• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN MANGROVE DESA PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN MANGROVE DESA PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN MANGROVE DESA PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

PROVINSI SUMATERA UTARA

“Phytoplankton Diversity in The Mangrove Percut Sei Tuan River Regional Of Deli Serdang Province Of North Sumatera.”

1

Sangap Ginting, 2Yunasfi, 2Rusdi Leidonald 1

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155, Email : gintingsangap@gmail.com 2

Staff Pengajar di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

ABSTRACT

Phytoplankton in aquatic coastal ecosystems play a major role in the food chain. This is because the role of Phytoplankton as producen in the waters of other organisms that can be used include fish. The existence of Phytoplankton in the waters is largely determined by the physicaland chemical condition of the water. Phytoplankton have a certain tolerance limits to environmental parameters so that diversity will be different. The research was conducted from April to May 2016. Samples were taken from three observation stations, at each station observations were made three replications. Sampling point is determined using purposive random sampling method.Total abudance of phytoplankton at station 1 as many as 11.400 cell/l, which consists of 16 genera, abudance of phytoplankton at statiun 2 as many 39.050 cell/l which consists of 10 genera, and abudance of phytoplankton at statiun 3 as many 48.900 cell/l which consists of 18 genera.Pearson correlation analysis phospate, nitrate, DO, and brightness was positibelly correlated with the diversity of phytoplankton while the temperature, pH, and salinity were negatively correlated with the diversity of phytoplankton.

Keywords : Phytoplankton, Percut Sei Tuan River, diversity

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perairan estuari secara sederhana dapat diartikan sebagai perairan di sekitar muara sungai. Air di muara sungai merupakan campuran massa air yang berasal dari sungai (air tawar) dengan air laut sekitarnya. Percampuran dari massa air tersebut dapat menyebabkan

fluktuasi parameter fisika dan kimia di perairan estuari. Kondisi lingkungan yang selalu berfluktuasi ini akan mempengaruhi organisme dan biota yang ada di dalam perairan. Salah satunya adalah fitoplankton yang berperan sebagai produsen dalam tingkatan rantai makanan pada perairan tersebut. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan

(2)

dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan (Wulandari, 2009).

Kualitas perairan estuari merupakan suatu sistem yang kompleks dan terdiri atas berbagai macam parameter yang saling berpengaruh satu sama lainnya. Beberapa parameter tersebut antara lain parameter fisika, kimia dan biologi. Plankton sebagai salah satu parameter biologi dipengaruhi oleh parameter lainnya dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya.

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang memiliki manfaat penting baik dari aspek ekologi maupun aspek sosial ekonomi. Ditinjau dari aspek ekologi, mangrove dihuni oleh beragam jenis biota baik yang hidup di perairan maupun yang berasal dari daratan. Salah satu unsur penting yang banyak kaitannya dengan kehidupan organisme perairan di areal mangrove adalah plankton yang terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Peran yang sangat penting dari ekosistem mangrove adalah berhubungan dengan produktivitas primer ekosistem tersebut yang tinggi jika dibandingkan dengan ekosistem lain di Wilayah Pesisir, karena secara biologi ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang subur dan diperkirakan produktivitas primer ekosistem ini adalah lebih besar dari pada produktivitas ekosistem perairan pantai lainnya seperti ekosistem Terumbu Karang dan Padang Lamun (Indradjaya, 1992).

Fitoplankton berperan sebagai produsen primer yaitu organisme yang dapat mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa

organik dengan bantuan cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Keberadaan zooplankton sangat dipengaruhi oleh adanya fitoplankton, karena fitoplankton merupakan sumber makanan bagi zooplankton. Kelimpahan plankton juga dipengaruhi oleh kualitas air sebagai pendukung kehidupan plankton. Peranan zooplankton sebagai konsumen pertama yang menghubungkan fitoplankton dengan karnivora kecil maupun besar, yang sangat mempengaruhi rantai makanan di dalam perairan. Plankton merupakan mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya, sehingga perlu dikaji. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang produktivitas perairan dan status pencemaran sehingga dapat digunakan sebagai kebijakan dalam pengelolaan di perairan mangrove Desa Percut Sei tuan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui keanekaragaman fitoplankton di perairan mangrove Desa Percut Sei Tuan.

