PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 1 ENVIRONMENTAL FACTORS SOCIAL RELATIONS (KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR) OCCURRENCE OF DENGUE DENGUE IN
VILLAGES SOROSUTAN YOGYAKARTA CITY YEAR 2013
H.Wahyu Subadi*
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Tabalong
Jl. Komplek Stadion Olah Raga Saraba Kawa Pembataan Tanjung-Tabalong Kode Pos 70123 Telp./Fax (0526) 2022484
ABSTRACT
Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a disease caused by dengue virus which is still a public health problem in Indonesia. Based on data from Yogyakarta City Health Department in 2006 an outbreak of dengue fever has spread across districts in the city of Yogyakarta. Dengue cases in 2013 in the Village Sorosutan there were 67 cases with IR 67,7%, making Sorosutan Village located at the first position to the number of cases of dengue disease. This study to analyze the influence of the social environmental factors (knowledge, attitude and behavior) against dengue hemorraghic fever in the Sorosutan Village, Yogyakarta. The type of research was analytic observation design with cross sectional. The samples in this study were 103 families consisting of 17 RW in the Sorosutan Village. Sampling was obtained by simple random sampling technique. The data obtained were statically tested through chi square. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Ratio Prevalensi (RP) at confidence interval (CI) 95%. The measurement of knowledge, attitude and behavior used quesioner. The results of this study that the DHF was statiscally influenced by knowledge (0,021; RP=1,84), attitude (p=0,013; RP=2,02), behavior (p=0,007; RP=1,97). There is a correlation variables are statiscally is variables knowledge, attitude and behavior in Sorosutan Village Yogyakarta.
Key words : Knowledge, attitude, and behavior
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL (PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU) TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KELURAHAN SOROSUTAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013
ABSTRAK
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, tahun 2006 berjangkitnya DBD telah tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kota Yogyakarta. Kasus DBD tahun
PubBis
e-Jurnal Administrasi Publik & Administrasi Bisnis, Vol. 2, No. 1 Maret 2017, hal 1-10 http://stiatabalong.ac.id/jurnal/e-jurnal-volume-2
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 2 2013 pada Kelurahan Sorosutan terdapat 67 kasus dengan IR sebesar 67,6 %, sehingga menjadikan kelurahan Sorosutan berada pada posisi pertama untuk jumlah kasus penyakit DBD. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan sosial (pengetahuan, sikap dan perilaku) dengan kejadian DBD di Kelurahan Sorosutan Kota Yogyakarta. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel sebanyak 103 KK yang terdiri dari 17 RW di Kelurahan Sorosutan. Pengambilan sampel diperoleh dengan simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Rasio Prevalensi (RP) pada Confidens Interval(CI) 95%. Alat ukur yang digunakan adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pengetahuan (0,021; RP=1,84), sikap (p=0,013; RP=2,02), dan perilaku (p=0,007; RP=1,97). Variabel yang ada hubungan secara statistik adalah variabel pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kejadian DBD di Kelurahan Sorosutan Kota Yogyakarta.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, dan perilaku
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan salah satu penyakit menular
yang sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang sering muncul sebagai
Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
menimbulkan kepanikan di masyarakat
karena menyebar dengan cepat dan dapat
mengakibatkan kematian. Penyebab
DBD adalah virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus yang hidup
digenangan air bersih sekitar rumah.1
Penyakit DBD telah dikenal di Indonesia
sebagai penyakit yang endemis DBD
timbul sebagai wabah untukDi Indonesia
demam berdarah pertama kali dilaporkan
di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968
tahun selanjutnya kasus demam berdarah
jumlah setiap tahun cenderung
meningkat. Demikian pula wilayah
terjangkit bertambah luas. Dalam tahun
1997 jumlah kasus yang dilaporkan dari
27 Propinsi sebanyak 31.789 orang
(angka kesakitan 15,28 per 100 ribu
penduduk), dari jumlah kasus yang
dilaporkan tersebut 705 (angka kesakitan
2,2%).2
DBD terjadi selain karena virus
denguenya ada, juga karena vektornya
(nyamuk Aedes aegypti) banyak.
