• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontrol Sosial Masyarakat Terhadap “Geng Motor” (Studi di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kontrol Sosial Masyarakat Terhadap “Geng Motor” (Studi di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

Kontr Studi d K Di FAKUL

rol Sosial M di Desa Ban Kabupaten D iajukan Gun Untuk M MICH DEPAR LTAS ILM UNIVE Masyaraka ndar Khalip Deli Serdang SKR

na Untuk M Memperoleh DISUSUN HAEL JUL 09090 RTEMEN MU SOSIAL RSITAS SU MEDA 2013 at Terhadap ah Kecamat g Provinsi S

RIPSI

Memenuhi S h Gelar Sarj

N OLEH LPRI TARI

01071

SOSIOLO

L DAN ILM

UMATERA

AN

p “Geng M tan Percut S Sumatera Ut

(2)

ABSTRAK

Banyaknya kasus perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti perilaku Geng Motor merupakan bukti dari kekosongan, kurangnya atau tidak efektifnya kontrol sosial yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun kontrol sosial yang dilakukan oleh pihak masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa kontrol sosial itu hanya dilakukan oleh pemerintah, kepolisian, dan aparat keamanan saja. Sesungguhnya kontrol sosial itu tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, kepolisian, dan aparat keamanan saja, namun kontrol sosial itu juga dapat dilakukan oleh masyarakat, seperti misalnya: tokoh agama, praktisi pendidikan (lembaga pendidikan), lembaga keluarga. Itu semua merupakan bagian dari agen kontrol sosial yang dapat mengambil peran sosial untuk mengandalikan, mengatasi banyaknya perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti Geng Motor. Untuk itu, sebagai upaya mengatasi perilaku Geng Motor yang sebagain besar anggotanya adalah anak remja yang masih labil dan gampang terpengaruh lingkungannya, perlu adanya kontrol sosial oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui bagaimana kontrol sosial yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun masyarakat dalam mengatasi dan mengendalikan perilaku Geng Motor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna dana respon dari anggota Geng Motor terhadap kontrol sosial. Penelitian dilakukan terhadap 12 orang informan yang memenuhi keriteria informan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan teknik penelitian menggunakan obeservasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol sosial oleh pihak pemerintah maupun masyarakat terhadap Geng Motor di sekitar Desa Bandar Khalipah sudah efektif, hal ini terlihat dari berkurangnya keberanian dan keberadaan dari aktifitas - aktifitas perilaku anggota Geng Motor di sekitar Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan. Dari hasil penelitian ini juga dapat dianalisis bahwa, makna dan respon dari anggota Geng Motor terhadap lebel negatif masyarakat menunjukkan bahwa, anggota Geng Motor tidak malu atas pelebelan tersebut, sebaliknya anggota Geng Motor berpandangan bahwa Geng Motor adalah sebuah keluarga yang memberikan suka cita/kebahagiaan. Pelabelan negatif (caap) terhadap Geng Motor membuat anggota Geng Motor bangga, dan rasa bangga itu yang ahirnya membuat anggota Geng Motor mengulangi tindakan yang sama atau bahkan tindakan yang lebih anarkis.

Kata Kunci: Kontrol Sosial, Perilaku Menyimpang, Makna dan Respon, Geng Motor

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat, rahmat, dan karunia - NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kontrol Sosial Masyarakat Terhadap “Geng Motor”(Studi di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara) guna untuk memenuhi salah satu syarat untuk memproleh gelar Sarjana Sosial (S1) dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menulis skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, kesulitan, akan tetapi berkat kasih sayang Tuhan Yesus Kristus, doa dan motivasi kedua orang tua penulis, serta berkat kerja keras penulis untuk menggapai cita - cita penulis yaitu mendapatkan Gelar Sarjana, yang kedepannya akan meraih kesuksesan, ahirnya semua hambatan, rintangan dan kesulitan itu dapat dilewati oleh penulis, sehingga ahirnya penulisan skripsi ini dapat selesai. Penyelesaian skripsi ini juga tidak luput dari motivasi, bantuan, kasih sayang dari banyak pihak, oleh karna itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dalam hal ini, penulis berkesempatan untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

(4)

memberikan banyak hal yang patut menjadi pembelajaran buat penulis untuk mendapatkan kesuksesan kedepannya. Beliau telah menjadi seorang tokoh inspirasi sekaligus menjadi tokoh favorit penulis dalam hal pendidikan melebihi tokoh - tokoh pendidikan dan tokoh - tokoh politik lainya. Selain itu, beliau juga salah satu dosen favorit penulis selama penulis kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, ditambah lagi karena beliau adalah seorang pembimbing akademik penulis, beliau secara tidak langsung juga telah membentuk karakter penulis menjadi lebih bijaksana selama penulis melakukan bimbingan skripsi sama beliau. Untuk itu sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Segenap dosen serta Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak bekal pendidikan sebagai pembentuk intelektual dan karakter penulis yang lebih baik kedepannya.

(5)

5. Rasa terima kasih yang sebesar - besarnya kepada kedua orangtua saya yang tersayang. Kepada ayah saya Muliana Tarigan dan ibu saya Nenny br Perangin - nangin, yang selain telah banyak berjuang demi masa depan penulis, juga memberikan banyak hal tentang pendidikan kepada penulis yang tidak kalah dengan tokoh - tokoh besar di Indonesia, sehingga berkat transformasi pendidikan dari Bapak dan Ibu, ahirnya penulis memiliki komitmen yang kuat untuk terus berjuang meraih pendidikan yang setinggi - tingginya. Sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih yang tidak bisa saya ungkapakan nilainya.

6. Terima kasih buat semua teman - teman dari Departemen Sosiologi Stambuk 2009 yang telah banyak membatu penulis selama perkuliahan, khususnya buat teman - teman dari grup PKL di Desa Bandar Khalipah, yaitu diantaranya: Nela Harizona, Dede, Bima, Jhames, Ria Badariah, Mey, Mega, Rido, Irfin, dan teman - teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

7. Terima kasih buat Corry Turnip dan Nasrullah, Yohan Reza, Bismar Joy Surbakti, yang telah banyak membantu penulis selama mengerjakan skripsi.

(6)

Penulis, Medan 22-10-2013

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Kata Pengantar... ii-v Daftar Isi... vi-vii Daftar Tabel... viii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah... 11

1.3. Tujuan Penelitian... 11

1.4. Manfaat Penelitian... 12

1.5. Defenisi Konsep... 13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kontrol Sosial (Social Control)... 16

2.1.1. Teori Kontrol Sosial (Social Control Teory)... 17

2.2. Teori Perspektif Simbolik... 22

2.2.1. Teori Reaksi Masyarakat atau Teori Pemberian Lebel. 22 2.2.2. Teori Perilaku Sosial (Behaviorial Sociology)... 23

2.3. Jenis – Jenis Lembaga Pengendalian Sosial... 26

2.3.1. Lembaga Keluarga... 26

2.3.2. Adat... 26

2.3.3. Lembaga Penegak Hukum... 27

2.3.4. Lembaga Pendidikan... 27

2.3.5. Lembaga Keagamaan... 28

2.3.6. Lembaga Kemasyarakatan... 28

2.4. Pengendalian Sosial Berdasarkan Caranya... 29

2.4.1. Cara Persuasif... 29

2.4.2. Cara Coersif... 30

2.5. Teknik Pengendalian Sosial... 33

2.5.1. Compulsion (Paksaan)... 33

2.5.2. Pervasion (Pengisian)... 33

2.6. Upaya Pengendalian Sosial... 35

2.7. Kelompok Sosial... 37

2.8. Geng... 39

2.9. Perilaku Menyimpang... 41

2.10. Perilaku Yang Digolongkan Menyimpang... 44

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 46

3.2. Lokasi Penelitian... 46

3.3. Unit Analisis Informan... 47

3.3.1. Unit Analisis... 47

3.3.2. Informan... 48

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 48

3.4.1. Pengamatan (Obsevasi)... 48

(8)

3.4.3. Studi Kepustakaan... 50

3.5. Interpretasi Data... 50

3.6. Jadwal Penelitian... 51

3.7. Keterbatasan Penelitian... 51

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 53

4.1.1. Sejarah Singkat Desa Bandar Khalipah... 53

4.2. Gambaran Umum Desa Bandar Khalipah... 54

4.2.1. Orbitasi... 54

4.2.2. Sarana Dan Prasarana... 55

4.2.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis Suku... 57

4.2.3.1. Jumlah Penduduk Menurut Agama... 58

4.2.3.2. Keadaan Sosial Ekonomi... 59

4.2.3.3. Pendidikan... 61

4.3. Profil Informan... 63

4.4. Deskripsi Tentang Geng Motor... 73

4.4.1. Keberadaan Geng Motor Di Sekitar Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan... 73

4.4.2. Struktur Kepemimpinan Dalam Geng Motor... 78

4.5. Kontrol Sosial Pemerintah Terhadap Geng Motor... 81

4.5.1. Kontrol Sosial Pemerintah Secara Preventif... 81

4.5.2. Kontrol Sosial Pemerintah Secara Persuasif... 93

4.5.3. Kontrol Sosial Pemerintah Secara Represif... 105

4.5.4. Kontrol Sosial Pemerintah Secara Coersif... 114

4.6. Kontrol Sosial Masyarakat Terhadap Geng Motor Di Desa Bandar Khalipah... 119

4.6.1. Kontrol Sosial Masyarakat Secara Preventif... 119

4.6.2. Kontrol Sosial Masyarakat Secara Persuasif... 129

4.6.3. Kontrol Sosial Masyarakat Secara Represif... 133

4.6.4. Kontrol Sosial Masyarakat Secara Coersif... 135

4.7. Makna Dibalik Geng Motor... 140

4.7.1. Makna Geng Motor Dimata Anggota Geng Motor... 140

4.7.2. Respon Dari Anggota Geng Motor Terhadap Pelebelan Negatif Yang Diberikan Masyarakat... 146

4.7.3. Alasan Anggota Geng Motor Bergabung Dengan Geng Motor... 152

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan... 160

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel. 2.1. Skema Konsep Agen Kontrol Sosial... 29

