• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DAN WEWENANG PENYIDIK DALAM PROSES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN DAN WEWENANG PENYIDIK DALAM PROSES"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu institusi yang mengemban fungsi pelayanan publik dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan menampilkan kinerja kesatuan yang profesional dan handal di bidangnya. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 13 disebutkan bahwa Polri memiliki tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.

Sejak resmi memisahkan diri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 dan TAP MPR Nomor 6 Tahun 2000 tentang pemisahan Polri dari TNI, yang diperkuat juga oleh TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000 mengenai Peran TNI dan Polri Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri berusaha membangun image sekaligus paradigma baru. Image Polri yang semula militeristik dan cenderung represif berangsur-angsur mulai berubah dengan paradigma barunya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat (to serve and protect). Namun disadari tidaklah mudah melakukan perubahan terhadap budaya militeristik serta paradigma alat negara yang sudah mengakar dalam tubuh Polri.

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terkandung dalam tugas-tugas penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dalam hal ini dilaksanakan oleh fungsi Reserse Kriminal. Di dalam rumusan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 2 tahun 2002, di sebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

(2)

sebagai hakim, dan subsistem lembaga pemasyarakatan sebagai subsistem rehabilitasi.

Keempat subsistem di atas baru bisa berjalan secara baik apabila semua saling berinteraksi dan bekerjasama dalam rangka mencapai satu tujuan yaitu mencari kebenaran dan keadilan materiil sebagaimana jiwa dan semangat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebagai hukum acara pidana dalam kerangka penegakan hukum pidana, KUHAP merupakan acuan umum yang harus di jadikan pegangan bagi semua yang terlibat dalam proses bekerjanya Sistem Peradilan Pidana dalam rangka mencapai satu tujuan bersama.

Rangkaian proses Sistem Peradilan Pidana di mulai dari adanya suatu peristiwa yang di duga sebagai peristiwa pidana (tindak pidana). Setelah adanya peristiwa pidana baru di mulai suatu tindakan penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan dan penyidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan, walaupun tahap-tahapnya berbeda. Apabila proses penyelidikan di satukan dengan penyidikan maka akan terlihat adanya suatu kesinambungan tindakan yang memudahkan proses selanjutnya.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, memberikan peran kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara umum) tanpa batasan lingkungan kuasa sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, walaupun KUHAP juga memberikan kewenangan kepada PPNS tertentu untuk melakukan penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masin

1.2. Rumusan Masalah

Apa wewengang Penyidik dan Bagaimanakah peranan polisi sebagai penyidik?

1.3 Tujuan Penulisan

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penyidikan

Penyidikan merupakan tahap awal dari proses penegakan hukum pidana atau bekerjanya mekanisme sistem peradilan pidana (SPP). Penyidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk menentukan berhasil tidaknya proses penegakan hukum pidana selanjutnya. Pelaksanaan penyidikan yang baik akan menentukan keberhasilan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan dan selanjutnya memberikan kemudahan bagi hakim untuk menggali/menemukan kebenaran materiil dalam memeriksa dan mengadili di persidangan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan pengertian penyidikan sebagaimana yang di atur menurut Pasal 1 Angka 2 KUHAP, yaitu :

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Dari pengertian di atas, kegiatan penyidikan merupakan upaya paksa yang meliputi kegiatan untuk melakukan pemanggilan, penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan. Kegiatan di dalam penindakan pada dasarnya bersifat membatasi kekebasan hak-hak seseorang dan perannya. Dalam melaksanakan kegiatan penyidikan harus memperhatikan norma-norma hukum dan ketentuan-ketentuan yang mengatur atas tindakan tersebut.

Penyidikan merupakan kegiatan pemeriksaan pendahuluan/awal (vooronderzoek) yang seyogyanya di titik beratkan pada upaya pencarian atau pengumpulan “bukti faktual” penangkapan dan penggeledahan, bahkan jika perlu dapat di ikuti dengan tindakan penahanan terhadap tersangka dan penyitaan terhadap barang atau bahan yang di duga erat kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi.

(4)

Dalam bahasa Belanda penyidikan disejajarkan dengan pengertian opsporing. Menurut Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.

Istilah lain yang dipakai untuk menyebut istilah penyidikan adalah mencari kejahatan dan pelanggaran yang merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, dilakukan setelah diketahuinya akan terjadi atau di duga terjadinya suatu tindak pidana. Penyidikan merupakan tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau jika ada persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan kejahatan atau pelanggaran maka harus di usahakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan suatu tindak pidana dan jika benar demikian siapakah pelakunya.