2. Mengetahui keterkaitan antara jenis dan kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika dan kimia di perairan mangrove Desa Sei Tuan.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulanApril hingga Mei 2016. Pengambilan sampel dilakukan di perairan mangrove Desa Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

(3)

Sumatera Utara, dan analisis di lakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi Peneliatan Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan sampel dan identifikasi terhadap fitoplankton adalah plankton net, ember plastik ukuran 10 liter, botol film, termometer, refraktometer, pH meter, sechi disk.

Alat yang digunakan pada saat analisis di laboratorium yaitu mikroskop, pipet tetes, dan buku identifikasi plankton. Bahan yang digunakan untuk pengawetan fitoplankton yaitu larutan lugol. Deskripsi Area

Stasiun I secara geografis memiliki koordinat 3º42’36.2592” LU dan 98º46’12.0828” BT. Stasiun ini berada di tambak ikan Bandeng (Chanos chanos). Stasiun ini di dominasi mangrove jenis Rhizophora apiculata dan sawit.

Stasiun II secara geografis memiliki koordinat 3º42’21.9672” LU dan 98º46’29.4924” BT. Stasiun ini di dominasi mangrove jenis R. apiculata, R. mucronata. Stasiun terdapat pemukiman masyarakat dan aktivitas masyarakat seperti pertanian dan tempat

pemberhentian kapal nelayan di daerah perairan Percut Sei Tuan.

Stasiun III secara geografis memiliki koordinat 3º42’20.5812” LU dan 98º46’24.7404” BT. Area ini memiliki ketersediaan mangrove jenis R. apiculata yang jumlahnya cukup banyak.

Stasiun 2

Stasiun ini secara geografis terletak pada 03°34'03" LU dan 98°56'56" BT. Merupakan daerah sungai yang memiliki karakteristik perairan dalam atau lubuk sungai dan bebatuan. Kedalaman sungai mengidentifikasikan kemungkinan banyaknya ikan yang menempati areal tersebut.

Pengambilan Sampel Plankton Sampel plankton diambil dengan cara menyaring air lapisan permukaan dengan kedalaman 30-40 cm sebanyak 25 liter dengan menggunakan ember volume 5 liter. Sampel tersebut disaring menggunakan plankton net dengan ukuran 45 µm, air sampel hasil penyaringan yang tertampung di bucket dimasukan ke dalam botol sampel volume 30 ml dan diawetkan dengan menggunakan Lugol sebanyak 4 tetes. Selanjutnya, sampel plankton disimpan di dalam box dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

Parameter Fisika-Kimia

Parameter fisika kimia perairan yang dianalisis terdiri dari beberapa parameter. Parameter fisika kimia dianalisis secara Insitu dan Exsitu. Analisis secara exsitu dilaksanakan di Laboratorium berupa analisis N dan P. Pengukuran parameter suhu menggunakan

(4)

termometer, parameter salinitas diukur dengan menggunakan Refraktometer, parameter pH diukur dengan pH meter, kecerahan perairan diukur dengan menggunakan Secchi Disk dengan diameter 20 cm, dan oksigen terlarut diukur dengan metode titrasi winkler. Sample air diperoleh dengan mengambil air dari permukaan perairan dengan menggunakan ember ukuran 5 liter, kemudian dituang kedalam plankton net. Contoh air yang sudah diambil kemudian diawetkan dengan menggunakan lugolsekitar 3-5 tetes. Selanjutnya air sampel dimasukan kedalam cool box kemudian dibawa ke laboratorium untuk di analisis. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan data hasil pengolahan dengan referensi yang ada. Selain itu, kondisi perairan secara umum juga dilihat dari analisis data fitoplankton. Hasil pembandingan tersebut selanjutnya digunakan untuk penarikan kesimpulan mengenai kondisi kualitatif perairan Desa Percut Sei Tuan.

