• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM PERJALANAN MUSIK PADANG PASIR DI INDONESIA DAN SUMATERA UTARA - Analisis Fungsi, Struktur Musik, dan Lirik Lagu-lagu yang Dipertunjukkan oleh Kelompok Musik Padang Pasir Nurul Hasanah di Binjai, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM PERJALANAN MUSIK PADANG PASIR DI INDONESIA DAN SUMATERA UTARA - Analisis Fungsi, Struktur Musik, dan Lirik Lagu-lagu yang Dipertunjukkan oleh Kelompok Musik Padang Pasir Nurul Hasanah di Binjai, Sumatera Utara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERJALANAN MUSIK PADANG PASIR

DI INDONESIA DAN SUMATERA UTARA

2.1 Pengertian Musik Padang Pasir

Musik Padang Pasir adalah salah satu jenis musik Kasidah yang memiliki irama

bernuansa islami. Musik Padang Pasir memiliki suara atau irama-irama yang bernuansa

islami, dan cenderung ke dakwah baik dalam syair, melodi, dan ritme dan unsur Arab

sangat menonjol dalam irama meski ada juga pengaruh lain.7

7www.wikipedia.com

Musik Padang Pasir

merupakan musik yang syair-syairnya dapat membantu manusia untuk lebih mendekatkan

diri kepada pencipta alam dan isinya. Kecenderungan dakwah dalam seni terutama

musik, bukan semata-mata propaganda, sebab pengertian dan peranan dakwah dalam

Islam sangat luas sekali. Sajak atau syair-syair dalam musik Padang Pasir mengandung

unsur agama, sehingga mengajak pendengarnya untuk berbuat kebaikan yang diridhai

Allah SWT. Melalui syair-syair yang ada pada musik Padang Pasir, manusia dapat

belajar arti hidup dan kehidupan, sehingga akan membuat manusia lebih tawakal

(2)

2.2 Perkembangan Musik Padang Pasir di Indonesia

Musik

Padang Pasir

adalah musik yang berkembang di masyarakat secara

turun temurun, dan dikembangkan sebagai sarana hiburan. Tiga komponen yang

saling memengaruhi di antaranya adalah seniman, musik itu sendiri, dan

masyarakat

penikmatnya. Hal ini bermaksud untuk mempersatukan persepsi antara pemikiran

seniman dan masyarakat tentang usaha bersama dalam mengembangkan dan

melestarikan seni musik

Padang Pasir

. Menjadikan musik

Padang Pasir

sebagai

perbendaharaan seni musik di masyarakat, sehingga musik

Padang Pasir

lebih

menyentuh pada sektor komersial umum. Musik

Padang Pasir

juga adalah musik

yang berkembang secara tradisional, di kalangan suku-suku tertentu. Keberadaan

musik

Padang Pasir

yang digunaka n seba gai hiburan, tent unya suda h sangat

sering dilakukan dalam sebuah seni pertunjukan. Dalam sebuah pertunjukan seni,

mus ik

Padang Pasir

sering diaransemen kembali menjadi sebuah musik yang

lebih modern dan dalam jumlah pemusik yang diminimaliskan dengan tujuan

untuk sebagai hiburan dan untuk seni pertunjukan.

Musik

Padang Pasir

adalah perkembangan

dampak

sejarah yang sudah dimulai sejak tahun enam puluhan di Indonesia.

Musik

Padang Pasir

dulu sering disebut musik

Gambus

, namun mengalami perubahan

(3)

berubah menjadi mus ik

Padang Pasir

8

Awalnya musik

Padang Pasir

ini hanya diminati oleh penduduk

Indonesia dari keturunan Arab saja, namun sekarang sudah banyak juga penduduk

pribumi yang menyukai lagu- lagu musik

Padang Pasir

. Musik

Padang Pasir

diketahui munculnya pertama kali di indonesia dibawa oleh para pedagang Arab

yang datang untuk menjual berbagai kebutuhan

. Oleh karena itu, musik

Padang Pasir

adalah musik yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan

sekarang ini teknologi telah mengubah warna musik. Berbagai jenis musik telah

banyak yang menggunakan alat-alat elektronik yang sesuai dengan apa yang

dialami oleh jaman sekarang ini.