Penyidikan itu dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang pada taraf pertama harus dapat memberikan keyakinan walaupun sifatnya masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atau tentang tindak pidana apa yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan penuntutan, yaitu untuk menetukan dapat atau tidaknya suatu tindakan atau perbuatan itu dilakukan penuntutan.

Secara konkrit tindak itu disebut penyidikan dapat diperinci sebagai tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang : 1. Tindak pidana apa yang telah dilakukan,

2. Kapan tindak pidana itu dilakukan, 3. Di mana tindak pidana itu dilakukan, 4. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan, 5. Bagaimana tindak tidana itu dilakukan,

6. Mengapa tindak pidana itu dilakukan dan, 7. Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana itu.

(5)

dalam hukum Acara Pidana yaitu hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk menjernihkan persoalan sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang seharuskan dibebankan padanya. Oleh karena tersebut sering kali proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik membutuhkan waktu yang cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat menimbulkan beban psikis diusahakan dari penghentian penyidikan.

Rangkaian tindakan penyidikan adalah segala tindakan atas nama hokum yang dilakukan oleh Penyidik Polri, mulai dari pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penyitaan dan tindakan-tindakan lain yang diatur dalam ketentuan hukum, perundang-undangan yang berlaku hingga proses pneyidikan itu dinyatakan selesai.

2.2 Sistem Peradilan Pidana

Sistem peradilan dapat ditinjau dari berbagai segi, pertama segala sesuatu berkenaan dengan penyelenggaraan peradilan. Disini, sistem peradilan akan mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana, dan lain-lain. Kedua, sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili (memeriksa dan memutus perkara).[14]

Menurut Lily Rasyidi, ciri suatu sistem adalah :

1. Suatu kompleksitas elemen yang terbentuk dalam satu kesatuan interaksi (proses) ;

2. Masing-masing elemen terikat dalam satu kesatuan hubungan yang satu sama lain saling tergantung (interpendence of its parts) ;

3. Kesatuan elemen yang kompleks itu membentuk satu kesatuan yang lebih besar, yang meliputi keseluruhan elemen pembentuknya itu (the whole is more that the sum of its parts) ;

4. Keseluruhan itu menentukan ciri dari setiap bagian pembentuknya (the whole determines the nature of its parts) ;

5. Bagian dari keseluruhan itu tidak dapat dipahami jika ia dipisahkan, atau dipahami secara terpisah dari keseluruhan itu (the parts cannot be understood if considered in isolation from the whole) ;

6. Bagian-bagian itu bergerak secara dinamis, secara mandiri atau secara keseluruhan dalam keseluruhan (sistem) itu.

(6)

pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana, disamping itu ada hal lain yang tidak kalah penting adalah mencegah terjadinya korban kejahatan serta mencegah pelaku untuk mengulangi kejahatannya.

Peradilan pidana dikatakan sebagai sistem karena didalam sistem tersebut bekerja subsistem-subsistem yang mendukung jalannya peradilan pidana, yaitu pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana

Dalam kerangka pemahaman tersebut maka kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan merupakan unsur-unsur yang membangun sistem tersebut. Masing-masing memang berdiri sendiri dan mengerjakan pekerjaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya tetap merupakan unsur saja dari satu sistem, yaitu sistem peradilan pidana, bahkan kalau sistem peradilan pidana diibaratkan mesin, maka kita juga dapat mengatakan, bahwa masing-masing bidang itu adalah ibarat sekrup-sekrup saja dari mesin tersebut.

Sesungguhnya proses peradilan pidana maupun sistem peradilan pidana mengandung pengertian yang ruang lingkupnya berkaitan dengan mekanisme peradilan pidana. Kelancaran proses peradilan pidana ditentukan oleh bekerjanya sistem peradilan pidana. Tidak berfungsinya salah satu subsistem akan mengganggu bekerjanya subsistem yang lain, yang pada akhirnya menghambat bekerjanya proses peradilan.

Sistem peradilan pidana terpadu dalam KUHAP merupakan dasar bagi terselenggaranya proses peradilan pidana yang benar-benar bekerja dengan baik serta benar-benar memberikan perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat tersangka, terdakwa atau terpidana sebagai manusia. Sistem peradilan pidana yang dianut oleh KUHAP melibatkan subsistem pemeriksaan di sidang pengadilan dan subsistem pelaksanaan putusan pengadilan. Masing-masing subsistem tersebut dalam KUHAP dilaksanakan oleh institusi-institusi Kepolisian (subsistem penyidikan), Kejaksaan (subsistem penuntutan), Pengadilan (subsistem pemeriksaan sidang pengadilan), Lembaga Pemasyarakatan (subsistem pelaksanaan putusan pengadilan).

