• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN ABBASIYAH DALAM SEJARAH (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMIKIRAN ABBASIYAH DALAM SEJARAH (1)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

REVISI MAKALAH

Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam 1

“ Pemikiran Abbasiyah Dalam Sejarah ”

Dosen pengampu :

Dr. Muh. Idris, S. Ag., M, Ag

Disusun oleh :

Nama : Widiawati Mokodongan

NIM : 15.2.3.010

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) 1

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izin-Nyalah saya bisa menyelesaikan revisi makalah mengenai “ Pemikiran Abbasiyah Dalam Sejarah” dengan tepat waktu.

Saya juga berterima kasih kepada bapak Muh. Idris selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam yang telah memberikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.

Saya menyadari dalam penulisan revisi makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, baik dari segi penulisannya maupun dari segi pembahasannya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat saya harapkan agar dalam penulisan revisi makalah selanjutnya saya bisa membuatnya dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembacanya.

Manado, 27 November 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah ... 3 B. Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu

Pengetahuam Masa Abbasiyah... 6 C. Kemajuan yang Dicapai Bidang Pengetahuan Masa

Abbasiyah... 7 D. Lembaga Pendidikan Pada Masa Dinasti Abbasiyah .... 13 E. Tujuan Pendidikan Dinasti Abbasiyah ... 16 F. Pola dan Sistem Pendidikan Dinasti Abbasiyah ... 17 G. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah ... 19

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN ... 23

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah Islam telah mencatat, bahwa telah pernah terjadi masa kejayaan pendidikan Islam, disaat mana pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan, baik dipandang dari sudut lembaga pendidikan maupun produktifitas ilmuwan-ilmuwan Islam dalam bentuk karya ilmiah.1

Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.

Pada masa Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima duta-duta asing, bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu.

Masa keemasan Islam dalam bidang pendidikan terjadi pada masa Daulah Abbasiyah. Masa ini dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal serta berbagai universitas dalam pusat kebudayaan Islam. Berbagai lembaga pendidikan tersebut nampak sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan budaya kaum muslimin. Berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu

(5)

menghasilkan pembentukan dan perkembangan berbagai macam aspek budaya kaum muslim.

Selain itu pada masa Dinasti Abbasiyah penghargaan terhadap ilmu serta penghargaan kepada ilmuannya sangat luar biasa. Guru dan penulis dalam berbagai bidang ilmu diberi reward secara material berupa emas yang besarnya sama dengan berat timbangan kertas buku para penulisnya. Terkesan ilmu dan iman benar mengankat kualitas ilmuan, pendidik dan umat ketika itu dan tidak membedakan antara ilmuan agama dan ilmuan non agama, semua ilmu dipandang sebagai wilayah kajian Islam.2

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas penulis dapat merumuskan beberapa rumusan masalah dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah ?

2. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah ?

3. Apa saja kemajuan yang dicapai dalam bidang pengetahuan ? 4. Apa saja tujuan pendidikan dinasti Abbasiyah ?

5. Apa saja lembaga pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah ? 6. Bagaimana pola dan sistem pendidikan dinasti Abbasiyah ?

7. Apa faktor yang menyebabkan dinasti Abbasiyah mundur dan hancur ?

2H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam:Perubahan Konsep, Filsafat dan Metotologi dari

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah

Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah AL-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas.3

Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah, terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan; satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peran untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi Muhammad SAW, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama al-Abbas inilah, nama itu disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah, Khurasan.

Di kota Humaimah, bermukim keluarga Abbasiyah. Salah seorang pimpinannya bernama al-Imam Muhammad bin Ali, yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah. Para pengikut Abbasiyah berjumlah 150 orang, di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang, sedangkan puncak pimpinannya ialah Muhammad bin Ali.

Propaganda4 Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi, Ibrahim, pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya ditangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah, lantas dipenjarakan di Haran, sebelum dieksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya, Abdul Abbas, untuk menggantikan kedudukannya ketika mengetahui ia akan terbunuh, dan memerintahkan untuk

3Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta : Rajawali Pers, 2014), h. 49.

4Propaganda merupakan rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan

(7)

pindah ke Kufah. Sedangkan, pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Maka, segeralah Abdul Abbas pindah dari Humaimah ke Kufah, diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain, seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.

Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hurairah, ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Lantas, Abu Salamah pergi ke Kufah, yang telah ditaklukkan pada tahun 132 H. Sedangkan, Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abdul Abbas, diperintahkan mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad, bersama pasukannya yang melarikan diri; akhirnya dapat ditangkap di dataran rendah Sungai Zab.

