• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM YAHYA BIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TELAAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM YAHYA BIN"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pemimpin Redaksi

Dr. Muhammad Muflih, MA. Politeknik Negeri Bandung

Dewan Penyunting

Dr. Muhammad Umar Mai, M.Si. Politeknik Negeri Bandung Dr. Iwan Setiawan, SE., ME. Politeknik Negeri Bandung Dr. Dian Imanina B., SE., M.Si., Ak., CA. Politeknik Negeri Bandung

Jaenal Effendi, Ph.D. Institut Pertanian Bogor

Dr. A. Jajang W. Mahri, M.Si. Universitas Pendidikan Indonesia Dr. Deliana, SE., M.Si., Ak., CA. Politeknik Negeri Medan Dr. Elen Puspitasari, SE., M.Si. Unisbank Semarang Dr. Eng. Saiful Anwar SE., M.Si., Ak. STIE Ahmad Dahlan

Sekretaris

Setiawan, SE., ME.Sy.

Editing dan Layout

Mochamad Edman Syarief, ST., MM.

Operator Web

Hasbi Assidiki Mauluddi, SE.Sy., ME.Sy.

Alamat Redaksi

Gedung Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung

Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung 40012, Kotak Pos 1234 Telepon: (022) 2013 789 Fax: (022) 2013 889

Email: ekspansi@polban.ac.id

Penerbit

(3)

DAFTAR ISI

OPTIMISASI LABA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINIER

Elis Ratna Wulan dan Yosi Sri Rejeki ... 1 ANALISIS KONSENTRASI PENGANGGURAN PROVINSI DAN FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA DI INDONESIA TAHUN 2007-2011

Sri Rahayu Budi Hastuti dan Wahyu Dwi Artaningtyas ... 15 KESIAPAN DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS MASYARAKAT

EKONOMI ASEAN (MEA)

Aan Zulyanto ... 29 PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

Seto Sulaksono Adi Wibowo dan Arisma Sabillilah ... 47 ANALISIS PENGARUH CSR DISCLOSURE TERHADAP FINANCIAL

PERFORMANCE DENGAN FINANCIAL LEVERAGE DAN COMPANY SIZE SEBAGAI VARIABEL MODERATING

Hamdani Arifulsyah Suci Nurulita ... 61 TELAAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM : YAHYA BIN ADAM AL-QARASHI

(±140 H/755 M – 203 H/818 M)

Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama ... 77 PERUBAHAN DIVIDEN TUNAI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN DARI

LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI, DAN HARGA SAHAM

Vemy Suci Asih ... 87 ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI, ARUS KAS BEBAS, DAN HARGA

SAHAM TERHADAP DIVIDEN KAS (Studi pada Perusahaan Manufaktur Subsektor Makanan Dan Minuman yang Tercatat di BEI Periode 2010-2014)

Trias Anggundini, Khairunnisa, dan Muhamad Muslih ... 103 PERAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP IMPLEMENTASI NEW PUBLIC

MANAGEMENT DALAM PENINGKATAN KINERJA MANAJERIAL SEKTOR PUBLIK

Lili Indrawati ... 117 PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR DAN TEKANAN ANGGARAN WAKTU

TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung)

(4)

OPTIMALISASI LABA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI

MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINIER

Elis Ratna Wulan

UIN Sunan Gunung Djati Bandung elis_ratna_wulan@uinsgd.ac.id

Yosi Sri Rejeki

UIN Sunan Gunung Djati Bandung yosisrirejeki@rocketmail.com

Abstract : Linear programming is a mathematical methods to resolve problems allocate limited resources to achieve a destinations like to maximize profits and minimize costs. One of the methods to resolve linear programming problems is simplex method maximum. This research takes into the production of Flat Panel Monitor of four sizes and will point more the products that contribute the main function of profit. Methodology for the optimization of the profit of LCDs manufacturing company, the linear programming and sensitivity analysis methods were applied. The four constraints of the LCDs production planning are (1) acquire of line space for production, (2) the assembly of products, (3) quality control and assurance hours (4) and packaging of material. Results in all three scenarios the total profit is optimum and increases from scenario 1 to scenario 3. The difference between the profit of scenario 1 and scenario 2 is $ 257625, and gap between scenario 2 and scenario 3 is $ 171750. Conclusion the three scenarios for the production of the LCDs present the varying consequence of the maximum profit for the company. However, the third scenario is the most optimal solution for the maximization of the objective function.

Keywords: Linear programming, Simplex method, Production Planning, Profit Optimization

Abstrak : Pemrograman Linier merupakan metode matematika untuk menyelesaikan masalah mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Salah satu metode untuk menyelesaikan masalah pemrograman linier adalah metode simpleks maksimasi. Tujuan penelitian ini memperhitungkan produksi Flat Panel Monitor dari empat ukuran dan akan menunjukkan lebih banyak hasil yang akan memperbesar fungsi untuk mendapat keuntungan. Metode pemrograman linear dan analisis sensitivitas yang diterapkan untuk mengoptimalkan keuntungan perusahaan. Empat kendala perencanaan produksi LCD (1) mendapatkan ruang baris untuk produksi, (2) perakitan produk, (3) Kontrol kualitas jam dan jaminan (4) dan kemasan bahan. Hasil: Dalam tiga skenario, total keuntungan optimal dan meningkat dari skenario 1 ke skenario 3. Perbedaan keuntungan antara skenario 1 dan skenario 2 adalah $ 257625, dan selisih antara skenario 2 dan skenario 3 adalah $ 171750. Kesimpulan: tiga skenario untuk produksi LCD menyajikan konsekuensi yang berbeda-beda bagi perusahaan. Namun, skenario ketiga adalah yang paling optimal untuk memaksimalkan fungsi tujuan.

(5)

1. PENDAHULUAN

Pemrograman Linier (LP) berperan penting untuk memecahkan masalah dan sebagai alat untuk analisis. Berbagai masalah telah ditangani oleh para peneliti dengan menggunakan program linier. Pemrograman Linier digunakan baik dalam akademik, lembaga untuk belajar dan peneliti siswa untuk membantu dalam penyelidikan model bangunan, pemecahan masalah dan juga menganalisis output. Pemrograman Linier juga digunakan untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal (Al – Kuhaldi et. al., 2012).

Secara teoritik banyak pendekatan yang bisa dilakukan dalam menganalisis keuntungan maksimum dalam sebuah industri. Salah satu pendekatan tersebut adalah dengan menggunakan metode simpleks sebagai bagian dari teknik program linier. Pemrograman linier telah efektif diterapkan dalam berbagai bidang telekomunikasi, transportasi, produksi, energi, blending, jaringan aliran dan awak maskapai penjadwalan (Al – Kuhaldi et. al., 2012). Penelitian ini membahas tentang perencanaan produksi menggunakan pemrograman linier dan penentuan solusinya agar diperoleh laba yang optimal serta analisis sensitifitas pada pemrograman linier.

2. METODOLOGI

Metode yang digunakan adalah studi literatur, yaitu mengumpulkan informasi dari beberapa buku, jurnal, makalah, artikel, dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan perencanaan produksi menggunakan pemrograman linier.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perencanaan Produksi

Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu perusahaan. Manajemen produksi adalah pekerjaan yang berkaitan dengan penciptaan barang dan jasa melalui pengubahan masukan (faktor produksi) menjadi keluaran atau hasil produksi. Adapun tujuan produksi adalah produktivitas, sedangkan manajemen produksi adalah pencapaian produktivitas dengan efisien dan efektif (Taufiq, 2002).

Permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan industri berkaitan dengan manajemen produksi adalah sering terjadinya ketidak-seimbangan antara perencanaan produksi dengan permintaan di pasar sering mengakibatkan terjadinya penumpukan jumlah persediaan yang cukup besar.