9

Pada tahun 1935, suara Syech Abdullah Albar pertama kali mengudara

lewat Studio Nirom yang sekarang telah menjadi RRI Stasiun Surabaya.

Lagu-.

Selain para pedagang ada juga

kaum ulama dari Arab yang datang untuk menyebarkan agama islam sekaligus

menyebarkan musik- musik yang be rnuansa Islami di Indo nesia. Musik

Padang

Pasir

telah dikembangkan oleh seorang seniman keturunan Hadramaut (Yaman

Selatan) kelahiran Surabaya, yakni Syech bin Abdullah Albar (1908-1947).

Namanya melambung bersamaan dengan kemajuan peredaran piringan hitam di

Indonesia, dan pada saat yang sama pula stasiun-stasiun penyiaran radio juga

sedang gencar dibangun di Indonesia. Sehingga Syech Abdullah Albar memiliki

popularitas melebihi dari penyanyi musik

Padang Pasir

sebelumnya, seperti Umi

Kalsoum, Abdul Wahab, dan Farid Alatras.

8

www.wikipedia.com

9

(4)

lagu Syech Abdullah Albar sering diputar hampir setiap minggu. Bukan itu saja,

piringan hitam rekamannya juga tersebar luas di Malaysia dan Jazirah Arab.

Namun seniman berbakat itu wafat di usia muda pada 30 Oktober 1947 di

Suraba ya. Sepeninggal Syech Abdullah Albar sampai era tahun 1950-an,

orkes-orkes musik

Padang Pasir

makin banyak bermunculan dan terkenal. Setiap

malam jumat selalu ada dua grup yang selalu tampil mengisi siaran di RRI Stasiun

Suraba ya . Dua grup yang selalu tampil adalah Orkes Padang Pasir Al-Wardah

pimpinan Muchtar Lutfie da n Orkes Padang Pasir Al-Wathan pimpinan Hasan

Alaydrus. Namun pada tahun 1960-an pamor orkes-orkes tersebut menurun akibat

Politik Demokrasi Terpimpin yang melarang kesenian di Indonesia bercampur

dengan kebudayaan asing.

Sering kita mendengar bahkan menyanyikan lagu "Perdamaian" yang

dipopulerkan group band GIGI, atau lagu Kota Santri yang dilantunkan penyanyi Diva

Indonesia, Krisdayanti. Namun, sama sekali tidak disadari, kedua lagu tersebut

merupakan lagu-lagu kasidah modern yang sebelumnya telah dipopulerkan oleh group

musik Padang Pasir Nasida Ria asal Semarang yang hingga kini masih melegendaris.

Grup musik kasidah modern ini berdiri 1975 di Kauman, Semarang, dan hingga kini telah

menelurkan 34 album berbahasa Indonesia dan dua album berbahasa Arab. Album

perdana, Alabaladil Makabul, diproduksi 1978 di bawah PT Ira Puspita Record yang

dipasarkan di dalam dan luar negeri. Grup musik Nasida Ria telah mampu menembus

hiruk pikuk berbagai aliran musik, dengan sentuhan dan kreasi yang mengkombinasikan

irama Padang Pasir ini menjadi disukai masyarakat.

Nasida Ria berawal dari grup rebana yang berkat inovasi dan kreasi Mudrikah

Zain. Grup ini memiliki genre tersendiri, dengan ciri khasnya berupa artis dan musisi

(5)

beribu tempat untuk mengisi acara, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan sejumlah

lagunya yang sudah tidak asing di telinga penggemar seperti Shalawat Badar, Kaya

Miskin Bahagia, Damailah Palestina, Magadir, dan Nabi Muhammad Insan Pilihan.

