• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unggas Organik : Peternakan Ayam Masa Depan Organic Poultry: Future Poultry Farming System M.H. Abbas Fakultas Peternakan Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang, 25163 (Diterima: 27 Februari 2011; Disetujui: 14 Mei 2011) ABSTRACT - Unggas Org

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Unggas Organik : Peternakan Ayam Masa Depan Organic Poultry: Future Poultry Farming System M.H. Abbas Fakultas Peternakan Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang, 25163 (Diterima: 27 Februari 2011; Disetujui: 14 Mei 2011) ABSTRACT - Unggas Org"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Unggas Organik : Peternakan Ayam Masa Depan

Organic Poultry: Future Poultry Farming System

M.H. Abbas

Fakultas Peternakan Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang, 25163 (Diterima: 27 Februari 2011; Disetujui: 14 Mei 2011)

ABSTRACT

In response to the failure of the Green Revolution which led to leveling off land productivity, damage the environment, and income of farmers who did not turn up, then introduction the sustainable agriculture development, namely how to manage farms to maintain long-term stability of ecology, biodiversity and improving local wisdom through integrated farming, biotechnology, holistic management, organic farming, animal husbandry based on the principles of animal welfare, food safety and other organics. The insistence of global issues concerning animal walfare, back to nature, low fat, low cholesterol, presence of residual effects, antibiotics, hormones and other additives in food, can direct our movement towards organic poultry, especially with the utilization of native chicken, because potential indigenous chicken and maintenance system is suitable for conversion into the provision of organic chicken production in accordance to environmental sustainability without using feed ingredients which are modified gene. Facing the era of organic poultry, local chicken can be relied upon by Indonesia in the future because it has many advantages; great potential and wide spread among the farmers, have the power of adaptation to local environments is high, tolerant of low quality feed, more tolerant to disease, however; productivity is still low, there is no adequate system poultry breeding. Through an integrated farming organic poultry feed ingredients in the environment can take advantage of farmers, non-conventional waste; earthworms, slugs, snails, waste oil, cattle (rumen contents), forestry, and other nutritious enough. Required number of strategies for the development of local and broiler chickens on a small scale as organic poultry in the future, namely; immediately apply Permentan No. 49/2006 regarding poultry breeding, empowerment of farmers will add value compared to traditional organic poultry, lack of regulation and control of organic poultry, there is need for an organic chicken farmer associations as container consultancy, mentoring, education, technological innovation, joint marketing, and protecting the interests of members , as well as empowerment and awareness by consumers willing to pay more to the advantage of organic chicken.

Keywords: sustainable livestock farming, organic food, integrated farming, organic poultry PENDAHULUAN

Pada awalnya revolusi hijau dianggap sebagai penyelamat bagi usaha pertanian di negara berkembang karena sebelumnya usaha tani masyarakat dicirikan oleh; a) lahan usaha yang sempit, b) produktivitas rendah, c) varitas lokal yang berumur panjang, d) akses kepada permodalan susah, e) pertumbuhan ekonomi rendah, dan f) kesejahteraan petani yang tidak berubah dan tetap pada taraf penghidupan yang rendah. Terlena oleh sukses green revolution berupa dapatnya

(2)

munculnya biotype baru. Di bawah ketidak pastian usaha tani yang demikian, makin terlihat nasib petani/ peternak dalam hal kesejahteraan hampir dipastikan tidak kunjung berubah baik (Abbas, 2010).

Revolusi hijau mulanya mampu meningkatkan produksi padi nasional, namun karena pelaksanaannya yang kurang dapat dipertanggungjawabkan akibat sistem proyek, maka berakibat; a) berbagai organisme penyubur tanah jadi musnah, b) kesuburan tanah merosot/tandus, c) tanah mengandung residu (endapan pestisida) d) hasil pertanian mengandung residu pestisida e) keseimbangan ekosistem rusak f) terjadi ledakan serangan dan jumlah hama. Selain itu karena bibit yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia membuat banyak petani terlilit hutang. Juga mengakibatkan hilangnya lebih kurang 1.500 plasma nutfah varietas lokal padi Indonesia. Dapat dipastikan bahwa revolusi hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk, pestisida, benih, serta petani bermodal kuat (Tambunan, 2009).