Adapun tujuan perencanaan produksi adalah (Taufiq, 2002):

a. Untuk mencapai tingkat keuntungan (profit) tertentu. Misalnya berapa hasil (output) yang diproduksi supaya dapat dicapai tingkat profit yang diinginkan, dan tingkat presentase tertentu dan keuntungan (profit) pertahun terhadap penjualan (sales) yang diinginkan.

b. Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan tetap mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu.

(6)

d. Untuk mengusahakan supaya perusahaan dapat bekerja pada tingkat efisiensi tertentu.

e. Untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) pasilitas yang sudah ada pada perusahaan yang bersangkutan.

3.2 Pemrograman Linier

Pemrograman linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber daya yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara terbaik yang mungkin dilakukan. Secara umum Pemrograman linier dapat dikatakan sebagai masalah pengalokasian sumber daya yang terbatas seperti, buruh, bahan baku, mesin dan modal, dengan cara sebaik mungkin sehingga diperoleh keputusan terbaik. Program linier banyak diterapkan dalam membantu menyelesaikan masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain–lain. Ada dua metode penyelesaian masalah yang digunakan dalam program linier, yaitu metode grafis (untuk dua variabel) dan metode simpleks (untuk dua variabel atau lebih) (Eiselt and Sandblom, 2000).

Pemrograman linier menyangkut optimalisasi (min /max) dari variabel dengan fungsi linear yang dibatasi oleh hubungan linier.Model maksimisasi untuk model produksi diberikan sebagai berikut (Al – Kuhaldi et. al., 2012) :

Maksimumkan Z = c1x1+ C2x2+. . . +cnxn

Dengan kendala 𝑎11𝑥1+ 𝑎12𝑥2+ … 𝑎1𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏1

𝑎21𝑥1+ 𝑎22𝑥2+ … + 𝑎2𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏2 (3.1)

𝑎𝑚1𝑥1+ 𝑎𝑚2𝑥2 + … 𝑎𝑚𝑛𝑥𝑛(≤, =, ≥)𝑏𝑚

dan

𝑥1 ≥ 0, 𝑥2 ≥ 0, … 𝑥𝑛 ≥ 0

Simbol 𝑥1, 𝑥2, … 𝑥𝑛 menunjukan variabel keputusan. Jumlah variabel keputusan tergantung dari jumlah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Simbol 𝑐1, 𝑐2, … , 𝑐𝑛 merupakan koefisien fungsi tujuan. Simbol 𝑎11, … , 𝑎1𝑚, … , 𝑎𝑚𝑛 merupakan pengunaan per unit variable keputusan akan sumber daya yang membatasi, atau disebut juga sebagai koefisien fungsi kendala pada model matematiknya. Simbol 𝑏1, 𝑏2, … , 𝑏𝑚 menunjukan masing-masing sumber daya yang ada. Jumlah fungsi kendala akan tergantung dari banyaknya sumber daya yang terbatas. Pertidaksamaan terakhir 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 ≥ 0 menunjukan batasan non negatif.

Langkah-langkah dalam menyelesaikan metode simpleks (Basuki, 2009) :

a. Mengubah fungsi tujuan dan fungsi kendala (lihat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan di atas)

(7)

c. Memilih kolom kunci.

Kolom kunci adalah kolom yang mempunyai nilai pada baris Z yang bernilai negatif dengan angka terbesar

d. Memilih baris kunci

Indeks = 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 (𝑵𝑲) 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒌𝒐𝒍𝒐𝒎 𝒌𝒖𝒏𝒄𝒊

Baris kunci adalah baris yang mempunyai index terkecil. e. Mengubah nilai-nilai baris kunci

Dengan cara membaginya dengan angka kunci Baris baru kunci = baris kunci : angka kunci

f. Mengubah nilai-nilai selain baris kunci sehingga nilai-nilai kolom kunci(selain baris kunci) = 0

Baris baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci) g. Melanjutkan perbaikan-perbaikan (langkah 3-6) sampai baris Z tidak ada nilai negatf. Untuk mendapatkan solusi dan hasil yang optimal, dapat menggunakan software matematika, salah satunya yaitu POM For Windows.

3.3 Perencanaan Produksi dan Formulasi dari Program Linier

Untuk memproduksi panel datar monitor ukuran 19 ", 20", 22 ", dan 23". dari setiap item per ukuran membutuhkan sumber daya seperti panel meter LCD untuk produksi, dan tenaga kerja terampil untuk perakitan komponen,jaminan kualitas dan kemasan produk. Setiap sumber daya untuk produksi bervariasi dalam biaya. Kendala dan tuntutan untuk produksi panel Monitor datar diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Perusahaan untuk Pembuatan Monitor

Bahan

(8)

menguntungkan dalam penjualannya. Untuk maksimalisasi keuntungan, perusahaan harus memproduksi sebanyak LCD karena dapat menjual pada kendala produksi. Sumber daya yang dibutuhkan untuk pembuatan LCD dari keempat ukuran diberikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Total Sumber Daya untuk Produksi

Bahan yang

Produksi monitor LCD baru dimulai secara otomatis saat stok produk memiliki kurang dari 10% dari item. Hubungan antara sumber daya, produksi dan penjualan produk ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Model yang Mempresentasikan Secara Simultan

Keuntungan struktural dieksploitasi oleh model LP dan analisis untuk menghindari kesalahan. Dalam kenyataannya, keputusan-keputusan terjadi secara berturut-turut dengan seiringnya waktu.

P19”LCD = Jumlah 19 "LCD yang diproduksi

P20”LCD = Jumlah 20 "LCD yang diproduksi

P22”LCD = Jumlah 22 "LCD yang diproduksi P23”LCD = Jumlah 23 "LCD yang diproduksi

LCDPM = Jumlah Panel Meter LCD untuk memperoleh produksi AP = Jumlah jam kerja untuk perakitan produk

(9)

S23”LCD = Jumlah LCD 23” yang dijual

Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut, untuk masalah manufaktur dengan mengikuti LP dan maksimalisasi Z diberikan sebagai berikut: Perhitungan yang lebih rinci disajikan pada lampiran skenario tiga.

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Analisis sensitivitas adalah suatu analisis tentang bagaimana perubahan koefisien fungsi tujuan dan sisi sebelah kanan kendala mempengaruhi solusi optimal. Model LP dapat ditelusuri kembali dari tiga skenario dalam analisis sensitivitas seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Solusi Optimal Keuntungan dari 3 Skenario

Produk Keperluan untuk produksi LCD

Situasi Skenario

untuk produksi 25500 30600 34000

Pemasangan 57000 68400 76000

Kualitas control dan

jaminan waktu 18750 22500 25000

Pengemasan produk

dalam jam 31125 37350 41500

(10)

Dari Tabel 3 untuk perhitungan yang lebih rinci, disajikan pada lampiran untuk masing – masing skenario.

Dalam tiga skenario, perusahaan LCD monitor membutuhkan sumber daya untuk produksi LCD Monitor. Jika perusahaan memproduksi 7500, 6000, 3750 dan 8200 untuk 19 "LCD, 20 "LCD, 22" LCD dan 23 "LCD, Maka memiliki permintaan 75% dari semua ukuran LCD. ketika permintaan meningkat sampai 90%, jumlah 19 "LCD, 20" LCD, 22 "LCD dan 23" LCD adalah 9000, 7200, 4500, dan 9900. Akhirnya,permintaan menjadi 100% untuk 19 "LCD, 20" LCD, 22 "LCD dan 23"LCD untuksetiap kategori adalah 10000, 8000, 5000 dan 11.000. Dalam skenario pertamarendahnya jumlah semua ukuran LCD yang diproduksi dan keuntungan perusahaantetap rendah yaitu $ 1288125. Dalam skenario kedua jumlah produk lebih besar dari skenario pertama dan keuntungan juga meningkat menjadi $ 1545750 dalam skenario ketiga, jumlah produk terbesar dan juga keuntungan yang maksimal dari tiga skenario yaitu $ 1717500.

