempat tinggalnya.

Kebiasaan yang lainnya adalah tidak

(4)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 4 Keberhasilan pemberantasan DBD

dipengaruhi oleh banyak factor antara

lain yaitu perilaku penduduk. Dengan

meningkatkan pengetahuan penduduk

mengenai DBD melalui pendidikan

kesehatan maka dapat merubah perilaku

penduduk yang dulunya belum

menyadari pentingnya memelihara

kesehatan akan menjadikan perilaku

yang lebih baik lagi seperti praktek

PSN.5

Menurut pengertian dasar

perilaku masyarakat bias dijelaskan

merupakan suatu respon seseorang

terhadap stimulus atau rangsangan yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit,

system pelayanan kesehatan, makanan,

sertalingkungan. Respon atau reaksi

manusia, baik bersifat pasif maupun

bersikap aktif.6

Beberapa penelitian menyatakan

bahwa ada hubungan antara

pengetahuan, sikapdan perilaku dengan

kejadian DBD. Berdasarkan beberapa

faktor lingkungan yang ada di Kelurahan

Sorosutan peneliti ingin meneliti

mengenai hubungan faktor lingkungan

fisik (kepadatan penghuni, kelembaban

dan tempat perkembangbiakan) terhadap

kejadian DBD di Kelurahan Sorosutan,

sehingga dapat membantu dalam

menurunkan jumlah kesakitan dan

kematian akibat penyakit DBD serta

membantu masyarakat untuk lebih

memperhatikan faktor-faktor apa saja

yang bisa menjadi penyebab penularan

penyakit DBD.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis

penelitian observasional analitik dengan

rancangan penelitian cross sectional,

dimana peneliti mengukur variabel bebas

dan variabel terikat diukur hanya satu

kali saja menurut keadaan pada waktu

dilakukan observasi.7 Sampel penelitian

ini adalah kepala keluarga yang berada

di Kelurahan sorsutan yang berjumlah

103 orang. Teknik sampling yang

digunakan yaitu metode simple random

sampling atau pengambilan sampel

secara acak sederhana.7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian

Variabel Jumlah responden

Persentase (%)

Umur ≤ 40 tahun > 40 tahun

65 38

63,1 36,9 Pendidikan

Tidak tamat SD

Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA

1 6 10 62 23

(5)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 5 Tamat D3/S1

Pekerjaan Petani PNS/ABRI Wiraswasta Pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Lain-lain

1 8 25 10 40 19

1,0 7,8 24,3

9,7 38,8 18,4

Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa

dari 103 responden, mayoritas umur

adalah ≤ 40 tahun yakni sebanyak 65

orang (63,1%), tingkat pendidikan

diketahui bahwa mayoritas responden

memiliki tingkat pendidikan jenjang

SLTA yakni sebanyak 62 orang (61,2%),

dan pekerjaan diketahu bahwa mayoritas

responden memiliki pekerjaan ibu rumah

tangga yakni sebanyak 40 orang

(38,8%).

Analisis Bivariat

Tabel 2. Hasil analisis uji chi square hubungan faktor lingkungan sosial (pengetahuan, sikap dan perilaku) terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Sorosutan Kota Yogyakarta tahun 2013

Variabel N p-value

RP CI 95%

Pengetahuan 103 0,021 1,84 1,15-2,94

Sikap 103 0,013 2,02 1,27-3,22

Perilaku 103 0,007 1,97 1,23-3,13

Sumber : Data Primer

PEMBAHASAN

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian DBD

Berdasarkan hasil analisis statistik

diperoleh bahwa tingkat pengetahuan

mempunyai hubungan yang bermakna

secara statistik dengan kejadian DBD

(p=0,021) p<0,05, RP=1,84 dengan CI

95% (1,15-2,94). Kemaknaan secara

biologis pengetahuan merupakan faktor

resiko, yang berarti pengetahuan tidak

baik mempunyai kemungkinan 1,84 kali

lebih besar meningkatkan kejadian DBD

dibandingkan dengan pengetahuan yang

baik. Penelitian ini sejalan dengan

pendapat Wuryaningsih (2008) yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna secara statistik antara

