BAB II
GAMBARAN UMUM PERJALANAN MUSIK PADANG PASIR
DI INDONESIA DAN SUMATERA UTARA
2.1 Pengertian Musik Padang Pasir
Musik Padang Pasir adalah salah satu jenis musik Kasidah yang memiliki irama
bernuansa islami. Musik Padang Pasir memiliki suara atau irama-irama yang bernuansa
islami, dan cenderung ke dakwah baik dalam syair, melodi, dan ritme dan unsur Arab
sangat menonjol dalam irama meski ada juga pengaruh lain.7
7www.wikipedia.com
Musik Padang Pasir
merupakan musik yang syair-syairnya dapat membantu manusia untuk lebih mendekatkan
diri kepada pencipta alam dan isinya. Kecenderungan dakwah dalam seni terutama
musik, bukan semata-mata propaganda, sebab pengertian dan peranan dakwah dalam
Islam sangat luas sekali. Sajak atau syair-syair dalam musik Padang Pasir mengandung
unsur agama, sehingga mengajak pendengarnya untuk berbuat kebaikan yang diridhai
Allah SWT. Melalui syair-syair yang ada pada musik Padang Pasir, manusia dapat
belajar arti hidup dan kehidupan, sehingga akan membuat manusia lebih tawakal
2.2 Perkembangan Musik Padang Pasir di Indonesia
Musik
Padang Pasir
adalah musik yang berkembang di masyarakat secara
turun temurun, dan dikembangkan sebagai sarana hiburan. Tiga komponen yang
saling memengaruhi di antaranya adalah seniman, musik itu sendiri, dan
masyarakat
penikmatnya. Hal ini bermaksud untuk mempersatukan persepsi antara pemikiran
seniman dan masyarakat tentang usaha bersama dalam mengembangkan dan
melestarikan seni musik
Padang Pasir
. Menjadikan musik
Padang Pasir
sebagai
perbendaharaan seni musik di masyarakat, sehingga musik
Padang Pasir
lebih
menyentuh pada sektor komersial umum. Musik
Padang Pasir
juga adalah musik
yang berkembang secara tradisional, di kalangan suku-suku tertentu. Keberadaan
musik
Padang Pasir
yang digunaka n seba gai hiburan, tent unya suda h sangat
sering dilakukan dalam sebuah seni pertunjukan. Dalam sebuah pertunjukan seni,
mus ik
Padang Pasir
sering diaransemen kembali menjadi sebuah musik yang
lebih modern dan dalam jumlah pemusik yang diminimaliskan dengan tujuan
untuk sebagai hiburan dan untuk seni pertunjukan.
Musik
Padang Pasir
adalah perkembangan
dampak
sejarah yang sudah dimulai sejak tahun enam puluhan di Indonesia.
Musik
Padang Pasir
dulu sering disebut musik
Gambus
, namun mengalami perubahan
berubah menjadi mus ik
Padang Pasir
8Awalnya musik
Padang Pasir
ini hanya diminati oleh penduduk
Indonesia dari keturunan Arab saja, namun sekarang sudah banyak juga penduduk
pribumi yang menyukai lagu- lagu musik
Padang Pasir
. Musik
Padang Pasir
diketahui munculnya pertama kali di indonesia dibawa oleh para pedagang Arab
yang datang untuk menjual berbagai kebutuhan
. Oleh karena itu, musik
Padang Pasir
adalah musik yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan
sekarang ini teknologi telah mengubah warna musik. Berbagai jenis musik telah
banyak yang menggunakan alat-alat elektronik yang sesuai dengan apa yang
dialami oleh jaman sekarang ini.
9
Pada tahun 1935, suara Syech Abdullah Albar pertama kali mengudara
lewat Studio Nirom yang sekarang telah menjadi RRI Stasiun Surabaya.
Lagu-.
Selain para pedagang ada juga
kaum ulama dari Arab yang datang untuk menyebarkan agama islam sekaligus
menyebarkan musik- musik yang be rnuansa Islami di Indo nesia. Musik
Padang
Pasir
telah dikembangkan oleh seorang seniman keturunan Hadramaut (Yaman
Selatan) kelahiran Surabaya, yakni Syech bin Abdullah Albar (1908-1947).