Kiprah perjalanan Nasida Ria antara lain, mengisi paket Acara Hari Raya Idhul Fitri di

TMII (Taman Mini Indonesia Indah) Jakarta setiap tahun, Tour Show Silaturrahmi

Djarum 76 di 16 Kota Jateng 2001-2004. Selain itu, grup musik ini juga pernah tampil

dalam Islamic Art and Cultural Perfomance di Batam Kepulauan Riau [2004] dan Isra'

Mi'raj di Tanjung Pinang [2006], serta berbagai tempat di pelosok tanah air. Baik

undangan hajatan maupun acara resmi berbagai lembaga.

Sementara di luar negeri, Nasida Ria juga pernah tampil memenuhi undangan

Kerajaan Malaysia pada peringatan 1 Muharam 1988, Berlin Maret 1994, undangan Haus

de Kulturen derWelt (Lembaga Kebudayaan Jerman) dalam paket Die Garten des Islam

(Pameran Kesenian Islam Dunia). Di Jerman Juli 1996, grup ini tampil dalam festival

Heimatklange ‘96 Sinbad Travels di delapan kota seperti Berlin, Reclinghousen dan

Dusseldof, atas undangan Cultural Departement of The Senat of Berlin and Tempodrom,

SFB, ORB, European Forum of Worldwide Music Festival. Atas kiprah dan pretasi yang

telah diperoleh, Nasida Ria banyak mendapat penghargaan, seperti Pengemban Budaya

Islam dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat Jakarta (1989), Penghargaan Seni

dari PWI Jateng (1992) dan Anugrah Keteladanan dari PRPP Jateng (2004).

2.3 Perkembangan Musik Padang Pasir di Sumatera Utara

Pertumbuhan dan perkembangan Orkes Padang Pasir di Indonesia kemudian

tumbuh di Sumatra Utara sekitar tahun 1960-an. Tokoh-tokoh seperti Hasyim P.E., H.

Adam Sakimaman, H. Azra'i Abdurrauf dan H. A. Rifai Abdja Manaf adalah tokoh yang

(6)

sekarang lebih dikenal sebagai guru para qari dan qariah yang mengikuti Musabaqah

Tilawatil Quran Nasional, selain pernah dikenal sebagai ahli kasidah di Sumatera Utara

namanya juga terdengar sampai ke Malaysia. Ketika masih bekerja di Nirom sejak tahun

1938, H. Rifai sudah memulai karirnya sebagai pencipta lagu bernafas Islami. Lagu karya

anggota DPRD Kotamadya Medan dari Golkar ini yang sangat populer sampai sekarang

adalah lagu Panggilan Jihad yang meneriakkan seruan "Allahu Akbar". Sehingga lagu ini

dinilai oleh Menteri Kemajuan Tanah, Galian dan Tugas-tugas Malaysia, Datuk Ashry

bin Haji Muda, sebagai lagu yang membangkitkan semangat dan kepahlawanan bagi

perjuangan umat Islam.

Pertumbuhan dan perkembangan Orkes Padang Pasir di Sumatera Utara

terutama di Kota Meda n, suda h semakin ba nyak grup yang memperlihatkan

kuantitasnya. Selain bertujuan untuk dakwah, masing- masing grup berlomba

menyempurnakan jumlah pemain dan peralatan. Kuantitas ini mulai diperlihatkan

sejak munculnya El-Kawakib yaitu sebuah lemba ga gabungan orkes-orkes Padang

Pasir yang ada di Medan yang terdiri dari berbagai nama. Tetapi apabila mereka

dibut uhka n, mereka harus bersedia bermain di ba wah sebuah nama grup di luar

nama grup mereka sendiri. Sebagai pelopornya waktu itu adalah H. Rivai, Prof. H.

Ahmad Baqi, dan Muhaddis Nasution. El-Kawakib didirikan sejak tahun 1968.