(7)

PEMBAHASAN 3.1. Wewenang Penyidik

Penyidik Mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Menerima laporan/ pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

b. Melakukan tindakan pertama dapa saat di tempat kejadian perkara

c. Menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan e. Melakukan pemeriksaan dan penangkapan

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

g. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka/ saksi

h. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara

i. Mengadakan penghentian penyidikan

j. Mengadakan tindakan laim menurut hokum yang ertanggung jawab

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Penyidik mempunyai wewenwang sebagai berikut:

a. Pasal 9 KUHAP:

Penyidik dan penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Huruf a, mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya diseluruh wilayah Indonesia, khususnya didaerah masing-masing dimana ia ditangkap sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

b. Pasal 14 ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomer 2 tahun 2002

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pilisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua t indak pidana sesuai dengan KUHAP dan Peraturan Perundang- Undangangan lainnya. 3.2. Peranan Polisi Sebagai Penyidik

(8)

Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Seseorang yang ditunjuk sebagai penyidik haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang mendukung tugas tersebut, seperti misalnya : mempunyai pengetahuan, keahlian disamping syarat kepangkatan. Namun demikian KUHAP tidak mengatur masalah tersebut secara khusus. Menurut pasal 6 ayat (2) KUHP, syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian dalam penjelasan disebutkan kepangkatan yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum dan hakim pengadilan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 ( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan penyidik Polri serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua. Selaku penyidik Polri yang diangkat Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia yang dapat melimpahkan wewenangnya pada pejabat polisi yang lain.

Tugas Polri sebagai penyidik dapat dikatakan menjangkau seluruh dunia . Kekuasaan dan wewenangnya luar biasa penting dan sangat sulit Di Indonesia, polisi memegang peranan utama penyidikan hukum pidana umum, yaitu pelanggaran pasal-pasal KUHP.

Adapun mekanisme proses penyidikan tindak pidana, yaitu penerimaan laporan/pengaduan, Pemanggilan, penagkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penanganan tempat kejadian perkara.

1. Laporan/Pengaduan

Pengaduan merupakan pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan .

2. Pemanggilan

Pemanggilan merupakan pemberitahuan dengan surat panggilan yang sah sesuai bentuk dan format yang sudah ditentukan sebagai bukti untuk dipergunakan dalam kelengkapan berkas pemeriksaan perkara pelanggaran disiplin. Penyidik yag melakukan pemeriksaan berhak memanggil tersangk /saksi yang dianggap perlu dengan:

a) Surat panggilan yang sah

(9)

c) Memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya pemanggilan dengan hari seseorang itu harus memenuhi panggilan tersebut.

Orang yang dipanggil wajib datang, apabila tidak datang penyidik memenggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya dan jika yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar, bahwa tidak dapat datang, penyidik itu datang ketempatkediaman pihak yang diperiksa.Pertimbangan, bahwa seseorang mempunyai peranan sebagai tersangka/saksi dalam suatu tindak pidana yang telah terjadi dimana peranannya dapat diketahui dari laporan kejadian, pengembangan hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP, laporan hasil peyidikan, (ketentuan hukum Pasal 7 ayat (1) huruf g, Pasal 11, Pasal 2, pasal 112 ayat (1), Pasal 113, Pasal 116 ayat (3) dan (4), Pasal 119 KUHAP)

3. Penangkapan

Penangkapan merupakan suatu tindakan penyidik berupa tangkap sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa apabila cukup bukti guna kepentingan penyidikan/tuntutan/peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Udang. Pertimbangan:

 bahwa seseorang yang diduga keras mempunyai peranan sebagai pelaku tindak pidana yang terjadi atas dasar adanya bukti permulaan yang cukup, perlu segera didengan ketengangannya dan diperiksa.

 Adanya permintaan dari penyidik/penyidik pembantu.

 Berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.

(ketentuan hukum Pasal 1 butir 20, Pasal 5 (1) huruf B, Pasal 7 (1) huruf D, Pasal 11, 16, 18, 19 dan 37 (1) dan (2), Pasal 17, Pasal, Pasal 102 (2) dan (3), dan Pasal 111 (1) KUHAP.

4. Penahanan

Penahanan adalah penempatan tersangka/terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik dengan penempatannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan pembantu penyidik berwenang melakukan penahanan berdasarkan:

a) Dugaan keras tersangka melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukukp

(10)

c) Terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara > 5 tahun dan atau melanggar Pasal-pasal tertentu.