Kalkulasi keuntungan untuk skenario pertama

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Kendala

P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD–LCDPM≤ 0 2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD– AP≤ 0 0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD– QCP≤ 0 P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD– PgP≤ 0 S19”LCD≤ 7500

S20”LCD≤ 6000 S22”LCD≤ 3750 S23”LCD≤ 8250 S19”LCD– P19”LCD≤ 0 S20”LCD– P20”LCD≤ 0 S22”LCD– P22”LCD≤ 0 S23”LCD– P23”LCD≤ 0

= -15*25500 -25*57000 -30*18750 -15*31125 + 120*7500 + 150*6000 + 180*3750 + 200*8250

= -382500 – 1425000 – 562500 – 466874 + 900000 + 900000 + 675000 + 1650000 = -2836875 + 4125000

= 1288125

Kalkulasi keuntungan untuk skenario kedua

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Kendala

(11)

0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD– QCP≤ 0 P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD– PgP≤ 0 S19”LCD≤ 9000

S20”LCD≤ 7200 S22”LCD≤ 4500 S23”LCD≤ 9900 S19”LCD– P19”LCD≤ 0 S20”LCD– P20”LCD≤ 0 S22”LCD– P22”LCD≤ 0 S23”LCD– P23”LCD≤ 0

= -15*30600 -25*68400 -30*22500 -15*37350 + 120*9000 + 150*7200 + 180*4500 + 200*9900

= -459000-1710000-675000-560250+1080000+1080000+810000+1980000 = -3404250+4950000

= 1545750

Kalkulasi keuntungan untuk skenario ketiga

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Kendala

P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD–LCDPM≤ 0 2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD– AP≤ 0 0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD– QCP≤ 0 P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD– PgP≤ 0 S19”LCD≤ 10000

S20”LCD≤ 8000 S22”LCD≤ 5000 S23”LCD≤ 11000 S19”LCD– P19”LCD≤ 0 S20”LCD– P20”LCD≤ 0 S22”LCD– P22”LCD≤ 0 S23”LCD– P23”LCD≤ 0

= -15*34000 -25*76000 -30*25000 -15*41500 + 120*10000 + 150*8000 + 180*5000 + 200*11000

= -510000-1900000-750000-622500+1200000+1200000+900000+2200000 = -3782500+5500000

= 1717500

(12)

Tabel 3.4 Perbedaan Hasil Perhitungan

Produk Keperluan untuk Produksi LCD

Situasi Skenario pertama Skenario kedua Skenario ketiga

Manual POM Manual POM Manual POM

19”LCD 7500 7500 9000 9000 10000 10000

20”LCD 6000 6000 7200 7200 8000 8000

22”LCD 3750 3750 4500 4500 5000 5000

23”LCD 8200 8200 9900 9900 11000 11000

LCD (ukuran panel)

untuk produksi 25500 25450 30600 27150 3400 34000

Pemasangan 57000 56875 68400 61125 76000 76000

Kualitas kontrol dan

jaminan waktu 18750 18700 22500 20400 25000 25000 Pengemasan produk

dalam jam 31125 31425 37350 37800 41500 42000

Total keuntungan 1288125 127900 1545750 1539000 1717500 1710000

4. KESIMPULAN

Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu perusahaan. Managemen produksi adalah pekerjaan yang berkaitan dengan penciptaan barang dan jasa melalui pengubahan masukan (faktor produksi) menjadi keluaran atau hasil produksi. Adapun tujuan produksi menurut yamit adalah produktivitas, sedangkan managemen produksi adalah pencapaian produktivitas dengan efisien dan efektif. Perencanaan produksi LCD untuk perusahaan, membutuhkan suatu model untuk mengatasi keputusan di masa depan. Model maksimisasi untuk model produksi diberikan sebagai berikut:

Maksimumkan

Z = c1x1+ c2x2+. . . +cnxn Dengan kendala

𝑎11𝑥1+ 𝑎12𝑥2+ … 𝑎1𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏1

𝑎21𝑥1+ 𝑎22𝑥2+ … + 𝑎2𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏2

𝑎𝑚1𝑥1+ 𝑎𝑚2𝑥2+ … 𝑎𝑚𝑛𝑥𝑛(≤, =, ≥)𝑏𝑚

dan

(13)

Metode simpleks digunakan untuk mencari nilai optimal dari program linier yang melibatkan banyak kendala (pembatas) dan banyak variabel (lebih dari dua variabel). Langkah untuk menentukan nilai optimal dari pemrograman linier menggunakan metode simpleks maksimasi yaitu: langkah pertamanya mengubah fungsi tujuan dan fungsi kendala. Langkah kedua yaitu menyusun persamaan-persamaan ke dalam tabel simpleks. Langkah ketiga memilih kolom kunci, langkah keempat memilih baris kunci. Baris kunci adalah baris yang mempunyai indeks terkecil.

Indeks = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑁𝐾) 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚𝑘𝑢𝑛𝑐𝑖.

Langkah kelima yaitu mengubah nilai-nilai baris kunci dengan cara membaginya dengan angka kunci.

Baris baru kunci = baris kunci dibagi angka kunci.

Langkah keenam yaitu mengubah nilai-nilai selain baris kunci sehingga nilai-nilai kolom kunci (selain baris kunci) = 0.

Baris baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci) Langkah ketujuh yaitu melanjutkan perbaikan-perbaikan (langkah 3-6) sampai baris Z tidak ada nilai negatif (solusi optimum).

Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui perubahan sisi kanan, rentang tertentu dan koefisien fungsi tujuan dengan solusi optimal. Tiga skenario untuk produksi LCD menyajikan konsekuensi yang berbeda-beda dari keuntungan maksimal untukperusahaan. Skenario ketiga adalah solusi yang paling optimal untuk memaksimalkan fungsi tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Al – Kuhaldi, K; Zain, Z.M dan Hussein, M.I. 2012. Production Planning of LCDs: Optimal Linear Programming and Sensitivity Analysis. Industrial Engineering Letters vol 2, No.9, 2012.

Rizqie, Aulia M., dkk. 2013. Maksimalisasi Keuntungan dengan Pendekatan Metode Simpleks. Jurnal Liquidity Vol. 1 , No. 2: 144-150.

Eiselt, H.A. dan Sandblom, C.L. 2000. Linear Programming and Its Applications. Dalhouise University: Department of Industrial Engineering.

Montarcih, L., dan Soetopo, W. 2009. Pengantar Managemen Teknik Sumber Daya Air. Malang: CV Citra.

Patison, A. 2010. Program Linier. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/198108 142005012-FITRIANI_AGUSTINA/ALGORITMA_SIMPLEKS.pdf [10 Mei 2014].

(14)

Taufiq, R. 2002. Optimasi Rencana Produksi Menggunakan Model Matriks Transformasi Bowman. Performa Vol.1.No.1:26-34.

