• Tidak ada hasil yang ditemukan

I NDIGENOUS OFB OTI INU SINGP EOPLE OFM EDIAF OR D EVELOPMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "I NDIGENOUS OFB OTI INU SINGP EOPLE OFM EDIAF OR D EVELOPMENT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

P

ENGALAMAN

M

ASYARAKAT

A

DAT

B

OTI

D

ALAM

M

EMANFAATKAN

M

EDIA

R

AKYAT

U

NTUK

P

EMBANGUNAN

(S

TUDI

F

ENOMENOLOGI

P

ENGGUNAAN

B

ONET

)

T

HE

E

XPERIENCE

I

NDIGENOUS OF

B

OTI IN

U

SING

P

EOPLE OF

M

EDIA

F

OR

D

EVELOPMENT

Petrus Ana Andung

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Nusa Cendana, Kupang

Jalan Adi Sucipto Penfui, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Telp. (0380) 881085 Email: petrus_sdm@yahoo.com

Hotlief Arkilaus Nope

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Nusa Cendana, Kupang

Jalan Adi Sucipto Penfui, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Telp. (0380) 881085 Email: lief23@yahoo.com

diterima: 5 Mei 2016 | direvisi: 11 Juni 2016 | disetujui: 12 Juni 2016

ABSRACT

Bonet is one of local wisdoms of Boti tribe that is also used as a traditional communication media to deliver messages of development. This study was conducted to find out the experiences of Boti Tribe in using Bonet as a traditional medium of communication in order to stimulate and increase community participation in rural development. This study used a qualitative approach using the phenomenological method. The Boti government in collaboration with the King of Boti has consistently used Bonet as an alternative medium of communication to convey various messages about development. In addition, according to the real experience of Boti local government, Bonet is considered as a powerful media to increase community participation in rural development.

Keywords: Local Wisdom, Bonet, Phenomenological, Participation in Development

ABSTRAK

Bonet merupakan salahsatu kearifan lokal masyarakat adat Boti yang dimanfaatkan sebagai saluran komunikasi tradisional guna menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman masyarakat adat Boti dalam menggunakan bonet sebagai saluran komunikasi tradisional guna memacu serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Pemerintah Boti bekerjasama dengan Raja Boti, secara konsisten telah memanfaatkan Bonet sebagai media alternatif guna menyampaikan berbagai pesan pembangunan. Tidak hanya itu saja. Berdasarkan pengalaman nyata dari Pemerintah Desa Boti, penggunaan Bonet dianggap cukup ampuh memacu dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.

Kata kunci: Kearifan Lokal, Bonet, Fenomenologi, Partisipasi dalam Pembangunan

I.

PENDAHULUAN

Suku Boti di Desa Boti, Propinsi Nusa Tenggara

Timur merupakan salah satu suku “terasing”.

Sebagai suatu komunitas adat, suku ini sangat patuh

dan setia mempertahankan keaslian tradisi nenek

moyangnya. Sekalipun ditantang oleh perkembangan zaman yang terus berubah, masyarakat Boti Dalam

tidak berubah dan selalu bertahan menjaga kemurnian adatnya (Rumung, 1998). Walaupun

(2)

komunikasi, namun masyarakat ‘terasing’ Suku Boti

lebih memilih mengandalkan kearifan lokal mereka.

Padahal, sebagaimana diketahui bahwa abad ke-21 sekarang ini diyakini akan menjadi abad baru yang disebut era informasi-ekonomi (digital

economic) dengan ciri khas perdagangan yang memanfaatkan elektronika (electronic commerce).

Kondisi ini mengakibatkan adanya pergeseran paradigma strategi pembangunan bangsa-bangsa dari

pembangunan industri menuju ke era informasi Hal itu berarti, teknologi informasi dan komunikasi

merupakan faktor yang memberikan kontribusi sangat signifikan dan positif dalam peningkatan

kualitas masyarakat melalui peranannya yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa

(Kadiman, 2006)

Perkembangan teknologi dan informasi ini tidak

membawa perubahan yang berarti bagi komunitas Suku Boti. Mereka tetap mempertahankan kemurnian adat mereka, dengan menutup diri dari

pengaruh nilai-nilai budaya luar. Karena itulah, anggota suku ini diharuskan tinggal dalam area yang

telah diberi pagar kayu keliling. Walaupun demikian, mereka tetap berinteraksi dan menerima berbagai

kunjungan pihak luar.

