BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki tujuan agar tercapainya
kemakmuran dan kesejahteraan secara merata dalam tiaplapisan masyrakatnya. Dimana
usaha dalam mencapai kemakmuran dan kesejahteraan secara merata tersebut diadakannya
pembangunan. Oleh karena itu hasil-hasil dari pembangunan harus dapat dirasakan oleh
seluruh rakyat. Keberhasilan pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat yang
dimana berarti pembangunan harus dilaksanakan oleh segenap lapisan rakyat.1
1
F.X Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, cet. 3, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995, hlm. 1.
Untuk pencapaian tujuan tersebut pembangunan sedang giatnya dilakukan dalam
segala bidang, baik dalam bidang fisik ataupun non fisik. Pembangunan dalam bidang non
fisik salah satunya adalah meliputi peningkatan kualitas sumber daya manusia,sehingga
mereka dapat lebih mengoptimalkan kemampuan dalam pembangunan yang mencapai
suatu keberhasilan. Sedangkan, pembangunan dibidang fisik adalah meliputi pembangunan
dan perbaikan saran dan prasarana umum yang bertujuan melaksanakan tugasnya.
Salah satu bentuk realisasi dari pembangunan fisik seperti pelabuhan, jalan layang,
jembatan, gudang, perumahan (permukiman), rumah susun, hotel, perkantoran, pusat
perbelanjaan, dan sebagainya. Dalam proses proyek pelaksanaan pembangunan terdapat
para pihak seperti pemberi tugas (bouwheer) dan pemborong. Pada umumnya pemberi tugas pada proses proyek pelaksanaan ini adalah Pemerintahan dan pihak pemborongnya
Pemerintahan yang melaksanakan perjanjian ini adalah merupakan instansi
pemerintahan yang bekerja di pekerjaan umum yang dinamakan Kementerian Pekerjaan
Umum. Kementrian Pekerjaan Umum ini merupakan suatu instansi pemerintahan yang
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan dibidang pekerjaan umum dalam pemerintah
untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Tugas tersebut
sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementrian Pekerja Umum.
Kementrian Pekerjaan Umum ini bekerja dalam infrastruktur dan pemukiman dalam
pemerintahan. Instansi ini berperan penting dalam proses pelaksanaan suatu proyek
pembangunan infrastruktur di negara Indonesia ini. Kementerian Pekerjaan Umum ini
membawahi beberapa departemen yang disebut dengan Balai, yaitu Balai Pendidikan dan
Pelatihan, Balai Peningkatan Keahlian, Balai Besar wilayah Sungai, Balai Wilayah Sungai,
Balai Bendungan, Balai Besar Pelaksanaan Jalan, Balai Pelaksanaan Jalan, Balai Informasi
Penataan Ruang. Balai inilah yang merupakan pelaksana langsung untuk melaksanakan
proyek-proyek dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Dalam setiap proyek yang dilakukan untuk membangun infrastruktur ini terdapat
peraturan-peraturan yang mengatur dan mengikat bagaimana tata cara pelaksanaan proyek
tersebut. Peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan bidang apa yang dikerjakan dalam
proyek tersebut. Namun ada juga peraturan secara umum yang dimiliki oleh Kementrian
Pekerjaan Umum yaitu Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementrian Pekerja Umum. Dimana Peraturan Menteri tersebut mengatur
tentang organisasi dan tata kerja Kementrian pekerjaan Umum. Dalam pelaksanaan proyek
Perusahaan Rekanan merupakan Pemborong/Kontraktor Bangunan yang dapat
berupa perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau badan
hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan. Perusahaan Rekanan
tersebut dapat berupa PT atau CV ataupun perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum
lainnya. Dalam pelaksanaan proyek pada umumnya Perusahaan Rekanan ini menjadi pihak
pemborong.