Khalifah itu melarikan diri hingga Fustat di Mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah al-Fayyum, pada tahun 132 H/750 M. Dan, berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamnya, yakni Abdul Abbas ash-Shaffah dengan pusat kekuasaan awal di Kufah.

Secara resmi, Abdul Abbas ash-Shaffah mendirikan Dinasti Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung lama, yakni 5 abad, pada tahun 132 – 656 H (750 – 1258 M). Berdirinya pemerintahan ini di anggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dinyatakan oleh Bani Hasyim (Alawiyun), setelah meninggalkan Nabi Muhammad SAW. Bagi mereka, yang berhak berkuasa adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Kesuksesan Abbasiyah meraih kursi kekhalifahan dikarenakan kepiawaian mereka dalam melihat situasi dan kondisi yang ada. Abbasiyah berhasil mengumpulkan pendukung dari berbagai kalangan yang mayoritas merasa tersakiti oleh kebijakan Umayyah.5

Beberapa tokoh yang berjasa dalam berdirinya dinasti Abbasiyah beserta perannya ialah sebagai berikut :61) Abbas bin Abdullah, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abdullah, dan Muhammad bi Ali, berperan sebagai pemimpin jaringan oposisi pertama Abbasiyah terhadap Umayyah. 2) Ali bin Abdullah berperan sebagai

5Istianah Abu Bakar,Sejarah Peradaban Islam,(Malang : UIN Malang Press, 2008), h. 63. 6Nur Ahmad Fadhil Lubis,Dinasti Abbasiyah dalam Ensiklopedia Tematis,(Jakarta : PT.

(8)

merekrut kader yang ditugaskan untuk menyebarluaskan gagasan Abbasiyah. 3) Muhammad bin Ali berperan untuk mencari bantuan untuk melancarkan propaganda anti Umayyah di antaranya dengan Abu Muslim al-Khurasani. 4) Abu Muslim al-Khurasani/Abdurrahman bin Muslim berperan sebagai pemimpin pemberontakan anti Umayyah dari Khurasan. 5) Ibrahim bin Muhammad berhasil menggalang dukungan dari kelompok Syi’ah. 6) Abu Abbas saudara Ibrahim berhasil menguasai kota Kufah dan dijadikan khalifah Abbasiyah I (750 – 754 M). 7) Abu Ja’far saudara Ibrahim berperan untuk membantu Abbas dalam menguasai Kufah dan dijadikan khalifah Abbasiyah II (754 – 775 M).

Proses berdirinya Abbasiyah dengan tokoh-tokohnya di atas melalui beberapa tahapan perjuangan, yaitu : Adanya gerakan rahasia (100-129 H/718-746 M) atau identik geerakan bawah tanah. Gerakan ini dimaksudkan untuk menebarkan dan membentuk opini publik tentang keburukan pemerintah Umayyah serta adanya gerakan terang-terangan yaitu dengan ditaklukannya Khuraan dan Irak. Gerakan ini di bawah komando Abu Muslim al-Khurasani.7

Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang ditetapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, masa pemerintahan Bani Abbas dibagi menjadi lima periode :8 Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama. Periode kedua (232 H/847 – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama. Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. Periode keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua. Periode kelima(590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota

7Ahmad al-Usairy,Sejarah Islam Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,(Jakarta : Akbar,

2002), h. 216.

8 Bojena Gajane Stryzewska, Tarikh al-Daulat al-Islamiyah, (Beirut : Maktab

(9)

Baghdad.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah

Pendidikan dan pengajaran Islam terus tumbuh dan berkembang pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan masa Ummayah. Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat hebatnya di seluruh negara Islam, sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar dari ke kota-kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda-pemuda berlomba-lomba menuntut ilmu pengetahuan, melawat ke pusat-pusat pendidikan, meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.9

Sejarah telah mencatat bahwa sebelum bangsa Barat (Eropa) mencapai kemajuan di bidang IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) seperti sekarang, umat Islam sudah mendahului selama 6 abad, sejak tahun 611 (zaman Nabi) s/d 1250 (zaman Abbasiyah akhir). Masa kejayaan perkembangan IPTEK di dunia Islam terjadi antara tahun 750 s/d 1100 M pada masa kekhalifahan bani Umayyah di Andalusia /Spanyol (Cordova) dan bani Abbasiyah di Baghdad (Irak).10

Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik dari para ilmuan. Sebab pemerintahan dinasti Abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut. Di antara fasilitas yang diberikan adalah pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti Baitul Hikmah, majelis munadzarah dan pusat-pusat studi lainnya.11

Ilmu pengetahuan pada masa bani Abbasiyah tumbuh dan berkembang dengan suburnya disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, terjadinya asimilasi budaya antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain seperti Persia, Yunani, India, yang sudah maju IPTEKnya. Di masa ini banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar sahamnya dalam perkembangan IPTEK. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu pemerintahan, filsafat, dan sastra. Engaruh

9Samsul Nizar,Sejarah Pendidikan Islam,Cet. 4 (Jakarta : Kencana, 2011), h. 67

(10)

bangsa India terlihat pada ilmu kedokteran, matematika, dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.12 Selain itu, timbulnya gerakan penerjemahan. Peletak dasar gerakan penerjemahan adalah bani Umayyah. Namun upaya menerjemahkan berbahasa asing terutama, bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab, mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai ilm, khususnya filsafat dan kedokteran.

Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan Abbasiyah adalah khalifah al-Manshur yang juga membangun ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terkait bidang astrologi, kimia, dan kedokteran. Selanjutnya, yang diterjemahkan ialah naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato.13

Pada gerakan penerjemahan ini, dibagi menjadi tiga fase, antara lain sebagai berikut : Fase pertama pada masa Khalifah al-Manshur hingga Harus ar-Rasyid. Pada fase ini banyak diterjemahkan karya dalam bidang astronomi dan mantik. Fase kedua berlangsung sejak masa khalifah al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang diterjemahkan terkait bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama sesuai pembuatan kertas. Selanjutnya, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.14

C. Kemajuan Bidang Pengetahuan Masa Abbasiyah

Adanya gerakan penerjemahan membawa pengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan ilmu agama. Ilmu pengetahuan umum pun juga demikian. Hingga akhirnya muncul berbagai macam disiplin ilmu yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni : ilmu naqli dan ilmu ‘aqli15.

12M. Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka

Book Publisher, 2007), h. 143.

13Rizem Aizid,Sejarah Peradaban Islam,(Yogyakarta: DIVA Press, 2015), h. 280. 14M. Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,h. 167.

(11)

Dari sini pula lahir para cendekiawan dari berbagai macam disiplin ilmu yang kemudian menghasilkan karya ilmiah dan hasil karya mereka masih dipelajari dan digunakan sebagai referensi-referensi keilmuan sampai saat ini.

Berikut beberapa kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah yang mencangkup tentang macam-macam disiplin ilmu dan para tokoh ulama serta karya-karyanya.

1. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dalam Bidang Agama a. Ilmu Tafsir

Al-Qur’an adalah sumber utama dalam agama Islam. Oleh karena itu, semua perilaku umat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memhami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan. Dalam bidang tafsir sudah dikenal dua metode, yaitu tafsir bi al-Matsur dan tafsir bi al-Ra’yi.16Tafsir bi al-Matsur, yaitu menafsirkan al-qur’an dengan hadis Nabi17dan tafsir bi al-Ra’yi, yaitu menafsirkan al-qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung di dalamnya. Beberapa ahli tafsir pada masa dinasti Abbasiyah antara lain :

1) Ibnu Jarir Ath-Thabari 2) Ibnu Athiyah Al-Andalusi

3) Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani

b. Ilmu Fiqih

Pada masa dinasti Abbasiyah lahir para tokoh bidang fiqih dan pendiri mazhab antara lain sebagai berikut :

1) Imam Abu Hanifah (700 – 767 M) 2) Imam Malik ( 713 – 795 M) 3) Imam Syafi’i (767 – 820 M)

4) Imam Ahmad bin Hanbal ( 780 – 855 M)

16Sulaiman, Suparman, Sejarah Islam di Asia & Eropa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013),

h.159

17 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,

(12)

b. Ilmu Hadis

Hadis adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Di antara ahli hadis pada masa Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut :

1) Imam Bukhari (194 – 256 H), dengan karyanya Shahih Bukhari

2) Imam Muslim (wafat pada tahun 261 H), dengan karyanya Shahih Muslim

3) Ibmu Majah, dengan karyanya Sunan Ibnu Majah 4) Abu Dawud, dengan karyanya Sunan Abu Dawud 5) Imam Nasa’i, dengan karyanya Sunan Nasa’i 6) Imam Baihaqi18

c. Ilmu Kalam

1) Abu Hasan al-Asy’ari (872-913 M). Ia membangun paham Ahlussunah wal Jamaah di bidang ilmu kalam. Karya-karya tulisnya yang dijadikan rumusan ulama ilmu kalam sampai sekarang di antaranya : Maqolatul Islamiyyin (pendapat golongan Islam), al-Ibanah ‘an Ushuliddiniyyah (penjelasan tentang dasar-dasar agama, al-Luma’ (sorotan) yang berisi penjelasan tentang ketuhanan, dosa besar, dan persoalan ‘aqidah.