Tetapi entah apa sebabnya, aktivitas dan perkembangan orkes gabungan ini

sekarang tidak lagi berkembang. Aktivitasnya sudah tak terdengar lagi, sehingga

orang mengira mereka sudah pasif. Padahal cita-cita El-Kawakib sejak mulai

(7)

saja berbau Arab. El-Kawakib diharapkan nantinya bisa menjadi sebuah orkes

simphoni

10

Menurut Djohan A. Nasution, Kepala Kabin Kesenian Perwakilan

Departemen P dan K Sumatera Utara, Orkes Padang Pasir di Sumatera Utara yang

terdaftar di arsipnya sampai sekarang 28 buah. Namun demikian yang dihitung

aktif secara menyolok, terutama di TVRI (Televisi Republik Indonesia) Studio

Medan atau di RRI (Radio Republik Indonesia) Medan, masih bisa dihitung

dengan jari

. Tetapi cita-cita itu ternyata kandas.

11

Orkes Padang Pasir El-Suraya adalah kelompok seni musik yang dibuat

oleh seniman kota Medan sebagai wujud kreativitas. El-Suraya ada lah suatu grup

musik yang menyajikan musik

Padang Pasir

dan digarap kembali menjadi lebih

modern. Terbentuknya Orkes Padang Pasir El-Suraya dilatarbelakangi adanya

. Perkembangan zaman menimbulkan perubahan seperti pada

berbagai jenis-jenis grup musik yang hampir sama dengan Orkes Padang Pasir

yaitu sepe rti grup mus ik Nasyid dan Sholawat Badar. Seni musik dengan aliran

kasidah atau dikenal juga dengan Irama

Padang Pasir

sangat dipengaruhi oleh

kebudayaan Arab dan India. Group Qasidah ini menghimpun diri dalam sebuah

wadah atau kelompok orkes musik yakni Orkes Padang Pasir El-Suraya dari Kota

Medan (1977-1990).

10Wawancara dengan Ibu Hajjah Saidah Lubis, selaku pimpinan Orkes Padang Pasir Nurul Hasanah pada tanggal 28 Novemb er 2011.

(8)

keinginan dari Prof. H. Ahmad Baqi untuk membentuk sebuah grup musik

Padang Pasir

.

Prof. H. Ahmad Baqi adalah anak bungsu dari 4 bersaudara dari pasangan

H. Abdul Majid dan Hajjah Halimah. Beliau Lahir di Kampung Baru, Medan, 17

Juni 1921. Prof. H. Ahmad Baqi terlahir dari latar belakang keluarga yang bukan

seniman. Ayah dari Prof. H. Ahmad Baqi berlatar belakang seorang guru mengaji

yang sangat terpandang dan disegani didaerah mereka menetap dan karena

didikan ayah beliau. Prof. H. Ahmad Baqi ditempah untuk menjadi seorang

ulama. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1941 perang Asia Timur Raya, Prof.

H. Ahmad Baqi memutuskan keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya di

Universitas Al- Azhar di Mesir. Namun, Tuhan punya rencana lain bagi Prof. H.

Ahmad Baqi, karena gagal melanjutkan cita-citanya, tidak menghambat beliau

untuk maju terus mengasah ilmu de ngan memba nt u sang ayah mengajar mengaji.

Prof. H. Ahmad Baqi cukup cerdas untuk mengetahui segala tingkat bacaan di

Al-Qur’an, seperti

tajwid, hawa

, dan lain sebagainya. Hingga pada suatu hari beliau

belajar menggesek biola secara autodidak, tanpa di dampingi oleh seorang guru

musik, Prof. H. Ahmad Baqi hanya berpedoman kepada

hawa

Al-Qur’an seperti:

rast, soba, sikkah

,

hijaz, bayati, huzam

dan lain seba gainya yang dijadika n sarana

bagi Prof. H. Ahmad Baqi untuk mengasah ilmu dan sekaligus menjadi guru biola

yang sangat berharga untuk beliau pelajari.