Namanya melambung bersamaan dengan kemajuan peredaran piringan hitam di
Indonesia, dan pada saat yang sama pula stasiun-stasiun penyiaran radio juga
sedang gencar dibangun di Indonesia. Sehingga Syech Abdullah Albar memiliki
popularitas melebihi dari penyanyi musik
Padang Pasir
sebelumnya, seperti Umi
Kalsoum, Abdul Wahab, dan Farid Alatras.
8
www.wikipedia.com
9
lagu Syech Abdullah Albar sering diputar hampir setiap minggu. Bukan itu saja,
piringan hitam rekamannya juga tersebar luas di Malaysia dan Jazirah Arab.
Namun seniman berbakat itu wafat di usia muda pada 30 Oktober 1947 di
Suraba ya. Sepeninggal Syech Abdullah Albar sampai era tahun 1950-an,
orkes-orkes musik
Padang Pasir
makin banyak bermunculan dan terkenal. Setiap
malam jumat selalu ada dua grup yang selalu tampil mengisi siaran di RRI Stasiun
Suraba ya . Dua grup yang selalu tampil adalah Orkes Padang Pasir Al-Wardah
pimpinan Muchtar Lutfie da n Orkes Padang Pasir Al-Wathan pimpinan Hasan
Alaydrus. Namun pada tahun 1960-an pamor orkes-orkes tersebut menurun akibat
Politik Demokrasi Terpimpin yang melarang kesenian di Indonesia bercampur
dengan kebudayaan asing.
Sering kita mendengar bahkan menyanyikan lagu "Perdamaian" yang
dipopulerkan group band GIGI, atau lagu Kota Santri yang dilantunkan penyanyi Diva
Indonesia, Krisdayanti. Namun, sama sekali tidak disadari, kedua lagu tersebut
merupakan lagu-lagu kasidah modern yang sebelumnya telah dipopulerkan oleh group
musik Padang Pasir Nasida Ria asal Semarang yang hingga kini masih melegendaris.
Grup musik kasidah modern ini berdiri 1975 di Kauman, Semarang, dan hingga kini telah
menelurkan 34 album berbahasa Indonesia dan dua album berbahasa Arab. Album
perdana, Alabaladil Makabul, diproduksi 1978 di bawah PT Ira Puspita Record yang
dipasarkan di dalam dan luar negeri. Grup musik Nasida Ria telah mampu menembus
hiruk pikuk berbagai aliran musik, dengan sentuhan dan kreasi yang mengkombinasikan
irama Padang Pasir ini menjadi disukai masyarakat.
Nasida Ria berawal dari grup rebana yang berkat inovasi dan kreasi Mudrikah
Zain. Grup ini memiliki genre tersendiri, dengan ciri khasnya berupa artis dan musisi
beribu tempat untuk mengisi acara, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan sejumlah
lagunya yang sudah tidak asing di telinga penggemar seperti Shalawat Badar, Kaya
Miskin Bahagia, Damailah Palestina, Magadir, dan Nabi Muhammad Insan Pilihan.
Kiprah perjalanan Nasida Ria antara lain, mengisi paket Acara Hari Raya Idhul Fitri di
TMII (Taman Mini Indonesia Indah) Jakarta setiap tahun, Tour Show Silaturrahmi
Djarum 76 di 16 Kota Jateng 2001-2004. Selain itu, grup musik ini juga pernah tampil
dalam Islamic Art and Cultural Perfomance di Batam Kepulauan Riau [2004] dan Isra'
Mi'raj di Tanjung Pinang [2006], serta berbagai tempat di pelosok tanah air. Baik
undangan hajatan maupun acara resmi berbagai lembaga.
Sementara di luar negeri, Nasida Ria juga pernah tampil memenuhi undangan
Kerajaan Malaysia pada peringatan 1 Muharam 1988, Berlin Maret 1994, undangan Haus
de Kulturen derWelt (Lembaga Kebudayaan Jerman) dalam paket Die Garten des Islam
(Pameran Kesenian Islam Dunia). Di Jerman Juli 1996, grup ini tampil dalam festival
Heimatklange ‘96 Sinbad Travels di delapan kota seperti Berlin, Reclinghousen dan
Dusseldof, atas undangan Cultural Departement of The Senat of Berlin and Tempodrom,
SFB, ORB, European Forum of Worldwide Music Festival. Atas kiprah dan pretasi yang
telah diperoleh, Nasida Ria banyak mendapat penghargaan, seperti Pengemban Budaya
Islam dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat Jakarta (1989), Penghargaan Seni
dari PWI Jateng (1992) dan Anugrah Keteladanan dari PRPP Jateng (2004).