2) Abu Mansur al-Maturidi (875 – 944 M). Seperti halnya al-Asy’ari, ia pembangun paham Ahlusunnah wal Jamaah bidang ilmu kalam.19

d. Ilmu Bahasa

Di antara ilmu bahasa yang berkembang pada masa dinasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’, dan arudh. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagai alat komunikasi antarbangsa. Di antara para ahli ilmu bahasa ialah sebagai berikut :

1) Imam Sibawaih (w 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000

(13)

halaman. 2) Al-Kiasi.

3) Abu Zakaria al-Farra (w. 208 H), kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.20

2. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dalam Bidang Umum a. Filsafat

1) Abu Ishaq al-Kindi (809 – 837 M). Abu Yusuf Ishak al-Kindi atau yang lebih dikenal dengan al-Kindi, mahsyur sebagai filsuf muslim pertama. Di antara karyanya adalah Kimiyatul Itri, Risalah fi Faslain, Risalah fi Illat an-Nafs ad-Damm, dan lain-lain.

2) Abu Nasr al-Farabi (870 - 950 M). Abu Nashr Muhammad bin Muhammad Tarkhan al-Farabi dengan nama filsuf al-Farabi menjadi terkenal setelah masa al-Kindi. Di antara karyanya ialah Tahsilus Sa’adah, Assiyasatul Madaniyah, Tanbih ala Sabilis Sa’adah, dan lain-lain.

3) Ibnu Sina (980 – 1037 M). Ar-Rais Abu Ali Husain bin Abdullah atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Sina, lahir di Afsyanah, Bukhara, pada tahun 1037 M. Ia adalah seorang dokter dan filsuf ternama. Di antara karya filsafatnya adalah Isyarat wa at-Tanbihat, Mantiq al-Masyriqiyyin, dan lain-lain.21

4) Al-Ghazali (1058 – 1111 M), al-Ghazali mendapat julukan al-Hujjatul Islam. Karyanya antara lain : Maqasid Al-Falasifah , Al-Munqid Minadh Dhalal, Tahafut Al-Falasifah, dan Ihya Ulumuddin.

5) Ibnu Rusyd (1126 – 1198 M / 595 H). Ia sangat terkenal di Barat dengan nama Averro dan ia sangat berpengaruh di dunia Barat dalam bidang filsafat, sehingga di Barat terdapat aliran yang cukup terkenal dengan nama Averroisme22.Karyanya yang terkenal ialah Bidayah Al-Mujtahid.

20Samsul Munir Amin,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Amzah, 2010), h. 148. 21Rizem Aizid,Sejarah Peradaban Islam,h. 286.

(14)

b. Ilmu kedokteran

Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa dinasti Abbasiyah. Pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia dan juga telah didirikan sekolah farmasi. Di antara para cendekiawan kedokteran :

1) Ibnu Sina (980-1037 M). Sarjana Barat menyebutnya Aviecena. Ia terkenal ahli kedokteran. Dia dinobatkan sebagai father of Doctors (bapak kedokteran). Karya tulisnya yang terkenal al-Qanun fith-Thibb (dasar-dasar ilmu kedokteran), berisi ensiklopedia ilmu kedokteran. 2) Ar-Razi (865- 925 M). Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan

antara penyakit cacar dengan kolera, dalam bukunya Small-pax and Measless (ilmu campak dan kolera).

3) Ibnu Rusyd (1126-1198 M). Ibnu Rusyd dikenal sebagai perintis ilmu kedokteran umum dan histologi (ilmu jaringan tubuh). Juga berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah dan penyalit cacar.

