BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoritis
2.1.1. Pembangunan Ekonomi
2.1.1.1. Defenisi dan Ruang Lingkup Pembangunan Ekonomi
Perumusan defenisi tentang pembangunan ekonomi adalah suatu hal yang
rumit. Sekitar 3 dasawarsa terakhir pembangunan diseluruh dunia dilaksanakan,
Seiring dengan itu defenisi pembangunan ekonomi juga mengalami perubahan.
defenisi pembangunan ekonomi bermula dari pengertian pembangunan yang
berlandaskan pada pemahaman tentang teori ekonomi tradisional yaitu kapasitas
perekonomian nasional yang kondisi awalnya berada dalam kondisi statis, untuk
jangka waktu lama untuk menghasilkan dan mempertahankan kenaikan produksi
nasional kotor (PNK) sekitar 5 – 7 % atau lebih setahun (Todaro - 1995). Oleh
karena itu pembangunan ekonomi dipahami sebagai suatu proses multidimensi
yang melibatkan proses dalam struktur, sikap, dan faktor kelembagaan percepatan
pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakadilan dan penghapusan kemiskinan
absolute (Todaro - 1995). Teori tersebut menjelaskan bahwa ruang lingkup usaha
pembangunan itu tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga meliputi bidang
sosial,politik kebudayaan tersebut.
Defenisi lain Menurut Bruce Herrick/Charles P.Kindleberger bahwa
pembangunan ekonomi itu mempelajari sebab sebab serta cara cara
Ilmu ekonomi pembangunan menurut Todaro selain membahas yang
berkaitan dengan permasalahan alokasi sumber daya secara efisien dan
pertumbuhan yang lestari dari waktu ke waktu, juga menguraikan hal hal yang
berkaitan dengan mekanisme mekanisme perekonomian, sosial, dan kelembagaan,
baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang ada di sektor swasta.
Tujuannya adalah untuk menciptakan upaya perbaikan taraf kehidupan yang lebih
luas serta lebih cepat bagi kelompok yang terus tercekam kemiskinan, kelaparan,
serta buta huruf yang hidup di kawasan Afrika, Asia maupun Amerika Latin.
Dengan demikian, kata Todaro, ilmu ekonomi pembangunan jauh lebih luas
dibandingkan dengan ilmu ekonomi tradisional maupun politik ekonomi, karena
ilmu ekonomi pembangunan berkaitan dengan proses proses politik serta
perekonomian yang dibutuhkan guna mempengaruhi transformasi struktural serta
kelembagaan dari seluruh lapisan masyarakat, dengan cara yang akan
menghasilkan adanya kemajuan ekonomi secara efisien bagi kebanyakan
penduduk.
Pembangunan ekonomi pada dasarnya meliputi usaha masyarakat
keseluruhan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat
kesejahteraan masyarakatnya. Namun demikian usaha - usaha pembangunan suatu
negara meliputi pula usaha pembangunan di bidang sosial, politik, kebudayaan
dan sebagainya.
Dengan demikian, pada umumnya pembangunan ekonomi di defenisikan
masyarakat (bangsa) meningkat dalam jangka panjang (sukirno – 1978). Jadi
dalam pengertian dasar ini, pembangunan ekonomi mempunyai 3 unsur penting
yaitu pembangunan merupakan :
a. Suatu proses, yang berarti merupakan suatu perubahan yang terjadi secara
terus menerus,
b. Adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita, dan
c. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus berlangsung secara terus menerus
dan dalam jangka waktu yang panjang.