Banyaknya vektor terjadi karena
tempat-tempat perkembangbiakannya (breeding
places) juga banyak. Dengan demikian
maka cara paling efektif adalah memutus
daur hidup nyamuk dengan memberantas
sarangnya, melalui kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 3 sarang nyamuk perlu terus ditumbuhkan,
apalagi di banyak negara PSN terbukti
dapat mengurangi kasus DBD.3
Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta, tahun 2006
berjangkitnya DBD telah tersebar di
seluruh wilayah kecamatan di Kota
Yogyakarta. Hampir di tiap kecamatan
terdapat penderita DBD, bahkan di
beberapa wilayah terdapat kasus
kematian akibat terjangkit DBD tersebut.
Wilayah kelurahan terutama yang
Insiden Rate nya melampaui 20 antara
lain Kelurahan Karangwaru, Ngampilan,
Wirobrajan, Patangpuluhan,
Gedongkiwo, Notoprajan, Kadipaten,
Ngupasan, Kotabaru, Bausasran,
Mantrijeron, Brontokusuman, Sorosutan,
Prenggan, Warungboto, Pandean,
Tahunan dan Muja-Muju. Kelurahan
Sorosutan merupakan salah satu
kelurahan yang memiliki jumlah kasus
DBD yang tinggi di Kota Yogyakarta
dan merupakan wilayah endemik
penyakit DBD. Sementara itu, jumlah
kasus penyakit DBD di Provinsi D.I
Yogyakarta pada tahun 2011 sebanyak
985 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak 5 kasus, Incidence Rate (IR)
sebesar 28,8 per 100.000 penduduk dan
CFR sebesar 0,5%. Pada tahun 2010,
Kelurahan Sorosutan berada pada urutan
keempat untuk jumlah kasus penyakit
DBD yakni sebanyak 57 kasus dengan
IR sebesar 44,4% dan mengalami
penurunan jumlah kasus pada tahun
2012 yakni menjadi 24 kasus dan IR
sebesar 22,4%. Meski mengalami
penurunan jumlah kasus dibanding tahun
sebelumnya akan tetapi masih tingginya
angka prevalensi kasus DBD tersebut
tidak terlepas dari tingginya faktor risiko
penularan seperti rendahnya ABJ (angka
bebas jentik) di kelurahan tersebut yakni
masih di bawah 95% yaitu 70,8%. Data
terbaru untuk kasus DBD tahun 2013
pada Kelurahan Sorosutan kembali
mengalami kenaikan jumlah kasus
dibanding tahun 2012 yaitu 67 kasus
dengan IR sebesar 67,6 %, sehingga
menjadikan kelurahan Sorosutan berada
pada posisi pertama untuk jumlah kasus
penyakit DBD.4
Menurut Sungkar (2007)
sebagian besar penduduk Indonesia
belum menyadari pentingnya
memelihara kebersihan lingkungan.
Salah satu masalah yang umum
ditemukan adalah rendahnya kesadaran
untuk menjaga agar tidak terdapat
wadah-wadah yang dapat menampung
air di lingkungan tempat tinggalnya.
Kebiasaan yang lainnya adalah tidak
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 4 Keberhasilan pemberantasan DBD
dipengaruhi oleh banyak factor antara
lain yaitu perilaku penduduk. Dengan
meningkatkan pengetahuan penduduk
mengenai DBD melalui pendidikan
kesehatan maka dapat merubah perilaku
penduduk yang dulunya belum
menyadari pentingnya memelihara
kesehatan akan menjadikan perilaku
yang lebih baik lagi seperti praktek
PSN.5
Menurut pengertian dasar
perilaku masyarakat bias dijelaskan
merupakan suatu respon seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit,
system pelayanan kesehatan, makanan,
sertalingkungan. Respon atau reaksi
manusia, baik bersifat pasif maupun
bersikap aktif.6
Beberapa penelitian menyatakan
bahwa ada hubungan antara
pengetahuan, sikapdan perilaku dengan
kejadian DBD. Berdasarkan beberapa
faktor lingkungan yang ada di Kelurahan
Sorosutan peneliti ingin meneliti
mengenai hubungan faktor lingkungan
fisik (kepadatan penghuni, kelembaban
dan tempat perkembangbiakan) terhadap
kejadian DBD di Kelurahan Sorosutan,
sehingga dapat membantu dalam
menurunkan jumlah kesakitan dan
kematian akibat penyakit DBD serta
membantu masyarakat untuk lebih
memperhatikan faktor-faktor apa saja
yang bisa menjadi penyebab penularan
penyakit DBD.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian observasional analitik dengan
rancangan penelitian cross sectional,
dimana peneliti mengukur variabel bebas