Penyidik memberikan surat perintah penahanan yang mencantumkan identitas tersangka dan alasan, uraian tindak pidananya dan tempat ia ditahan, tembusan surat perintah penahanan harus diberikan kepada keluarganya, penahanan dilakukan paling lama 20 hari, (Ketentuan hukum, Pasal 1 butir 21, Pasal 2 (1) huruf D, Pasal 11, 20, 21, 22, 23, 24, 29, 31, dan Pasal 123 KUHAP). 5. Penggeledahan

Penggeledahan dibagi atas dua macam, penggeledahan rumah dan penggeledahan badan. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan penyitaan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang . Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawahnya serta unruk disita. Pertimbangan,

 salah satu kegiatan tindak upaya paksa dalam pelaksanaan sidik tindak pidana, tindak penggeledahan

 Tindak penggeledahan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan bukti-bukti atau barang bukti

 untuk mendahului tindakan penangkapan terhadap tersangka, menekan peluang serangan tersangka kepada petugas.

(Ketentuan hukum Pasal 1 butir 17 dan 18, Pasal 5 (1) huruf B, Pasal 7 (1) hutuf D, Pasal 11, 32, 33, 34, 36, dan Pasal 37 KUHAP).

6. Penyitaan

(11)

a) Diperlukannya barang bukti yang ada kaitannya dengan kasus atau tindak pidana yang terjadi untuk penentuan kasus.

b) Diperlukannya persyaratan kelengkapan bukti perkara guna pembuktian dalam proses penyidikan.

(Ketentuan Hukum Pasal 1 butir 16, Pasal 5 (1) huruf B angka 1, Pasal 7 (1) huruf D, Pasal 14, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 128, 129, dan Pasal 131 KUHAP) 7. Penanganan Tempat Kejadian Perkara

Tempat kejadian perkara adalah sumber keterangan dan bukti penting yanng dapatr diolah untuk prngungkapan tindak pidana yan terjadi . Tempat kejadian perkara merupakan sumber informasi awal unuk kepentingan penyidikan tindak pidana, karena tempat tersebut suatu waktu pernah bertemu dan berinteraksinya antara tersangka, saksi dan korban maupun dengan tempat kejadian perkara itu sendiri, yang akan meninggalkan jejak dan atau barang bukti. Pengolahan tempat kejadian perkara merupakan rangkaian kegiatan proses penyidik tindak pidana, maka pelaksanaannya harus diselaraskan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Untuk mampu memberdayakan tempat kejadian perkara benar, menjadi sumber informasi dalam pembuktian, diperlikan kemampuan dan menguasai tehnik dan taktik olah tempat kejadian perkara yang tepat dan benar baik secara yuridis maupun secara tehnis, karena tindakan hukum yang dilakukan oleh petugas peenyidik polisi di tempat kejadian perkara adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses penyidikan dan merupakan langkah awal untuk dapat mengungkapkan tindak pidana yang terjadi.

(Ketentuan hukum Pasal 7 (1) huruf B, Pasal 111 dan 111 (3) dan (4) KUHAP. Undang-undang nomer 28 tahun 1998 Pasal 15 (1) huruf a, b, c, dan d, Pasal 16 huruf a dan b).

(12)

4.1. Kesimpulan

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

Penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, untuk membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka.

Mekanisme proses penyidikan tindak pidana, yaitu penerimaan laporan/pengaduan, Pemanggilan, penagkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penanganan tempat kejadian perkara.

4.2. Saran

Referensi

Dokumen terkait

Seperti pada Gambar 2-4, jika yang dideteksi terkuat adalah kanal pertama maka penentuan sudut azimut adalah dengan menghitung rasio dari kuat sinyal kanal

a) Teks algoritma berisi deskripsi langkah-langkah penyelesaian masalah.Deskripsi tersebut dapat ditulis dalam notasi apapun asalkan mudah dimengerti dan dipahami. b) Tidak

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi

Pembebasan virion terjadi menyerupai kuntum-kuntum, memenag telah diketahui bahwa selubung partikel virus terdiri dari membran hospes yang mememng dapat dimodifikasi oleh

Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin,

Untuk menerapkan pembuatan e-faktur ini, Direktorat Jenderal Pajak telah menyediakan aplikasi yang dapat diinstall di perangkat komputer Pengusaha Kena Pajak dan

Metode maternal reflektif (MMR) adalah cara yang digunakan oleh guru-guru SLB Bagian B (untuk anak tunarungu) dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia dengan menggu