Sudradjat. 2010. Pendahuluan Penelitian Operasional Diktat Kuliah. Bandung: Universitas Padjajaran

(15)

LAMPIRAN – LAMPIRAN

SKENARIO 1

(16)

SKENARIO 2

(17)

SKENARIO 3

(18)

ANALISIS KONSENTRASI PENGANGGURAN PROVINSI DAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI INDONESIA TAHUN 2007-2011

Sri Rahayu Budi Hastuti

UPN “Veteran“ Yogyakarta rahayubudih@yahoo.com

Wahyu Dwi Artaningtyas

UPN “Veteran“ Yogyakarta artaningtyas@ymail.com

Abstract: This study aims to analyze the province unemployment concentration and to analyze the influence of economic growth, investment growth, population growth and wage growth to the province unemployment concentration in Indonesia. The data used are secondary data taken from the provinces in Indonesia at 2007-2011. To analyze the province unemployment concentration used value of concentration index and to analyze the influence of economic growth, investment growth, population growth and wage growth to province unemployment concentration used multiple regression with panel data. Results of the research from the average value of concentration index shows that 12 provinces from the 33 provinces in Indonesia are the unemployment basis (NAD, North Sumatra, West Sumatra, Riau, Riau Islands, DKI Jakarta, West Java, Banten, East Kalimantan, North Sulawesi, South Sulawesi and Maluku). Results of the panel data regression of 4 factors included in the model only economic growth influence to province unemployment concentration in Indonesian.

Keywords : unemployment concentration, concentration index, economic growth, investment growth, population growth and wage growth.

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi pengangguran serta menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi , pertumbuhan investasi , pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan tingkat upah terhadap konsentrasi pengangguran propinsi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 2007 – 2011. Alat analisis yang digunakan dalam menganalisis konsentrasi pengangguran adalah menggunakan Indeks Konsentrasi, sedangkan untuk menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi , pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah adalah dengan menggunakan regresi berganda dengan data panel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika dilihat dari nilai rata rata indeks konsentrasinya, maka terdapat dua belas propinsi di Indonesia yang merupakan basis pengangguran. ( Nangro Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku ). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan data panel , hanya variabel pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran propinsi di Indonesia.

(19)

1. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi adalah sebuah proses multidimensi yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan pemberantasan kemiskinan (Todaro, 1988). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan hal yang harus ada agar pembangunan yang berkelanjutan bisa terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk tiap tahun selalu mengalami peningkatan, sehingga terjadi pula peningkatan konsumsi dan perlu pula adanya peningkatan pendapatan (Tambunan, 2009). Di pihak lain pertumbuhan penduduk akan meningkatkan jumlah angkatan kerja sehingga memerlukan lapangan kerja untuk memperoleh pendapatan. Jika lapangan kerja yang tercipta tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk akan berakibat pada meningkatnya jumlah pengangguran.

Pengangguran di Indonesia akan tetap menjadi masalah jika tidak segera ditanggulangi. Jika tingkat pengangguran paling tinggi 2-3 persen, dapat diartikan bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh atau full employment (Sadono Sukirno, 2008). Di Indonesia tingkat pengangguran masih relatif tinggi walaupun selama tahun 2007-2011 terus mengalami penurunan, seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Tingkat Pengangguran di Indonesia tahun 2007-2011

Tahun Tingkat pengangguran

Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2007-2011. Pada bulan Agustus tahun 2007 tingkat pengangguran sebesar 9,11% dan terus mengalami penurunan hingga pada bulan yang sama tahun 2011 menjadi 6,56%. Namun angka tersebut masih relatif tinggi jika dibanding saat tahun-tahun sebelum krisis ekonomi 1997, angka pengangguran pada umumnya kurang dari 5%. Pada awal terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 tingkat pengangguran hanya 4,7%. Relatif tingginya angka pengangguran Indonesia menunjukkan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu menyerap tenaga kerja baru dan mengurangi kemiskinan (Kuncoro, 2010).

(20)

kerja baru guna mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinan (Arsyad, 2010). Oleh karena itu pemerintah terus berusaha untuk terus mengurangi tingkat pengangguran. Agar usaha pemerintah dalam mengurangi pengangguran dapat berjalan dengan baik, maka perlu mengetahui konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran juga perlu diketahui. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran sebenarnya sangat banyak dan kompleks, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi empat faktor yaitu pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah.

Pengangguran mempunyai pengertian yang berbeda-beda dan bisa berubah-ubah dalam setiap waktu. Di Indonesia pengertian penggangguran berdasar sensus penduduk tahn 1971 adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (Simanjuntak, 2006). Orang dinyatakan penganggur adalah mereka yang tidak bekerja sama sekali selama satu minggu sebelum pencacahan dan berusaha mencari pekerjaan. Pengangguran merupakan masalah pokok dalam suatu masyarakt modern. Jika tingkat pengangguran tinggi, maka sumber daya terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat merosot (Todaro, 2006). Konsentrasi pengangguran diartikan sebagai tingkat penggangguran pada suatu komunitas penduduk tertentu yang dapat memberikan informasi perbandingan antar wilayah/provinsi. Dengan menggunakan indeks konsentrasi (Concentration Index), maka konsentrasi pengangguran dinyatakan tinggi atau provinsi basis pengangguran kalau nilai Cocentration Index lebih dari satu.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh A. Hasan dan P. De Broucker (1982) yang berjudul “Duration and concentration of unemployment” menjelaskan tentang

perputaran pasar tenaga kerja sebagai penentu pengangguran di Kanada. Konsentrasi pengangguran akan terjadi pada musim kering yang panjang. Kesulitan dalam akses ke pekerjaan dalam jumlah yang tinggi bagi pengangguran musim kering tidak berakhir ke pekerjaan tetapi dalam pengurangan angkatan kerja.

Penelitian oleh Elisabeta Jaba, Christiana Balan, Mihai Romawi dan Monica Romawi (2008), yang berjudul “Statistical evaluation of spatial concentration of unemployment by gender” menjelaskan tentang distribusi spasial pengangguran

berdasarkan gender, di kabupaten Rumania. Kurve Lorenz dan Indeks Gini digunakan untuk mengidentifikasi pola konsentrasi spasial pengangguran tersebut. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam konsentrasi pengangguran, dimana konsentrasi spasial pengangguran lebih besar pada pengangguran populasi wanita.

Mikael Nordenmark yang meneliti dengan judul “The Concentration of Unemployment Families and Social Networks : A Question of Attitudes or Structural Factors?

(21)

struktural seperti kelas, etnis, tingkat usia pengangguran dan jumlah penduduk, bukan karena sikap para anggota kelompok pengangguran.

Dharendra Wardhana (2006) melakukan penelitian berjudul “Pengangguran Struktural di Indonesia : keterangan dari analisis SVAR dalam kerangka Hysteresis

yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran di Indonesia menyimpulkan bahwa tingkat pengangguran dipengaruhi oleh guncangan labor supply, perubahan GDP tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Untuk mengurangi pengangguran, maka ekspansi fiskal dapat ditempuh dan program padat karya (labor intensive) cukup efisien mengurangi jumlah pengangguran.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia serta bagaimana pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia tahun pada 2007-2011.

2. METODOLOGI

3.1 Definisi Operasional Variabel

3.1.1. Pengangguran

Pengangguran adalah mereka yang tidak bekerja atau yang berusaha mencari pekerjaan untuk memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari pekerjaannya, yang tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu, tetapi bisa dilakukan beberapa waktu sebelumnya asalkan dalam kurun waktu satu minggu sebelum pencacahan masih dalam status menunggu jawaban lamaran yang sudah dibuat.

3.1.2. Konsentrasi pengangguran

Konsentrasi pengangguran diartikan sebagai tingkat penggangguran pada suatu komunitas penduduk tertentu yang dapat memberikan informasi perbandingan antar wilayah/provinsi. Dengan menggunakan indeks konsentrasi (Concentration Index), maka konsentrasi pengangguran dinyatakan tinggi atau provinsi basis pengangguran kalau nilai Cocentration Index lebih dari satu.

3.1.3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi adalah keadaan terjadinya peningkatan nilai output atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan tahun 2000 yang bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik).

3.1.4. Pertumbuhan Investasi

(22)

satuan persen. Investasi ini merupakan gabungan antara investasi domestik (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan investasi asing (Penanaman Modal Asing).