dan variabel terikat diukur hanya satu
kali saja menurut keadaan pada waktu
dilakukan observasi.7 Sampel penelitian
ini adalah kepala keluarga yang berada
di Kelurahan sorsutan yang berjumlah
103 orang. Teknik sampling yang
digunakan yaitu metode simple random
sampling atau pengambilan sampel
secara acak sederhana.7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
Variabel Jumlah responden
Persentase (%)
Umur ≤ 40 tahun > 40 tahun
65 38
63,1 36,9 Pendidikan
Tidak tamat SD
Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA
1 6 10 62 23
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 5 Tamat D3/S1
Pekerjaan Petani PNS/ABRI Wiraswasta Pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Lain-lain
1 8 25 10 40 19
1,0 7,8 24,3
9,7 38,8 18,4
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa
dari 103 responden, mayoritas umur
adalah ≤ 40 tahun yakni sebanyak 65
orang (63,1%), tingkat pendidikan
diketahui bahwa mayoritas responden
memiliki tingkat pendidikan jenjang
SLTA yakni sebanyak 62 orang (61,2%),
dan pekerjaan diketahu bahwa mayoritas
responden memiliki pekerjaan ibu rumah
tangga yakni sebanyak 40 orang
(38,8%).
Analisis Bivariat
Tabel 2. Hasil analisis uji chi square hubungan faktor lingkungan sosial (pengetahuan, sikap dan perilaku) terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Sorosutan Kota Yogyakarta tahun 2013
Variabel N p-value
RP CI 95%
Pengetahuan 103 0,021 1,84 1,15-2,94
Sikap 103 0,013 2,02 1,27-3,22
Perilaku 103 0,007 1,97 1,23-3,13
Sumber : Data Primer
PEMBAHASAN
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian DBD
Berdasarkan hasil analisis statistik
diperoleh bahwa tingkat pengetahuan
mempunyai hubungan yang bermakna
secara statistik dengan kejadian DBD
(p=0,021) p<0,05, RP=1,84 dengan CI
95% (1,15-2,94). Kemaknaan secara
biologis pengetahuan merupakan faktor
resiko, yang berarti pengetahuan tidak
baik mempunyai kemungkinan 1,84 kali
lebih besar meningkatkan kejadian DBD
dibandingkan dengan pengetahuan yang
baik. Penelitian ini sejalan dengan
pendapat Wuryaningsih (2008) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna secara statistik antara
pengetahuan dengan kejadian DBD.8
Tingkat pengetahuan responden
baik terdapat 26 orang yang terkena
DBD, hal ini dikarenakan tingkat
pendidikan responden yang lebih
banyak yaitu tamat SLTA. Responden
yang rata-rata mempunyai pendidikan
tamat SLTA memungkinkan kemudahan
dalam penerimaan informasi dan
komunikasi walaupun masih ada
responden yang masih dengan tingkat
pendidikan tidak tamat SD tetapi cukup
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 6 informasi tentang DBD. Seorang yang
berpendidikan ketika menemui suatu
masalah akan berusaha dipikirkan sebaik
mungkin dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Orang yang berpendidikan
lebih tinggi cenderung akan mampu
berpikir tenang terhadap suatu masalah.
Masyarakat yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi
pada tindakan preventif, mengetahui
lebih banyak tentang masalah kesehatan
dan memiliki kesehatan yang lebih baik.9
Menurut Sungkar, dkk (2010)
pengetahuan merupakan faktor penting
yang mempengaruhi sikap dan perilaku
seseorang. Kurangnya pengetahuan
dapat berpengaruh pada tindakan yang
dilakukan karena pengetahuan
merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi predisposisi sikap dan
perilaku seseorang. Kelurahan Sorosutan
merupakan kelurahan yang memiliki
penduduk yang padat dan merupakan
salah satu daerah endemik penyakit
DBD di Kota Yogyakarta.5
Pengetahuan sebagian besar
responden di Kelurahan Sorosutan dapat
dikategorikan baik namun kejadian DBD
bukan hanya dipengaruhi oleh
pengetahuan saja melainkan
multifaktorial diantaranya faktor
lingkungan, sosial ekonomi penduduk
dan vektor DBD itu sendiri. Meskipun
masyarakat memiliki pengetahuan yang
baik dalam upaya pencegahan DBD, tapi
tidak menyebabkan endemesitas DBD
menjadi rendah.