Tabel. 2.2. Skema Konsep Pengendalian Sosial... 41

Tabel. 4.1. Nama – Nama Pemimpin Desa Bandar Khalipah... 54

Tabel. 4.2. Sarana Dan Prasarana di Desa Bandar Khalipah... 55

Tabel. 4.3. Jumlah Penduduk Desa Bandar Khalipah Bersarkan Etnis/ Suku... 57

Tabel. 4.4. Jumlah Penduduk Desa Bandar Khalipah Berdasarkan Agama... 58

Tabel. 4.5. Jumlah Pendudukan Berdasarkan Mata Pencaharian... 60

Tabel. 4.6. Penduduk Desa Bandar Khalipah Dari Segi Pendidikan.... 61

Tabel. 4.7. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Bandar Khalipah... 63

Tabel. 4.8. Pandangan Masyarakat dan Kepolisian Tentang Geng Motor... 76

(10)

ABSTRAK

Banyaknya kasus perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti perilaku Geng Motor merupakan bukti dari kekosongan, kurangnya atau tidak efektifnya kontrol sosial yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun kontrol sosial yang dilakukan oleh pihak masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa kontrol sosial itu hanya dilakukan oleh pemerintah, kepolisian, dan aparat keamanan saja. Sesungguhnya kontrol sosial itu tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, kepolisian, dan aparat keamanan saja, namun kontrol sosial itu juga dapat dilakukan oleh masyarakat, seperti misalnya: tokoh agama, praktisi pendidikan (lembaga pendidikan), lembaga keluarga. Itu semua merupakan bagian dari agen kontrol sosial yang dapat mengambil peran sosial untuk mengandalikan, mengatasi banyaknya perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti Geng Motor. Untuk itu, sebagai upaya mengatasi perilaku Geng Motor yang sebagain besar anggotanya adalah anak remja yang masih labil dan gampang terpengaruh lingkungannya, perlu adanya kontrol sosial oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui bagaimana kontrol sosial yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun masyarakat dalam mengatasi dan mengendalikan perilaku Geng Motor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna dana respon dari anggota Geng Motor terhadap kontrol sosial. Penelitian dilakukan terhadap 12 orang informan yang memenuhi keriteria informan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan teknik penelitian menggunakan obeservasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol sosial oleh pihak pemerintah maupun masyarakat terhadap Geng Motor di sekitar Desa Bandar Khalipah sudah efektif, hal ini terlihat dari berkurangnya keberanian dan keberadaan dari aktifitas - aktifitas perilaku anggota Geng Motor di sekitar Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan. Dari hasil penelitian ini juga dapat dianalisis bahwa, makna dan respon dari anggota Geng Motor terhadap lebel negatif masyarakat menunjukkan bahwa, anggota Geng Motor tidak malu atas pelebelan tersebut, sebaliknya anggota Geng Motor berpandangan bahwa Geng Motor adalah sebuah keluarga yang memberikan suka cita/kebahagiaan. Pelabelan negatif (caap) terhadap Geng Motor membuat anggota Geng Motor bangga, dan rasa bangga itu yang ahirnya membuat anggota Geng Motor mengulangi tindakan yang sama atau bahkan tindakan yang lebih anarkis.

Kata Kunci: Kontrol Sosial, Perilaku Menyimpang, Makna dan Respon, Geng Motor

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah

(12)

bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan - perubahan yang terjadi di masyarakat.

(13)

Berger dalam Bagong (2010) mendefenisikan bahwa, pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota masyarakat yang membangkang. Sementara itu menurut Reucek dalam Soekanto (1987 : 83) menyatakan bahwa, pengendalian sosial adalah proses yang direncanakan maupun tidak. Melalui proses tersebut warga masyarakat dididik, diajak, atau dipaksa untuk menganut kebiasaan kelompok. Dilain pihak, Menurut Horton dan Hunt (1996 : 176), pengendalian sosial atau kontrol sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat itu.

Salah satu faktor yang mempertimbangkan mengapa warga masyarakat perlu dikontrol atau diberi rambu - rambu didalam berperilaku dalam kehidupan sehari - hari ada kaitannya dengan efektif tidaknya proses sosialisasi, proses sosialisasi secara normatif tidak hanya mendatangkan manfaat bagi masyarakat, dalam arti mewujudkan tertib sosial. Disisi lain, peroses sosialisasi juga mendatangkan manfaat bagi warga masyarakat secara individual, sehingga dengan adanya sosialisasi maka masyarakat akan mengerti tentang bagaimana seharusnya hidup menjadi anggota masyarakat yang memiliki perilaku yang jauh dari penyimpangan norma - norma dan nilai masyarakat yang dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi setiap individu dalam menjalankan berbagai aktifitas sehari - hari.

(14)

tindakan yang selama ini mereka lakukan secara tidak sadar merupakan tindakan yang termasuk dalam kategori yang menyimpang. Namun karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat, serta adanya kebudayaan lokal yang membenarkan tindakan terntentu, maka bisa saja seseorang secara tidak sadar telah melakukan tindakan penyimpangan, tetapi tidak merasa bahwa dirinya telah melakukan tindakan yang menyimpang atas perilakunya.

(15)

sedangkan para penguasa birokarasi yang membuat kontrol sosial itu sendiri juga kerap kali melanggar nilai - nilai dan norma yang disosialisasikan ke masyarakat itu sendiri. Efek dari itu maka tidak heran kalau perilaku - perilaku menyimpang dalam masyarakat baik itu yang dilakukan oleh individu secara tunggal maupun individu secara berkelompok terus bertambah jumlahnya.

Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat menyimpang dari norma yang berlaku seperti yang dikemukakan, Soekanto (1990 : 214 - 226) ; (1) karena kaidah - kaidah nilai - nilai sosial budaya yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidak memenuhi kebutuhan dasarnya; (2) karena kaidah - kaidah nilai - nilai sosial tidak dirasakan manfaatnya olah masyarakat; (3) karena terjadi ketidakserasian antara aspirasi dengan saluran -saluran yang tujuannya untuk mencapai cita - cita tersebut; (4) berpudarnya pegangan masyarakat pada kaidah - kaidah nilai sosial, sehingga menimbulkan keadaan yang tidak stabil.

(16)

semua merupakan sebagian contoh dari perilaku menyimpang yang secara nyata bahwa semua itu telah mengancam ketentraman masyarakat.

(17)

dari kelompok tradisional ini saling mengenal maka ejek - ejekan dan sindiran yang dilakukan sebagai kontrol sosial cukup efektif dalam mengendalikan perilaku - perilaku meyimpang yang dilakukan oleh kelompoknya.

Terlepas dari itu tidak heran jika kontrol sosial yang diberlakukan di daerah - daerah yang berada di kawasan pinggiran kota terlihat melemah dalam mengatasi dan mengendalikan berbagai gejala perilaku menyimpang di masyarakat. Hal ini dikarenakan daerah pinggiran kota (sub urban) juga memiliki karakteristik masyarakat yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Perubahan sosial, ekonomi, politik, teknologi telah merubah daerah pinggiran kota menjadi daerah tak kalah maju dengan perkotaan. Tidak jarang, terlihat banyak sekali daerah pinggiran kota telah berubah menjadi daerah kawasan elit perumahan. Perubahan yang semacam ini juga tidak hanya terlihat dalam karakteristik fisiknya saja, tetapi hal ini juga diikuti oleh perilaku masyarakat yang tinggal di daerah itu. Masyarakat yang materialis, individualistik juga menjadi hal yang tidak bisa dipungkiri akibat adanya perubahan ini, sehingga individu yang tidak mempunyai kemampuan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sering sekali menghalalkan segala cara untuk memenuhinya. Hal - hal yang demikian akhirnya menjadi pemicu timbulnya masalah perilaku menyimpang di masyarakat, seperti misalnya masalah perilaku menyimpang yang dilakukan secara berkelompok yaitu Geng Motor.