Kementrian Pekerjaan Umum sebagai pemberi tugas (bouwheer) dan Perusahaan
Rekanan yang merupakan pemborong dalam melaksanakan proses proyek ini terikat dalam
suatu perjanjian. Dimana dalam perjanjian ini para pihak saling mengikatkan diri, dengan
masing-masing mempunyai hak dan kewajibannya sendiri-sendiri. Kewajiban utama dari
pihak pemborong adalah melaksanakan perkerjaan sementara kewajiban utama dari pihak
bouwheer adalah membayar uang borongan (dalam sistem fee dan sistem turn key) atau
membiarkan para pihak kontraktor memungut hasil (dalam sistem BOT) ataupun
melakukan hal-hal lain dari tipe-tipe kontruksi yang lagi.2
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih menurut Pasal 1313 dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (disingkat KUH Perdata). Kontrak atau perjanjian merupakan suatu
peristiwa hukum dimana seseorang berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.3
Pada pasal-pasal KUHPerdata terdapat suatu yang berkenaan dengan perjanjian
yang dilakukan para pihak yang dilakukan seperti Kementrian Pekerjaan Umum dengan
2
Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Bandung: Citra Aditya Bakti,1998, hlm.13. 3
Perusahaan Rekanan. Dalam Bab VII A tepatnya pasal 1604 sampai dengan 1617, yang
dimana bab ini mengatur tentang perjanjian melakukan pekerjaan, yang membagi
perkerjaan ke dalam 3 kategori, yaitu perjanjian kerja (perburuhan), perjanjian
menyelenggarakan jasa tertentu, perjanjian pemborongan pekerjaan. Ketiga perjanjian
tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa pihak yang satu melakukan pekerjaan bagi
pihak yang lain dengan menerima upah.
Adapun perbedaan antara perjanjian pekerjaan kerja dengan perjanjian
pemborongan dan perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu yaitu bahwa dalam perjanjian
kerja terdapat unsur subordinasi, sedang pada perjanjian pemborongan dan perjanjian
menyelenggarakan jasa tertentu ada koordinasi. Mengenai perbedaan antara perjanjian
pemborongan dan perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu, yaitu bahwa dalam perjanjian
pemborongan berupa mewujudkan suatu karya tertentu sedangkan dalam perjanjian
menyelenggarakan jasa tertentu berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan
sebelumnya.
Perjanjian yang dilakukan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perusahaan Rekanan
ini adalah termasuk kedalam kategori yang terakhir yaitu perjanjian pemborongan
pekerjaan. Dimana perjanjian tersebut yang merupakan mewujudkan suatu karya tertentu.
Menurut Pasal 1601 b KUHPerdata, Pemborongan Pekerjaan adalah persetujuan
dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga
yang ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya dua pihak yang terikat dalam
prinsipal (Bouwheer, Kepala Kantor, Satuan Kerja, Pemimpin Proyek); Pihak kedua
disebut Pemborong atau Rekanan, Kontraktor.
Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormvrij) artinya perjanjian
pemborongan dapt dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila
perjanjian pemborongan yang menyangkut harga borongan kecil bisanya perjanjian
pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan perjanjian pemborongan yang menyangkut
harga borongan yang agak besar maupun besar, biasanya perjanjian pemborongan dibuat
secara tertulis baik dengan akta di bawah tangan atau dengan akta autentik (akta notaris)
Perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah harus dibuat secara tertulis
dan dalam bentuk perjanjian standar artinya perjanjian pemborongan (Surat Perintah Kerja
dan Surat Perjanjian Pemborongan) dibuat dalam bentuk model-model formulir tertentu
yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memborongkan berdasarkan pada
peraturan standar/buku yaitu A.V 1941.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk membuat skripsi
berjudul “Tinjaun Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Kontruksi
antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan
Perusahaan Rekanan (Studi di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera
Utara)”. Judul tersebut memiliki makna bahwa analisis terhadap Perjanjian Pemborongan
yang dikhususkan terhadap proses pelaksanaan sesuai dengan ketentuan hukum berlaku,
dilakukan oleh instansi pemerintahan Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral
Sumber Daya Air yang akan dijabarkan lebih lanjut lagi pada bab-bab berikutnya.
Perundang-undangan Indonesia mengenal sejumlah peraturan yang mengatur
tentang perjanjian pemborongan yang tercantum dalam KUH Perdata dalam pasal 1604
sampai dengan 1617 dan peraturan-peraturan khusus yang dibuat pemerintah seperti A.V
1941 dan juga undang-undang khusus yang dibuat seperti Peraturan Presiden Nomor 70
Tahun 2012 perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan sebagainya.