2.1.1.2. Aspek Sosial dalam Pembangunan
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa usaha pembangunan tidak
hanya berpatokan pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi seperti
aspek sosial, politik, kebudayaan dan aspek lainnya. Hubungan-hubungan yang
saling memiliki keterkaitan antara kedua aspek ini dinamakan sistem sosial. Unsur
unsur non ekonomi dapat berupa sikap masyarakat dan individu dalam
memandang kehidupan (norma budaya), kerja, dan wewenang: struktur
administrasi, hukum, dan birokrasi dalam sektor pemerintah, tingkat partisipasi
rakyat dalam perumusan keputusan dan kegiatan pembangunan; serta keluwesan
atau kekakuan stratifikasi ekonomi dan sosial (Todaro, 2006). Menurut Rachbini
(2001) perubahan sosial yang sitemik pun amat diperlukan agar faktor-faktor
manusia dan nonmanusia dapat diintegrasikan menuju self sustained growth yang diharapkan. Perubahan sosial juga merupakan usaha bagaimana mengagregasikan
Pada tahun 2000 perserikatan bangsa-bangsa (PBB) merumuskan delapan
butir sasaran utama pembangunan yang kemudian dikenal dengan Millenium
Development Goals (MDGs), antara lain:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan secara eksterm,
2. Memberikan pendidikan dasar secara universal,
3. Mendukung persamaan gender dan pemberdayaan wanita,
4. Mengurangi tingkat mortalitas anak,
5. Meningkatkan kesehatan ibu,
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya,
7. Menjaga keseimbangan lingkungan, dan
8. Mengembangkan kerja sama global untuk pembangunan.
Sasaran yang disebut sebagai Millenium Development Goals (MDGs)
tersebut merupakan perbaikan dari sasaran teori pembangunan yang populer pada
tahun 1960-an dan tahun 1970-an. Pada masa ini sasaran pembangunan hanya
terfokus pada pencapaian target pertumbuhan yaitu sebesar GNP 6% setahun.
Untuk mempercepat proses pembangunan di sebuah wilayah seperti halnya pada
suatu negara adalah dengan cara menempuh strategi industrialisasi. Industrialisasi
dipandang sebagai satu-satunya jalan pintas untuk meretas nasib kemakmuran
suatu negara secara lebih cepat. Bahkan paralelisme antara jalannya pembangunan
yang identik dengan industrialisasi sehingga keduanya tidak terpisahkan.
(Yustika, 2003).
Peran aspek nonekonomi dalam pembangunan juga ditegaskan oleh
Schultz yang menyatakan bahwa masalah sumber daya manusia menempati posisi
sentral dalam setiap perbincangan tentang pertumbuhan ekonomi, di samping
tentunya masalah modal, teknologi dan sebagainya (Rachbini, 2001).
Pembangunan memiliki dimensi yang lebih luas dibandingkan upaya
pengejaran pertumbuhan ekonomi semata. Selain sebagai pertumbuhan ekonomi
plus perubahan-perubahan sosial, pembangunan bisa juga diartikan sebagai
pertumbuhan nilai-nilai etika yang menekankan pada perubahan kualitas dalam
seluruh aspek kemasyarakatan, kelompok, dan individu. Lebih jauh lagi Rachbini
berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan materi merupakan bagian tak
terpisahkan dari pembangunan nilai dan peradaban manusia. Demikianlah faktor
2.1.2. Industri
2.1.2.1. Defenisi dan Ruang lingkup Industri
Untuk menjadi suatu negara yang maju maka negara tersebut harus
mampu melakukan transformasi atau perubahan struktur ekonomi yang tadinya
berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Secara umum pengertian industri
tidak terlepas dari produksi. Oleh karena itu untuk lebih dapat memahami arti
daripada industri maka sebelumnya kita perlu memahami arti dari produksi.
Menurut Ace Partadireja (1991) yaitu “Produksi adalah segala kegiatan
menciptakan atau menambah nilai guna suatu barang atau segala kegiatan yang
ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui suatu pertukaran.”
Selanjutnya menurut Toto Hadikusumo (1990) industri di defenisikan
sebagai “suatu unit atau kesatuan produk yang terletak pada suatu tempat tertentu
yang meletakkan kegiatan untuk mengubah barang barang secara mekanis atau
kimia sehingga menjadi barang (Produk baru yang sifatnya lebih dekat dengan
konsumen terakhir ). Termasuk disini memasang bahagian dari suatu barang
(Ansembling)”.
Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa secara
umum industri itu dapat disimpulkan sebagai keseluruhan unit unit pengolahan
yang mengubah bahan – bahan mentah yang belum siap pakai menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi.
Ketika suatu negara telah mencapai tahapan dimana sektor industri sebagai
didefenisikan sebagai proses perubahan struktur ekonomi dimana terdapat
kenaikan kontribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, PDB, ekspor dan
kesempatan kerja (chenery,1986).
Industri didefenisikan juga sebagai kegiatan ekonomi yang berperan
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi
menjadi barang yang lebih tinggi nilai penggunaanya,termasuk kegiatan rancang
bangun dan rekayasa industri.
Definisi Industri menurut Sukirno adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan ekonomi yang tergolong dalam 14sector sekunder. Kegiatan itu antara
lain adalah pabrik tekstil, pabrik perakitan dan pabrik pembuatan rokok.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Selanjutnya Menurut G.T. Rennes, industri adalah aktifitas ekonomi
manusia yang dilaksanakan secara terorganisasi dan sistematis.
Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag)
mengklasifikasikan industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan
1. Industri Kimia Dasar (IKD), yaitu industri yang memerlukan modal yang
besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri
yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut:
a. Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri
bahan kimia tekstil.
b. Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat,
dan industri kaca.
c. Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan pestisida
d. Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan
industri ban.
2. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE), yaitu industri yang
mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa
mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut:
a. Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin traktor,
mesin hueler, dan mesin pompa.
b. Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu,
buldozer, excavator, dan motor grader.
c. Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, bor, dan gergaji.
d. Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.
e. Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator.
g. Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan suku
cadang kendaraan bermotor.
h. Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan helikopter.
i. Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri
alumunium, dan industri tembaga.
j. Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal.
k. Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi, peralatan
pabrik, the blower, dan kontruksi.
3. Aneka Industri (AI), yaitu industri yang tujuannya menghasilkan
bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri
ini adalah sebagai berikut:
a. Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
b. Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin
jahit, televisi, dan radio.
c. Industri kimia, misalnya: sabun, , sampho, tinta, plastik, obat-obatan, dan
pipa.
d. Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam
dan makanan kemasan.
e. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis
dan marmer.
4. Industri Kecil (IK), yaitu industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit,
industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah
(gerabah).
5. Industri Pariwisata, yaitu industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari
kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya:
pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan,
arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam
(misalnya: pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan
kehutanan), dan wisata kota (misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat
perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).
2.1.2.2. Teori Lokasi industri
Teori lokasi menurut Abdurachmat (1997) adalah “suatu teori untuk
melihat dan memperhitungkan pola lokasional kegiatan ekonomi termasuk
industri dengan cara yang konsisten dan logis, dan untuk melihat serta
memperhitungkan bagaimana antar daerah-daerah kegiatan ekonomi tersebut
saling berhubungan”.
Abdurachmat mengemukakan teori tersebut sebagai berikut:
1. Teori susut dan ongkos transport
Teori ini mengemukakan hubungan-hubungan antara faktor susut dan
ongkos transport, dan bermanfaat untuk melihat kecenderungan-kecenderungan
lokasi industri, yang artinya untuk mengkaji kemungkinan penempatan industri di
mungkin timbul dari beberapa kasus pada teori ini adalah: Pertama, makin besar
angka rasio susut dalam pengolahan, maka makin besar kecenderungan
menempatkan pabrik di daerah sumber bahan mentah. Kedua, makin besar
perbedaan ongkos transport antara bahan mentah dan barang jadi, maka makin
besar daya tarik daerah pemasaran sebagai tempat lokasi industri.