(18)

terhadap motor, kemudian seiring dengan perkembangan waktu kelompok tersebut berubah menjadi puluhan atau bahkan ratusan orang. Untuk menunjukan identitas mereka kepada masyarakat kemudian kelompok - kelompok tersebut melakukan aktivitas - aktivitas yang meresahkan masyarakat sekitarnya, seperti: kebut - kebutan di jalan, tawuran sampai merampok pengguna jalan di sekitar mereka, dan lain - lain.

Dalam Web Blog yang ditulis Sigit (2011) menyatakan bahwa, Geng Motor adalah sebuah kelompok sosial yang memiliki dasar tujuan yang sama atau asosiasi yang dapat disebut suatu paguyuban tapi hubungan negatif dengan paguyuban yang tidak teratur dan cenderung melakukan tindakan anarkis. Salah satu kontributor dari munculnya tindakan anarkis adalah adanya keyakinan/anggapan/perasaan bersama (collective belief). Keyakinan bersama itu bisa berbentuk, katakanlah, siapa yang cenderung dipersepsi sebagai maling (dan oleh karenanya diyakini “pantas” untuk dipukuli); atau situasi apa yang mengindikasikan adanya kejahatan (yang lalu diyakini pula untuk ditindaklanjuti dengan tindakan untuk, katakanlah, melawan).

(19)

geng motor tidak hanya banyak ditemukan dan melakukan aksi - aksi anarkis mereka di kota - kota besar saja, di sekitar daerah pinggiran kota seperti Desa Bandar Khalipah keberadaan Geng Motor juga telah ditemukan di sekitar daearah yang tak jauh dari Desa Bandar Khalipah bahkan istilah Geng Motor bukan lagi menjadi hal yang asing bagi sebagian masyarakatnya.

Berdasarkan observasi awal saya terkait keberadaan Geng Motor di Desa Bandar Khalipah bahwa, Geng Motor sudah ada sejak 3 tahun terahir ini, tapi Geng Motor itu sendiri bukan berasal dari Desa Bandar Khalipah. Mereka biasanya datang dari Kota Medan dan melakukan Konvoi dari jalan Desa Lau Dendang (10 km dari Desa Bandar Khalipah) sampai akhirnya berhenti di sekitar Pasar 12 (dulu kebun sawit sekarang tanah garapan). Aksi - aksi mereka bervariasi mulai dari tawuran dengan pemuda - pemuda setempat yang tidak mau gabung dengan geng mereka, menghancurkan ruko - ruko para pedagang Baju Monja (bekas) di pasar 12, tidak membayar uang saat mengisi bensin di SPBU dan lain sebagainya.

(20)

kemajuannya tersebut tingkat perilaku menyimpang yang mengarah pada kriminalitas juga ikut meningkat sesuai dengan perkembangan desa tersebut.

(21)

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk kontrol sosial Pemerintah Desa Bandar Khalipah terhadap perilaku Geng Motor?

2. Bagaiamana kontrol sosial masyarakat terhadap Geng Motor di Desa Bandar Khalipah?

3. Bagaimana makna dan respon dari perilaku anggota Geng Motor terhadap kontrol sosial?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan diatas, maka tujuan penelitian yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kontrol sosial Pemerintah Desa Bandar Khalipah terhadap perilaku Geng Motor.

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kontrol sosial masyarakat terhadap Geng Motor di Desa Bandar Khalipah.

(22)

1. 4. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik itu untuk diri sendiri, orang lain maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu kajian referensi dalam dunia pendidikan khususnya dalam ilmu sosiologi yang mengkaji berbagai fenomena - fenomena masyarakat yang berkaitan dengan pengawasan sosial, perilaku menyimpang dan juga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada masyarakat dan pemerintah dalam mengambil berbagai kebijakan sosial yang efektif demi terciptanya ketertiban sosial di masyarakat.

2. Manfaat Praktis

(23)

1.5. Defenisi Konsep

Defenisi konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kontrol Sosial Pemerintah

Kontrol sosial adalah pengawasan dari kelompok terhadap kelompok atau individu lain untuk mengarahkan peran individu atau kelompok sebagai bagian dari masyarakat agar tercipta situasi kemasyarakatan yang sesuai dengan harapan sosial yaitu kehidupan sosial yang konformis (Kolip, 2010). Dari pengertian tersebut, maka kontrol sosial pemerintah dalam hal ini adalah peran atau upaya yang dilakukan oleh lembaga – lembaga yang berada dibawah sistem pemerintahan, seperti Pemerintah Desa Bandar Khalipah, lembaga kepolisian, lembaga pendidikan yaitu dengan tujuan untuk mengendalikan atau mengkontrol banyaknya perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti perilaku Geng Motor. 2. Kontrol Sosial Masyarakat (Society)

Yaitu pengendalian sosial yang dilakukan oleh seluruh lapisan atau anggota masyarakat yang tinggal di sekitar Desa Bandar Khalipah dalam mengendalikan banyaknya perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti Geng Motor, baik itu kontrol yang dilakukan oleh kepala keluarga, tokoh yang dituakan, tokoh agama.

3. Pengendalian Sosial Secara Preventif

(24)

yang dilakukan dengan cara - cara, seperti : sosialisasi, himbauan, mengarahkan, mengawasi.

4. Pengendalian Sosial Secara Persuasif

Merupakan salah cara yang dilakukan oleh lembaga agen kontrol sosial dalam mengendalikan banyaknya perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti Geng Motor yaitu dengan cara - cara seperti : membujuk dan mengajak secara lebih inten, merayu, memberikan imbalan.

5. Pengendalian Sosial Secara Represive

Adalah salah satu cara yang dilakukan oleh agen kontrol sosial dalam mengendalikan banyaknya perilaku menyimpang dikalangan remaja, seperti Geng Motor, yaitu dengan cara memberikan hukaman yang berupa sanksi sosial, sanksi administrasi, dan sanksi hukum.

6. Pengendalian Sosial Secara Coersive

Merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh agen kontrol sosial dalam mengendalikan banyaknya perilaku menyimpang, yaitu dengan cara memberlakukan tindakan kekerasan fisik dan tindakan yang berupa ancaman, seperti memukul, menampar, mengeroyok.

7. Perilaku Menyimpang (Deviance)

(25)

8. Geng Motor

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Kontrol Sosial (Social Control)

Pengendalian sosial (sosial control) merupakan suatu sistem yang mendidik, mengajak bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma - norma sosial agar kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib dan teratur. Berger dalam Kamanto (1993 : 65) mengartikan pengendalian sosial sebagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang. Semantara, Roucek dalam Bagong (2010) mendefenisikan pengendalian sosial tidak hanya pada tindakan terhadap mereka yang membangkang, tetapi proses - proses yang dapat kita klasifikasikan sebagai proses sosialisasi. Berbeda dengan, Veeger dalam Kolip (2010 : 252) pengendalian sosial adalah titik kelanjutan dari proses sosialisasi dan berhubungan dengan cara dan metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat yang jika dijalankan secara efektif, perilaku individu akan konsisten dengan tipe perilaku yang diharapkan.

Proses - proses pengandalian sosial yang dilakuakan secara terus - menerus maka sacara tidak langsung akan menyebabkan perilaku individu sesuai dengan nilai - nilai dan pola - pola atau aturan - aturan yang telah disepakati secara bersama oleh seluruh lapisan masyarakat tertentu.

(27)

a) Pengendalian sosial antara individu dan individu lainnya, dimana individu yang satu mengawasi individu yang lainnya. Misalnya, seorang ayah yang mendidik anak-anaknya untuk menaati peraturan dalam keluarga. Hal ini merupakan contoh dari pengendalian sosial yang pada dasarnya pengendalian sangat lazim dalam kehidupan sehari - hari, meskipun kadang-kadang tidak disadari.

b) Pengendalian sosial antara individu dan kelompok terjadi ketika individu mengawasi suatu kelompok.

c) Pengendalian sosial antara kelompok dan kelompok lainnya, terjadi ketika suatu kelompok mengawasi kelompok lainnya.

Pengendalian sosial dapat terjadi dalam kehidupan sehari - hari agar keserasian dan stabilitas dalam kehidupan sehari - hari tercapai. Dengan pengendalian sosial ini, diharapkan penyimpangan yang terjadi di masyarakat dapat berkurang khususnya penyimpangan yang dilakukan oleh para anak - anak remaja. Oleh karena itu pengendalian sosial harus mendapat perhatian yang mendalam dan mendasar.

3.2.1. Teori Kontrol Sosial (Social Control)

(28)

logis dari kegagalan seseorang untuk menaati hukum. Dalam konteks ini teori kontrol sosial pararel dengan teori conformitas (Bagong, 2004).

Salah satu ahli yang mengembangkan teori ini adalah Hirschi dalam Atmasasamita (1992), Ia mengajukan beberapa proposisi teoritisnya, yaitu:

i. Bahwa berbagai bentuk pengingkaran terhadap aturan - aturan sosial adalah akibat dari kegagalan mensosialisasi individu warga masyarakat untuk bertindak conform terhadap aturan atau tata tertib yang ada.

ii. Penyimpangan dan bahkan kriminalitas atau perilaku menyimpang merupakan bukti kegagalan kelompok - kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu agar tetap conform, seperti keluarga, sekolah atau institusi pendidikan dan kelompok - kelompok dominan lainnya.

iii. Setip individu seharusnya belajar untuk conform dan tidak melakukan tindakan menyimpang atau kriminal.

iv. Kontrol internal lebih berpengaruh daripada kontrol ekternal.