Ayah Prof. H. Ahmad Baqi yang keras dan fanatik tidak mengizinkan

putranya untuk mempelajari musik. Karena ayah Prof. H. Ahmad Baqi

(9)

Prof. H. Ahmad Baqi sedang mengasah ilmu biolanya, tanpa disadari sang ayah

datang ke mudian biola Prof. H. Ahmad Baqi yang paling berharga itu dipatahkan

oleh sang ayah. Prof. H. Ahmad Baqi berprinsip, dan tidak mau menentang

pendapat sang ayah, beliau hanya berpedoman kepada fatwa yang dikutip dari

Buya Hamka: “Bahwa umat Islam di Indonesia berkesenian itu halal, selama

karya seni itu mengandung moral dan tidak mendatangkan kerusakan.”

Pada tahun 1947, Prof. H. Ahmad Baqi melamar di Perusahaan Listrik Negara

(PLN) yang dikelola oleh orang Belanda. Disela waktu luang sebagai seorang karyawan,

Prof. H. Ahmad Baqi pun tetap mengasah kecermatannya dalam menggesek biola, hingga

akhirnya beliau bertemu dengan Wahab, seorang guru musik hasil didikkan orang

Belanda. Hasilnya sempurnalah ilmu beliau dengan berguru pada lelaki yang lebih muda

dari usianya dalam mempelajari not balok dan partiturnya. Dengan beberapa syair yang

ditulis dan ia simpan, Prof. H. Ahmad Baqi mencoba menyempurnakan syair-syairnya

kedalam sebuah lagu dan partitur not balok. Kesempurnaan itu terlahir dengan

menciptakan lagu Teluk Berombak yang menjadi karya ciptanya yang pertama yang ia

ciptakan di tanah kelahirannya Kampung Baru, Medan pada tgl 16 april 1952.

Prof. H. Ahmad Baqi menikah dengan seorang wanita yang berasal dari daerah

Tapanuli bernama Dewiana Siregar. Putri dari Bapak H. Mustakim Siregar dengan Hajjah

Zakiah Lubis. Dari hasil pernikahannya Prof. H. Ahmad Baqi dikaruniai 8 orang anak,

yang terdiri 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan.

El-Suraya terbentuk pada tahun 1964 karena hasrat Prof. H. Ahmad Baqi,

berkeinginan untuk memiliki sebuah wadah dimana beliau mampu memotori murid

didikannya yang beranggotakan 25 orang. Salah seorang murid wanita beliau kini telah

berhasil ia tempah selama beberapa tahun. Namun sangat disayangkan, khusus untuk

(10)

piringan hitam. Pada tanggal 23 Februari sampai 30 Maret 1965, adalah tahun pertama

grup El-Suraya mengisi acara di Hotel Panghegar, Bandung, Jawa Barat pada acara

Konferensi Asia-Afrika. Perjalanan perdana yang memakan waktu 1 bulan 7 hari ini

menjadi suatu momen yang berkesan untuk Prof. H. Ahmad Baqi masa itu.

Pada tahun 1967, kedatangan Atikah Rahman, Asmidar Darwis, Rukiah

Zein, dan Mohammad Taher menjadi semangat untuk Prof. H. Ahmad Baqi dalam

kepemimpinannya sebagai seorang

leader

untuk membina murid- muridnya. Pada

tahun 1952 hingga 1965, Prof. H. Ahmad Baqi telah menciptakan 40 buah lagu

dan instrumental. Judul-judul Instrumental tersebut diantaranya adalah

El

Ghuyyum, Balladi, Kecewa, Zikrayat, Fuadi, El Hamamah

, dan

Syauqi

.

Judul-judul lagu yang beliau ciptakan pada masa itu adalah

Pengembara, Nelayan

Derita, Pemuda Islam, Bunda, Ummi-Ummi, Pusara Kasih Al’Ayyam, Dunia

Bitigri

, dan lain sebagainya.