2. Teori Weber
Weber mengemukakan teorinya yaitu Theory of industrial location(teori
lokasi industri). Teori ini dimaksudkan untuk menentukan suatu lokasi industri
dengan mempertimbangkan resiko biaya atau ongkos yang paling minimum,
dengan asumsi sebagai berikut:
a. Wilayah yang akan dijadikan lokasi industri memiliki topografi, iklim dan
penduduknya relatif homogen.
b. Sumber daya atau bahan mentah yang dibutukan cukup memadai.
c. Upah tenaga kerja didasarkan pada ketentuan tertentu seperti upah
minimum regional (UMR).
d. Hanya ada satu jenis alat transportasi.
e. Biaya angkut ditentukan berdasarkan beban dan jarakangkut.
f. Terdapat persaingan antar kegiatan industri.
g. Manusia yang ada di daerah tersebut masih berpikir rasional.
Persyaratan tersebut jika dipenuhi, maka teori lokasi industri dari Alfred
dalam analisis teorinya, yaitu titik material, titik konsumsi, dan titik tenaga kerja.
Ketiga titik (faktor) tersebut diukur dengan ekuivalensi ongkos transport.
Berdasarkan asumsi seperti tersebut di atas, maka penggunaan teori Weber
seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 2.1 Segitiga Weber dalam Menentukan Lokasi Industri Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000.
Keterangan:
M = pasar
R1, R2 = bahan baku
P = lokasi biaya terendah.
Gambar (a) : apabila biaya angkut hanya didasarkan pada jarak.
(b) : apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal dari pada hasil
industri.
(c) : apabila biaya angkut bahan baku lebih murah dari pada hasil
industri.
Berdasarkan gambar segitiga yang dikemukakan oleh Weber, dapat
dijelaskan bahwa:
Gambar (a) merupakan biaya angkut hanya didasarkan pada jarak, jadi
dalam kasus ini penempatan lokasi industri bisa di tempatkan dimana saja
karena dalam pengolahan bahan mentahnya tidak mengalami susut yang
berarti dan juga tidak mengalami perbedaan ongkos transport antara bahan
mentah dan barang jadi yang berarti, sehingga dalam penempatan lokasi
industri dapat ditempatkan diantara tempat bahan mentah maupun pasaran.
Gambar (b) dijelaskan bahwa biaya angkut bahan baku lebih mahal dari
pada hasil industri. Maksud dari pernyataan tersebut adalah industri
cenderung ditempatkan didaerah yang terdapat bahan mentah, karena dalam
hal ini bahan mentah yang diperoleh sangat terbatas dan mengalami
penyusutan dalam pengolahannya, sehingga untuk mengatasi biaya lokasi
terendah maka industri akan di tempatkan di daerah yang dekat dengan
bahan mentah.
Gambar (c) menjelaskan bahwa lokasi biaya terendah di tempatkan di dekat
pasar, karena biaya angkut bahan baku lebih murah dari pada hasil industri,
3. Pendekatan Perilaku menurut Pred
Pred menyusun matrik perilaku yang dapat digunakan untuk menganalisis
pengambilan keputusan tentang berbagai lokasi. Pada prinsipnya, lokasi industri
menurut Pred ditentukan berdasarkan perilaku pengambilan
keputusan.Menentukan lokasi industri atas dasar bahan baku, pasar, biaya angkut,
tenaga kerja, modal, tekhnologi, peraturan dan lingkungan dapat dilakukan
dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Lokasi industri dekat dengan bahan baku jika:
1) Bahan baku yang digunakan mudah rusak.
2) Pengangkutan barang jadi lebih mudah daripada pengangkutan bahan baku.
3) Bahan baku yang digunakan lebih berat daripada produk yang dihasilkan.
b. Lokasi industri berdasar pasar, jika:
1) Produksi yang dihasilkan lebih berat dibandingkan dengan bahan baku.
2) Bahan baku yang digunakan tidak mudah rusak.
3) Wilayah pasar luas.
4) Produksi yang dihasilkan lebih mudah rusak setelah pengolahan.