Masih berdasarkan proposisi, Hirschi dalam Atmasasmita (1992) kurang lebih ada empat unsur utama didalam kontrol sosial internal, yaitu attachement (kasih atau partisipasi); commitment (tanggung jawab), involvement (keterlibatan atau partisipasi) dan believe (kepercayaan dan keyakinan). Keempat unsur tersebut dianggap merupakan social bonds yang berfungsi untuk mengendalikan perilaku individu.

(29)

sayang, Formm dan Schindler dalam Horton dan Hunt (1996 : 277) menjelaskan bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa dicintai. Pandangan psikiatrik berpendapat bahwa barangkali penyebab gangguan emosional, masalah perilaku dan bahkan kesehatan fisik terbesar adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan, hubungan kasih sayang dalam satu lingkungan asosiasi yang intim. Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Formm dan kawan - kawannya, Soekanto (1990 : 18) menjelaskan bahwa mempersiapkan masa depan anak dengan pada ketertiban belaka, maka hal ini akan menimbulkan pemberontakan dalam diri anak tersebut. Mereka juga memerlukan ketentraman, berdasarkan kasih sayang yang diberikan secara langsung dan tidak diwakilkan pada kerabat atau bahkan mungkin pada pembantu. Penelitian serupa, Eggan dan Dai dalam Horton dan Hunt (1996 : 98) menunjukkan bahwa suasana mesra dan penuh kasih sayang dalam dunia yang hangat dan aman ternyata sangat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang anak remaja.

(30)

tersebut seorang mahasiswa tersebut cendrung untuk menahan dirinya untuk melakukan tindakan yang menyimpang.

Involvement (keterlibatan) artinya dengan adanya kesadaran tersebut, maka individu akan terdorong berperilaku partisipatif dan terlibat di dalam ketentuan - ketentuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Intensitas keterlibatan seseorang terhadap aktivitas - aktivitas normatif konvensional dengan sendirinya akan mengurangi peluang seseorang untuk melakukan tindakan - tindakan melanggar hukum. Horton dan Hunt (1996 : 202) mengungkapkan bahwa, semakin tinggi tingkat kesadaran akan salah satu lembaga kemasyarakatan, seperti gereja, sekolah, dan organisasi setempat, maka semakin kecil pula kemungkinan baginya untuk melakukan penyimpangan. Sejalan dengan diatas, Friday dan Hage dalam Horton dan Hunt (1996 : 204) menyatakan “jika para remaja memiliki hubungan kekerabatan, masyarakat, pendidikan, dan peranan kerja yang baik, maka mereka akan terbina untuk mematuhi norma - norma yang dominan.

(31)

kepercayaan seseorang, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya penyimpangan. Contoh, seorang anak remaja tidak akan ikut bergabung dengan kelompok Geng Motor dan melakukan tindakan anarkis apabila dia mempunyai kesadaran dan keyakinan bahwa tindakan - tindakan yang dilakukan oleh Geng Motor itu adalah suatu tindakan yang menyimpang dari nilai - nilai dan moral masyarakat.

(32)

2.2. Teori Perspektif Interaksi Simbolik

2.2.1. Teori Reaksi Masyarakat atau Teori Pemberian Lebel

Horton dan Hunt (1996 : 206) Teori pemberian cap (lebeling theory) memusatkan perhatian pada para pembuat peraturan dan pelanggar peraturan. Pemberian cap pada seseorang seringkali mengubah perlakuan masyarakat terhadap orang itu dan jaring - jaringan hubungannya. Hal tersebut mendesak orang yang semula hanya melakukan penyimpangan primer (perbuatan menyimpang yang dilakukan seseorang, bersifat temporer dan orang yang melaukan penyimpangan tersebut masih dapat diterima secara sosial), ahirnya melakukan penyimpangan skunder (penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok secara berulang - ulang bukan menjadi kebiasaan yang secara umum tidak bisa ditoleransi oleh masyarakat) sehingga seluruh gaya hidup orang itu diwarnai oleh penyimpangan semata.

(33)

Harley bersama mereka, berkeliaran di sekitar bar dan rumah mereka, dan ikut dalam melakukan ekspedisi bersama mereka. Ia menyimpulkan bahwa para pengandara motor pelanggar hukum memandang bahwa dunia bersifat “mengancam, lemah, dan banci”. Mereka membanggakan diri mereka yang nampak “kotor, jahat, dan pada umumnya tidak disukai” dan memperoleh kesenangan dengan jalan memprovokasi reaksi terkejut orang lain melalui penampilan mereka. Dengan memandang rendah dunia konvensional mereka pun membanggakan diri mereka karena terlibat dalam masalah, menertawakan maut, dan memperlakukan perempuan sebagai mahluk lebih rendah, yang nilai umumnya hanyalah untuk melayani mereka terutama dalam hal seks. Para pengendara motor pelanggar hukum tersebut pun menganggap diri mereka sebagai pencundang, suatu faktor yang terjalin dengan dirangkulnya penyimpangan secara tidak lazim.

2.2.2. Teori Perilaku Sosial (Behaviorial Sociology)

(34)

menentukan: apakah ganjaran yang akan diperoleh itu yang menyebabkan perulangan tingkah laku? bila aktor telah kehabisan makanan, maka ia akan lapar dan makanan akan berfungsi sebagai pemaksa. Sebaliknya bila ia baru saja makan, tingkat kerugiannya menurun sehingga makanan tidak menjadi pemaksa yang efektif terhadap perulangan tingkah laku.

Berbeda dengan pandangan Skinner, Lewis dan Smith dalam Ritzer dan Goodman (2008 : 268) mengatakan bahwa dalam teori behavorisme terbagi menjadi dua basis, yaitu: Behaviorisme sosial yang dikembangkan oleh Herbert Mead, dan beaviorisme radikal yang dikembangkan oleh Jhon B. Watson.

Behaviorisme radikal Watson memusatkan perhatian perilaku individu yang dapat diamati. Sasaranya perhatiannya adalah pada stimuli atau perilaku yang mendatangkan respon. Penganut behaviorisme radikal menyangkal atau tak mau menghubungkan proses mental yang tersembunyi yang terjadi di antara saat stimuli dipakai dan respon dipancarkan. Mead mengakui arti penting perilaku yang dapat diamati, tetapi dia juga merasa bahwa ada aspek tersembunyi dari perilaku yang diabaikan oleh behaviorisme radikal. Dalam menganalisis tindakan Mead hampir sama dengan pendekatan behaviorisme dan memusatkan perhatian pada rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response). Tetapi stimulus disini tidak menghasilkan respon manusia secara otomatis tanpa dipikirkan. Mead dalam Ritzer dan Goodman (2008 : 274 - 276) mengindetifikasi empat basis dan tahap tindakan yang saling berhubungan, yaitu:

(35)

reaksi aktor terhadap rangsangan, kebutuhan untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu. Contoh, rasa puas adalah contoh dari Impuls. Anggota Geng Motor yang merasa puas bila tindakan atau perilaku mereka dapat mengundang perhatian banyak masyarakat. Atau bisa juga seseorang yang banyak bergaul dengan teman - temannya yang sebagian besar adalah anggota Geng Motor, akhirnya mempengaruhi dan memberikan dorongan pada aktor untuk ikut bergabung dengan kelompok Geng Motor.

Persepsi. aktor menyelidiki dan bereaksi terhadap rangsangan yang berhubungan dengan implus. Persepsi ini melibatkan rangsangan yang baru masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya. Aktor tidak secara spontan menilainya melalui bayangan mental. Manusia tidak hanya tunduk pada rangsangan dari luar, mereka juga secara aktif memilih ciri - ciri rangsangan mungkin mempunyai beberapa dimensi dan aktor mampu memilih diantaranya. Contoh, dalam hal ini rasa bangga, puas dan dorongan diri untuk bergabung dengan sebuah kelompok sosial seperti Geng Motor dan dengan adanya dukungan sarana (sepeda motor) ahirnya aktor berhadapan dengan banyak rangsangan yang ahirnya aktor dengan kapasitasnya untuk memilih bergabung dengan Geng Motor atau tidak.

(36)

membuat keributan, bentrok), maka aktor yang baru bergabung juga ikut-ikutan untuk melakukan hal yang sama dengan anggota Geng Motor tersebut.

Konsumasi. Tahap terahir adalah tahap pelaksanaan atau mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati yang sebenarnya.

2.3. Jenis - Jenis Lembaga Pengendalian Sosial 2.3.1. Keluarga

Horton dan Hunt (1996 : 276) mendefenisikan bahwa, keluarga merupakan kelompok primer (primary group) yang pertama dari seorang anak dan dari situlah pengembangan kepribadian bermula. Ketika anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok primer lain diluar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah diarahkan dan terbentuk. Survei yang dilakukan oleh Yankelovich, dkk dalam Horton dan Hunt (1996 : 104) menunjukkan bahwa sekalipun terdapat dorongan yang kuat untuk suatu perubahan dikalangan remaja masa kini, namun pada dasarnya mereka dapat menyetujui nilai-nilai dasar orang tua mereka.