2.3 Perkembangan Musik Padang Pasir di Sumatera Utara
Pertumbuhan dan perkembangan Orkes Padang Pasir di Indonesia kemudian
tumbuh di Sumatra Utara sekitar tahun 1960-an. Tokoh-tokoh seperti Hasyim P.E., H.
Adam Sakimaman, H. Azra'i Abdurrauf dan H. A. Rifai Abdja Manaf adalah tokoh yang
sekarang lebih dikenal sebagai guru para qari dan qariah yang mengikuti Musabaqah
Tilawatil Quran Nasional, selain pernah dikenal sebagai ahli kasidah di Sumatera Utara
namanya juga terdengar sampai ke Malaysia. Ketika masih bekerja di Nirom sejak tahun
1938, H. Rifai sudah memulai karirnya sebagai pencipta lagu bernafas Islami. Lagu karya
anggota DPRD Kotamadya Medan dari Golkar ini yang sangat populer sampai sekarang
adalah lagu Panggilan Jihad yang meneriakkan seruan "Allahu Akbar". Sehingga lagu ini
dinilai oleh Menteri Kemajuan Tanah, Galian dan Tugas-tugas Malaysia, Datuk Ashry
bin Haji Muda, sebagai lagu yang membangkitkan semangat dan kepahlawanan bagi
perjuangan umat Islam.
Pertumbuhan dan perkembangan Orkes Padang Pasir di Sumatera Utara
terutama di Kota Meda n, suda h semakin ba nyak grup yang memperlihatkan
kuantitasnya. Selain bertujuan untuk dakwah, masing- masing grup berlomba
menyempurnakan jumlah pemain dan peralatan. Kuantitas ini mulai diperlihatkan
sejak munculnya El-Kawakib yaitu sebuah lemba ga gabungan orkes-orkes Padang
Pasir yang ada di Medan yang terdiri dari berbagai nama. Tetapi apabila mereka
dibut uhka n, mereka harus bersedia bermain di ba wah sebuah nama grup di luar
nama grup mereka sendiri. Sebagai pelopornya waktu itu adalah H. Rivai, Prof. H.
Ahmad Baqi, dan Muhaddis Nasution. El-Kawakib didirikan sejak tahun 1968.
Tetapi entah apa sebabnya, aktivitas dan perkembangan orkes gabungan ini
sekarang tidak lagi berkembang. Aktivitasnya sudah tak terdengar lagi, sehingga
orang mengira mereka sudah pasif. Padahal cita-cita El-Kawakib sejak mulai
saja berbau Arab. El-Kawakib diharapkan nantinya bisa menjadi sebuah orkes
simphoni
10Menurut Djohan A. Nasution, Kepala Kabin Kesenian Perwakilan
Departemen P dan K Sumatera Utara, Orkes Padang Pasir di Sumatera Utara yang
terdaftar di arsipnya sampai sekarang 28 buah. Namun demikian yang dihitung
aktif secara menyolok, terutama di TVRI (Televisi Republik Indonesia) Studio
Medan atau di RRI (Radio Republik Indonesia) Medan, masih bisa dihitung
dengan jari
. Tetapi cita-cita itu ternyata kandas.
11
Orkes Padang Pasir El-Suraya adalah kelompok seni musik yang dibuat
oleh seniman kota Medan sebagai wujud kreativitas. El-Suraya ada lah suatu grup
musik yang menyajikan musik
Padang Pasir
dan digarap kembali menjadi lebih
modern. Terbentuknya Orkes Padang Pasir El-Suraya dilatarbelakangi adanya
. Perkembangan zaman menimbulkan perubahan seperti pada
berbagai jenis-jenis grup musik yang hampir sama dengan Orkes Padang Pasir
yaitu sepe rti grup mus ik Nasyid dan Sholawat Badar. Seni musik dengan aliran
kasidah atau dikenal juga dengan Irama
Padang Pasir
sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan Arab dan India. Group Qasidah ini menghimpun diri dalam sebuah
wadah atau kelompok orkes musik yakni Orkes Padang Pasir El-Suraya dari Kota
Medan (1977-1990).