5) Faktor prestise (mengutamankan gengsi , misalnya industri periklanan).
c. Lokasi industri berdasarkan biaya angkut, berarti sedapat mungkindidirikan di
daerah yang lancar transportasinya baik jumlah hasil produksinya maupun
bahan-bahan baku yang diperlukan.
d. Lokasi industri berorientasi pada tenaga kerja
1. Kuantitas atau jumlah tenaga kerja yang ditampung oleh industri, atau
2. Mutu tenaga kerja yang dimiliki industri
e. Lokasi industri berdasarkan modal da tekhnologi
Lokasi industri perlu diperhitungkan, besarnya modal yang dibutuhkan dalam
proses produksi, dan perlu memiliki tekhnologi yang menjadikan industri
lebih efisien. Dalam tekhnologi yang dipertimbangkan sumber tenaga yang
paling tepat digunakan, seperti tenaga hewan, tenaga air, tenaga listrik, tenaga
gas, batubara, atau minyak bumi.
f. Lokasi industri berdasarkan peraturan dan lingkungan
Berkaitan dengan hal ini, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah no.29
tahun 1986 tentang pelaksanaan analisis dampak lingkungan (AMDAL), atau
analisis mengenai dampak lingkungan.
Menurut Wignjosoebroto (2003) ada beberapa kondisi umum yang akan
dihadapi oleh perusahaan dalam proses penentuan lokasi industri, yaitu:
1. Lokasi di kota besar (city location)
a) Diperlukan tenaga kerja terampil dalam jumlah yang besar
b) Proses produksi sangat tergantung pada berbagai fasilitas yang umumnya
hanya terdapat di kota besar seperti listrik, gas, dan lainnya.
c) Kontak dengan pemasok dekat dan cepat.
2. Lokasi di pinggir kota (sub-urban location)
a) Semi-skiled atau female labor mudah diperoleh.
b) Menghindari pajak yang berat seperti halnya kalau lokasi terletak di kota
besar
c) Tenaga kerja dapat tinggal berdekatan dengan lokasi pabrik
d) Populasi tidak begitu besar sehingga masalah lingkungan tidak banyak
timbul.
3. Lokasi jauh di luar kota (country location)
a) Lahan yang luas sangat diperlukan baik untuk keadaan sekarang maupun
rencana ekspansi yang akan datang.
b) Pajak terendah lebih dikehendaki.
c) Tenaga kerja tidak terampil dalam jumlah besar lebih dikehendaki.
d) Upah buruh lebih rendah mudah didapatkan.
2.1.3. Kelapa Sawit
2.1.3.1. Pemanfaatan Kelapa Sawit
Buah sawit mempunyai warna yang bervariasi yaitu hitam, ungu, hingga
merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari tiap pelapah. buah.menghasilkan minyak, Kandungan minyak
bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan
asam lemak bebas akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah
terdiri dari tiga lapisan yaitu eksoskarp , mesoskarp, dan endoskarp.eksoskarp
merupakan bagian kulit buah yang bewarna kemerahan sedangkan mesoskarp
adalah serabut buah dan endoskarp adalah merupakan cangkang pelindung inti
(kernel)sawit.