Pengaruh Sikap Dengan Kejadian DBD
Berdasarkan hasil analisis statistik
diperoleh bahwa sikap mempunyai
hubungan yang bermakna secara statistik
dengan kejadian DBD (p=0,013) p<0,05,
RP=2,02 dengan CI 95% (1,27-3,22).
Kemaknaan secara biologis, sikap
merupakan faktor resiko, yang berarti
sikap tidak baik mempunyai
kemungkinan 2,02 kali lebih besar
meningkatkan kejadian DBD
dibandingkan dengan sikap yang baik.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat
Akhmadi, dkk (2012) yang menyatakan
ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara sikap dengan kejadian
DBD.9
Sikap responden mengenai
penyakit DBD diketahui dengan kategori
baik. Berdasarkan hasil penelitian sikap
responden bahwa sebagian besar
responden melakukan kegiatan
pembersihan bak mandi, tempat
penampungan air bersih dengan
melakukan kegiatan 3M, pemberian
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 7 fogging apabila terjadi kasus dan
kegiatan PSN dengan melibatkan
masyarakat. Sikap positif atau negatif
yang terbentuk dalam diri seseorang
tergantung dari segi manfaat atau
tidaknya komponen pengetahuan, makin
banyak manfaat yang diketahui semakin
positif pula sikap yang terbentuk.
Sikap terdiri dari berbagai
tingkatan seperti menerima, merespon,
menghargai dan bertanggung jawab.
Mengacu pada tingkatan sikap yang
disebutkan di atas, dapat dijelaskan
bahwa tingkatan sikap responden
mengenai penyakit DBD persentase
terbesar pada kategori baik dapat
dikelompokkan pada tingkatan
menerima dan mampu merespon,
menghargai dan bertanggung jawab
namun masih ada responden yang
kurang mampu menghargai ataupun
bertanggung jawab dalam kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit
DBD. Upaya peningkatan sikap
seseorang dapat dilakukan dengan dasar
belajar yang diperoleh dari pengalaman
seseorang hasil mengamati, mendengar
dan membaca.9
Tingkat sikap responden tentang
DBD dalam kategori baik menjadi
dominan dipengaruhi oleh adanya faktor
tertentu seperti segi multivasi yang
membedakan dari pengetahuannya atau
faktor saat pengisian yang dilakukan
responden cenderung menjawab ke arah
yang dianggapnya lebih positif yaitu
jawaban setuju
Pengaruh Perilaku Dengan Kejadian DBD
Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh bahwa perilaku memiliki
hubungan yang bermakna secara statistik
dengan kejadian DBD (p=0,007) p>0,05,
RP=1,97 dengan CI 95% (1,23-3,13).
Kemaknaan secara biologis, perilaku
merupakan faktor resiko, yang berarti
perilaku tidak baik mempunyai
kemungkinan 1,97 kali lebih besar
meningkatkan kejadian DBD
dibandingkan dengan perilaku yang baik.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat
Waris dan Yuana (2013) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna secara statistik antara perilaku
dengan kejadian DBD.10
Tingkat perilaku responden baik
terdapat 22 orang dengan kejadian DBD.
Perilaku responden mengenai penyakit
DBD di Kelurahan Sorosutan termasuk
dalam kategori baik namun masih ada
perilaku responden yang kurang dalam
melakukan pemeriksaan kesehatan jika
ada anggota keluarga yang diduga
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 8 kegiatan abatisasi dan kegiatan 3M.