3.1.5. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan Penduduk adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk dalam suatu provinsi pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil proksi yang dilakukan BPS (Badan Pusat Statistik).

3.1.6. Pertumbuhan Upah.

Pertumbuhan Upah adalah keadaan terjadinya peningkatan upah pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen. Upah dalam penelitian ini digunakan Upah Minimum Regional (UMR) yang diberlakukan pada masing-masing provinsi yang menjadi obyek penelitian.

3.2 Metode Analisis Data

3.2.1. Analisis Konsentrasi Pengangguran.

Untuk mengetahui konsentrasi pengangguran masing-masing provinsi digunakan rumus Indeks Konsentrasi (Concentration Index) yang merupakan salah satu alat untuk menguji pola konsentrasi geografis. Rumus Concentration Index (CI) mengacu pada model konsentrasi geografis dengan menyesuaikan nama variabelnya menjadi:

CI = {(Pp/AKp)/(Pn/AKn)}

dimana:

CI = Concentration Index (Indeks Konsentrasi) Pp = jumlah pengangguran provinsi

AKp = jumlah Angkatan Kerja provinsi

Pn = jumlah pengangguran nasional (Indonesia) AKn = jumlah Angkatan Kerja nasional (Indonesia)

Dari hasil perhitungan Indeks Konsentrasi (Concentration Index) , nilainya dibedakan dalam 3 (tiga) kategori yaitu jika :

a. CI > 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran lebih besar daripada nasional (Indonesia) dalam masalah pengangguran dan menjadi provinsi basis pengangguran. b. CI = 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran sama dengan nasional

(Indonesia) dalam masalah pengangguran.

c. CI < 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran lebih kecil daripada nasional (Indonesia) dalam masalah pengangguran.

3.2.2. Analisis faktor yang mempengaruhi Konsentrasi Pengangguran

(23)

dengan data panel. Data panel merupakan data campuran cross section dan time series (Wahyu A. Pratomo, 2007). Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersumber dari BPS atau Instansi pemerintah lainnya yang terkait. Bentuk umum dari regresi dalam penelitian, mengacu pada metode fungsi produksi Cobb-Douglas. Adapun regresi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

CI =  + 1itPE + 2itPI+ 3itPP+ 4itPU+ i

dimana:

CI = Concentration Index PE = pertumbuhan ekonomi PI = pertumbuhan investasi PP = pertumbuhan penduduk PU = pertumbuhan upah  = konstanta

= koefisien regresi i = kesalahan pengganggu

Dalam analisis regresi berganda dengan menggunakan data panel, terdapat tiga pendekatan/model yaitu analisis regresi dengan pendekatan Common Effect Model,

Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Untuk olah data dalam penelitian ini digunakan eviews 6, yang langsung dapat dilakukan uji Hausman untuk mengadakan pilihan model yang paling baik antara Fixed Effect Model atau Random EffectModel. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar penolakan hipotesis nol tersebut dengan menggunakan pertimbangan Chi Square Statistic. Hausman Test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews yaitu jika hasil dari Hausman Test signifikan (probability dari Hausman<α) maka H0 ditolak, artinya model fixed effect lebih baik untuk digunakan. Setelah terpilih pendekatan/model yang baik, maka akan dilakukan uji statistik yang terdiri atas uji t, uji F dan uji goodness of fit.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Konsentrasi Pengangguran Provinsi

(24)

DKI Jakarta, Jabar, Banten, Kaltim, Sulut, Sulsel dan Maluku, sedangkan 18 provinsi lainnya awalnya bukan basis pengangguran akhirnya juga tetap bukan basis pengangguran.

Tabel 2. Indeks Konsentrasi Pengangguran Provinsi di Indonesia 2007-2011

No. Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

(25)

awalnya basis pengangguran akhirnya tetap menjadi basis pengangguran yaitu NAD, DKI Jakarta, Jabar, Banten, Kaltim, Sulut, Sulsel dan Maluku. Dari provinsi-provinsi tersebut ternyata terdapat 3 provinsi berada di pulau Jawa yang jumlah industrinya pada daerah yang bersangkutan cukup banyak yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten. Dengan demikian industri di provinsi-provinsi tersebut diperkirakan tenaga kerja yang digunakan banyak yang bukan berasal dari provinsi yang bersangkutan melainkan berasal dari provinsi lain. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang bersangkutan agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya supaya lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja dari daerah setempat sehingga dapat mengurangi pengangguran di provinsi yang bersangkutan dan pada waktu-waktu yang akan datang tidak lagi menjadi basis pengangguran. Untuk mengetahui lebih jelas provinsi yang menjadi basis pengangguran dan bukan basis pengangguran berdasar rata-rata nilai CI dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kategori Konsentrasi Pengangguran Provinsi Berdasar Nilai Concentration Index (CI)

Sumut Banten Sumsel Kalteng

Sumbar Kaltim Kep Babel Kalsel

Riau Sulut Bengkulu Gorontalo

Kepri Sulsel Lampung Sulteng

DKI Jakarta Maluku Jateng Sulbar

DIY Sultra

Dari 33 provinsi yang bisa dianalisis konsentrasi penganggurannya di atas, hanya terdapat 24 provinsi yang data lengkap, maka olah data dalam analisis regresi faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia tahun 2007-2011 hanya digunakan data dari 24 provinsi.

3.2.1. Uji Hausman

(26)

dari pada alpha sebesar 0,05 (0,0206<0,05), sehingga H0 ditolak dan dapat diartikan bahwa fixed effect model lebih tepat di gunakan untuk analisis penelitian ini.

Tabel 4. Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL01

Cross-section random 11.598048 4 0.0206

Sumber : hasil olah data

3.2.2. Hasil Regresi dengan Fixed Effect Model

Tabel 5. Hasil Regresi dengan Fixed Effect Model

Dependent Variable: CI?

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.988524 0.208720 4.736128 0.0000 Sum squared resid 0.584782 Schwarz criterion -1.369050 Log likelihood 149.1679 Hannan-Quinn criter. -1.755328

F-statistic 90.40830 Durbin-Watson stat 1.855464

Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : hasil olah data

3.2.2.1 Uji t (Pengujian Hipotesis Secara Parsial / Individual)

(27)

Tabel 6. Hasil Uji t

Variabel Koefisien t-statistik Prob. Kesimpulan

PE? -0.012833 -4.958386 0.0000 Signifikan

PI? -9.49E-07 -0.374313 0.7090

Tidak

Signifikan

PP? 0.009837 0.074433 0.9408

Tidak

Signifikan

PU? 0.000102 0.046770 0.9628

Tidak

Signifikan

R Squared 0.963680

F Statistik 90.40830

Prob. F Statistik 0.000000 Sumber : Hasil olah data

Dengan menggunakan α = 5%, secara individual dari 4 variabel bebas yang dimasukkan dalam model hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran adalah variabel pertumbuhan ekonomi. Pada α = 5% uji satu sisi diperoleh nilai t-hitungvariabel pertumbuhan ekonomi sebesar lebih kecil daripada t-tabel (-0.012833<-1,6582), sehingga H0 ditolak yang artinya bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia dan sesuai dengan hipotesis.

3.2.2.2 Uji F (Pengujian Hipotesis Secara Simultan)

Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan/bersama-sama pengaruh variabel-vaiabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hasil olah data pada α = 5%, menunjukan bahwa nilai F-hitung lebih besar dari pada nilai F-tabel (90.40830>2,54). Dengan demikian H0 ditolak yang artinya secara simultan/bersama-sama varibel pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia.