2.3.2. Adat

(37)

Adat istiadat juga bersifat totaliter, oleh karena mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Sehingga selama adat - istiadat serta merta tetap bertahan maka adat - istiadat itu merupakan ikatan yang paling kuat dalam membentuk suatu tertib sosial (Soekanto, 1985 : 112 - 113). Sejalan dengan Soekanto, Reucek dalam Soekanto (1987 : 11) mengatakan bahwa, di masyarakat yang statis, adat - istidat merupakan sarana yang kuat untuk mempengaruhi dan mengendalikan individu yang menyimpang dari nilai-nilai dan norma masyarakat.

2.3.3. Lembaga Penegak Hukum

Lembaga Penegak Hukum di negara kita adalah pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian. Lembaga ini secara formal tugas dan fungsinya diatur dalam undang - undang. Namun, apabila kita cermati tugas dan fungsinya ternyata mempunyai dampak positif sebagai pengendalian sosial/kontrol sosial (Wahyuni, 2004). Dilain pihak, Prodjodikoro dalam Soedjono (1981 : 91) merumuskan bahwa, “hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang - orang manusia atau badan - badan, baik badan hukum maupun bukan sebagai anggota masyarakat”. Dalam masyarakat yang kompleks, dimana kontrol sosial yang informal dengan cara-cara seperti mengolok - olok, mengucilkan sudah tidak efektif lagi diterapkan maka salah satu cara terbaik utuk mengendalikan dan mengawasi perilaku masyarakatnya adalah melalui lembaga - lembaga hukum. 2.3.4. Lembaga Pendidikan

(38)

bahwa kontrol langsung di sekolah bersumber pada kepala sekolah dan guru. Merekalah yang menentukan kelakukan yang bagaimana yang diharapkan dari murid - murid. Bila anak - anak melanggar peraturan, guru - guru dapat menggunakan otoritas untuk menindak murid itu sehingga tidak akan mengulanginya lagi.

2.3.5. Lembaga Keagamaan

Lembaga Agama merupakan sistem keyakinan dan peraktek keagamaan yang penting dari masyarakat yang telah dilakukan dan dirumuskan serta dianut secara luas dan dipandang sebagai perlu dan benar (Horton dan Hunt, 1996 : 304). Lembaga keagamaan sering kali diyakin oleh masyarakat sebagai agent of social control yang sangat efektif untuk mengurangi, mengandalikan banyaknya perilaku menyimpang ditengah masyarakat yang semakin kompleks, karena ajaran - ajaran agama itu sendiri adalah nilai - nilai dan moral yang nilai - nilainya juga diadopsi oleh hukum dalam membuat suatu peraturan - peraturan tertentu dalam mengatasi banyaknya perilaku menyimpang di masyarakat. Hal ini dapat kita lihat contohnya dalam agama kristen, dimana dalam agama kristen telah jelas memiliki nilai - nilai dan norma beserta doktrin - doktrinnya yang sangat menentang tentang adanya perilaku menyimpang, seperti misalnya jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berjinah, dan lain - lain.

2.3.6. Lembaga Kemasyarakatan

(39)

semakin k lembaga k berpengar sosial kem (Wahyuni 2.4. Pe Be [Stiadi da Bagong, W (2004)], y 2.4.1. Ca Ca (membuju kompleks kontrol sosi ruh, berwib masyarakata , 2004). S engendalian erdasarkan c an Kolip (2 Wahyuni (20 yaitu:

ara Persuas ara persuasif uk, merayu) Agent ko

sangat pen ial di tingk awa, terper an sebagaia

Skema 2. 1. n Sosial Ber caranya pen 2010 : 264) 004), Horto

sif

if dilaksanak seseorang a ontrol sosial

nting artiny katan paling rcaya dilapi an besar dis

Konsep Ag rdasarkan ngendalian s

), Basrowi on dan Hunt

kan dengan atau sekelom

ya, sebab l g bawah. M

isan bawah selesaikan o

gen Kontrol Caranya sosial dapat

(2005 : 98 t (1996 : 18

n membujuk mpok orang

       Kelua

       Aga

  Penegak H

    Pendidik

  Lembaga  Kemasyara

Adat, tokoh y media massa

lembaga in Melalui toko

h ini, persoa oleh masya

l Sosial

t dibagi men 8), Soekant 88), Berger

k dan menga g agar mem

rga 

ma 

Hukum 

an 

katan 

yang dituakan,  dll 

nilah merup oh - tokoh alan - pers arakat itu se

njadi dua b to (1990 : r dalam Wah

ajak secara matuhi nilai

(40)

dan norma - norma sosial yang berlaku di masyarakat. Biasanya cara ini dilaksanakan pada masyarakat yang kondisinya relatif tentram (Basrowi, 2005 : 98). Secara lebih detail, Setiadi dan Kolip (2010 : 264) mendefenisikan bahwa pengendalian sosial secara persuasif adalah dengan cara mempengaruhi sekelompok orang agar orang yang dipengaruhi mau melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan kehendak dari pihak yang dipengaruhi, dihimbau untuk tidak melakukan sesuatu sesuai dengan pihak yang mempengaruhi.

2.4.2. Cara Coersif (coercion)

(41)

dan sah manakala cara paksaan gagal dalam mengendalikan perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat. Kerusuhan yang telah berkembang menjadi anarki. Misalnya, sering kali secara terpaksa dibubarkan dan dibatasi oleh aparat petugas dengan cara kekerasan, seperti melempar gas air mata atau membubarkan massa yang berkumpul dengan pukulan pentungan. Kalangan masyarakat umum cukup sering terpaksa menggunakan kekerasan untuk menegakkan norma - norma sosial yang berlaku.

Dari kedua cara diatas menurut Soekanto (1990 : 206), cara mana yang terbaik dalam mengandalikan berbagai perilaku menyimpang di masyarakat adalah tergantung pada situasi yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai. Jangka waktu juga menjadi hal yang sangat penting dalam penyelesaian, mengatasi dan mengawasi banyaknya perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat.

Metode kontrol sosial bervariasi menurut tujuan dan sifat kelompok yang bersangkutan. Disamping berbagai mekanisme seperti desas - desus, mengolok - ngolok mengucilkan, menyakiti, bentuk pengendalian sosial juga bisa dilakukan melalui idieologi, bahasa, seni, rekreasi, organisasi rahasia, cara - cara tanpa kekerasan, kekerasan dan teror, pengendalian ekonomi, perencanaan ekonomi dan sosial.

(42)

menggunakan hukuman dan ada pula yang digunakan dengan cara pemberian imbalan, serta ada yang bersifat formal dan ada yang bersifat informal.

(43)

2.5. Teknik Pengendalian Sosial

Setiadi dan Kolip (2010 : 265) mengungkapkan bahwa pengendalian sosial dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu sebagai berikut:

2.5.1. Compulsion (Paksaan)

Merupakan teknik pengendalian sosial yang diciptakan untuk memaksa orang untuk mengubah sikapnya yang menyimpang dan secara tidak langsung kembali patuh pada nilai dan norma - norma sosial. Dalam hal ini seseorang atau suatu kelompok tertentu akan merasa dipaksa oleh faktor faktor eksternal untuk melakukan hal - hal yang tidak disetujuinya. Misalnya, seseorang guru memberikan tugas agar para siswanya mengumpulkan tepat waktu, maka guru menentukan batas waktu tertentu jika terlambat, maka hasil tugasnya tidak diterima dan tidak akan diberikan nilai.

2.5.2. Pervasion (Pengisian)

Merupakan teknik yang dilakukan dengan menyampaikan norma dan nilai secara berulang - ulang. Dengan begitu, diharapkan kesadaran seseorang dapat meningkat dan mematuhi norma - norma yang ada.

(44)

menantu, antara paman atau bibi dengan keponakan - keponakannya, dan seterusnya.

Soekanto (1990 : 206) mengungkapkan bahwa, pengendalian sosial dengan teknik pervasion (pengisian) dapat dibagi menjadi dua begian, yaitu :

Pertama, Pengendalian yang bersifat preventif atau prevensi

Merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan - gangguan pada keserasian antara kepastian dan keadilan. Usaha - usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal. Sejalan dengan Soekanto, Horton dan Hunt (1996 : 178) menyatakan bahwa melalui sosialisasi seseorang menginternalisasikan (menghayati) norma - norma, nilai, dan hal - hal yang tabu dalam masyarakatnya. Menginternalisasikan hal tersebut berarti menjadikannya bagian dari perilaku otomatis seseorang yang dilakukannya tanpa pikir. Orang yang menginternalisasikan suatu nilai secara penuh akan menerapkan nilai tersebut meskipun tidak ada seorang pun yang, melihatnya, karena keinginan untuk melanggar nilai tersebut sangat kecil kemungkinannya dibenak seseorang.