Bergemanya suara Atikah Rahman menyanyika n

Pusara Kasih

, Asmidar Darwis

menyanyikan

Pemuda Islam

, dan Mohammad Taher menyanyikan

Nelayan

,

menjadikan perjalanan El-Suraya semakin terkenal dalam mengisi berbagai

kegiatan hiburan masyarakat, acara pernikahan, syukuran dan acara hari besar

Islam di Kota Medan.

Kejeniusan Prof. H. Ahmad Baqi dalam menciptakan lagu semakin tidak

terbendung. Sekembalinya dalam perjalanan beliau ke daerah Tanah Karo, Tiga

Binanga, tepatnya tahun 1967 beliau menciptakan lagu- lagu berjudul

Beduk dan

Azan

,

Subhanallah, Cita-Cita, Kemarau, Pilihan Terakhir, Doa dan Air mata,

Sadarlah, Madah

Terakhir

, dan banyak lagi. Pada tanggal 18 juli 1968, Prof. H.

(11)

Lagu yang menggunakan

hawa rast

dalam Al-Qur’an menambah indah

lagu tersebut dan menjadikan lagu ini sebagai

The Symbol of El-Suraya

.

Instrumental musik Pantai Kenangan, Mandili, dan Khal El Habib, meramaikan

karya cipta beliau hingga tahun 1970.

Pada tanggal 30 April sampai 1 juni 1970, Prof. H. Ahmad Baqi

memboyong anggotanya yang berjumlahkan 25 orang untuk menghadiri

undangan perdana El-Suraya ke Kota Baru, Kelantan, yang diundang oleh Dato’

H. Mohammad Asri Bin H. Muda. Pada tahun inilah penganugerahan gelar

honoris causa

diberikan oleh Perdana Menteri Besar Kelantan kepada Prof. H.

Ahmad Baqi. Gelar profesor pun ia sandang di depan nama beliau.

Penghargaan yang sama juga diberikan oleh H. Bahrum Jamil (pendiri

Universitas Islam Sumatera Utara) kepada Prof. H. Ahmad Baqi , diberikan

beberapa saat kepulangan beliau dari perjalanan Kota Baru Kelantan sebagai

komponis lagu- lagu nasyid pada masa itu. Ketika usianya menginjak 75 tahun,

pada 1997, pendiri El-Suraya itu juga mendapat gelar Ahli Setia Darjah Kota

Kinabalu dari Kerajaan Sngkan dari Pemerintah Indonesia, Prof. H. Ahmad Baqi

menerima anugerah sebagai Pembina Seni dan Budaya Sumatera Utara dari

Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar.

Meskipun karya seni musik aliran irama Padang Pasir ini awalnya tidak

diperhitungkan sebagai kreativitas yang bisa menghasilkan keuntungan banyak, tetapi

akhirnya Orkes Padang Pasir El-Suraya menjadi salah satu orkes yang cukup

populer di kota Medan bahkan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei

(12)

hangat-hangatnya melawan pengaruh dari budaya Barat. Hal ini menunjukkan bahwa Orkes

Musik El-Suraya tidak begitu mendapat perhatian dari pemerintah setempat dan

kurangnya kesadaran masyarakat untuk mempelajarinya.

Pada tahun 1977, prestasi yang membanggakan bagi kota Medan, bahwa Kota

Medan memiliki sebuah Orkes Padang Pasir yang diakui kemahirannya dalam segi

aransement, syair, dan lagu-lagunya di industri musik Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Peran serta para seniman berbakat sangat berpengaruh pada perkembangan Orkes Padang

Pasir yang ada di kota Medan pada zamannya. Tanpa penanganan kreatif dari seniman itu

sendiri, Orkes Padang Pasir di kota Medan tidak akan mampu bersaing dengan

Orkes-Orkes lain yang berada diluar kota Medan ataupun di luar Indonesia. Penyajian lagu yang

sederhana dan lirik-lirik lagu yang baik membuat Orkes Padang Pasir El-Suraya memiliki

nilai plus dibanding Orkes-orkes Padang Pasir diluar kota Medan dan di luar Indonesia.