Salahsatu upaya menjaga kemurnian adat

mereka adalah melalui penggunaan bonet sebagai salah satu alat komunikasi tradisional mereka. Bonet

merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam sebuah

lingkaran, berpegangan tangan, menari bersama, sambil melagukan pantun secara berbalas-balasan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

Ana Andung dan Nope (2015) diperoleh hasil bahwa bonet walaupun merupakan salah satu seni

pertunjukan tradisional namun memiliki keampuhan

dan ketangguhan sebagai media komunikasi guna membawakan pesan-pesan pembangunan kepada

masyarakat Desa Boti. Bonet telah memenuhi unsur-unsur penting dalam komunikasi. Seluruh elemen komunikasi mulai dari komunikator, komunikate,

pesan, saluran, umpan balik, dan efek ditemukan dalam bonet. Proses komunikasi yang terjadi dalam

bonet merupakan komunikasi dua arah dimana antara komunikator dan komunikate saling berdialog

melalui transmisi pesan dalam bentuk pantun (ne’)

tentang pesan-pesan pembangunan kemasyarakatan.

Karena ketangguhan dalam membawakan pesan-pesan pembangunan tersebut, maka pada

penelitian ini difokuskan pada bagaimana pengalaman nyata masyarakat adat Boti dalam

menggunakan bonet sebagai alat komunikasi tradisional guna meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam program pembangunan desa.

II.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) seperti dikutip dalam Moleong (2005), metodologi kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang dan perilaku yang dapat diamati.

Adapun metode penelitian yang digunakan

adalah metode fenomenologi. Menurut Liliweri (dalam Sobur, 2013), jauh sebelum term

fenomenologi sebagaimana dikenal saat ini, Plato telah memberikan definisi fenomenologi sebagai

studi mengenai struktur, pengalaman, atau struktur kesadaran. Dengan kata lain, fenomenologi dalam

(3)

lain, termasuk cara kita memberikan makna terhadap hal-hal yang mengemuka dari pengalaman tersebut.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi terlibat. Informan dalam penelitian ini adalah tokoh

masyarakat dan aparat pemerintah Desa Boti.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Pemanfaatan Bonet untuk

Penyampaian Informasi Pembangunan

Bonet merupakan salah satu bentuk kearifan

lokal masyarakat adat Boti. Walau demikian, seni pertunjukan tradisional ini dimanfaatkan sebagai

media komunikasi tradisional untuk tujuan penyampaian informasi pembangunan.

Hal ini sejalan dengan pandangan Rachmadi (1988), bahwa pertunjukan rakyat dapat

dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Halmana, dalam setiap pertunjukan

rakyat biasanya terdapat unsur bicaranya, baik dalam bentuk percakapan atau dialog maupun yang

berbentuk nyanyian, seperti ketoprak, ludruk, wayang, sandiwara, dagelan, dan sebagainya.

Pendapat senada juga disampaikan Danandjaja (1975) yang mengemukakan, media tradisional dapat

dimanfaatkan bagi pembangunan desa. Disebutkan, cara memanfaatkan media tradisional yakni dengan mengadakan inventarisasi mengenai bentuk-bentuk

media tradisional apa saja yang ada di suatu desa, yang ternyata dapat dijadikan media untuk

menyalurkan ide-ide pembangunan. Dan media tersebut harus masih hidup dan paling digemari

penduduk desa tersebut.

Adapun pemanfaatan bonet dalam konteks

pembangunan di Desa Boti, berdasarkan hasil penelitian, dapat dikelompokkan ke dalam 3 level:

1.

Tataran Sosial. Pemanfaatan bonet media

tradisional pada level sosial diarahkan untuk

pertukaran pesan/informasi dan sharing

makna di antara sesama warga masyarakat.

Selain itu juga ditujukan untuk menghibur,

dan

pendidikan

sosial.

Biasanya,

pertunjukan bonet dilakukan pada

acara-acara atau pesta perkawinan dan acara-acara adat

lainnya. Bonet yang digelar bertujuan

sebagai media hiburan warga.

2.

Level Budaya. Bonet yang dipertunjukkan

pada level budaya memiliki konotasi

sebagai upaca ritual masyarakat Boti.

Karena itu, bonet biasanya disampaikan

sebagai salah satu bagian dari seluruh

rangkaian acara ritual adat masyarakat Boti.

Contohnya, saat penyelesaian konflik dalam

masyarakat yang tidak terselesaikan melalui

perundingan maka digelarlah bonet yang

difasilitasi oleh tokoh-tokoh adat setempat.

3.