Kedua, Pengendalian sosial yang bersifat represif

(45)

a. Polisi menertibkan tawuranan antar desa dengan menggunakan tembakan agar para pelaku tawuran membubarkan diri.

b. Polisi menggrebek rumah kontrakan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan ganja.

c. Seorang guru memberikan sanksi kepada siswanya yang bolos belajar (Kolip, 2010)

2.6. Upaya Pengendalian Sosial

Menurut keontjaraningrat dalam Wahyuni (2004 : 153) terdapat lima upaya pengandalian sosial, yaitu:

(46)

b. Memberi penghargaan kepada warga masyarakat yang mematuhi adat istiadat supaya mereka tetap berbuat baik dan selanjutnya menjadi contoh bagi warga selanjutnya.

c. Mengembangkan rasa malu dalam jiwa warga masyarakat yang tidak mematuhi adat istiadat. Biasanya kegiatan yang dianggap menyimpang dari norma akan mendapat celaan dari warga masyarakat dan hal ini akan mempengaruhi jiwa seseorang yang melakukan penyimpangan tersebut. Untuk mengembangkan rasa malu juga dapat - dilakukan dengan gosip, dengan begitu pelaku penyimpang juga akan merasa malu dan merubah perilakunya.

d. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat dengan ancaman dan kekerasan. Dengan begitu, seseorang akan menghindarkan diri dari suatu perbuatan yang diaggap menyimpang dan mengandung resiko jika dia melanggarnya.

(47)

Berbeda dengan pengendalian sosial yang lainnya, terapi merupakan bentuk pengendalian sosial yang muncul karena inisiatif dari pelaku untuk memperbaiki dirinya sendiri dengan meminta bantuan pihak lain (Wahyuni, 2004 ; 144 - 154).

2.7. Kelompok Sosial

(48)

Tipe - tipe kelompok sosial [Soekanto (1990 : 136), Bagong (2010 : 28)] diantaranya adalah:

I. Kelompok Formal (Formal Group)

Seokanto (1990 : 136) mendefenisikan bahwa kelompok formal (formal group) adalah kelompok - kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota - anggotanya untuk mengatur hubungan antar anggota - anggotanya. Sejalan dengan Seokanto, Bagong (2010 : 28) menyatakan bahwa kelompok formal (formal group) merupakan organisasi kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan dengan sengaja dibuat oleh anggota - anggotanya untuk ditaati serta untuk mengatur hubungan antar anggotanya. Loyalitas anggota bukan pada kelompok melainkan pada peraturan, terdapat struktur organisasi yang jelas, terdapat hierarki diantara anggota kelompok oleh karena terdapat pembatasan tugas dan wewenang. Contoh, perkumpulan pelajar, himpunan wanita suatu instansi pemerintah, persatuan sarjana - sarjana dari suatu perguruan tinggi tertentu, dan lain - lainya.

II. Kelompok Informal (Informal Group)

(49)

informal (informal group) merupakan organisasi kelompok organisasi yang tidak resmi serta tidak mempunyai struktur dan organisasi yang pasti, jadi kelompok ini tidak didukung oleh peraturan - peraturan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga secara tertulis. Biasanya kelompok ini terbentuk atas dasar pengalaman - pengalaman dan kepentingan - kepentingan yang sama dari anggotanya.

Sifat interaksinya (hubungan timbal balik) berdasarkan saling mengerti yang lebih mendalam karena pengalaman - pengalaman dan pandangan yang sama. Karena tidak mengenal peraturan tertulis, maka loyalitas anggota pada anggota kelompok lain besar sekali, para anggotanya mengenal secara pribadi dan sering bertemu muka dengan anggota lainnya. Contoh, clique yang merupakan suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering timbul dalam kelompok - kelompok besar. clique tersebut ditandai dengan adanya pertemuan - pertemuan timbal balik antara anggotanya, biasanya hanya bersifat antara kita saja.

2.8. Geng

(50)

menyebabkan keributan. Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untuk menyepakati aturan - aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik.

Dalam skripsi Hutabarat (2011) menyatakan bahwa, hal kenakalan remaja yang terbentuk dalam suatu geng - geng atau gerombolan - gerombolan anak muda, fokusnya bukan lagi pelanggaran individu tetapi sudah terhadap kelompok sebagai keseluruhan dalam arti bahwa kolektifitas itu dipandang sebagai suatu kesatuan yang mengandung kualitas - kualitas diluar jumlah individu anggota semata - mata.

(51)

2.9. Pe Se masyaraka dimana tin dan norma (1984 : 1 tindakan y penerapan tersebut. P pelanggara dan Sagar menyimpa perubahan Cara penge sosial  S erilaku Me cara umum at baik yan ngkah laku a yang berl 91) menera yang dilakuk n sanksi ya

Penyimpang an terhadap rin dalam H ang merupa n sosial. Ha

endalian 

Skema 2. 2. enyimpang m perilaku

ng dilakuka itu melang laku di mas angkan bah

kan orang, ang dilakuk

gan adalah p norma - n

Hoton dan akan salah s al serupa jug

Preventive (se penyimpanga

Persuasif  

Represif (sesu penyimpanga

Coersive (pak kekerasan fisi

Konsep Pe

menyimpan an secara p ggar dan di

syarakat ter hwa, penyim

melainkan kan oleh o h setiap per norma kelom

Hunt (198 satu cara un ga diungkap

ebelum terjadi  an)

udah terjadi  an) 

ksaan,  ik)

engendalian

ng dapat d perorangan ianggap me rtentu. Beck mpangan bu konsekuens rang lain t rilaku yang mpok masy 4 : 193) m ntuk menyes

pkan, Zand

So M m m D pr M se n Sosial diartikan tin maupun s enyimpang ker dalam H ukanlah ku si dari adany

terhadap pe g dinyataka yarakat. Dila menyatakan

suaikan keb den dalam K

osioalisasi, peng

Membujuk, men memberikan imb menertawakan, 

eviasi, membua raturan, memb

k i t

Memukul, meng endiri, menemb

ngkah laku secara kelom

dari nilai -Hoton dan ualitas dari ya peratura erilaku tind an sebagai

ain pihak, C bahwa per budayaan de Kamanto (1 gawasan  ngajak,  balan,  at  berikan  ghakimi  bak gas air 

(52)

182) bahwa penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. Berbeda halnya dengan yang diugkapkan oleh Becker. Maka, Clinard dan Mainer (1989 : 4 - 7) menyatakan bahwa perilaku menyimpang dapat didefenisikan berdasarkan empat sudut pandang, yaitu:

Pertama, secara statistikal. Defenisi secara statisfikal adalah salah satu yang paling umum dalam pembicaraan awam. Adapun yang dimaksud dengan penyimpangan secara statistikal adalah segala perilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata - rata atau perilaku yang jarang atau tidak sering dilakukan. Pendekatan ini berasumsi bahwa sebagian besar masyarakat dianggap melakukan cara - cara tindakan yang benar. Defenisi ini sulit untuk diterima karena dapat mengarah pada beberapa kesimpulan yang membingungkan. Misalnya, ada kelompok - kelompok minoritas yang memiliki kebiasaan berbeda dari kelompok mayoritas, maka apabila menggunakan defenisi statistikal, kelompok tersebut dianggap sebagai perilaku yang menyimpang.

(53)

menyimpang juga sudah ditetapkan secara tegas. Dengan demikian diharapkan setiap orang bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianggap benar dan jauh dari perilaku yang dianggap meyimpang. Contoh penerapan defenisi perilaku meyimpang secara absolut, pada umumnya terjadi pada masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat serta nilai - nilai tradisional. Kehidupan gotong - royong dan saling membantu masih sangat kental di lingkungan pedesaan. Apabila ada salah satu ada warga yang tidak mau membantu tetangganya atau enggan ikut gotong - royong ketika di komunitasnya ada hajatan atau kerja bakti, maka dapat dipastikan ia akan dicap menyimpang dari warga masyarakat lainnya.

Ketiga, secara reaktif. Perilaku menyimpang menurut kaum reaktivis bila berkenaan dengan reaksi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan seseorang. Artinya apabila reaksi dari masyarakat atau agen kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap atau tanda (lebeling) terhadap si pelaku, maka perilaku itu telah dicap menyimpang, demikian juga si pelaku dikatakan menyimpang. Menurut, Becker dalam Clinard dan Meiner (1989 : 5), penyimpangan adalah suatu akibat yang kepada siapa cap itu telah berhasil, diterapkan: perilaku menyimpang adalah perilaku yang telah dicapkan kepadanya atau orang lain telah memberi cap kepadanya. Dengan demikian apa yang menyimpang dan apa yang tidak tergantung dari ketetapan - ketetapan (reaksi-reaksi) dari anggota masyarakat terhadap suatu tindakan.

(54)

dalam hal ini adalah suatu standar tentang “apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan atau dilakukan oleh warga masyarakat yang merasa conform dengan norma - norma tersebut.

2.10. Perilaku Yang Digolongkan Menyimpang

Bagong (2010) menyatakan bahwa perilaku menyimpang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu antara lain:

1. Tindakan yang non conform yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang ada. Contohnya misalnya memakai sendal buntut ke kampus atau ke tempat - tempat formal; membolos atau meninggalkan pelajaran pada jam tengah kuliah dan kemudian titip tanda tangan pada teman, merokok di area larangan merokok, membuang sampah pada tempat yang tidak semestinya.