Pada tahun 1984, seorang ajudan wakil presiden merekrut Prof. H. Ahmad Baqi

dan sebagian anggotanya untuk hijrah ke Jakarta. Beliau meminta Prof. H. Ahmad Baqi

mengganti nama El-Surayya menjadi Azzizan. Namun grup Azzizan ini hanya bertahan

sampai 4 tahun saja. Selama ada di Jakarta, lagu Cintaku dan Sebuah Nama adalah 2

buah karya cipta beliau yang sangat populer.

Dua tahun kepulangan dari Jakarta, membawa perubahan yang sangat melesukan

di dalam El-Surayya, tepatnya pada tahun 1990. Orkes Padang Pasir El-Suraya

mengalami kemunduran karena kemunculan alat musik keyboard yang serba praktis,

murah ,dan serba bisa untuk menghibur suatu acara. Hingga perlahan, Orkes Padang Pasir

El-Suraya semakin pudar di pasaran dan akhirnya Kota Medan harus merelakan

orkes-orkes musik pusat (Jakarta) bangkit dan meraih kembali pasar musik mereka dari dunia

(13)

Orkes Padang Pasir di Medan jelas banyak bedanya dengan Orkes Padang Pasir

yang ada di Jawa, hal ini dapat dilihat bahwa gaya permainan musik mereka selalu

diiringi dengan full band, seperti grup Bintang-Bintang Illahi pimpinan Agus Sunaryo

atau Zamain Bersaudara. Sedangkan grup-grup di Medan, begitu jelas warna musiknya

yang ingin menjadi duplikat irama musik khas Arab.

Pada tahun 1990, musik instan merajalela bagaikan jamur tumbuh dimusim

hujan. Berbagai kritik dan saran pernah diajukan oleh seorang putra beliau. Namun

sedikitpun Prof. H. Ahmad Baqi tidak tergiur untuk mengikuti perubahan yang

dianggapnya merusak. Pada tahun 1994 dalam acara temu ramah oleh pejabat tinggi Kota

Kinabalu, sebuah penghargaan tertinggi ASDK dinobatkan kepada Profesor. H. Ahmad

Baqi, sebagai seniman dan sastrawan terbaik antar bangsa. Kemudian menyusul pula

Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar memberikan penghargaan sebagai seniman

dan komponis Islam terbaik Sumatera Utara.

Pada tahun 1988, perjalanan musik Prof. H. Ahmad Baqi yang terakhir yaitu ke

Tapanuli Tengah Sibolga. Sepulang dari perjalanan ini suara Prof. H. Ahmad Baqi mulai

sakit-sakitan, suaranya serak dan perlahan menghilang. Inna Lillahi Wa inna illahi

Rojiun,12

12

Ini adalah kalimat yang umu m diucapkan umat Islam ketika mendengar dan melihat umat Isla m lainnya yang meninggal dunia, d ipanggil oleh A llah SWT dan tertimpa musibah. Artinya secara harfiah kita berasal dari Allah dan ke mbali pula kepada Allah. Di dala mnya terkandung ajaran bahwa yang namanya makh luk tu tidak ke kal, dan sementara hidupnya di dunia ini.

tepatnya dua hari dibulan Syawal 1421 H. (22 Januari 1999). Di keheningan

subuh, Ahmad Baqi mengakhiri sujud terakhirnya diatas sajadah pada pukul 2:30 wib dini

hari di usia 78 tahun. Berita duka pun bertambah, ketika anak tertua Prof. H. Ahmad Baqi

meninggal dunia sepulang dari pemakaman ayahnya. Kepergian beliau sangat

mengejutkan kota Medan. Beberapa hari kepergian Prof. H. Ahmad Baqi, Pimpinan

Orkes dihibahkan kepada seorang Putra Prof. H. Ahmad Baqi yaitu Ahmad Syauqi.