1. Analisis Kelimpahan

Kelimpahan plankton didefinisikan sebagai jumlah individu atau sel per

satuan volume (dalam m3). Untuk fitoplankton dinyatakan dalam sel/m3, sedangkan zooplankton dinyatakan dalam ind/m3. Jumlah individu atau sel plankton dalam 1 m3 air dihitung dengan menggunakan metode penyapuan sebanyak 2 kali ulangan yaitu sebagai berikut (Basmi, 2000):

Keterangan:

N = Jumlah total individu (ind/m3) Ni = Jumlah individu ke-i yang tercacah

Vd = Volume air yang disaring (L) Vt = Volume air tersaring (ml) Vs = Volume sampel di bawah gelas penutup (ml)

Acg = Luas penampang permukaan SRC (mm2)

Aa = Luas amatan (mm2) 2. Analisis Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman jenis adalah suatu pernyataan atau penggambaran secara matematik yang melukiskan struktur kehidupan

dan dapat mempermudah

menganalisa informasi-informasi tentang jenis dan jumlah organisme.

Penghitungan indeks

keanekaragaman fitoplankton dilakukan dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Basmi, 1999) yaitu : ∑ Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu

Nilai indeks keanekaragaman dihubungkan dengan kualitas air : H’>2,0 = tidak tercemar 1,6<H’<2,0 = tercemar ringan 1,0<H’<1,6 = tercemar sedang H’<1,0 = tercemar berat 3. Analisis Keseragaman

Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat ditentukan dengan membandingkan nilai indeks

keanekaragaman dengan

nilaimaksimumnya. Analisis indeks keseragaman fitoplankton dan

(5)

zooplankton menggunakan rumus sebagai berikut (Odum, 1993) :

E = H’/ Hmaks Keterangan : E =Indeks Keseragaman H’ =Indeks Keanekaragaman H maks= ln S S = Jumlah Spesies

Dari perbandingan ini akan didapatkan nilai E antara 0 sampai 1, semakin kecil nilai E maka semakin kecil juga keseragaman suatu populasi, artinya penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genus mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai Emaka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap genusdapat dikatakan relatif sama, atau tidak jauh berbeda (Odum,1993).

4. Analisis Dominansi

Indeks dominansi digunakan untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu yang mendominasi dalam suatu jenis populasi. Perhitungan indeks dominansi untuk fitoplankton dan zooplankton menggunakan rumus indeks dominansi Simpson sebagai berikut (Odum, 1993) :

Keterangan :

C = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu ke-i N= Jumlah total individu s = Jumlah jenis

Nilai C berkisar antara 0 dan 1, apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi, sedangkan bila C mendekati 1 berarti ada

andividu yang mendominasi populasi (Odum, 1993; Basmi, 1999).

5. Analisis Similaritas

Keterangan :

a = jumlah spesies pada lokasi a b = jumlah spesies pada lokasi b c = jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b

Hubungan nilai indeks similaritas : IS = 75 – 100% : sangat mirip IS = 50 – 75% : mirip IS = 25 – 50% : tidak mirip IS = <25% :sangat tidak mirip Analisis Korelasi

Analisis Korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman jenis dan kelimpahan Plankton. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan perangkat lunak.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Fitolankton

Perairan mangrove desa Percut Sei Tuan terdapat sebanyak 25 genus fitoplankton.

Kelimpahan (N)

Nilai kelimpahan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan didapat kelimpahan fitoplankton tertinggi pada stasiun 1 dan stasiun 2 dengan genus Isthmia. Nilai kelimpahan pada stasiun 1 sebesar 2250 sel/l, dan stasiun 2 sebesar 15050 sel/l, pada stasiun stasiun 3 kelimpahan tertinggi dengan genus Skletonema sebesar 6700 sel/l.

Total kelimpahan

(6)

11400 sel/l, yang terdiri dari 16 genus, pada stasiun 2 total kelimpahan fitoplankton sebanyak 39050 sel/l yang terdiri atas 10 genus, dan pada stasiun 3 total kelimpahan fitoplankton sebanyak 48900 sel/l yang terdiri atas 18 genus.

Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominasi (C)

Berdasarkan analisis data, diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman dan Dominansi (C) fitoplankton pada tiap stasiun terlihat bahwa nilai Indeks Keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,09 dan Indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,64.

Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman dapat dilihat pada Gambar 2.