Tataran Pemerintahan dan Pembangunan.

Pada level ini, bonet dimanfaatkan sebagai

alat komunikasi tradisional yang ditujukan

untuk

menyampaikan

pesan-pesan

pembangunan. Pesan pembangunan dapat

disampaikan oleh pihak pengembang

program baik dari organisasi pemerintah

maupun organisasi non pemerintah kepada

masyarakat desa Boti ataupun sebaliknya.

Bila inisiatif bonet dilakukan oleh

masyarakat maka isinya biasanya berupa

aspirasi, masukan, dan umpan balik kepada

(4)

oleh pemerintah maka isi pesannya

cenderung

bersifat

mempersuasi

masyarakat untuk terlibat aktif dalam

pembangunan desa.

B.

Pengalaman Masyarakat Adat Boti

dalam Menggunakan Bonet sebagai

Saluran Komunikasi untuk

Meningkatkan Partisipasi Masyarakat

dalam Pembangunan

Inti dari komunikasi pembangunan adalah

keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam proses

pembangunan. Sebagaimana kata Effendy (2005) bahwa komunikasi pembangunan adalah proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok

orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka

meningkatkan partisipasinya dalam proses pembangunan itu sendiri.

Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan,

Pemerintah Desa Boti telah memanfaatkan bonet. Sebagaimana hasil wawancara dengan salah satu

aparat Pemerintah Desa Boti, Bastian Benu Feto, menyatakan bahwa warga aparat Pemerintah Desa Boti pernah melakukan bonet untuk memperbaiki

keadaan pembangunan desa. Tepatnya bulan Mei 2015, dilakukan bonet dengan tujuan agar ada

program kerja bakti bersama dalam membersihkan lingkungan dan fasilitas umum secara rutin. Selama

ini kerja bakti yang demikian hanya dilakukan pada saat bulan bhakti gotong royong yang dilakukan

sekali dalam satu tahun.

Pada penghujung hari terakhir bulan bhakti

gotong royong tersebut, aparat pemerintah desa

bersama dengan para tetua adat berunding untuk menggelar bonet. Akhirnya digelarlah pertunjukan

bonet dengan inti pesan mengajak semua warga dan khususnya aparat desa untuk melakukan rutinitas kerja bhakti. Artinya, kegiatan kerja bakti tidak saja

dilangsungkan dalam rangka bulan bhakti gotong royong, melainkan dapat dilakukan secara lebih

intensif.

Karena itu, setelah bonet, kepala desa beserta

jajarannya yang juga ikut masuk dan terlibat dalam lingkaran bonet tersebut berjanji akan

menindaklanjuti dalam bentuk keputusan desa. Akhirnya, melalui sebuah rapat desa ditetapkanlah

kerja bakti bersama yang disebut dengan Jumad bersih setiap minggu. Program jumad bersih ini

dimasukkan sebagai program Desa Boti dimana semua warga tanpa terkecuali akan secara bersama

membersihkan fasilitas umum seperti jalan, polindes, gereja, sekolah, dan lingkungan kantor desa pada setiap hari Jumad pagi. Menurut Boy Benu, program

seperti ini belum pernah ada selama ini. “Pas Bonet

baru pemerintah tindak lanjuti dalam sebuah

keputusan bersama sehingga menjadi program desa

hingga saat ini”, kata Boy Benu. Hasilnya, menurut Benu, kini setiap minggu (hari Jumad), masyarakat sangat aktif terlibat dalam membersihkan

fasilitas-fasilitas umum seperti jalan raya, kantor kepala desa, sekolah, Posyandu, dan gereja.

Pertunjukan bonet untuk memacu partisipasi masyarakat dalam melakukan evaluasi (menilai)

hasil pembangunan juga disampaikan oleh Boy Benu, salah seorang tokoh adat dalam masyarakat Desa Boti. Benu menceritakan keberhasilan dalam

(5)

Pada bulan April 2015, ketika itu, seorang anggota DPRD Propinsi NTT, Ampera Seke Selan,

melakukan kunjungan kerja di Desa Boti. Mendengar kunjungan anggota dewa tersebut, warga Boti ingin menyampaikan keluhan mereka tentang proyek

pembangunan air bersih melalui perpipaan oleh Dinas PU Propinsi NTT gagal atau tidak berhasil.