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal
dari daging buah ( mesokarp ) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai
minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Oil ( CPO ). Sedangkan minyak yang kedua adalah berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai
minyak inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil ( PKO ).hasil sampingan dari pengolahan inti sawit dapat berupa bungkil yang dapat digunakan sebagai
makanan ternak dan pupuk. Lapisan di atas inti kelapa sawit disebut sebagai
lapisan endoskarp atau sering disebut cangkang yang dapat digunakan sebagai
arang, karbon aktif, partikel board dan asap cair. kedua jenis minyak ini dapat
diolah kembali menjadi produk turunan yang lebih memiliki nilai tambah yaitu
berupa minyak goreng, margarin, lemak kue, salad oil, oleokimia dan banyak
produk turunan lagi. Selain buah, tanda kosong dan batang dalam kelapa sawit
2.1.3.2. Perkembangan Industri Kelapa Sawit
Menurut departemen perindustrian, kelapa sawit termasuk tumbuhan
pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan,
serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak akan tampak berwarna
merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung
minyak yang dapat digunakan sebagai bahan minyak goreng dan sabun serta
bahan lainnya. Hampasnya juga dapat bermanfaat sebagai makanan ternak,
khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya
digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Industri minyak kelapa sawit
merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan dengan sektor
pertanian yang banyak berkembang di negara‐negara tropis seperti Indonesia,
Malaysia dan Thailand. Hasil industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak
goreng saja, tetapi juga bisa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya
seperti industri makanan, kosmetik dan industri sabun.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak
kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong
pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit. Berkembangnya sub‐sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak
lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif,
terutama kemudahan yang diberikan dalam hal perijinan. Kemudahan perizinan
perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia. Salah satu wujud dari komitmen
pemerintah dalam mengembangkan industri kelapa sawit di Indonesia adalah
dirancangnya program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
ekonomi Indonesia (MP3EI).
MP3EI merupakan program pemerintah dalam mengembangkan berbagai
potensi dan keunggulan yang dimiliki oleh suatu wilayah sehingga nantinya
diharapkan Indonesia dapat menjadi Negara yang berdaya saing tinggi sehingga
mampu mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia. Industri
Kelapa Sawit Sei mangkei merupakan salah satu fokus dari proyek ini, sei mangke
difokuskan sebagai pusat perindustrian yang berbasis sumber daya alam yaitu
kelapa sawit di klaster Sumatera. Pernyataan ini disampaikan melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2012, tentang Kawasan Ekonomi
Khusus Sei Mangkei.
Prospek perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini sangat pesat,
dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Dengan besarnya produksi yang mampu dihasilkan,
tentunya hal ini berdampak positif bagi perekenomian Indonesia, baik dari segi
kontribusinya terhadap pendapatan negara, maupun besarnya tenaga kerja yang
terserap sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di
luar maupun di sekitar perkebunan kelapa sawit. Boleh dibilang, industri kelapa
2.1.4. Kawasan Ekonomi Khusus
Menurut UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal
31 telah menyebutkan adanya pengaturan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
sebagai bagian dari kegiatan penanaman modal di Indonesia. Menurut Dewan
Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Adapun fungsi dari KEK adalah
untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa,
industri, pertambangan dan energi, transportasi, mari-tim dan perikanan, pos dan
telekomunikasi, pariwisata dan bidang lain. Untuk itu, KEK dibagi ke dalam
beberapa zona, antara lain zona pengolahan ekspor, logistik, industri,
pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi dengan produk-produk yang
dihasilkan berorientasi ekspor dan untuk dalam negeri.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki
keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung
kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki
nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
Berbagai kegiatan yang berlangsung di KEK diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Adapun peraturan-peraturan tersebut mencakup ketentuan
larangan atau pembatasan impor dan ekspor, pengecualian dalam pembatasan
impor dan ekspor, lalu lintas barang ke KEK dan dari KEK, peraturan mengenai
KEK. Setiap KEK juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas, baik fasilitas
fiskal/nonfiskal maupun fasilitas dalam RUU KEK.
2.1.5. Pengembangan Wilayah
Pengembangan diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,
meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di
Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar
pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk
penerapannya yang bersifat dinamis.
Menurut Sandy (1992) pengembangan wilayah adalah pelaksanaan
pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan
fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundang - undangan
yang berlaku.
Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) pengembangan wilayah
merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau
kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup
masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang
sudah ada (Jayadinata,1992).
Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu : wilayah yang
objektif dan wilayah yang subjektif (Ananta,1992). Wilayah objektif adalah suatu
atas dugaan suatu cara mengenal masalah. Hal ini dilakukan untuk membuat
klasifikasi, yang selanjutnya wilayah subjektif dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Wilayah homogeny, yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang sama
secara fisik dan sosial ekonomi.