3.2.2.3 Uji goodnes of fit (uji R2)

(28)

3.3 Pembahasan Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Pengangguran Provinsi di Indonesia

Berdasar hasil analisis dari hasil uji t ternyata secara individual dari empat variabel bebas yang dimasukkan dalam model hanya ada satu variabel yaitu variable pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh negatif signifikan terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Koefisien variable pertumbuhan ekonomi sebesar -0.012833 artinya jika pertumbuhan ekonomi di provinsi yang bersangkutan meningkat 1%, maka Konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia akan berkurang 0,012833% dengan asumsi ceteris paribus atau variable lain konstan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap Konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pada umumnya akan semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja yang berarti akan mengurangi tingkat pengangguran sekaligus dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.

Variabel pertumbuhan investasi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh negatif terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi pada masing-masing provinsi di Indonesia tidak mampu menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi. Dengan demikian pertambahan investasi yang ada cenderung kurang menyerap tenaga kerja dan tidak mengurangi pengangguran pada provinsi yang bersangkutan yang selanjutnya juga tidak menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi. Dengan kata lain pertambahan investasi cenderung hanya digunakan untuk peningkatan teknologi yang kurang menyerap tenaga kerja. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang bersangkutan agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya supaya lebih mengutamakan industri yang bersifat padat karya atau lebih banyak menggunakan tenaga kerja khususnya dari provinsi yang bersangkutan daripada menggunakan teknologi modern yang hanya sedikit menyerap tenaga kerja. Dengan demikian meningkatnya investasi untuk industri yang menggunakan tenaga kerja provinsi setempat akan dapat mengurangi pengangguran di provinsi yang bersangkutan dan pada waktu-waktu yang akan datang tidak lagi menjadi basis pengangguran.

(29)

migrasi. Dengan demikian pertumbuhan penduduk karena in-migrasi ini tidak menambah pengangguran pada provinsi tujuan sehingga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran di provinsi yang bersangkutan.

Variabel pertumbuhan upah juga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan upah akan berpengaruh negatif terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Mengingat bahwa pertumbuhan upah dalam penelitian ini digunakan pertumbuhan Upah Minimum Regional (UMR) pada masing-masing provinsi, dimana pada umumnya UMR masih di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) maka kenaikan upah kurang menarik bagi penduduk untuk bekerja di provinsi yang bersangkutan. Dengan demikian kenaikan upah tidak menarik bagi tenaga kerja untuk memasuki dunia kerja formal sehingga tidak mampu mengurangi pengangguran dan akhirnya tidak mampu menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi yang bersangkutan. Melihat pertumbuhan upah (UMR) ini tidak atau kurang menarik bagi penduduk untuk bekerja sehingga tidak mengurangi pengangguran dan tidak mempengaruhi atau mengurangi konsentrasi pengangguran, maka perlu mendapat perhatian pemerintah bahwa dalam menentukan kebijakan khususnya besarnya UMR sebaiknya harus lebih besar daripada KHL.

4. KESIMPULAN

Dari 33 provinsi di Indonesia terdapat 12 provinsi yang memiliki konsentrasi pengangguran lebih besar dari 1 dan merupakan basis pengangguran di Indonesia yaitu provinsi : Nangro Aceh Darusalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku. Dari 12 provinsi tersebut terdapat 3 provinsi yang berada di pulau Jawa yang jumlah industrinya pada daerah yang bersangkutan cukup banyak yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten. Dengan demikian industri yang berada di provinsi-provinsi tersebut tenaga kerja yang digunakan banyak yang bukan berasal dari provinsi yang bersangkutan melainkan berasal dari provinsi lain.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap konsentrasi pengangguran di Indonesia dan sesuai hipotesis, sedangkan tiga variabel lainnya yaitu pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat berati semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja yang berarti akan mengurangi tingkat pengangguran sekaligus dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.

(30)

Pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh negatif terhadap konsentrasi pengangguran. Untuk itu maka masing-masing provinsi sebaiknya terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonominya agar dapat menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi semakin meningkat berati semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja sehingga akan mengurangi tingkat pengangguran dan dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.

Mengingat pertumbuhan investasi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran, maka sebaiknya penggunaan investasi supaya diarahkan pada usaha yang banyak menyerap tenaga kerja atau padat karya dan bukan ke arah padat modal. Dengan proyek yang padat karya, maka diharapkan akan lebih banyak menyerap tenaga kerja di daerah setempat pengangguran dan konsentrasi pengangguran dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

A. Hasan dan P. De Broucker (1982), “Duration and Concentration of Unempoyment”,

Canadian Journal of Economics/Revue Canadienne d'Economique, xv No 4, November 1982.

Ario Pratomo, Wahyu dan Hidayat, Paidi, (2007), Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, Cetakan Pertama, USU Press, Medan.

BPS, (2012), Perkembangan beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, Jakarta Dharendra Wardhana, (2006), “Pengangguran Struktural di Indonesia : keterangan dari

analisis SVAR dalam kerangka Hysteresis”, jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

volume 3, No. , UGM, Yogyakarta

Elisabeta Jaba, Christiana Balan, Mihai Romawi dan Monica Romawi (2008), “Statistical evaluation of spatial concentration of unemployment by gender”, Rumania.

http://ideas.repec.org/p/pra/mprapa/25161.html

Lincolin Arsyad, (2010), Ekonomi Pembangunan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Michael P. Todaro, (1988), Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga, Erlangga, Jakarta Michael P. Todaro, Stephen C. Smith (2006), Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga,

Erlangga, Jakarta

Mikael Nordenmark, “The Concentration of Unemployment Families and Social Networks: A Question of Attitudes or Structural Factors?, European Sociological Review,Vol. 15 No. 1, 49-59. 49. esr.oxfordjournals.org/content/15/1/49.full.pdf

Mudrajad Kuncoro , ( 2009 ), Ekonomika Indonesia : Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Krisis Global, UPP STIM YKPN, Yogyakarta

Mudrajad Kuncoro , ( 2010 ), Ekonomi Pembangunan: Teori, Kebijakan dan politik, Erlangga, Jakarta.

Payaman J. Simanjuntak, (2006), Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, LPFE UI, Jakarta

(31)

Sadono Sukirno, (2008), Makroekonomi, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta

(32)

K

ESIAPAN DALAM

M

ENGHADAPI

E

RA

P

ERDAGANGAN

B

EBAS

M

ASYARAKAT

E

KONOMI

A

SEAN (MEA)

Aan Zulyanto

Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu aanzulyanto@gmail.com

Abstract: The commitment of ASEAN countries to achieve a single economic zone, the ASEAN Economic Community (AEC), applies effectively in early 2016. The Economic Integration is expected will enhance the traffic of goods, services and production factors between ASEAN countries due to the elimination of tariff and regulation. For Indonesia, the ASEAN region has enough contribute to the national economy because more than 20 percent of the activities carried out Intra ASEAN trade. Nevertheless, there are still some issues that need more attention to get gain from the free trade. (i) Trade deficit in Intra-ASEAN continues to increase. Indonesia gets only a trade surplus in four countries; Philippines, Myanmar, Cambodia, and Laos, while the other five ASEAN countries, Indonesia has a large deficit. Unlucky, the surplus comes from small value of transactions, while the deficit occurred in countries with large trade transactions. (ii) The Indonesia competitiveness in ASEAN is relatively still low. The quality of infrastructure, institutional, technological readiness and labor market efficiency is relatively underdeveloped compared with other countries. Nonetheless, the government has been working to increase competitiveness through standardization system and accelerating the development of policies through MP3EI.