Peraturan-peraturan tersebut terbagi dalam dua bagian, bagian yang pertama yang
berkaitan dengan peraturan-peraturan yang bersifat hukum publik yang berkaitan dengan
prosedur pelelangan (aanbestedingsprosedure), yaitu ketentuan-ketentuan yang berlaku
sebelum terjadinya kontrak (precontratuale fase). Ketentuan-ketentuan ini di Indonesia
ditetapkan oleh pemerintah dan berlaku bagi pemberlakuan perjanjian pemborongan
pekerjaan yang dilakukan instansi pemerintah maupun swasta yang terjadi melalui
pelelangan. Bagian kedua tersebut dari peraturan tersebut menyangkut peraturan-peraturan
mengenai perjanjiannya, sehingga bersifat keperdataan.4
Pada umumnya ketentuan-ketentuan tersebut mengatur mengenai hak dan
kewajibam dari pemborong(perusahaan rekanan/kontraktor) dan pemberi tugas
(Kementrian Pekerjaaan Umum/bouwheer) serta ketentuan adminisrtatif yang harus
diperhatikan dengan baik pada waktu membuat perjanjian, mulainya perjanjian,
pelaksanaan perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
4
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan skripsi ini adalah:
1. Apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Kementrian
Pekerjaan Umum Pemprovsu dengan Perusahaan Rekanan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban para pihak dalam proses pelaksanaan
perjanjian pemborongan
3. Bagaimana penyelesaian perselisihan yang timbul akibat perjanjian
pemborongan
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.Tujuan Penulisan
Tujuan yang dapat diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a) Untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan antara
Kementrian Pekerjaan Umum Pemprovsu dengan Perusahaan Rekanan sudah
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
b) Untuk mengetahui tanggungjawab para pihak dalam proses pelaksanaan
c) Untuk mengetahui cara para pihak dalam menyelesaikan perselisihan yang dapat
timbul dari perjanjian pemborongan pengadaan barang dan jasa yang
dilaksanakan.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang terdapat dalam penulisan skripsi ini selain adanya tujuan
yaitu sebagai berikut :
a) Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran bagi perkembangan ilmu hukum secara umum.
b) Untuk mengetahui secara nyata perkembangan perjanjian pemborongan.
c) Dengan adanya penulisan skripsi ini dapat memberikan informasi yang
diperlukan bagi masyrakat yang masih awam mengenai perjanjian
pemborongan.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa
perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dipilih suatu materi mengenai
“Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi antara
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Perusahaan
Rekanan (Studi di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)”. Dalam
proses pengajuan skripsi ini harus didaftarkan terlebih dahulu kebagian hukum perdata dan
judul yang telah diangkat beserta pembahasan yang terdapat didalamnya belum pernah ada
penulisan sebelumnya dan merupakan karya ilmiah yang memang benar atau dibuat tanpa
menjiplak dari skripsi lain, khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan keaslian penulisannya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Kementrian Pekerjaan Umum adalah suatu instansi pemerintahan yang bekerja dalam
bidang pembangunan infrastruktur di negara Indonesia. Dimana instansi pemerintahan ini
diatur oleh Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang ORGANISASI DAN
TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.
Perusahaan Rekanan merupakan Pemborong/Kontraktor Bangunan yang dimana berupa
perusahaan-perusahaan yang bersifaat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum
yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan. Perusahaan rekanan tersebut
misalnya, Perseroan dan CV.
Perjanjian dalam Bahasa Belanda disebut dengan overeekomst. Perjanjian menurut
KUHPerdata dalam Pasal 1313 adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu perjanjian adalah semata-mata
suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Dalam Bab VII A KUH Perdata mengatur
tentang perjanjian melakukan pekerjaan, yang membagi perkerjaan ke dalam 3 kategori,
yaitu perjanjian kerja (perburuhan), perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu, perjanjian
Perjanjian Pemborongan menurut pasal 1601 b KUH Perdata adalah perjanjian dengan
mana pihak satu, (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak lain,(yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang
ditentukan. Menurut Wirjono Prodjodikoro arti kata dari persetujuan pemborongan kerja
disebutkan dalam pasal 1601 b tersebut sebagai suatu persetujuan, dalam mana pihak satu,
si pemborong (aannemer) berjanji guna pihak lain, yang memborongkan (annbesteder),akan
menyelenggarakan suatu pekerjaan tertentu (bepaald werk) dengan suatu upah tertentu.5
F. Metode Penulisan
Perjanjian pemborongan ini bersifat konsesuil artinya perjanjian pemborongan itu ada lahir
sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang memborongkan dengan pihak
pemborong mengenai suatu pembuatan karya dan harga borongan/kontrak.