Nilai Indeks Keseragaman fitoplankton yang didapat berkisar antara 0,199 - 0,339. Indeks keseragaman tertinggi didapat pada stasiun 3 sebesar 0,34 dan Indeks Keseragaman terendah didapat pada stasiun 2 sebesar 0,20.

Nilai Indeks Dominansi yang diperoleh dari ketiga stasiun berkisar antara 0,002669 - 0,01213. Indeks Dominansi tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,01213, sedangkan nilai Indeks Dominansi terendah

terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,0002669.

Indeks similaritas yang diperoleh pada tiap stasiun tergolong mirip, yakni stasiun 1 dan 2 sebesar 53,84615%, stasiun 1 dan 2 sebesar 73,68421%, dan stasiun 2 dan 3 sebesar 62,5%.

Pembahasan

Kelimpahan Fitoplankto (N)

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat fitoplankton yang didapat terdiri dari kelas

Bacillariophyceae dan

Chlorophyceae. Jenis yang paling banyak didapat dari filum Chlorophyta. Hal ini dikarenakan suhu di perairan tersebut sebesar 32˚C. Effendi (2003), alga dari Filum Chlorophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30˚C-35˚C, dan Filum Cyanophyta dapat bertoleransi terhadap suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada Filum Chlorophyta dan diatom. Kelimpahan diatom diperairan dipengaruhi oleh faktor fisika kimia perairan, diantaranya adalah suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan diatome berkisar antara 20-30˚C (Anshorullah dkk,. 2008).

Chlorophyta merupakan jenis plankton yang paling banyak ditemukan dalam penelitian. Nilai kelimpahan dari jenis ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lain. Kehadiran Chlorophyta dikarenakan pada pengambilan sampel dilakukan pada siang hari. Offem dkk (2011), kehadiran chlorophyta dikarenakan sinar matahari yang cerah. Chlorophyta juga lebih toleran terhadap tekanan lingkungan dan memiliki fleksibilitas fisiologis daripada jenis lain yang tumbuh lebih cepat.

0,687 0,633 1,078 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

In d e k s Kea n ek a ra g a m a n (H ')

(7)

Kelimpahan fitoplankton terendah yang ditemukan pada penelitian yaitu pada genus Bacteriastrum dan Spyrogyra dengan nilai kelimpahan 900 sel/l dan 750 sel/l. Hal ini dapat disebabkan kondisi fisika kimia perairan tersebut tidak cocok bagi pertumbuhan genus tersebut. Menurut Suin (2002), pola penyebaran plankton dalam badan air disebabkan oleh adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan fator-faktor lainnya di kedalaman air yang berbeda.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kelimpahan fitoplankton tertinggi, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada genus Ulotrhix sebesar 46.900 sel/l. Keadaan ini menunjukkan bahwa lingkungan perairan tersebut mendukung kehidupan tersebut. Barus (2004), fluktuasi dari populasi plankton dipengaruhi oleh perubahan berbagai kondisi lingkungan, salah satunya adalah ketersediaan nutrisi di perairan. Untuk nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi plankton.

Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui stasiun yang memiliki kelimpahan fitoplankton tertinggi yaitu pada stasiun 3 dengan jumlah genus 21. Dan kelimpahan terendah pada stasiun 2 dengan jumlah genus 9. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan nutrien seperti nitrat dan fospat yang mempengaruhi pertumbuhan plankton pada kedua stasiun tersebut. Banyaknya hara disebabkan stasiun 3 merupakan stasiun yang kontrol yang masih memiliki banyak mangrove sehingga konsenttrasi bahan organik lebih tinggi yang mengakibatkan suburnya pertumbuhan fitoplankton.

Fitoplankton dapat menghasilkan energi dari molekul yang kompleks jika tersedia bahan dan nutrisi. Nutrisi yanbg paling penting adalah nitrit dan fospat (Nybakken, 1992).

Indeks Keanekaragaman

Fitoplankton (H’)

Dari Gambar 3 nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,708. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 terdapat jumlah jenis dengan penyebaran yang merata dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya. Odum (1994) dalam Surbakti (2009), suatu komselas

dikatakan mempunyai

keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata.