pengetahuan dengan kejadian DBD.8

Tingkat pengetahuan responden

baik terdapat 26 orang yang terkena

DBD, hal ini dikarenakan tingkat

pendidikan responden yang lebih

banyak yaitu tamat SLTA. Responden

yang rata-rata mempunyai pendidikan

tamat SLTA memungkinkan kemudahan

dalam penerimaan informasi dan

komunikasi walaupun masih ada

responden yang masih dengan tingkat

pendidikan tidak tamat SD tetapi cukup

(6)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 6 informasi tentang DBD. Seorang yang

berpendidikan ketika menemui suatu

masalah akan berusaha dipikirkan sebaik

mungkin dalam menyelesaikan masalah

tersebut. Orang yang berpendidikan

lebih tinggi cenderung akan mampu

berpikir tenang terhadap suatu masalah.

Masyarakat yang memiliki tingkat

pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi

pada tindakan preventif, mengetahui

lebih banyak tentang masalah kesehatan

dan memiliki kesehatan yang lebih baik.9

Menurut Sungkar, dkk (2010)

pengetahuan merupakan faktor penting

yang mempengaruhi sikap dan perilaku

seseorang. Kurangnya pengetahuan

dapat berpengaruh pada tindakan yang

dilakukan karena pengetahuan

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi predisposisi sikap dan

perilaku seseorang. Kelurahan Sorosutan

merupakan kelurahan yang memiliki

penduduk yang padat dan merupakan

salah satu daerah endemik penyakit

DBD di Kota Yogyakarta.5

Pengetahuan sebagian besar

responden di Kelurahan Sorosutan dapat

dikategorikan baik namun kejadian DBD

bukan hanya dipengaruhi oleh

pengetahuan saja melainkan

multifaktorial diantaranya faktor

lingkungan, sosial ekonomi penduduk

dan vektor DBD itu sendiri. Meskipun

masyarakat memiliki pengetahuan yang

baik dalam upaya pencegahan DBD, tapi

tidak menyebabkan endemesitas DBD

menjadi rendah.

Pengaruh Sikap Dengan Kejadian DBD

Berdasarkan hasil analisis statistik

diperoleh bahwa sikap mempunyai

hubungan yang bermakna secara statistik

dengan kejadian DBD (p=0,013) p<0,05,

RP=2,02 dengan CI 95% (1,27-3,22).

Kemaknaan secara biologis, sikap

merupakan faktor resiko, yang berarti

sikap tidak baik mempunyai

kemungkinan 2,02 kali lebih besar

meningkatkan kejadian DBD

dibandingkan dengan sikap yang baik.

Penelitian ini sejalan dengan pendapat

Akhmadi, dkk (2012) yang menyatakan

ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara sikap dengan kejadian

DBD.9

Sikap responden mengenai

penyakit DBD diketahui dengan kategori

baik. Berdasarkan hasil penelitian sikap

responden bahwa sebagian besar

responden melakukan kegiatan

pembersihan bak mandi, tempat

penampungan air bersih dengan

melakukan kegiatan 3M, pemberian

(7)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 7 fogging apabila terjadi kasus dan

kegiatan PSN dengan melibatkan

masyarakat. Sikap positif atau negatif

yang terbentuk dalam diri seseorang

tergantung dari segi manfaat atau

tidaknya komponen pengetahuan, makin

banyak manfaat yang diketahui semakin

positif pula sikap yang terbentuk.

Sikap terdiri dari berbagai

tingkatan seperti menerima, merespon,

menghargai dan bertanggung jawab.