2. Tindakan anti sosial atau asosial yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan sosial itu antara lain; menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman, keinginan untuk bunuh diri, minum minuman keras, menggunakan narkotika atau obat - obat berbahaya, terlibat di dunia prostitusi atau pelacuran, penyimpangan seksual (homoseksual dan lesbianisme) dan sebagainya.

(55)
(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi exploratori dengan pendekatan kualitatif. Penelitian eksploratori adalah penelitian yang dilakukan untuk tujuan penjelajahan atau penjajakan agar lebih mengenal dan mengetahui gambaran mengenai suatu gejala sosial (Silalahi, 2009 : 26). Sementara pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati (Moleong, 2006). Sehingga dengan menggunakan jenis penelitian ekploratori dengan pendekatan kualitatif peneliti akan lebih memahami secara terperinci tentang bagaimana kontrol sosial pemerintah Desa Bandar Khalipah, kotrol dari masyarakat terhadap Geng Motor dan juga dengan mengggunakan jenis penelitian eksploratori peneliti menjadi lebih memahami tentang aksi dan reaksi perilaku Geng Motor terhadap kontrol sosial di Desa Bandar Khalipah, dimana dalam hal ini peneliti memiliki keterbatasan informasi mengenai Geng Motor di sekitar Desa Bandar Khalipah. 3.2. Lokasi Penelitian

(57)

misalnya sifat individualistik yang semakin tinggi dikalangan masyarakatnya, juga dengan bertambahnya jumlah penduduk yang sangat besar menjadikan daerah pinggiran kota menjadi daerah perluasan kota bahkan sekarang tak jarang juga daerah pinggiran kota dijadikan menjadi daerah kawasan perumahan yang terus didatangin oleh penghuni baru, sehingga keadaan anomie (keadaan tanpa norma) sosial juga akan semakin tinggi. Apabila masyarakat tidak dapat menyeleksi perubahan sosial yang sangat pesat tersebut, pada ahirnya juga akan membawa efek negatif bagi masyarakatnya. munculnya perilaku masyarakat yang menyimpang seperti, pembunuhan, perampokan menajadi hal yang tidak dapat dipungkiri, dan hal ini sangat banyak ditemukan di sekitar daearah Desa Bandar Kalipah Kecamatan Percut Sei Tuan.

Selain itu melihat banyaknya berita di media yang memberitakan tentang aksi - aksi Geng Motor yang cukup terbilang anarkis dan sangat meresahkan masyarakat di sekitar yang tak jauh dengan Desa Bandar Khalipah, maka peneliti tertarik untuk menetapkan Desa Bandar Kalipah sebagai lokasi penelitian skripsi tentang Kontrol Sosial Mayarakat Terhadap Geng Motor.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

(58)

tokoh agama kristen, aparat keamanan, kepolisian, dan lembaga pendidikan yang berada sekitar Desa Banddar Khalipah.

3.1.2. Informan

Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah: 1. Camat Pemerintah Kecamatan Percut Sei Tuan

2. Kepala Desa Pemerintah Desa Bandar Khalipah 3. 2 orang kepala keluarga di Desa Bandar Khalipah

4. 1 orang tokoh agama islam dan 1 orang tokoh agama kristen di Desa Bandar Khalipah

5. 2 orang Praktisi Pendidikan dari SMK I Percut Sei Tuan yakni 1 orang wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan 1 orang wakil kepala sekolah ketegakerjaan.

6. 2 orang polisi dari Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan.

7. 1 orang anggota Geng Motor KPK (Kami Punya Kuasa), 1 orang Ketua Geng Motor CKR (Cocok Kam Rasa), dan 2 anggota Geng Motor CKR (Cocok Kam Rasa).

3. 4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat maka teknik untuk mendapatkan data yang dilakukan adalah:

3.4.1. Pengamatan (Observasi)

(59)

mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif mungkin (Gulo, 2002 : 119).

3.4.2. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya - jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata verbal. Karna itu, wawancara tidak hanya menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan (Gulo, 2002 : 119).

Wawancara mendalam ini berusaha menggali lebih dalam dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan kepada informan secara mendetail tentang bentuk - bentuk kontrol sosial yang dilakukan masyarakat juga Pemerintah Desa Bandar Khalipah, dan juga bagaimana sifat dan cara mereka mensosialisasikan kontrol sosial tersebut kepada masyarakat khususnya para anak - anak remaja yang masih dalam mencari jati dirinya, dimana banyak kemungkinan akan melakukan tindakan yang melanggar nilai dan norma masyarakat khususnya masuk ke dalam sebuah komunitas yang telah banyak meresahkan kalangan masyarakat dengan berbagai tindakan anarkisnya seperti Geng Motor.

(60)

3.4.3. Studi Kepustakaan

Melalui metode ini, peneliti akan mengumpulkan dan mengambil informasi - informasi yang berhubungan dengan masalah penelitan, baik data yang diproleh dari buku, jurnal - jurnal penelitian terdahlu, news online, bahan dari website dan lain - lain.

3. 5. Interpretasi Data

Sesuai dengan disain penelitian yang telah saya tetapkan maka interpretasi data dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif. Oleh sebab itu proses interpretasi data diawali ketika setiap data diproleh kemudian data - data tersebut dipilih (editing), selain itu data yang telah di editing selanjutnya dievaluasi serta dianalisis secara simulutan dengan proses pengambilan data (on going analysis) yang dimaksudkan untuk memastikan objektifitas dan kesesuain dengan masalah yang sedang diteliti.

(61)

3.6. Jadwal Penelitian

No  Kegiatan        Bulan ke‐       (Tahun 2013) 

09  0kt  2012 

Des  2012 ‐April  2013  25  April  2013  25  Apr‐ 08  Mei  2013  28  Mei     2013  Juni  2013  Juli  2013  Agt  2013  Sep  2013 

1  ACC Judul Skripsi        

2  Observasi Lapagan    Jan 

2013 

       

3  Penyusunan dan  Bimbingan 

Proposal Penelitian 

        

4  Seminar Proposal  Penelitian 

          

5  Revisi Proposal dan  penyusunan Interview  Guide 

            

6  ACC Penelitian  lapangan 

                

7  Pengumpulan dan  Interpretasi data  

              

8  Bimbingan Skripsi       

9  ACC Skripsi      

10  Sidang meja hijau      

11  Revisi Skripsi &  Penyusunan Jurnal  Skripsi  

      

12  Wisuda Sarjana  USU      Nov

’13 

   

3.7. Keterbatasan Penelitian

(62)

diwawancarai juga menambah kesulitan peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sehingga untuk menutupi itu peneliti mengendalikannya dengan menambah jumlah informan dalam setiap masing-masing lembaga yang telah ditentukan sebelumnya menjadi kategori informan penelitian.

Selain itu, peneliti juga memiliki kesulitan yang cukup besar untuk menemukan dan mendapatkan informan kunci dalam penelitian ini yaitu kesulitan untuk menemukan ketua Geng Motor dan anggota Geng Motor, sehingga dengan adanya kesulitan untuk menemukan informan kunci anggota Geng Motor tersebut sempat membuat peneliti patah semangat untuk terus melanjutkan penelitian skripsi ini.

(63)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Desa Bandar Khalipah

(64)
[image:64.595.125.500.139.328.2]

Tabel 4.1. Nama - Nama Pemimpin Desa Bandar Khalipah

TAHUN PEMIMPIN NAMA KETERANGAN

1948-1950 Kepala Kampung H. Bahari Nur Pilihan Masyarakat 1950-1955 Kepala Kampung Ok. M. Idris Pilihan Masyarakat

1955-1961 Kepala Desa M. Saleh Ibrahim Pilihan Masyarakat 1961-1966 Kepala Desa Amat Su’Eb Pilihan Masyarakat 1966-1971 Kepala Desa Kasan Sipon Pilihan Masyarakat 1972-1978 Kepala Desa Usman Siddiq Pilihan Masyarakat

1978-1983 Kepala Desa Mingan Pilihan Masyarakat

1983-1984 Kepala Desa M.A min Pjs

1984-1992 Kepala Desa Hasan Pjs/Pilihan Masyarakat 1994-2002 Kepala Desa Sanimin Sony

Sero

Pilihan Masyarakat

2002-2004 Kepala Desa Supardi,S.Pd Pilihan Masyarakat 2004-2009 Kepala Desa Lisma, A.Ks Pelaksana Tugas

2009-sekarang Kepala Desa M isno Pilihan Masyarakat

     Sumber : Pemerintah Desa Bandar Khalipah 2012 

4.2. Gambaran Umum Desa Bandar Khalipah 4.2.1. Orbitasi :

a. Jarak tempuh desa ke Kota Kecamatan Percut Sei Tuan + 0,5 Km b. Jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten (Lubuk Pakam) + 21 Km c. Jarak tempuh ke Kota Medan + 14 Km

(65)

perilaku masyarakat yang tinggal di Desa Bandar Kalipah. Dengan jarak tempuh yang sangat dekat itu juga akan menjadikan daerah Desa Bandar Khalipah sebagai daerah yang dalam perkembangannya akan menjadi daerah yang maju secara sosial, ekonomi, dan juga politik. Perkembangan daerah Desa Bandar Khalipah ini juga nantinya akan diikuti dengan perkembangan perilaku masyarakat yang berwujud dalam bentuk individualisme yang semakin meningkat seperti halnya kota – kota besar, seperti Kota Medan, tingkat kriminalitas dan juga perilaku menyimpang yang akan semakin meningkat, dan berbagai perilaku – perilaku lainya yang sering kita temui di daerah perkotaan.

