Moralitas Pajak; Solusi Kepatuhan Perpajakan di Indonesia
Indonesia perlu mencoba meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP) dengan pendekatan ethic ketimbang melalui penegakan hukum dan peningkatan tarif sanksi. Kenapa? Karena tidak semua WP enggan membayar pajak. Terdapat WP yang secara sukarela bersedia membayar pajak dengan patuh. Hal itu tak lain dan tak bukan disebabkan adanya tax morality, yaitu factor etika. Pencanangan tahun 2016 sebagai tahun penegakan hukum pajak tidak lebihnya seperti gertak sambal. Data menunjukkan bahwa dengan jumlah auditor saat ini terhadap jumlah Wajib Pajak (WP) hanya akan menghasilkan probability of detection kurang dari 1%. Sehingga moral pajak yang dibina dengan baik akan meningkatkan kepatuhan perpajakan.
Manusia tidak selalu bersifat egois dan mementingkan diri sendiri. Perilaku manusia juga dipengaruhi oleh nilai-nilai moral yang membentuk etika. Dengan etika ini, bisa digunakan untuk mengarahkan pada perilaku patuh pajak. Sektor eksekutif mempunyai andil besar dalam meningkatkan
tax morality jika disbanding sector legislative dan yudikatif. Dalam penerpan Good Governance, perlu diperhatikan beberapa hal dalam meningkatkan tax morality wajib pajak, yaitu ; system administrasi perpajakan, akuntabilitas pemerintahan, dan kepuasan terhadap layanan public.
Sistem administrasi perpajakan yang memberi kemudahan kepada pembayar pajak-lah yang seharusnya diciptakan. Bagaimana mungkin kita mengharapkan kepatuhan wajib pajak tinggi jika administrasi berbelit-belit. Wajib pajak yang berniat membayar pajak dengan patuh bisa berubah
menjadi enggan atau lebih parahnya menyuap pegawai pajak demi kemudahan dan kelonggaran. Kita harus bisa merubah image bahwa administrasi perpajakan mudah dan bebas dari korupsi. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah memiliki kemajuan pesat sejak reformasi birokrasi tahun 2008.
Kemudian aspek berikutnya untuk meningkatkan tax morality adalah menciptakan trust masyarakat kepada pemerintah dengan menerapkan akuntabilitas. Masyarakat sebagai pembayar pajak tentunya ingin memastikan bahwa pajak yang dibayarkan kepada Negara digunakan dengan benar. Kita
tahu bahwa pajak dipungut guna menjalankan roda pemerintahan. Tax morality akan hancur jika masyarakat beranggapan uang pajak yang mereka bayar hanya dikorupsi. Akuntabilitas diperlukan agar masyarakat bisa mengetahui kemana saja uang pajak mereka digunakan. Apakah sudah digunakan untuk kesejahteraan masyarakat atau sebaliknya.
Aspek terakhir adalah kepuasan masyarakat terhadap layanan public yang disediakan pemerintah. Kita ambil contoh, jika jalan di depan rumah kita rusak apakah kita masih akan patuh dalam
membayar pajak. Kecil kemungkinan akan patuh bayar pajak, yang ada malah pikiran ͞lari kemana uang pajak yang aku bayarkan?͟. Dengan pelayanan public yang baik menjadi bukti bahwa uang pajak digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Secara otomatis akan menimbulkan rasa berutang pada Negara yang telah melayani sebaik-baiknya warganya dan akan sukarela membayar pajak.
Pada akhirnya, masalah kepatuhan perpajakan adalah masalah yang dihadapi setiap Negara. Bagi Indonesia, menumbuhkan tax morality lebih efektif dan efisien jika dibandingkan penegakan