10Wawancara dengan Ibu Hajjah Saidah Lubis, selaku pimpinan Orkes Padang Pasir Nurul Hasanah pada tanggal 28 Novemb er 2011.
keinginan dari Prof. H. Ahmad Baqi untuk membentuk sebuah grup musik
Padang Pasir
.
Prof. H. Ahmad Baqi adalah anak bungsu dari 4 bersaudara dari pasangan
H. Abdul Majid dan Hajjah Halimah. Beliau Lahir di Kampung Baru, Medan, 17
Juni 1921. Prof. H. Ahmad Baqi terlahir dari latar belakang keluarga yang bukan
seniman. Ayah dari Prof. H. Ahmad Baqi berlatar belakang seorang guru mengaji
yang sangat terpandang dan disegani didaerah mereka menetap dan karena
didikan ayah beliau. Prof. H. Ahmad Baqi ditempah untuk menjadi seorang
ulama. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1941 perang Asia Timur Raya, Prof.
H. Ahmad Baqi memutuskan keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya di
Universitas Al- Azhar di Mesir. Namun, Tuhan punya rencana lain bagi Prof. H.
Ahmad Baqi, karena gagal melanjutkan cita-citanya, tidak menghambat beliau
untuk maju terus mengasah ilmu de ngan memba nt u sang ayah mengajar mengaji.
Prof. H. Ahmad Baqi cukup cerdas untuk mengetahui segala tingkat bacaan di
Al-Qur’an, seperti
tajwid, hawa
, dan lain sebagainya. Hingga pada suatu hari beliau
belajar menggesek biola secara autodidak, tanpa di dampingi oleh seorang guru
musik, Prof. H. Ahmad Baqi hanya berpedoman kepada
hawa
Al-Qur’an seperti:
rast, soba, sikkah
,
hijaz, bayati, huzam
dan lain seba gainya yang dijadika n sarana
bagi Prof. H. Ahmad Baqi untuk mengasah ilmu dan sekaligus menjadi guru biola
yang sangat berharga untuk beliau pelajari.
Ayah Prof. H. Ahmad Baqi yang keras dan fanatik tidak mengizinkan
putranya untuk mempelajari musik. Karena ayah Prof. H. Ahmad Baqi
Prof. H. Ahmad Baqi sedang mengasah ilmu biolanya, tanpa disadari sang ayah
datang ke mudian biola Prof. H. Ahmad Baqi yang paling berharga itu dipatahkan
oleh sang ayah. Prof. H. Ahmad Baqi berprinsip, dan tidak mau menentang
pendapat sang ayah, beliau hanya berpedoman kepada fatwa yang dikutip dari
Buya Hamka: “Bahwa umat Islam di Indonesia berkesenian itu halal, selama
karya seni itu mengandung moral dan tidak mendatangkan kerusakan.”
Pada tahun 1947, Prof. H. Ahmad Baqi melamar di Perusahaan Listrik Negara
(PLN) yang dikelola oleh orang Belanda. Disela waktu luang sebagai seorang karyawan,
Prof. H. Ahmad Baqi pun tetap mengasah kecermatannya dalam menggesek biola, hingga
akhirnya beliau bertemu dengan Wahab, seorang guru musik hasil didikkan orang
Belanda. Hasilnya sempurnalah ilmu beliau dengan berguru pada lelaki yang lebih muda
dari usianya dalam mempelajari not balok dan partiturnya. Dengan beberapa syair yang
ditulis dan ia simpan, Prof. H. Ahmad Baqi mencoba menyempurnakan syair-syairnya
kedalam sebuah lagu dan partitur not balok. Kesempurnaan itu terlahir dengan
menciptakan lagu Teluk Berombak yang menjadi karya ciptanya yang pertama yang ia
ciptakan di tanah kelahirannya Kampung Baru, Medan pada tgl 16 april 1952.
Prof. H. Ahmad Baqi menikah dengan seorang wanita yang berasal dari daerah
Tapanuli bernama Dewiana Siregar. Putri dari Bapak H. Mustakim Siregar dengan Hajjah
Zakiah Lubis. Dari hasil pernikahannya Prof. H. Ahmad Baqi dikaruniai 8 orang anak,
yang terdiri 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan.