Nilai Indeks

Keanekaragaman (H’) yang rendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,633 hal ini disebabkan pada daerah ini zat hara yang diperlukan fitoplankton seperti fospat dan nitrat untuk berkembang biak rendah sehingga berpengaruh terhadap keanekaragaman fitoplankton di stasiun tersebut. Yuliana dan Asriyana (2012), zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen (sebagai nitrat) dan fosfor (sebagai fosfat). Zat-zat hara lain baik anorganik maupun organik mungkin diperlukan dalam jumlah kecil atau sangat kecil, namun pengaruhnya terhedap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor.

Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (D)

Nilai indeks keseragaman pada stasiun 1 sebesar 0,2162, stasiun 2 sebesar 0,19933 dan pada

(8)

stasiun 3 sebesar 0,339274, sehingga diketahui pada ketiga stasiun tersebut terjadi persebaran tidak merata. Terjadi kelimpahan yang jauh lebih tinggi antara satu jenis dengan jenis lainnya pada tiap stasiun. Basmi (1995), bahwa nilai keseragaman (E) berkisar antara 0-1, semakin kecil nilai E artinya semakin kecil keseragaman suatu populasi dan ada kecenderungan bahwa satu jenis mendominansi populasi tersebut.

Berdasarkan Tabel 3 nilai keseragaman yang didapat bahwa keseragaman fitoplankton pada setiap stasiun cukup rendah. Hal ini disebabkan persebaran yang kurang merata dari setiap spesies sehingga menunjukkan adanya dominansi dari salah satu spesies pada setiap stasiuun. Michael (1984), 0<E<0,4 menunjukkan keseragaman yang rendah, 0,4<E<0,6 menunjukkan keseragaman sedang, dan E>0,6 menunjukkan keseragaman tinggi, artinya penyebaran individu tersebut mendekati merata atau tidak ada spesies yang mendominansi.

Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terjadi dominansi yang besar, karena nilai dominansi tertinggi 0,01213 pada stasiun 2 dan pada stasiun 3 nilai dominansi sangat rendah yaitu sebesar 0,004764 artinya penyebaran sangat merata pada setiap spesies. Odum (1993), nilai dominansi 1 menunjukkan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun), indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang mendominansi.

Indeks Similaritas (IS)

Dari Tabel 4 diketahui bahwa indeks similaritas yang diperoleh pada setiap stasiun berada pada kategori yang mirip, tapi dengan

nilai kemiripan yang berbeda yaitu pada stasiun 1 dan 2 sebesar 53,84615%, stasiun 1 dan 3 sebesar 73,68421%, dan stasiun 2 dan 3 sebesar 62,5%. Dari hasil tersebut nilai kemiripan tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan 3. Hal ini disebabkan karena nilai faktor fisik-kimia pada stasiun tidak berbeda jauh sehingga fitoplankton yang hidup pada daerah tersebut juga tidak jauh berbeda. Menurut Krebs (1985) dalam Sirait (2011), Indeks Similaritas (IS) digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan plankton yang hidup di beberapa tempat yang berbeda. Selanjutnya dijelaskan bahwa kesamaan plankton antara dua lokasi yang dibandingkan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada daerah tersebut.

Parameter Kualitas Air

Dari hasil parameter kualitas air yang diperoleh secara umum tidak mendukung untuk kehidupan fitoplankton ini dapat diketahui dari beberapa parameter kualitas air di masing-masing stasiun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu dari masing-masing stasiun di perairan Mangrove Percut Sei Tuan berkisar 31-34˚C dengan suhu rata-rata 32,3˚C dan nilai ini tidak sesuai dengan kisaran optimun bagi kehidupan fitoplankton. Wulandari (2009) Kisaran suhu yang optimal bagi kehidupan plankton adalah 22-30˚C. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi kelulusan hidup organisme yang berada di dalamnya termasuk plankton.