Perilaku masyarakat untuk turut
memberantas DBD belum seperti yang
diharapkan hal ini ditandai dengan masih
adanya pendapat masyarakat bahwa
seseorang menderita penyakit
disebabkan kondisi tubuhnya melemah
dan bila terdapat penderita DBD
masyarakat meminta dilakukan
pengasapan tanpa diikuti PSN. Menurut
Hairil dalam Waris dan Yuana (2013)
menyatakan bahwa pengetahuan yang
baik tidak selalu menunjukkan perilaku
yang baik pula.10
Perilaku yang tidak baik akan
menjadikan salah satu faktor resiko
terjadinya kasus DBD, oleh karena itu
Depkes mengembangkan metode
pencegahan penyakit DBD untuk
mengubah perilaku masyarakat dengan
melibatkan para peran serta masyarakat
dalam PSN oleh keluarga atau
masyarakat secara rutin, serentak dan
berkesinambungan. Metode ini
dipandang sangat efektif dan lebih
murah. PSN yang dianjurkan adalah
kegiatan 3M plus yaitu : menguras,
menutup dan mengubur. Serta
menghindari gigitan nyamuk dengan
memakai obat anti nyamuk atau
menyemprot dengan insektisida.9
Perilaku adalah fungsi
karakteristik individu dan lingkungan.
Karakteristik individu meliputi motif,
nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap
yang saling berinteraksi satu sama lain
dan kemudian berinteraksi pula dengan
faktor lingkungan dalam menentukan
perilaku.2
Salah satu contoh perilaku adalah
kegiatan PSN dengan menguras dan
menyikat tempat penampungan air
seperti bak mandi/WC, drum seminggu
sekali, menutup rapat-rapat tempat
penampungan air seperti gentong
air/tempayan, mengubur atau
menyingkirkan barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan serta
mengganti air vas bunga, tempat minum
burung seminggu sekali merupakan
upaya untuk melakukan PSN-DBD.
Masyarakat diharapkan lebih aktif
dalam melakukan kegiatan PSN-DBD
tersebut seperti melakukan 3M plus, agar
dapat mengurangi resiko untuk kejadian
DBD dan pihak pemerintah melakukan
pemeriksaan jentik berkala, sehingga
pencegahan dan pemberantasan penyakit
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 9 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Ada hubungan antara pengetahuan
dengan kejadian DBD di Kelurahan
Sorosutan Kota Yogyakarta.
b. Ada hubungan antara sikap dengan
kejadian DBD di Kelurahan
Sorosutan Kota Yogyakarta.
c. Ada hubungan antara perilaku dengan
kejadian DBD di Kelurahan
Sorosutan Kota Yogyakarta.
Saran
a. Bagi Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta hendaknya untuk lebih
aktif melakukan pembinaan dalam
bentuk promosi kesehatan mengenai
penyakit DBD kepada masyarakat
Kelurahan Sorosutan untuk program
penanggulangan dan pencegahan
penyakit DBD.
b. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
untuk dapat meneliti pengaruh faktor
lingkungan biologi dan faktor kimia
serta menambah jumlah variabel dan
jumlah sampel penelitian, sehingga
diharapkan dapat memperkuat
keputusan yang akan diambil.
c. Masyarakat diharapkan lebih aktif
dalam melakukan PSN-DBD
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2008a, Profil Kesehatan Indonesia2007, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hal 85
Suyanto, Darnoto.S, Astuti.D, 2011. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Praktek Pengendalian nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta”. Jurnal Kesehatan Vol. 4, No 1, Juni 2011 : 1
Depkes RI, 2008b, Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan Pendekatan Komunikasi
Perubahan Perilaku
(Communication For Behavioral Impact), Ditjen PP & PL, Jakarta, Hal 6,60
Dinkes Prov. Yogyakarta, 2013, Profil Kesehatan Kota Yogyakarta (Data Tahun 2013), Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
Sungkar, S., 2007, “PemberantasanDemamBerdarah Dengue : SebuahTantangan yang HarusDijawab”,
MajalahKedokteran Indonesia Vol. 57 No. 6 : 167-170
Suyasa.G.NI, Putra.A.N, Aryanta.R.W.I., 2007.” Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Selatan”. ECHOTROPHIC, 3 : UNUD
PubBis : Jurnal Ilmu Administrasi Publik & Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2017 10 Wuryaningsih, A, 2008, Hubungan
Antara Pengetahuan dan Persepsi dengan Perilaku
Masyarakat dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) Di Kota Kediri, Tesis, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Akhmadi,dkk, 2012.” Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku masyarakat terhadap Demam Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan” Jurnal Buski”, Vol.4, No. 1, Juni 2012: 7-13