El-Suraya terbentuk pada tahun 1964 karena hasrat Prof. H. Ahmad Baqi,
berkeinginan untuk memiliki sebuah wadah dimana beliau mampu memotori murid
didikannya yang beranggotakan 25 orang. Salah seorang murid wanita beliau kini telah
berhasil ia tempah selama beberapa tahun. Namun sangat disayangkan, khusus untuk
piringan hitam. Pada tanggal 23 Februari sampai 30 Maret 1965, adalah tahun pertama
grup El-Suraya mengisi acara di Hotel Panghegar, Bandung, Jawa Barat pada acara
Konferensi Asia-Afrika. Perjalanan perdana yang memakan waktu 1 bulan 7 hari ini
menjadi suatu momen yang berkesan untuk Prof. H. Ahmad Baqi masa itu.
Pada tahun 1967, kedatangan Atikah Rahman, Asmidar Darwis, Rukiah
Zein, dan Mohammad Taher menjadi semangat untuk Prof. H. Ahmad Baqi dalam
kepemimpinannya sebagai seorang
leader
untuk membina murid- muridnya. Pada
tahun 1952 hingga 1965, Prof. H. Ahmad Baqi telah menciptakan 40 buah lagu
dan instrumental. Judul-judul Instrumental tersebut diantaranya adalah
El
Ghuyyum, Balladi, Kecewa, Zikrayat, Fuadi, El Hamamah
, dan
Syauqi
.
Judul-judul lagu yang beliau ciptakan pada masa itu adalah
Pengembara, Nelayan
Derita, Pemuda Islam, Bunda, Ummi-Ummi, Pusara Kasih Al’Ayyam, Dunia
Bitigri
, dan lain sebagainya.
Bergemanya suara Atikah Rahman menyanyika n
Pusara Kasih
, Asmidar Darwis
menyanyikan
Pemuda Islam
, dan Mohammad Taher menyanyikan
Nelayan
,
menjadikan perjalanan El-Suraya semakin terkenal dalam mengisi berbagai
kegiatan hiburan masyarakat, acara pernikahan, syukuran dan acara hari besar
Islam di Kota Medan.
Kejeniusan Prof. H. Ahmad Baqi dalam menciptakan lagu semakin tidak
terbendung. Sekembalinya dalam perjalanan beliau ke daerah Tanah Karo, Tiga
Binanga, tepatnya tahun 1967 beliau menciptakan lagu- lagu berjudul
Beduk dan
Azan
,
Subhanallah, Cita-Cita, Kemarau, Pilihan Terakhir, Doa dan Air mata,
Sadarlah, Madah
Terakhir
, dan banyak lagi. Pada tanggal 18 juli 1968, Prof. H.
Lagu yang menggunakan
hawa rast
dalam Al-Qur’an menambah indah
lagu tersebut dan menjadikan lagu ini sebagai
The Symbol of El-Suraya
.
Instrumental musik Pantai Kenangan, Mandili, dan Khal El Habib, meramaikan
karya cipta beliau hingga tahun 1970.
Pada tanggal 30 April sampai 1 juni 1970, Prof. H. Ahmad Baqi
memboyong anggotanya yang berjumlahkan 25 orang untuk menghadiri
undangan perdana El-Suraya ke Kota Baru, Kelantan, yang diundang oleh Dato’
H. Mohammad Asri Bin H. Muda. Pada tahun inilah penganugerahan gelar
honoris causa
diberikan oleh Perdana Menteri Besar Kelantan kepada Prof. H.
Ahmad Baqi. Gelar profesor pun ia sandang di depan nama beliau.
Penghargaan yang sama juga diberikan oleh H. Bahrum Jamil (pendiri
Universitas Islam Sumatera Utara) kepada Prof. H. Ahmad Baqi , diberikan
beberapa saat kepulangan beliau dari perjalanan Kota Baru Kelantan sebagai
komponis lagu- lagu nasyid pada masa itu. Ketika usianya menginjak 75 tahun,
pada 1997, pendiri El-Suraya itu juga mendapat gelar Ahli Setia Darjah Kota
Kinabalu dari Kerajaan Sngkan dari Pemerintah Indonesia, Prof. H. Ahmad Baqi
menerima anugerah sebagai Pembina Seni dan Budaya Sumatera Utara dari
Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar.