2. Wilayah fungsional, yaitu yang dibentuk berdasarkan atas adanya hubungan
fungsional antara unsure-unsur tertentu yang ada pada wilayah tersebut.
Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai
peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup
institusi, ekonomi, sosial, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan
kualitas hidup masyarakat.
Perkembangan pokok bahasan tentang pembangunan wilayah adalah
merupakan perkembangan baru yang muncul pada dasawarsa 1950-an. Hal ini
ditandai oleh kajian yang selama ini kurang memperhatikan aspek spatial. Dalam
perkembangannya Misra (1997) mengungkapkan bahwa perencanaan dan
pembangunan wilayah ditopang oleh empat pilar yaitu : aspek geografi, aspek
Gambar 2.3 : Empat Aspek Pengembangan Wilayah
Namun demikian empat pilar diatas belum mencakup aspek-aspek lainnya
yang juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan wilayah seperti
biogeofisik sosial dan lingkungan, maka perencanaan dan pembangunan wilayah
akan di topang enam pilar (Budiharsono,2005) yaitu :
Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai
manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung
lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata
membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau
jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik
dalam arti jenis, intensitas, pelayanan, maupun kualitasnya.
Pandangan sebagian besar para ahli ilmu regional barat terutama di Eropa
lebih menitik beratkan bahwa pembangunan regional mencakup kepada empat
aspek utama yaitu : aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek
ekologi.
Gambar 2.5 : Empat Aspek Pengembangan Wilayah Aspek
kelembagaan (institusional)
Regional development
Aspek ekologi (ecology)
Aspek ekonomi (economy) Aspek sosial
2.2. Penelitian Terdahulu
Doriani Lingga (2012) melakukan penelitian dengan judul Persepsi
Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei
sebagai Klaster Industri. Dengan melakukan pengamatan pada PTPN III
menyimpulkan, KEK Sei Mangkei nantinya akan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Kecamatan Bosar Maligas. Hal ini
terwujud dalam penyerapan tenaga kerja lokal maupun penyediaan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi bagi masyarakat Kecamatan Bosar Maligas.
Penelitian yang dilakukan oleh Hastina Febriaty (2007) yang berjudul
Pengaruh Sektor Industri terhadap Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara
menyimpulkan bahwa dengan adanya pembangunan kawasan industri di Sumatera
Utara memiliki pengaruh yang positif bagi pembangunan ekonomi, yang salah
satunya melalui penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil regresi
yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja sektor industri mempunyai pengaruh
positif secara signifikan terhadap pebangunan ekonomi /PDRB Sumatera Utara.
S. Enny Niatta S.L (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus
PTP Nusantara II Kebun Bandar Klippa). Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa PTP Nusantara III berkontribusi dalam menambah pendapatan negara,
penyediaan lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya angka pengangguran,
Kedua penelitian yang dilakukan oleh Niatta dan Hastina Febriaty Lingga
memiliki kesamaan yaitu memfokuskan perhatian pada perubahan sosial ekonomi
yang terjadi pada masyarakat setempat dengan adanya industri di sekitarnya.
Sedangkan Doriani Lingga membahas tidak hanya memperhatikan pada
perubahan sosial ekonomi saja melainkan lebih ke potensi kawasan industri
tersebut sebagai daerah pusat pertumbuhan. Penelitian ini kurang lebih memiliki
cakupan yang sama. Dengan penelitian Doriani Lingga, hanya saja penelitian ini
lebih memfokuskan daerahKecamatan Bandar yang jaraknya juga berdekatan
dengan PTPN III sebagai objek penelitian.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagi berikut:
Gambar 2.6. Kerangka Konseptual Penelitian Industri
kelapa sawit Sei Mangkei
dampak
ekonomi Infrastruktur
sosial