Key Words: International Trade, Competitiveness, ASEAN Economic Community (AEC)

Abstrak: Komitmen negara-negara Asean untuk mewujudkan satu kawasan ekonomi tunggal

bernama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) secara efektif berlaku mulai awal tahun 2016. Integrasi Ekonomi tersebut diyakini akan meningkatkan lalu lintas barang dan jasa serta faktor produksi antar negara karena adanya penghapusan regulasi dan tariff yang dapat menghambat perdagangan bebas. Bagi Indonesia, kawasan Asean memberikan kontribusi cukup penting bagi perekonomian nasional karena lebih dari 20 persen aktivitas perdagangan dilakukan Intra Asean. Namun demikian, masih terdapat beberapa persoalan yang perlu mendapat perhatian agar integrasi ekonomi tersebut benar-benar bermanfaat bagi perekonomian domestik, antara lain; (i) Defisit neraca perdagangan intra Asean terus mengalami peningkatan. Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan pada empat Negara, yaitu Filipina, Myanmar, Kamboja, dan Laos, sementara dengan lima Negara ASEAN lainnya Indonesia mengalami deficit yang cukup besar. Parahnya sebagian besar surplus perdagangan terdapat pada nilai transaksi yang relative kecil, sementara deficit terjadi justru pada Negara dengan transaksi perdagangan yang besar. (ii). Daya saing Intra Asean juga masih rendah. Berbagai faktor seperti kualitas infrastruktur, kelembagaan, kesiapan tehnologi dan efisiensi pasar tenaga kerja relative masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Meskipun demikian, pemerintah juga telah berupaya meningkatkan daya saing melalui kebijakan standardisasi dan percepatan pembangunan melalui MP3EI.

(33)

1. PENDAHULUAN

Arus globalisasi dan liberalisasi yang disertai dengan pesatnya perkembangan tehnologi informasi dan transportasi telah meningkatkan intensitas hubungan antar negara-negara di dunia, baik dalam aktivitas ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Suatu kawasan cenderung menjadi terintegrasi dengan kawasan lainnya, sehingga sulit bagi suatu Negara untuk terhindar secara penuh dari perkembangan eksternal yang terjadi diluar otoritasnya. Kondisi ini semakin mendorong Negara-negara untuk melakukan kerjasama baik dalam tataran global maupun regional agar dapat mengambil manfaat dari proses liberalisasi yang terjadi.

Pentingnya kerjasama regional ini juga disadari oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sehingga puncaknya pada tahun 1967 dilaksanakan forum pertemuan oleh lima Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang menghasilkan Deklarasi Bangkok untuk membentuk Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai. Dalam perkembangnya jumlah anggota ASEAN terus bertambah menjadi 10 negara dengan masuknya Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos (1997), Myanmar (1997), dan Kamboja (1998).

Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977 hingga dalam KTT ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, mulai disepakati Visi ASEAN 2020, yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya-saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi. Kemudian pada tahun 2003 disepakati 3 (tiga) pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yaitu: (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural Community. Selanjutnya pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007 disepakati untuk mempercepat ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 (Kementrian perdagangan).

Untuk memuluskan pembentukan MEA, beberapa kesepakatan pendahuluan telah dilakukan, antara lain disepakatinya Common Effective Preferential Tariff– ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi tahun 2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6. Pada tahun 1995, ASEAN mulai memasukkan bidang jasa dalam kesepakatan kerjasamanya yang ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan selanjutnya pada tahun 1998 disepakati pula kerjasama dalam bidang investasi ASEAN Investment Area (AIA).

(34)

namun juga satu basis produksi tunggal (single production base) yang mensyaratkan aliran faktor-faktor produksi yang bebas, termasuk modal dan tenaga kerja terampil. Dengan demikian dalam MEA, seluruh Negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas. Hambatan-hambatan perdagangan bebas, baik tariff maupun non tariff sudah tidak dapat diberlakukan lagi. Disamping itu, terdapat peningkatan fasilitas perdagangan seperti prosedur kepabeanan, melalui pembentukan dan penerapan ASEAN Single Window (ASW), serta mengevaluasi skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and conformance) (Kementrian perdagangan).

Meskipun pembentukan MEA ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan, tetapi tidak sedikit kekhawatiran yang muncul bahwa kita tidak akan mendapat manfaat banyak dari integrasi ekonomi ini selain hanya sebagai pasar yang besar bagi produk-produk luar. Sebagai contoh Produk kehutanan Indonesia yang telah diliberalisasi sejak tahun 2007 belum menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini terlihat dari 127 pos tarif produk yang dibina Kementerian Kehutanan, hanya 34 pos tarif yang mengalami surplus perdagangan, 62 pos tarif mengalami deficit (Lubis, 2013). Kementerian Perindustrian (2011) juga mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industry nasional, salah satunya adalah kinerja sektor elektronik, dan terdapat indikasi dumping untuk beberapa produk tertentu. Begitu juga Bank Indonesia (2008) menyatakan bahwa apabila menggunakan patokan kondisi relatif faktor-faktor produksi, nampaknya manfaat terbesar dari integrasi ASEAN hanya akan dinikmati oleh beberapa negara tertentu, dalam hal ini adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Namun, peluang Indonesia untuk turut menikmati kue ekonomi pasca integrasi tentu saja masih sangat terbuka, yaitu apabila dalam periode 7-8 tahun ini Indonesia mampu melakukan perubahan substansial dalam hal perbaikan SDM maupun fisik (human and physical capital).

Berbagai persoalan dasar seperti infrastruktur, institusi, dan kualitas sumberdaya manusia dirasakan menjadi kendala bagi peningkatan daya saing kita sehingga pelaku usaha diperkirakan belum mampu memainkan peran yang lebih banyak dalam masyarakat ekonomi ASEAN. Untuk itu tulisan ini mencoba melihat kesiapan kita dalam menghadapi MEA melalui kajian terhadap kebijakan pembangunan yang telah dilakukan pemerintah, sebagaimana pendapat Chirativat (2002) dan Park et.al, (2008) bahwa persiapan merupakan kunci keberhasilan peningkatan kinerja industri dan perekonomian dalam menghadapi liberalisasi.

2. LITERATURE REVIEW

2.1. Teori Perdagangan Internasional

(35)

akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu manfaat keterbukaan ekonomi adalah suatu negara memiliki kesempatan mengkonsumsi lebih besar dari kemampuannya berproduksi karena terdapat perbedaan harga relatif dalam proses produksi yang mendorong spesialisasi (Chacoliades, 1978).

Teori Merkantilisme menekankan pentingnya peran ekspor dalam kesejahteraan suatu bangsa. Surplus ekspor tersebut dikonversikan dalam bentuk logam mulia. Sehingga suatu negara akan kuat dan sejahtera apabila memiliki logam mulia yang banyak (Salvatore, 1997). Sementara itu terdapat juga Teori perdagangan internasional Klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith (Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparative), dan JS Mill (Kemanfaatan Relative). Adam Smith berpandangan bahwa adanya keunggulan absolut membuat suatu negara dapat berspesialisasi produksi dan melakukan ekspor, sementara impor dilakukan atas barang-barang yang tidak memiliki keunggulan absolut. Adanya spesialisasi menciptakan manfaat perdagangan antar negara (gain form trade). Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara jika masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Meskipun demikian, Ricardo berpendapat bahwa perdagangan tetap bisa dilakukan meski hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage) yang mengindikasikan adanya keunggulan comparative atas setiap produk di masing-masing negara. Menyempurnakan pandangan Ricardo, JS Mill mengemukakan teori keunggulan comparative dengan menentukan dimanakah letak titik keseimbangan penukaran antara dua Negara yang menukarkan barang masing-masing, supaya nilai yang diminta oleh pihak yang satu justru sama dengan nilai yang ditawarkan oleh pihak lain (Hady, 2004).

(36)

perubahan variabel-variabel tersebut sebagai driving motives timbulnya perdagangan internasional (Sih Prapti E., 1991).