Meskipun karya seni musik aliran irama Padang Pasir ini awalnya tidak
diperhitungkan sebagai kreativitas yang bisa menghasilkan keuntungan banyak, tetapi
akhirnya Orkes Padang Pasir El-Suraya menjadi salah satu orkes yang cukup
populer di kota Medan bahkan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei
hangat-hangatnya melawan pengaruh dari budaya Barat. Hal ini menunjukkan bahwa Orkes
Musik El-Suraya tidak begitu mendapat perhatian dari pemerintah setempat dan
kurangnya kesadaran masyarakat untuk mempelajarinya.
Pada tahun 1977, prestasi yang membanggakan bagi kota Medan, bahwa Kota
Medan memiliki sebuah Orkes Padang Pasir yang diakui kemahirannya dalam segi
aransement, syair, dan lagu-lagunya di industri musik Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Peran serta para seniman berbakat sangat berpengaruh pada perkembangan Orkes Padang
Pasir yang ada di kota Medan pada zamannya. Tanpa penanganan kreatif dari seniman itu
sendiri, Orkes Padang Pasir di kota Medan tidak akan mampu bersaing dengan
Orkes-Orkes lain yang berada diluar kota Medan ataupun di luar Indonesia. Penyajian lagu yang
sederhana dan lirik-lirik lagu yang baik membuat Orkes Padang Pasir El-Suraya memiliki
nilai plus dibanding Orkes-orkes Padang Pasir diluar kota Medan dan di luar Indonesia.
Pada tahun 1984, seorang ajudan wakil presiden merekrut Prof. H. Ahmad Baqi
dan sebagian anggotanya untuk hijrah ke Jakarta. Beliau meminta Prof. H. Ahmad Baqi
mengganti nama El-Surayya menjadi Azzizan. Namun grup Azzizan ini hanya bertahan
sampai 4 tahun saja. Selama ada di Jakarta, lagu Cintaku dan Sebuah Nama adalah 2
buah karya cipta beliau yang sangat populer.
Dua tahun kepulangan dari Jakarta, membawa perubahan yang sangat melesukan
di dalam El-Surayya, tepatnya pada tahun 1990. Orkes Padang Pasir El-Suraya
mengalami kemunduran karena kemunculan alat musik keyboard yang serba praktis,
murah ,dan serba bisa untuk menghibur suatu acara. Hingga perlahan, Orkes Padang Pasir
El-Suraya semakin pudar di pasaran dan akhirnya Kota Medan harus merelakan
orkes-orkes musik pusat (Jakarta) bangkit dan meraih kembali pasar musik mereka dari dunia
Orkes Padang Pasir di Medan jelas banyak bedanya dengan Orkes Padang Pasir
yang ada di Jawa, hal ini dapat dilihat bahwa gaya permainan musik mereka selalu
diiringi dengan full band, seperti grup Bintang-Bintang Illahi pimpinan Agus Sunaryo
atau Zamain Bersaudara. Sedangkan grup-grup di Medan, begitu jelas warna musiknya
yang ingin menjadi duplikat irama musik khas Arab.
Pada tahun 1990, musik instan merajalela bagaikan jamur tumbuh dimusim
hujan. Berbagai kritik dan saran pernah diajukan oleh seorang putra beliau. Namun
sedikitpun Prof. H. Ahmad Baqi tidak tergiur untuk mengikuti perubahan yang
dianggapnya merusak. Pada tahun 1994 dalam acara temu ramah oleh pejabat tinggi Kota
Kinabalu, sebuah penghargaan tertinggi ASDK dinobatkan kepada Profesor. H. Ahmad
Baqi, sebagai seniman dan sastrawan terbaik antar bangsa. Kemudian menyusul pula
Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar memberikan penghargaan sebagai seniman
dan komponis Islam terbaik Sumatera Utara.
Pada tahun 1988, perjalanan musik Prof. H. Ahmad Baqi yang terakhir yaitu ke
Tapanuli Tengah Sibolga. Sepulang dari perjalanan ini suara Prof. H. Ahmad Baqi mulai
sakit-sakitan, suaranya serak dan perlahan menghilang. Inna Lillahi Wa inna illahi
Rojiun,12
12
Ini adalah kalimat yang umu m diucapkan umat Islam ketika mendengar dan melihat umat Isla m lainnya yang meninggal dunia, d ipanggil oleh A llah SWT dan tertimpa musibah. Artinya secara harfiah kita berasal dari Allah dan ke mbali pula kepada Allah. Di dala mnya terkandung ajaran bahwa yang namanya makh luk tu tidak ke kal, dan sementara hidupnya di dunia ini.