4) Abu Nasr al-Farabi. Karyanya yang terkenal dalam bidang kedokteran adalah Kunci Ilmu (Key of Sciences) 976 yang ditulis ulang oleh Muhammad al-Khawarizmi dan buku Fihrist al-Ulum (Indec of sciences) 988 yang ditulis ulang oleh Ibnu Nadim.23

c. Matematika

Terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab menghasilkan karya dalam bidang matematika. Di antara ahli matematika Islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi. Ia ialah pengarang kitab al-Jabar wal Muqabalah (Ilmu Hitung) dan penemu angka nol. Sedangkan angka latin : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0 disebut angka Arab karena diambil dari Arab. Sebelumnya dikenal angka Romawi I, II, III, IV , V dan seterusnya. Tokoh lainnya adalah Abu Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin al-Abbas, yang terkenal dengan ahli ilmu matematika.

1985), h. 73.

(15)

d. Farmasi

Di antara ahli farmasi pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah al-Mughni Iberisi tentang obat-obatan), Jami Al-Muradat Al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).

e. Ilmu Astronomi

Kaum muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai aliran ilmu astronomi dari berbagai bangsa seperti bangsa Yunani, India, Persia, dan Kaldan. Di antara ahli astronomi Islam adalah :24

1) Abu Mansur al-Falaki (wafat pada tahun. 272 H). Karyanya yang terkenal adalah Isbat Al-Ulum dan Hayat Al-Falak.

2) Jabir al-Batani (wafat pada tahun 319 H). Al-Batani adalah pencipta teropong bintang pertama. Karyanya yang tekenal adalah kitab Ma’rifat Mathiil Buruj Bina Arbai Al-Falak.

3) Raihan al-Biruni (w. 440 H). Karyanya adalah At-Tafhim li Awal As-Sina At-Tanjim.

f. Geografi

Ilmuan-ilmuan bumi juga sangat memperhatikan bumi dan segala isinya. Imu tentang bumi pada zaman modern terbagi menjadi beberapa disiplin ilmu, geografi, geologi, geofisika dan meteorogi. Sarjana-sarjana ilmu geografi yang lahir pada zaman kemajuan peradaban Islam, di antaranya : Hisyam al-Kalbi, al-Khawarizmi, Abu Ubaid al-Bakri, al-Biruni, Ibnul Haik, Ibnu Fadhlan, al-Muqaddasy, Syarif Idrisy, Abu Hamid al-Ghamathy, Yaqut al-Hamawy.25

g. Sejarah

Pada masa dinasti Abbasiyah , muncul tokoh-tokoh sejarah, di antaranya ialah Ahmad bin Ya’kubi (wafat pada tahun 895 M), dengan karyanya

24Rizem Aizid,Sejarah Peradaban Islam,h. 288.

25Fadil SJ,Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah,(Malang : UIN Malang

(16)

berjudul al-Buldan (negeri-negeri) dan at-Tarikh (sejarah).26

h. Sastra

Dalam bidang sastra, Baghdad merupkan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra antara lain :

1) Abu Nuwas, salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya.

2) An-Nasyayi, penulis buku Alfu Lailah wa Lailah (The Arabian Night), adalah buku cerita sastra Seribu Satu Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh bahasa dunia.27

D. Lembaga-Lembaga Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah

Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Di antara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bercorak non formal tersebut adalah :28

1. Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar

Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi kataba adalah tempat belajar menulis. Sebelum datangnya Islam Kuttab telah ada di Negeri Arab, walaupun belum banyak dikenal. Di antara penduduk Makkah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab di Kuttab ialah Sufyan ibnu Umayyah ibnu Abdu Syams dan Abu Qais Ibnu Abdi Manaf ibnu Zuhroh ibnu Kilab.29

26Rizem Aizid,Sejarah Peradaban Islam,h. 290

27Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaan Islam,h. 152

(17)

2. Pendidikan Rendah di Istana

Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak pelajar didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya di kelas setelah dewasa. Untuk itu, daulah dan keluarganya serta pembesar sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugasnya yang akan diemban nanti. Oleh karena itu, mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka.30

Pendidikan di istana yang membuat rencana pelajaran adalah orang tua murid (para pembesar istana) diselaraskan dengan tujuan yang dikehendaki oleh orangtua murid. Guru yang bertugas disebut muaddib, dan muaddib ini tinggal di istana, agar pengawasannya kepada putra raja lebih sempurna.31

3. Perpustakaan

Para ulama’ dan sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut ilmu. Bahkan para ulama’ dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada para penuntut ilmu untuk belajar diperpustakaan pribadi mereka.

Baitul hikmah di Baghdad yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.32

Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.33

30H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam; perubahan konsep, filsafat dan metodologi

dari era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, h.77.

31H. Haidar Putra Daulay & Nurgaya Pasa,Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah;

kajian dari zaman pertumbuhan sampai kebangkitan,h. 80.