Porter (1990) mengemukakan teori Competitive Advantage of Nation yang banyak mendasari kebijakan industry di suatu negara. Menurut Porter (1990), dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki keunggulan competitive (competitive advantage of nation) terutama pada empat factor penentu yang dikenal sebagai Porter’s Diamond of National Competitive Advantage yaitu Factor Conditions, Demand Condition, Related dan Supporting Industry, dan Firm Strategy Structure & Rivalry.

Sumber: Porter, The Competitive Advantage of Nations, 1990.

Gambar 1. Porter’s Diamond Framework.

Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut sering berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing. Disamping kesempatan, peran pemerintah juga merupakan variable tambahan yang cukup signifikan. (Halwani, 2005).

2.2. Teori Integrasi Ekonomi

(37)

menunjukkan bahwa integrasi ekonomi yang menurunkan atau menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota, dapat meningkatkan daya saing dan membuka besarnya pasar pada negara anggota, dapat meningkatkan persaingan industri domestik yang dapat memacu efisiensi produktif di antara produsen domestik dan meningkatkan kualitas dan kuantitas input dan barang dalam perekonomian, produsen domestik dapat meningkatkan profit dengan semakin besarnya pasar ekspor dan meningkatkan kesempatan kerja.

Jovanovic (2006) mendokumentasikan berbagai definisi integrasi ekonomi yang berkembang dari Tinbergen, Balassa, Holzman, Kahneert, serta Menis dan Sauvant, dan kemudian secara umum mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai sebuah proses di mana sekelompok negara berupaya untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya. Sementara itu, United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Pelkman (2003) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara. Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah. Krugman (1991) memperkenalkan suatu anggapan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya.

Ballasa (1961), Solvatore (1997), dan Hosny (2013) menguraikan integrasi ekonomi atas beberapa bentuk :

1) Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh negaranegara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota. 2) Kawasan perdagangan bebas (free trade area) di mana semua hambatan perdagangan

baik tariff maupun non tarif di antara negara-negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun masingmasing negara anggota masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara nonanggota.

3) Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara lain non-anggota

(38)

5) Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu dengan menyeragamkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota di dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan.

2.3. Global Competitiveness Index

Keunggulan daya saing kompetitif yang dikembangkan oleh Potter juga diakui secara luas sebagai faktor penting yang harus dimiliki oleh suatu Negara agar dapat mengambil manfaat dari terjadinya perdagangan internasional. Menurutnya telah terjadi pergeseran paradigma dalam menerapkan strategi pembangunan ekonomi yang bertumpu kepada comparative advantage, dari bertumpu sumber daya alam, kepada competitve advantage dan peningkatan produktivitas. Bahkan lebih jauh Potters mengembangkan teori competitiveness ini dalam melihat tahapan pembangunan eonomi suatu Negara. Porter (1990) mengklasifikasikan tiga tahapan pembangunan. Tahap Pertama, factor driven economic, yaitu hanya mengandalkan sumber daya alamnya saja untuk melakukan pembangunan. Sumber daya alam yang ada tersebut diolah secara sederhana, kemudian diekspor sehingga mungkin saja negara atau daerah tersebut justru nanti akan mengimpor kembali setelah diolah oleh negara lain. Tahap selanjutnya adalah efficiency driven economic, yaitu menggunakan strategi dengan efisiensi investasi. Pada tahap ini peningkatan produktivitas dari faktor-faktor sumber daya berasal dari investasi. Sedangkan tahap ketiga dari pembangunan adalah innovation driven economic, yaitu suatu kondisi dimana pembangunan dengan menciptakan produk dan jasa dengan nilai tambah yang lebih tinggi, yang lebih unik, melalui inovasi dan peningkatan produktivitas akibat persaingan yang tajam.

Berbagai literature mencoba menggali dan mengidentifikasikan secara lebih luas tentang keunggulan competitive ini. Word Economic Forum telah mengidentifikasi daya saing (competitiveness) sebagai suatu set dari kelembagaan atau institusi, kebijakan, dan berbagai faktor lain yang menentukan tingkat produktivitas suatu Negara. Tingkat produktivitas ini pada gilirannya menunjukkan kemakmuran yang dapat dicapai sebuah perekonomian. Tingkat produktivitas juga menentukan tingkat pengembalian yang bisa diperoleh dari investasi yang dilakukan, dimana investasi ini merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sebuah Negara yang lebih competitive akan tumbuh lebih cepat dari waktu ke waktu. Konsep competitiveness melibatkan komponen yang statis dan dinamis (WEF, 2014).

(39)

Sumber : WEF, 2015, The Global Competitiveness Report 2015–2016.

Gambar 2. Global Competitiveness Index

3. PEMBAHASAN

3.1. Kondisi Perdagangan Internasional Indonesia

Kinerja perekonomian Indonesia tidak terlepas kegiatan perdagangan luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai kerjasama perdagangan yang telah dilakukan baik dalam skala global dan regional, seperti WTO, APEC, AFTA, maupun kerjasama bilateral dengan Jepang (EPA) dan Singapura (KEK). Tingginya keterbukaan ekonomi ini juga tercermin dari kontribusi ekspor dan impor dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), seperti yang terlihat sampai tahun 2013, proporsi nilai ekspor terhadap PDB mencapai 23,74% sementara nilai impor mencapai 25,74% (BPS, 2014).

(40)

Sumber : BPS, 2014.

Gambar 3. Neraca Perdagangan Indonesia 2009 -2013 (Milliar US $)

Dari gambar diatas terlihat bahwa defisit transaksi migas telah mereduksi surplus yang dihasilkan oleh perdagangan sektor non migas, dan deficit ini semakin besar,karena pada saat yang sama surplus perdagagan yang dihasilkan sektor non migas mengalami penurunan terutama setelah tahun 2011. Oleh sebab itu, untuk mengembalikan surplus neraca perdagangan pemerintah perlu menekan import minyak dan sekaligus memperbesar kembali ekspor non migasnya. Tekanan minyak terhadap perekonomian domestic juga ditemukan dalam studi Nizar (2012) dan mengisyaratkan perlunya langkah-langkah yang bisa mentransformasikan kebiasaan masyarakat yang semula boros BBM menjadi hemat BBM, dan mendorong kebijakan pengembangan energi alternatif.

Gambar

Tabel 3 Solusi Optimal Keuntungan dari 3 Skenario
Tabel 3.4 Perbedaan Hasil Perhitungan
Tabel 1. Tingkat Pengangguran di Indonesia tahun 2007-2011
Tabel  2. Indeks Konsentrasi Pengangguran Provinsi di Indonesia 2007-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Budiman PM, selaku Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung maka diketahui bahwa faktor- faktor penghambat tugas dan wewenang Dinas Kebersihan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan kelayakan LKPD berbasis learning content development system (LCDS) pada materi sistem pernapasan

Kantor DPRD sendiri memiliki Persatuan Wartawan Legislatif (PWL) Tugas persatuan wartawan legislatif ini biasa nya meliput atau memuat berita tentang apa saja

Dan pemilih pemula adalah pemilih yang sama sekali tidak pernah atau mempunyai pengalaman dalam mencoblos atau memilih dalam pemilihan umum, maka disini money politic

Dari sejumlah pelajar yang tidak berminat untuk membuka usaha sendiri atau menjadi entrepreneur diperoleh data tentang hal-hal yang dapat merubah pelajar tersebut

Saya berharap jawaban yang diberikan adalah jawaban sejujur- jujurnya sesuai dengan kondisi saat ini tanpa dipengaruhi oleh apapun dan siapapun.. Identitas dan

Reaktivitas : Tidak ada data tes khusus yang berhubungan dengan reaktivitas tersedia untuk produk ini atau bahan bakunya... Stabilitas

menyenangkan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan cepat dan baik. Selera humor guru sangat penting dalam proses pembelajaran,