tepatnya dua hari dibulan Syawal 1421 H. (22 Januari 1999). Di keheningan
subuh, Ahmad Baqi mengakhiri sujud terakhirnya diatas sajadah pada pukul 2:30 wib dini
hari di usia 78 tahun. Berita duka pun bertambah, ketika anak tertua Prof. H. Ahmad Baqi
meninggal dunia sepulang dari pemakaman ayahnya. Kepergian beliau sangat
mengejutkan kota Medan. Beberapa hari kepergian Prof. H. Ahmad Baqi, Pimpinan
Orkes dihibahkan kepada seorang Putra Prof. H. Ahmad Baqi yaitu Ahmad Syauqi.
mengadakan acara Malam Kenangan Ahmad Baqi di Hotel Garuda Plaza, Medan. Yang
dihadiri tamu dari Negara jiran, Bapak Hanan Bin Awang dari Kota Kinabalu, serta
Wakil Gubernur Sumatera Utara.
Rekaman piringan hitam (dalam pergelaran musik) yang dihasilkan oleh H.
Ahmad Baqi semasa hidupnya adalah sebagai berikut:
1. JB Interprise Jakarta 19 September 1968,
2. KMI Kuala Lumpur / Life 12 Januari 1971,
3. MMI Malaysia 4 Juni 1971,
4. MMI Malaysia 7 Juni 1972,
5. RTM Kota Kinabalu 12 Juni 1972,
6. RTM / Life 12 Juni 1974,
7. RTM Malaysia 26 Februari 1976,
8. King Musical Industri, Malaysia 2 Maret 1976,
9. RTM Malaysia 20 April 1976, dan
10. RTM Kuala Lumpur & MMI 26 November 1982.
Rekaman yang dihasilkan dalam bentuk kaset Ahmad Baqi di Medan dan
Jakarta semasa hidupnya adalah sebagai berikut.
1. Doa dan Airmata (Vol 1) 14 Oktober 1974,
2. Hawa dan Nafsu (Vol 2) 27 Maret 1975,
3. Bisikan Dunia (Vol 3) 28 Maret 1975,
5. Madah Pusaka (Vol 5) 23 Februari 1976,
6. Pantai Suratan (Vol 6) 21 September 1976,
7. Hidup yang Kekal (Vol 7) 6 Oktober 1976,
8. Harga Diri (Vol 8) 26 Mei 1977,
9. Letak Bahagia (Vol 9) 28 Mei 1977,
10. Usia dan Cita -cita (Vol 10) 1 Agustus 1978,
11. Jangan Harapkan (Vol 11) 24 Agustus 1978,
12. Tangkal Melangkah (Vol 12) 28 Agustus 1978,
13. Nelayan (Vol 13) 1 September 1978,
14. Walau Dimana (Vol 14) 22 Maret 1979,
15. Seribu Kenangan (Vol 15) 23 April 1979,
16. Jadda (Vol 16) 20 Agustus 1979,
17. Pantai Narathiwat (Vol 17) 21 Agustus 1979,
18. Meniti Batang (Vol 18) 23 Agustus 1979, dan
19. Petuah Guru September 1991.
karya-karya Ahmad baqi tersebut terkodifikasi di dalam album-album yang
dihasilkannya, yang sebahagian besar adalah dijual dalam bentuk kaset atau piringan
hitam yang komersial. Beberapa album di antaranya bahkan dicetak di Malaysia baik
secara legal maupun ilegal. Kemudian keberadaan lagu-lagu dan orkesnya ini diteruskan
oleh anandanya yaitu haji Ahmad Sauqi dan juga beberapa murid haji Ahmad Baqi
seperti Zulfan Effendi Lubis. Di antara mereka juga adalah Hajjah Saidah Lubis, yang
menjadi pimpinan kelompok Orkes Padang Pasir Nurul Hasanah, yang menjadi objek
penelitian ini.
Latar belakang pertumbuhan dan perkembangan orkes-orkes Padang pasir seperti
terurai di atas menjadi landasan budaya, bagi Orkes Padang Pasir Nurul Hasanah untuk
musik ini yaitu Ibu Hajjah Saidah Lubis. Beliau terinspirasi dengan keberadaan Orkes
padang pasir El-Suraya, terutama ikon dan kepemimpinan Prof. H. Ahmad Baqi, yang