Suhu terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 31˚C dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 34˚C. Hal ini disebabkan pada pengambilan sampel pada

(9)

stasiun 1 dekat dengan rumah penduduk dan pengambilannya pada saat selesai hujan sehingga penetrasi cahaya berkurang kedalaman perairan sedangkan suhu tertinggi pada stasiun 2 terletak dekat dengan tambak dan tumbuhan disekitar tambak sedikit. Menurut Barus (2004), pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kecerahan dari masing masing stasiun di perairan Mangrove Percut Sei Tuan berkisar 21-23 cm dengan kecerahan rata-rata 22,4cm. Nilai kecerahan terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 12 cm dan nilai kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 28 cm, rendahnya penetrasi cahaya pada stasiun 2 disebabkan adanya masukan zat-zat terlarut kebadan perairan karena adanya perbaikan pada tambak yang ada disekitar stasiun 2. Nilai kecerahan tertinggi disebabkan rendahnya bahan terlarut yang masuk ke badan perairan akibat tidak banyak aktivitas di kawasan ini sehingga matahari dapat menembus ke badan perairan lebih dalam. Barus (2004), terjadinya penurunan penetrasi cahaya disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk kebadan perairan, dan adanya kekeruhan oleh zat terlarut.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh oksigen terlarut dari masing-masing stasiun berkisar 1,8-3 mg/l dengan oksigen terlarut rata-rata 2,2 mg/l. Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 2 1,8 mg/l sedangkan nilai oksigen

tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 3 mg/l. Rendahnya oksigen terlarut pada stasiun 2 disebabkan adanya aktivitas masyarakat di sekitar stasiun tersebut sehingga menyebabkan masukan bahan organik maupun bahan anorganik pada perairan sehingga menimbulakan konsumsi oksigen meningkat. Menurut Michael (1984) oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen dan kenaikan suhu.

Tingginya nilai oksigen terlarut pada stasiun 3 disebabkan di daerah ini merupakan daerah yang minim aktivitas atau daerah kontrol sehinggan beban masukan dari luar untuk penguraian zat organik sanagat sedikit dan adanya vegetasi yang melakukan fotosintesis disekitar daerah ini menyuplai oksigen sehingga kadar oksigen terlarut di daerah ini tinggi. Siregar (2009), menyatakan bahwa banyak nya tumbuhan air akan memberikan suplai oksigen terhadap perairan tersebut dan penguraian secara aerob hanya sedikit pada suhu yang tidak terlalu tinggi.

Nilai pH dari masing-masing stasiun di perairan Percut Sei Tuan berkisar antara 6,7-7,4 dengan pH rata rata 7,02. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 6,7 dan pH tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 7,4. Rendahnya nilai pH pada stasiun 1 disebabkan karena adanya pembuangan limbah rumah tangga yang mengandung senyawa organik yang selanjutnya mengalami penguraian yang menurunkan pH di daerah ini. Siregar (2009), bahwa daerah yang terdapat aktivitas yang menghasilkan senyawa organik maupun anorganik

(10)

akan mengalami penguraian yang menimbulkan penurunan pH di daerah tersebut.

Kisaran pH di perairan Percut Sei Tuan masih mendukung kehidupan Fitoplankton yang hidup didalamnya. Menurut Michael (1999), Hawkes (1997) Sinambela (1994), diacu oleh Surbakti (2009) menyatakan kehidupan organisme di dalam air masih dapat bertahan di dalam perairan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9.

Nilai fospat dari masing-masing stasiun di perairan Percut Sei Tuan berkisar 0,1-0,12 mg/l dengan fospat rata-rata 0,07 mg/l. Nilai fospat terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,03 mg/l dan fospat tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,12 mg/l. Nilai fospat rendah pada stasiun 3 ini disebabkan daerah ini merupakan daerah tanpa aktivitas atau daerah kontrol sehingga tidak ada masukan nutrisi dari luar yang mempengaruhi kandungan fospat di stasiun ini. Efendi (2003) menyatakan sumber utama fospat berasal dari pelapukan batuan mineral, dekomposisi bahan organik, sumber antropogenik seperti limbah industri dan domestik. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fospor yang terdapat didalam sel makhluk hidup yang berperan penting dalam penyediaan energi (Barus, 2004).

Nilai fospat pada perairan Percut Sei Tuan ini belum optimal untuk pertumbuhan fitoplankton. Yuliana dan Asriyana (2012), kandungan fospat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27-5,51 mg/l dan jika kurang dari 0,02 mg/l akan menjadi faktor pembatas.