32Zuhairi Muchtarom,Sejarah Pendidikan Islam,h. 98.

(18)

4. Masjid

Semenjak berdirinya dizaman nabi Muhammad SAW masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin.Ia, menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan.

Pada masa Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya di perlengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan.34

5. Rumah Para Ulama

Sebenarnya rumah bukanlah tempat yang baik untuk melakukan kegiatan belajar dan mengajar oleh karena penghuni dan para pelajar tidak akan merasa tenteram belajar di rumah-rumah tersebut.

Akan tetapi, disebabkan oleh alasan-alasan yang dapat diterima, seperti para ulama tersebut tidak mungkin memerikan pelajaran di tempat lain, maka ia dikunjungi oleh murid-muridnya ke rumah, shingga ditempat tersebut berlangsung proses belajar dan mengajar.

Diantara rumah ulama yang terkenal yang menjadi tempat belajar antara lain ; rumah Ibnu Sina, Al-Fhajali, Ali Ibny Muhammad AL-Fashishi, Ya’qub Ibnu Killis Wazir Khalifah Al-Azizi Billahi Al-Fathimy, dan Ahmad Bin Ahmad Abu Tahir.35

6. Tokoh-tokoh Buku (al-Hawarit al-Waraqin)

Selama masa kejayaan daulah Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Toko-toko ini tidak saja menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku tetapi juga menjadi pusat studi dengan lingkaran-lingkaran studi berkembang di dalamnya. Pemilik toko buku biasanya berfungsi sebagai tuan

34Zuhairi Muchtarom,Sejarah Pendidikan Islam,h. 99.

35H. Haidar Putra Daulay & Nurgaya Pasa,Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah;

(19)

rumah (pemilik toko), dan kadang-kadang berfungsi sebagai muallim dalam lingkaran studi (halaqah) yang memimpin pengajian, sebagian yang memiliki tokoh buku adalah para ulama. Hal ini menunjukan betapa antusias umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu.36

7. Rumah Sakit

Pada zaman jayanya perkembangan kebudayaan Islam, dalam rangka menyebarkan kesejahteraan dikalangan umat Islam, maka banyak didirikan rumah sakit oleh kholifah dan pembesar-pembesar Negara. Rumah-rumah sakit tersebut bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan.

E. Tujuan Pendidikan Dinasti Abbasiyah

1. Tujuan Keagamaan dan Akhlak

Anak-anak didik diajar membaca/menghafal Al-Qur’an, ialah karena hal itu suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama. Begitu juga mereka diajar ilmu tafsir, hadis dan sebagainya adalah karena tuntutan agama.

2. Tujuan Kemasyarakatan

Tujuan kemasyarakatan, yaitu pemuda-pemuda belajar dan menuntut ilmu, supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh kejahilian menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menjadi masyarakat yang maju dan makmur.

3. Cinta terhadap Ilmu Pengetahuan

Masyarakat pada saai itu belajar tak mengharapkan keuntungan apa-apa, selain dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau

36H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam; perubahan konsep, filsafat dan metodologi

(20)

keseluruh negara Islam untuk menuntut ilmu tanpa mempedulikan susah payah dalam perjalanan, yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya yang haus akan ilmu pengetahuan.

4. Tujuan Kebendaan

Mereka menuntut ilmu supaya mendapat penghidupan yang layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau mungkin mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, seperti tujuan setengah orang pada masa kita sekarang.37

F. Pola dan Sistem Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah 1. Tingkatan Jenjang Pendidikan

Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat. Di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat :38

a. Tingkatan dasar, yang bertempat di maktab dan owiyah (sudut kecil masjid). Di tempat ini anak-anak belajar al-Qur’an, aritmatika seni menulis, dan bahasa Arab

b. Tingkatan pendalaman (sekarang setara dengan sekolah menengah dan pendidikan yang lebih tinggi). Para murid pergi keluar daerah untuk menyempurnakan pendidikan mereka di bawah bimbingan  atau ahli yang berwenang di bidangnya masing-masing.

Pada masa Dinasti Abbasiyah sekolah-sekolah atas beberapa tingkat : a. Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi

anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di toko-toko dan di pinggir-pinggir pasar.

b. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab.

37Mahmud Yunus,Sejarah Pendidikan Islam, Cet. 7, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung,

1990), h .4638

(21)

c. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo).39

2. Kurikulum Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah

Kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu : pertama, kurikulum pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran membaca, menulis, tata bahasa, hadis, prinsip-prinsip dasar matematika dan pelajaran syair. Ada juga yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal al-Quran dan mengkaji dasar-dasar pokok agama.