Mengacu pada tingkatan sikap yang

disebutkan di atas, dapat dijelaskan

bahwa tingkatan sikap responden

mengenai penyakit DBD persentase

terbesar pada kategori baik dapat

dikelompokkan pada tingkatan

menerima dan mampu merespon,

menghargai dan bertanggung jawab

namun masih ada responden yang

kurang mampu menghargai ataupun

bertanggung jawab dalam kegiatan

pencegahan dan pengendalian penyakit

DBD. Upaya peningkatan sikap

seseorang dapat dilakukan dengan dasar

belajar yang diperoleh dari pengalaman

seseorang hasil mengamati, mendengar

dan membaca.9

Tingkat sikap responden tentang

DBD dalam kategori baik menjadi

dominan dipengaruhi oleh adanya faktor

tertentu seperti segi multivasi yang

membedakan dari pengetahuannya atau

faktor saat pengisian yang dilakukan

responden cenderung menjawab ke arah

yang dianggapnya lebih positif yaitu

jawaban setuju

Pengaruh Perilaku Dengan Kejadian DBD

Berdasarkan hasil uji statistik

diperoleh bahwa perilaku memiliki

hubungan yang bermakna secara statistik

dengan kejadian DBD (p=0,007) p>0,05,

RP=1,97 dengan CI 95% (1,23-3,13).

Kemaknaan secara biologis, perilaku

merupakan faktor resiko, yang berarti

perilaku tidak baik mempunyai

kemungkinan 1,97 kali lebih besar

meningkatkan kejadian DBD

dibandingkan dengan perilaku yang baik.

Penelitian ini sejalan dengan pendapat

Waris dan Yuana (2013) yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna secara statistik antara perilaku

dengan kejadian DBD.10

Tingkat perilaku responden baik

terdapat 22 orang dengan kejadian DBD.

Perilaku responden mengenai penyakit

DBD di Kelurahan Sorosutan termasuk

dalam kategori baik namun masih ada

perilaku responden yang kurang dalam

melakukan pemeriksaan kesehatan jika

ada anggota keluarga yang diduga

(8)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 8 kegiatan abatisasi dan kegiatan 3M.

Perilaku masyarakat untuk turut

memberantas DBD belum seperti yang

diharapkan hal ini ditandai dengan masih

adanya pendapat masyarakat bahwa

seseorang menderita penyakit

disebabkan kondisi tubuhnya melemah

dan bila terdapat penderita DBD

masyarakat meminta dilakukan

pengasapan tanpa diikuti PSN. Menurut

Hairil dalam Waris dan Yuana (2013)

menyatakan bahwa pengetahuan yang

baik tidak selalu menunjukkan perilaku

yang baik pula.10

Perilaku yang tidak baik akan

menjadikan salah satu faktor resiko

terjadinya kasus DBD, oleh karena itu

Depkes mengembangkan metode

pencegahan penyakit DBD untuk

mengubah perilaku masyarakat dengan

melibatkan para peran serta masyarakat

dalam PSN oleh keluarga atau

masyarakat secara rutin, serentak dan

berkesinambungan. Metode ini

dipandang sangat efektif dan lebih

murah. PSN yang dianjurkan adalah

kegiatan 3M plus yaitu : menguras,

menutup dan mengubur. Serta

menghindari gigitan nyamuk dengan

memakai obat anti nyamuk atau

menyemprot dengan insektisida.9

Perilaku adalah fungsi

karakteristik individu dan lingkungan.

Karakteristik individu meliputi motif,

nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap

yang saling berinteraksi satu sama lain

dan kemudian berinteraksi pula dengan

faktor lingkungan dalam menentukan

perilaku.2

Salah satu contoh perilaku adalah

kegiatan PSN dengan menguras dan

menyikat tempat penampungan air

seperti bak mandi/WC, drum seminggu

sekali, menutup rapat-rapat tempat

penampungan air seperti gentong

air/tempayan, mengubur atau

menyingkirkan barang-barang bekas

yang dapat menampung air hujan serta

mengganti air vas bunga, tempat minum

burung seminggu sekali merupakan

upaya untuk melakukan PSN-DBD.