(14)

mengadakan acara Malam Kenangan Ahmad Baqi di Hotel Garuda Plaza, Medan. Yang

dihadiri tamu dari Negara jiran, Bapak Hanan Bin Awang dari Kota Kinabalu, serta

Wakil Gubernur Sumatera Utara.

Rekaman piringan hitam (dalam pergelaran musik) yang dihasilkan oleh H.

Ahmad Baqi semasa hidupnya adalah sebagai berikut:

1. JB Interprise Jakarta 19 September 1968,

2. KMI Kuala Lumpur / Life 12 Januari 1971,

3. MMI Malaysia 4 Juni 1971,

4. MMI Malaysia 7 Juni 1972,

5. RTM Kota Kinabalu 12 Juni 1972,

6. RTM / Life 12 Juni 1974,

7. RTM Malaysia 26 Februari 1976,

8. King Musical Industri, Malaysia 2 Maret 1976,

9. RTM Malaysia 20 April 1976, dan

10. RTM Kuala Lumpur & MMI 26 November 1982.

Rekaman yang dihasilkan dalam bentuk kaset Ahmad Baqi di Medan dan

Jakarta semasa hidupnya adalah sebagai berikut.

1. Doa dan Airmata (Vol 1) 14 Oktober 1974,

2. Hawa dan Nafsu (Vol 2) 27 Maret 1975,

3. Bisikan Dunia (Vol 3) 28 Maret 1975,

(15)

5. Madah Pusaka (Vol 5) 23 Februari 1976,

6. Pantai Suratan (Vol 6) 21 September 1976,

7. Hidup yang Kekal (Vol 7) 6 Oktober 1976,

8. Harga Diri (Vol 8) 26 Mei 1977,

9. Letak Bahagia (Vol 9) 28 Mei 1977,

10. Usia dan Cita -cita (Vol 10) 1 Agustus 1978,

11. Jangan Harapkan (Vol 11) 24 Agustus 1978,

12. Tangkal Melangkah (Vol 12) 28 Agustus 1978,

13. Nelayan (Vol 13) 1 September 1978,

14. Walau Dimana (Vol 14) 22 Maret 1979,

15. Seribu Kenangan (Vol 15) 23 April 1979,

16. Jadda (Vol 16) 20 Agustus 1979,

17. Pantai Narathiwat (Vol 17) 21 Agustus 1979,

18. Meniti Batang (Vol 18) 23 Agustus 1979, dan

19. Petuah Guru September 1991.

karya-karya Ahmad baqi tersebut terkodifikasi di dalam album-album yang

dihasilkannya, yang sebahagian besar adalah dijual dalam bentuk kaset atau piringan

hitam yang komersial. Beberapa album di antaranya bahkan dicetak di Malaysia baik

secara legal maupun ilegal. Kemudian keberadaan lagu-lagu dan orkesnya ini diteruskan

oleh anandanya yaitu haji Ahmad Sauqi dan juga beberapa murid haji Ahmad Baqi

seperti Zulfan Effendi Lubis. Di antara mereka juga adalah Hajjah Saidah Lubis, yang

menjadi pimpinan kelompok Orkes Padang Pasir Nurul Hasanah, yang menjadi objek

penelitian ini.

Latar belakang pertumbuhan dan perkembangan orkes-orkes Padang pasir seperti

terurai di atas menjadi landasan budaya, bagi Orkes Padang Pasir Nurul Hasanah untuk

(16)

musik ini yaitu Ibu Hajjah Saidah Lubis. Beliau terinspirasi dengan keberadaan Orkes

padang pasir El-Suraya, terutama ikon dan kepemimpinan Prof. H. Ahmad Baqi, yang

Referensi

Dokumen terkait