Kedua, kurikulum pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.40

3. Metode Pembelajaran

Pada masa Dinasti Abbasiyah pengajaran diberikan kepada murid-murid seorang demi seorang dan belum berkelas-kelas seperti sekarang, sehingga guru harus mengajar muridnya dengan berganti-ganti.41 Praktik pembelajaan seperti dilakukan dengan membentuk formasi lingkaran yang disebut dengan

halaqah. Sementara metode pendidikan atau cara belajar yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: 1) Metode Lisan, berupa dikte (imla’), ceramah (al-sama’), qiraat dan diskusi. 2) Metode Menghafal metode ini merupakan ciri umum pendidikan masa ini. Murid-murid harus membaca

39Philip Hitti, History od The Arabs, Cet. 10 (New York: PT. Serambi Ilmu Semesta,

2002), h. 358.

40Zuhairini, Moh. Kasiran, dkk,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : DEPAG, 1985), h.

100

41Suwito, Fauzan, Sejarah Social Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset,

(22)

secara berulang-ulang pelajarannya sehingga dapat melekat pada benak mereka. 3) Metode Tulisan, metode ini dianggap sebagai metode yang paling penting, sebab metode ini efektif untuk melestarikan ilmu pengetahuan.42

G. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:43

1. Faktor Intern

a. Kemewahan hidup di kalangan penguasa

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai bani Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah daripada pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.44

b. Melebihkan bangsa asing dari bangsa Arab

Keluarga Abbasiyah memberikan pangkat dan jabatan negara yang

42Syamsul Nizar,Sejarah Pendidikan Islam, h.114

43Harun Nasution,Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1975), h. 13.

(23)

penting-penting dan tinggi-tinggi, baik sipil ataupun militer kepada bangsa Persia. Mereka itu sebagian besar diangkat menjadi wazir, panglima tentara, wali provinsi, hakim-hakim dan lain sebagainya. Oleh karena itu, umat Arab benci dan amarah kepada khalifah-khalifah serta menjauhkan diri dari padanya. Kebengisan keluarga Abbasiyah menindas

dan menganiaya keluarga Bani Umayah dan perbuatan mereka

memusuhi kaum Alawiyin, kian menambah amarah dan sakit hati mereka.45

c. Kemerosotan ekonomi

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah

kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu

perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.46

d. Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah

Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.

e. Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah

Banyak sejarawan yang menyatakan bahwa perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah ialah ketika terjadinya perang saudara antara al-Amin dan al-Makmun. Tetapi kalau dicermati lebih dalam bahwa

(24)

perebutan kekuasaan antara keluarga bani Abbasiyah adalah ketika masa khalifah Musa al-Hadi yaitu ketika Musa al-Hadi ingin membatalkan putra mahkota yang diberikan khalifah al-Mahdi kepada Harun ar-Rasyid dan membai’atkan putranya sendiri yang bernama Jafar.47

2. Faktor Ekstern

a. Banyaknya pemberontakan

Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah dengan memberikan atau memilih gubernur dari orang yang telah berjasa kepada khalifah sebagai hadiah dan penghormatan untuknya48. Ditambah dengan kebijakan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Akibatnya provonsi-provinsi yang diberikan khalifah kepada gubernur-gubernur banyak yang ingin melepaskan diri dari genggaman khalifah Abbasiyah. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah: Pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti Bani Umayah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan diri, seperti Bani Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Kurasan.

b. Perang salib

Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen49. Selain seruan Paus Urbanus

47A. Latif Osman,Ringkasan Sejarah Islam,h. 116

48Umar al-Iskandari dan Al-Miraj Safdaj,At-Tarikh al-Islamiyyi Juz II, (Ponorogo:

Darussalam Pers), h. 10.

(25)

ada juga dua faktor penyebab terjadinya perang salib yaitu para pedagang besar yang berada di pantai Timur laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Genoa dan Pisa berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Sedangkan sebab lainnya adalah orang-orang Kristen beranggapan jika mereka mati dalam perang salib maka jaminannya adalah surga.

c. Serangan Bangsa Mongol dan jatuhnya Baghdad

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta’shim, penguasa terakhir bani Abbas di Baghdad (1243 – 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung “topan” tentara Hulagu

Khan. Dengan adanya serangan dari bangsa Mongol ini maka

berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumi dihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.50

(26)

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Dinasti Abbasiyah sebagaimna disebutkan adalah dinasti yang melanjutkan kekuasaan dinasti Umayyah. Dinamakan Abbasiyah karena pendiri penguasanya adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah AL-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M).

Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Hal ini disebabkan karena kebijakan-kebijakan di dalam kekhilafahan abbasiyah atau situasi sosial politik yang akhirnya berimbas pada kemajuan di segala bidang terutama bidang pendidikan atau ilmu pengetahuan.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun, kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya Al-Ma’mun juga digunakan untuk kepentingan sosial yang dapat menunjang jalannya proses pendidikan. Akan tetapi gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far al-Mansur. Beliau mengumpulkan banyak ulama dan para ahli di Baghdad untuk melakukan usaha pembukuan berbagai cabang ilmu dan melakukan upaya-upaya untuk menerjemahkan buku ilmu yang berasal dari luar. Adanya gerakan penerjemahan membawa pengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan agama dan juga ilmu umum. Yang akhirnya melahirkan berbagai cendekiawan dari berbagai disiplin ilmu yang kemudian menghasilkan karya ilmiah.

(27)
(28)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar, Istianah,Sejarah Peradaban Islam,Malang : UIN Malang Press, 2008.

Aizid, Rizem, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta : DIVA Press, 2015.

Al-Iskandari, Umar, dan Al-Miraj, Safdaj, At-Tarikh al-Islamiyyi Juz II, Ponorogo: Darussalam Pers.

Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,Jakarta : Akbar. 2002.

Amin , Ahmad,Islam dari Masa ke Masa,Bandung: CV. Rusyda, 1987.

Amin, Samsul Munir,Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Amzah, 2010.

Daulay, H. Haidar Putra & Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah; kajian dari zaman pertumbuhan sampai kebangkitan, Cet. 1 Jakarta : Kencana, 2013.

Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang : UIN Malang Press, 2008.

Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayan Islam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1997.

Hitti, Philip, History od The Arabs, Cet. 10, New York: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002.

H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam; perubahan konsep, filsafat dan metodologi dari era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara,Cet 1, Jakarta : Kalam Mulia, 2012.

Lubis, Nur Ahmad Fadhil, Dinasti Abbasiyah dalam Ensiklopedia Tematis,

Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Houve, 2002.

(29)

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Nasution, Harun,Islam Ditinjau dari Berbagai Aspekny,Jilid 1, Jakarta : UI-Press, 1985.

Nizar, Syamsul,Sejarah Pendidikan Islam,Cet. 4. Jakarta : Kencana, 2011.

Osman, A. Latif,Ringkasan Sejarah Islam, Jakarta: Widjaya, 2000.

Sunanto, Musyrifah,Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,

Jakarta: Prenada Media, 2004.

Sulaiman, Suparman, Sejarah Islam di Asia & Eropa, Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Stryzewska, Bojena Gajane,Tarikh al-Daulat al-Islamiyah.Beirut : Al-Maktab Al -Tijari.

Supriadi, Dedi,Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Su’ud, Abu,Islamologi. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003.

Suwito,Sejarah Sosial Pendidikan Islam,Jakarta : Kencana, 2008.

Suwito, Fauzan, Sejarah Social Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2004.

Yatim, Badri,Sejarah Peradaban Islam,Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1993.

Jakarta : Rajawali Pers, 2010. Jakarta : Rajawali Pers, 2014.

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. 7, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990.

Zuhairini, Moh. Kasiran, dkk,Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta : DEPAG, 1985.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan masalah khusus dan penyu- sunan skripsi

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan penerapan teori operant conditioning and reinforcement dapat memberikan pengaruh terhadap

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi dan mendeskripsikan bentuk kearifan lokal masyarakat di Kawasan Danau Tempe yang dapat dipertimbangkan dalam

Penulisan laporan penelitian ini diklasifikasikan ke dalam lima bab, yaitu: bab satu pendahuluan terdiri dari latar belakang penelitian yang menjelaskan mengenai alasan

Islam dalam kitab Manhajut Tarbiyatil Islamiyah karya Syaikh

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka membahas serta menambah wawasan pengetahuan kita mengenai segala aspek yang membahas Ilmu-ilmu pendidikan yang

Negara Indonesia telah menjamin hak-hak anak dalam Undang- Undang Dasar 1945, pasal 28B ayat 2, berbunyi; “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

Mengkoordinir dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan promosi kesehatan di wilayah kerja puskesmas.. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan promosi dilakukan