[image:65.595.204.429.415.619.2]

4.2.2. Sarana dan Prasarana

Tabel 4.2. Sarana dan Prasarana di Desa Bandar Khalipah Panjang Jalan Aspal 17,800 Meter

Jumlah jembatan beton 19 Unit Warung kelontong 1.921 Unit Angkutan pedesaan -

Usaha kelompok simpan pinjam

3 Unit

Jumlah Pos Kamling 21 Unit Jumlah sepeda motor 8.273 Unit Jumlah mobil 575 Unit Jumlah sumur galian 6.239 Unit Jumlah Mesjid 24 Unit Jumlah Musholla/Langgar 10 Unit Jumlah Gereja 1Unit Lapangan sepak bola 1 Unit Klinik/BalaiPengobatan 11 Unit P o s y a n d u Nit

Sumber : Pemerintah Desa Bandar Khalipah 2012

(66)

banyak tersebut maka peneliti berasumsi bahwa, dengan adanya sarana yang berupa fasilitas tempat ibadah tersebut maka secara tidak langsung juga akan mempengaruhi perilaku masyarakat yang tinggal di Desa Bandar Khalipah. Banyak atau tidaknya tindakan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga Desa Bandar Khalipah, khususnya dalam hal ini adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak remaja akan sangat terpengaruh oleh keberadaan sarana dan prasaran, seperti mesjid dan gereja. Hal ini dikarenakan tempat ibadah seperti mesjid dan gereja merupakan suatu tempat yang suci dan juga suatu sarana yang baik dalam membentuk moral pribadi soseorang maupun karakter seseorang.

(67)
[image:67.595.170.458.181.305.2]

4.2.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Desa Bandar Khalipah berdasarkan Etnis/Suku

NO Etnis Tahun

2010

Persen Tahun 2011

Persen

1 Jawa 23.109 62,6% 24.070 62,7% 2 Melayu 1.981 5,36% 2.086 5,43% 3 Mandailing 1.991 5,39 % 2.090 5,44% 4 Batak 1.196 3,23% 1.294 3,37% 5 Karo 2.532 6,85% 2.629 6,84% 6 Lain-lain 6.116 16,56% 6.212 16,2% Jumlah 36.925 100% 38.381 100% Sumber : Pemerintah Desa Bandar Khalipah 2012

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa Etnis Jawa dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 merupakan etnis mayoritas yaitu sebesar 62,7 % pada tahun 2010, dan 62. 7 % pada tahun 2011, menyusul Karo 6,85% pada tahun 2010 dan 6,84% pada tahun 2011, Mandailing 5,39% pada tahun 2010 dan 5,44% pada tahun 2011, Etnis Melayu 5,36%, pada tahun 2010 dan 5,43% pada tahun 2011, Batak 3,23% pada tahun 2010 dan 3,37% pada tahun 2011, Karo 6,85% pada tahun 2010, 6,84% pada tahun 2011.

(68)

melestarikan dan mengembangkan berbagai budaya yang ada dimasyarakat Desa Bandar Khalipah, baik itu berupa memfasilitasi sebuah kegiatan budaya segi tarian, bahasa, dan berbagai kegiatan lainnya yang dapat melestarikan berbagai kebudayaan yang ada di Desa Bandar Khalipah. Dengan adanya pengembangan dan fasilitas tersebut, maka budaya dalam masyarakat Desa Bandar Khalipah juga akan terus beregenerasi pada generasi - generasi penerus masyarakatnya, khususnya anak remaja, sehingga dengan demikian semua perilaku masyarakat, khususnya anak remaja akan selalu berpedoman pada nilai - nilai budaya mereka, dan secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap perilaku dari warga Desa Bandar Khalipah. Sejalan dengan Bagong, Reucek dalam Seokanto (1987 : 11) mengatakan bahwa, di masyarakat yang statis, adat istiadat merupakan sarana yang kuat untuk mempengaruhi dan mengendalikan individu yang menyimpang dari nilai - nilai dan norma masyarakat.

[image:68.595.167.459.526.626.2]

4.2.3.1. Jumlah Penduduk Menurut Agama :

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Desa Bandar Khalipah Berdasarkan Agama NO Agama Tahun

2010

Persen Tahun 2011

Persen

1 Islam 33.894 89,5% 34.056 88,7% 2 Kristen 3.480 9,2% 4.018 10,5% 3 Budha 186 0,5% 284 0,8%

4 Hindu 18 0,47% 23 0,06%

Jumlah 37.857 100% 38.381 100%

Sumber : Pemerintah Desa Bandar Khalipah 2012

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Bandar Khalipah adalah agama islam yaitu sebesar 89,5% pada tahun 2010 dan 88,7% 

pada tahun 2011, disusul dengan agama Kristen yaitu sebesar 9,2% pada tahun 

(69)

tahun 2011, dan Hindu sebesar 0,47% pada tahun 2010 dan 100% pada tahun 

2011. Menurut peneliti lembaga keagamaan sering kali diyakini oleh masyarakat

sebagai agent of social control yang sangat efektif untuk mengurangi dan mengandalikan banyaknya perilaku menyimpang ditengah masyarakat yang semakin kompleks, hal ini karena ajaran - ajaran agama itu sendiri adalah nilai - nilai atau moral yang nilai - nilainya juga diadopsi oleh hukum dalam membuat suatu peraturan - peraturan tertentu untuk mengatasi banyaknya perilaku menyimpang di masyarakat. Sebagai contohnya kita bisa lihat dalam agama kristen, dimana dalam agama keristen telah jelas memiliki nilai - nilai dan norma beserta doktrin - doktrinnya yang sangat menantang tentang adanya perilaku menyimpang, seperti misalnya jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berjinah, dan lain - lain.

Untuk itu perlu adanya peranan dari Pemerintah Desa Bandar Khalipah dan tokoh agama untuk membuat sebuah kegitan yang menarik bagi anak remaja untuk terlibat dalam kegitan yang bersifat rohani. Salah satu kegitan tersebut adalah seperti pengajian dalam agama islam, retreet konsling dalam agama kristen, sehingga dengan adanya kegiatan - kegiatan yang seperti itu secara tidak langsung akan mempengaruhi dan membentuk kebiasaan remaja untuk terlibat dalam kegiatan rohani.

4.2.3.2. Keadaan Sosial Ekonomi

(70)
[image:70.595.174.450.223.323.2]

profesi mereka, maka kondisi sosial ekonomi desa juga semakin baik dalam hal ini tingkat perilaku menyimpang juga akan meningkat. Adapun kondisi sosial ekonomi di Desa Bandar Khalipah dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persen

1 Petani 283 1,47%

2 Karyawan 4.495 23,50%

3 Buruh 7.147 37.36%

4 PNS 1.856 9,70%

5 Pedagang/wiraswasta 5.345 27,94%

Jumlah 19126 100%

Sumber : Pemerintah Desa Bandar Khalipah 2012

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Bandar Khlalipah mayoritas memiliki pekerjaan sebagai Buruh Tenaga Lepas (Buruh Bangunan) yaitu sebesar 37.36%, dimana buruh bangunan tersebut sering dipekerjakan di Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan kategorial diatas kondisi sosial di desa ini cukup rukun.

(71)

Bandar Khalipah sudah lebih

Gambar

Tabel 4.1. Nama - Nama Pemimpin Desa Bandar Khalipah
Tabel 4.2. Sarana dan Prasarana di Desa Bandar Khalipah
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Desa Bandar Khalipah berdasarkan
Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Desa Bandar Khalipah Berdasarkan Agama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel di atas dapat dilihat, bahwa walaupun responden banyak yang menjawab pelayanan yang dilakukan Puskesmas cukup memuaskan, namun tidak dapat dipungkiri Puskesmas

Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan ekosistem mangrove yang lestari dan berkelanjutan di Kecamatan Percut Sei Tuan perlu dilakukan penelitian dengan

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Komunitas Makrozoobentos Di Sungai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.” Skripsi ini ditulis sebagai satu

Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi.. Institut

Odum (1993), nilai dominansi 1 menunjukkan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun), indeks 0 menunjukkan

Dengan hasil pengolahan data stastistik dapat diketahui adjusted R square sebesar 0,526 menunjukkan bahwa variabel budaya (X1), sosial (X2), pribadi (X3) dan

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN GURU YANG DIANGKAT DALAM JABATAN PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DIREKTORAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH KUOTA 2009.. PROVINSI :

23 ANALISIS PERILAKU KOMUNIKASI ANAK-ANAK BROKEN HOME DI DUSUN IX DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG Dinda Chairunisa,1 Ridwan Nasution2