Menurut definisi tersebut dapat dikatakan bahwa yang membuat perjanjian
pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua
pihak saja yaitu, pihak kesatu disebut bouwheer atau pemberi tugas atau instansi
pemerintahan dan pihak kedua disebut pemborong atau rekanan (perusahan rekanan) atau
kontraktor.
Sudah merupakan ketentuan dalam hal penyusunan serta penulisan karya ilmiah atau
skripsi harus berdasarkan pada data yang diperoleh secara objektif dan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah
yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
5
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Selain
itu juga diadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum, untuk kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam
gejala yang bersangkutan.6
Jenis penelitian dan metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum
normatif (yuridis normatif) adalah merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja.7 Penelitian hukum dengan
menggunakan pendekatan normatif dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi
yang secara menyeluruh yang bersifat normatif baik dari bahan hukum primer, sekunder
ataupun tersier.8
Pengumpulan data merupakan landasan utama dalam menyusun skripsi, didasarkan
atas suatu penelitian penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dari peraturan
perundang-undangan yaitu, Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, Peraturan Menteri
Nomor 7 Tahun 2011, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Bahan hukum sekunder merupakan buku hukum yang memberi penjelasan mengenai
bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan pendapat para ahli.
Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan
tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press,Jakarta,1986,hal.43 7
Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji , Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Grafindo Persada, Jakarta. 2003, hal 13-14
8
a) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Dengan hal ini penulis mencari serta mengumpulkan serta mempelajari data
dengan melakukan penelitian atas sumber-sumber atau beberapa literatur berupa
buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan, dokumentasi lainnya seperti
koran, majalah serta sumber-sumber teoritis ilmiah lainnya yang berhubungan
dengan pelaksanaan analisis terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan skripsi ini.
b) Penelitian Lapangan (Field Research) dalam bentuk studi kasus
Penulis melakukan studi kasus terhadap permasalahan yang dihadapi dalam
proses pelaksanaan perjanjian pemborongan, sebagai melengkapi bahan yang
diperoleh dalam penelitian kepustakaan yang disebutkan di atas.
G. Sistematika Penulisan
Dalam suatu karya ilmiah khususnya penulisan skripsi, sistematika penulisan merupakan
bagian yang sangat penting, karena dengan sistematika penulisan ini maka
pembahasannnya akan dapat diarahkan untuk menjawab masalah-masalah dan
membuktikan kebenaran hipotesanya. Kemudian agar memudahkan isi dari skripsi ini,
maka sistematika penulis ini disusun secara menyeluruh mengikat kerangka dasarnya yang
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Umum Tentang Perjanjian, dalam bab ini menerangkan ruang
lingkup perjanjian, pengertian perjanjian, jenis-jenis perjanjian, subyek dan syarat sahnya
perjanjian, berakhirnya perjanjian.
Bab III Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pemborongan, dalam bab ini
menerangkan pengertian perjanjian pemborongan, peraturan hukum yang mengatur
perjanjian pemborongan, pihak dalam perjanjian pemborongan, hak dan kewajiban dalam
perjanjian pemborongan, berakhirnya perjanjian pemborongan.
Bab IV Perjanjian Pemborongan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Perusahaan
Rekanan Menurut Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, dalam bab ini menerangkan
tentang proses pelaksanaan, proses pembuatan perjanjian pemborongan, tahap pelaksanaan
kontrak, pra kontrak, tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian
pemborongan, penyelesaian perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian yang
dimana hal tersebut dilakukan antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral
Sumber Daya Air dengan Perusahaan Rekanan.
Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab terakhir ini akan dibahas kesimpulan dari
analisa bab-bab sebelumnya, selanjutnya saran-saran terhadap hasil analisa pada bab