Proyek ini dinyatakan sudah selesai namun hanya bertahan selama beberapa minggu. Suplai air bersih

di Desa Boti sesuai dengan esensi kehadiran proyek ini tidak berhasil sama sekali. Karena itu, atas

inisiatif Raja Boti dan beberapa tokoh adat lainnya seperti Boy Benu, disepakatilah untuk dilakukan

bonet sebagai bentuk dialog mereka dengan Ampera Seke Selan.

Inti dari acara bonet tersebut adalah berkaitan dengan 3 hal. Pertama informasi kepada pejabat yang

berkunjung ke desa bahwa proyek perpipaan yang dikerjakan oleh Dinas PU Propinsi NTT di Desa Boti gagal. Pesan kedua yang disampaikan dalam bonet

adalah dugaan penyebab kegagalan masyarakat. Diceritakan melalui bonet, proyek pekerjaan

dikerjakan secara tidak sempurna. Ada banyak konstruksi pipa yang tidak beraturan, kontraktor

yang menangani proyek ini tidak mengerjakannya dengan kualitas yang sempurna, dll. Pesan ketiga

berkaitan dengan solusi yang ditawarkan masyarakat agar pejabat (Ampera Seke Selan) memfasilitasi

masalah ini dengan dinas-dinas yang berkaitan langsung dengan proyek tersebut.

Karena itu, anggota dewan (Ampera Seke Selan), setelah bonet dilakukan, mengajak masyarakat untuk berdialog. Setelah dialog, Ampera

Seke Selan langsung menelpon pihak Tipikor Polres TTS untuk melakukan pemeriksaan di lokasi.

Hasilnya adalah, seminggu kemudian, kontraktor

melakukan pengerjaan ulang perpipaan tersebut dan hingga saat ini proyek penyediaan air bersih melalui

perpipaan tersebut sudah bisa dinikmati oleh masyarakat.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil antara lain: pertama, bonet walaupun merupakan salah satu

seni pertunjukan tradisional namun memiliki

keampuhan dan ketangguhan sebagai media komunikasi guna membawakan pesa-pesan pembangunan oleh aparat pemerintah Desa dan

masyarakat Desa Boti. Kedua, penggunaan bonet cukup berkontribusi dalam meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pembangunan khususnya pada tahapan pelaksanaan dan evaluasi pembangunan di

Desa Boti.

DAFTAR PUSTAKA

Blummer,

Herbert.

1998.

Symbolic

Interactionism: Perspective and Method.

London, England: University of California

Press.

Janssen, Marijn., Hans J. Scholl, Maria A. Wimmer, dan Yao-Hua Tan., 2011., Electronic Government. New York: Springer.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2013.

Metodologi Penelitian

Kualitatif:

Paradigma

Baru

Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rahayu,

Minto.

2007.

Pendidikan

Kewarganegaraan:

Perjuangan

(6)

Grasindo

(Gramedia

Widiasarana

Indonesia), Jakarta.

Rumung, Wens John. 1998.

Misteri Kehidupan

Suku Boti. Kupang: Karya Guna.

Sedarmayanti.

2003.

Good

Governance

(Pemerintahan yang Baik) dalam Rangka

Otonomi Daerah. Penerbit: Mandar Maju,

Bandung.

Kebudayaan Indonesia.

Suku Boti Nusa

Tenggara Timur

[internet]. Available

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari pengujian sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan yaitu memiliki nilai maksimum pada waktu 60 menit yaitu memiliki massa dalam persentase sebesar

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar penurunan dan efektifitas penurunan kandungan logam berat Fe dan Cr pada air lindi TPA Tlekung,

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik matematik di harapkan mampu meningkatkan komunikasi matematik pada siswa sehingga dapat meningkatkan pola pikir

Pada proses hidrolisi kulit buah siwalan disimpulan bahwa dengan waktu pemanasan 5 jam dan variasi konsentrasi asam sulfat, rata-rata rendemen furfural tertinggi

Adapun alat yang digunakan adalah Peta Administrasi Desa Sukorejo Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batubara dengan skala 1:20.000, Peta Kemiringan Lereng dengan skala

Sebagaimana sains, filsafat juga merupakan pengetahuan yang sistematis (karena itu Epistemologi Barat mengatakan bahwa filsafat tidak disebut sebagai ilmu). Ilmu tidak akan

Zonasi penataan massa pada perancangan Pusat Seni di Bangli didesain atas 3 zona yang berdasarkan konsep Tri Mandala, area Utama Mandala yang terletak di

Tujuan dari structure adalah untuk menggambarkan hubungan yang struktural antara class dan obyek di dalam sebuah problem domain.. Hasil dari structure adalah sebuah class