Masyarakat diharapkan lebih aktif

dalam melakukan kegiatan PSN-DBD

tersebut seperti melakukan 3M plus, agar

dapat mengurangi resiko untuk kejadian

DBD dan pihak pemerintah melakukan

pemeriksaan jentik berkala, sehingga

pencegahan dan pemberantasan penyakit

(9)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 9 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

a. Ada hubungan antara pengetahuan

dengan kejadian DBD di Kelurahan

Sorosutan Kota Yogyakarta.

b. Ada hubungan antara sikap dengan

kejadian DBD di Kelurahan

Sorosutan Kota Yogyakarta.

c. Ada hubungan antara perilaku dengan

kejadian DBD di Kelurahan

Sorosutan Kota Yogyakarta.

Saran

a. Bagi Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta hendaknya untuk lebih

aktif melakukan pembinaan dalam

bentuk promosi kesehatan mengenai

penyakit DBD kepada masyarakat

Kelurahan Sorosutan untuk program

penanggulangan dan pencegahan

penyakit DBD.

b. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan

untuk dapat meneliti pengaruh faktor

lingkungan biologi dan faktor kimia

serta menambah jumlah variabel dan

jumlah sampel penelitian, sehingga

diharapkan dapat memperkuat

keputusan yang akan diambil.

c. Masyarakat diharapkan lebih aktif

dalam melakukan PSN-DBD

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2008a, Profil Kesehatan Indonesia2007, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hal 85

Suyanto, Darnoto.S, Astuti.D, 2011. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Praktek Pengendalian nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta”. Jurnal Kesehatan Vol. 4, No 1, Juni 2011 : 1

Depkes RI, 2008b, Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan

Sarang Nyamuk Demam

Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan Pendekatan Komunikasi

Perubahan Perilaku

(Communication For Behavioral Impact), Ditjen PP & PL, Jakarta, Hal 6,60

Dinkes Prov. Yogyakarta, 2013, Profil Kesehatan Kota Yogyakarta (Data Tahun 2013), Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

Sungkar, S., 2007, “PemberantasanDemamBerdarah Dengue : SebuahTantangan yang HarusDijawab”,

MajalahKedokteran Indonesia Vol. 57 No. 6 : 167-170

Suyasa.G.NI, Putra.A.N, Aryanta.R.W.I., 2007.” Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Selatan”. ECHOTROPHIC, 3 : UNUD

(10)

PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 10 Wuryaningsih, A, 2008, Hubungan

Antara Pengetahuan dan Persepsi dengan Perilaku

Masyarakat dalam

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) Di Kota Kediri, Tesis, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Akhmadi,dkk, 2012.” Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku masyarakat terhadap Demam Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan” Jurnal Buski”, Vol.4, No. 1, Juni 2012: 7-13

Gambar

Tabel 2. Hasil analisis uji chi square hubungan faktor lingkungan sosial (pengetahuan, sikap dan perilaku) terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Sorosutan Kota Yogyakarta tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penggunaan metode tersebut, maka data/informasi yang merupakan indikator kinerja organisasi dapat ditampilkan dalam bentuk dashboarding, visual, real time dan on line

Dikatakan dalam ketentuan umum, Penyandang Disabilitas adalah “setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang

[r]

memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan pembuktian teorema antara kelas eksperimen yang diajar menggunakan model Extended triad level ++ dan kelas

Hasil yang dicapai pada penelitian ini adalah sebuah sistem yang digunakan untuk membantu perusahaan dalam manajemen penanganan gangguan serta evaluasi tingkat mutu pelayanan

Laporan akhir ini disusun untuk mengetahui penerapan metode pencatatan dan penilaian persediaan barang dagang pada PD Ratu Amal Palembang.. Data yang digunakan

Menurut pendapat kami, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian

Penempatan kaki, pegangan dan pengaman memerlukan strategi yang baik agar gerakan memanjat dapat “terangkai” dengan baik, jika tidak terbiasa dengan latihan ini biasanya pemanjat