Nilai nitrat dari masing-masing stasiun di perairan Percut Sei

Tuan berkisar 3,7-6,4 mg/l dengan nitrat rata-rata 4,89 mg/l. Nilai nitrat terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 4,8 mg/l dan nilai nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 4,93 mg/l. Nilai nitrat pada stasiun 3 rendah disebabkan beban masukan dari luar sedikit sehingga proses penguraian nitrit menjadi nitrat sehingga nitrat pada daerah ini rendah. Nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit serta merupakan zat yang dibutuhkan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Barus, 2004).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi pada stasiun 3 sebesar 1,078 dan yang terendah terdapat pada stasiun pada stasiun 2 sebesar 0,633.

2. Kecerahan, dan suhu berkorelasi negatif terhadap keanekaragaman fitoplankton sedangkan pospat, dan nitrat berkorelasi positif dengan keanekaragaman

fitoplankton. Saran

Pada penelitian ini hanya di hitung keanekaragaman pada fitoplankton untuk penelitian berikutnya saya harapkan dilakukan penelitian pada zooplankton.

DAFTAR PUSTAKA

Anshorullah, A., E. Widyastuti dan A. S. Siregar. 2008. Distribusi Diatomae Planktonik Pada

(11)

Musim yang Berbeda di Perairan Waduk Wadaslintang Wonoboso. [Prosiding] Seminar Nasional Limnologi IV.

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU PRESS. Medan.

Basmi, S. 1995. Ekologi Plankton I. Fakultas Pertanian Bogor. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas

Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Indradjaya, DDS. 1992. PengembanganModel Analisis Biaya Manfaat dengan Proses Analisis Hirarki dalamPengembangan

Sumberdaya Pesisir.Jurnal Ekonomi Lingkungan. Yogyakarta

Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut.

Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan dari Marine Biology an Ecological Approach oleh M. Eidman. . PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan dari

Fundamental of

Ecology oleh T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Offen, B. O., E. O. Ayotunde, G. U. Ikpi, S. N. Ochangndan F. B. Ada. 2011. Influence of Season on Water Quality, Abudance of Fish and Plankton Species of Ikwori Lake, South-estern Nigeria, [Jurnal] Fisheris and Aquaculture Vol. 13, E-ISSN: 2150-3505

Sirait, C. 2011. Keanekaragaman Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Batang Toru. Tesis USU. Medan. Siregar, M. H. 2009. Studi

Keanekaragaman Plankton di Hulu Sungai Asahan Porsea. Skripsi USU. Medan

Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Penerbit Universitas Andalas. Padang.

Surbakti, Y. B. 2009. Studi Keanekaragaman Plankton di Sungai Lau Sitelu Desa Namorambe Kabupaten Deli Serdang. Skripsi USU. Medan. Wulandari, D. 2009. Keterikatan

Antara Kelimpahan

FitoplanktonDengan Parameter Fisika KimiaDi Estuari Sungai Brantas (Porong),Jawa Timur. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Yuliana dan Asriyana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Diulang setiap 7( menit sekali drng dengan &#34;$ ml cairan, angkat drng dengan &#34;$ ml cairan, angkat lengan tempat penyuntikan selama lengan tempat penyuntikan

Guru meminta siswa mengamati gambar dan bertanya jawab mengenai gambar 10 Penjelasan jenis-jenis makanan hewan Penayangan PPT dari jenis-jenis makanan hewan Guru menjelaskan

11 いはさまざまであるが,絶対的に中立な発話というものは ありえない。これに対し,言語 ラ ン グ

(3) Besar uang yang perlu disiapkan sebagai modal usaha untuk jenis barang dagangan tertentu, modal usaha yang dimiliki atau didapat dari “induk semang” sangat

Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK).. Panduan Menyusui &amp; Makanan Sehat

Sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) PP No.24/1997), bahwa orang tidak dapat menuntut

Pertambahan penduduk warga emas meningkat dengan mendadak di Malaysia, dijangka mencapai masyarakat menua (aging society) mulai tahun 2018 dan menjadi negara tua (aged

KELAS : IV (EMPAT) SEMESTER : % (DUA)/GENAP STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR INDIKATOR KOMPLEK SITAS DAYA DUKUNG INTEKS SISWA KKM GURU SARANA/ PRASARANA Membaca