Koreksi terhadap revolusi hijau mulai mengemuka pada Science Academic Summit pada tahun 1996 di Madras, India, dengan istilah Evergreen Revolution (Revolusi Hijau Lestari) dan pada World Food Summit tahun 1996 di FAO, Roma, dengan istilah New Green Revolution atau New Generation of

Green Revolution. Strategi utama dari

koreksi tersebut adalah untuk memacu kembali laju kenaikan produksi pangan tanpa

merusak lingkungan dan dengan

menggunakan teknologi yang padat IPTEK dengan sebutan greener food production growth (Irsal, 2009).

Guna mengatasi efek negatif dari revolusi hijau, maka negara-negara majupun mencanangkan sustainable agriculture development. Sustainable agriculture adalah cara mengelola pertanian dengan memanfaatkan keahlian teknologi maju untuk stabilitas kehidupan jangka panjang, dan harus memenuhi prinsip ekologi, keragaman

hayati serta memperbaiki local wisdom. Misalnya dengan menerapkan integrated farming, bioteknologi, manajemen holistik, pertanian organik, peternakan berdasarkan prinsip animal welfare, keamanan pangan dan organik lainnya.

Serageldin (1993) menyatakan ada tiga tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu; a) tujuan-tujuan ekonomis (pertumbuhan, pemerataan, dan efisiensi), b) tujuan-tujuan ekologis (integritas ekosistem, daya dukung, keaneka ragaman hayati dan isu-isu lingkungan global), c) tujuan sosial dan kelembagaan (seperti pemberdayaan, partisipasi, kohesi sosial, identitas kebudayaan dan pembangunan institusi).

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERKELANJUTAN

Pembangunan peternakan berkelanjutan sangat ditentukan oleh implementasi kebijakan pertanian berkelanjutan berupa integrasi pertanian dan peternakan yang dikembangkan melalui LEISA (low external inputs sustainable agriculture), diharapkan menjadi arah baru bagi pembangunan pertanian dimasa depan, mencakup pertimbangan beberapa komponen, yakni; a) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal (local wisdom), b) meminimumkan penggunaan input eksternal, c) maksimalisasi daur ulang (zero waste), d) meminimumkan kerusakan lingkungan (ramah lingkungan) dan mengurangi limbah, e) diversifikasi usaha mencapai tingkat produksi maksimal dan efisien, f) optimalisasi penggunaan lahan secara berkelanjutan, g) memenuhi harapan untuk memenuhi ketahanan pangan protein asal ternak, h) menciptakan kemandirian terutama bagi petani/peternak, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.

(3)

bentuk pertanian terpadu bisa dilaksanakan untuk segala jenis ternak baik ternak besar, kecil dan ayam serta itik. Pola pertanian terpadu antara ternak/unggas, manusia dan tanaman paling tidak dapat kita lukiskan seperti pada Gambar1.

Meningkatnya kekhawatiran akan keamanan pangan dan polusi di sejumlah negara maju menyebabkan beberapa tahun belakangan ini permintaan akan produk ternak organik semakin nyata, termasuk unggas organik. Perkembangan ini sebagai respon terhadap naiknya preferensi konsumen akan makanan yang segar, bebas bahan aditif, kimia, hormon, antibiotik, dan diproduksi sesuai kesejahteraan hewan, kaedah ke

lestarian lingkungan alami tanpa meng gunakan bahan pakan yang mengalami modifikasi gen.

Peternakan organik adalah sebuah sistem produksi yang menerapkan manajemen secara holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agroekosistem, termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologis tanah, dan mengoptimalkan kesehatan dan inter-dependensi komunitas dari kehidupan tanah. Sistem ini bertujuan mengintegrasikan produksi ternak dan tanaman dan mengembangkan hubungan simbiosis sumber daya serta daur ulang dan terbarukan dalam sistem pertanian (Blair, 2008).

Manusia

Makanan nabati/hewani

Limbah organik

Energi/biogas Makanan cacing Makanan ayam (B Kompleks)

Kompos Cacing

Kompos - Ikan

- Ayam Pupuk tanaman

Pupuk tanaman Kesuburan tanah

Tanaman - Manusia

- Ternak

- Tanaman

- Pelestarian Lingkungan

Hasil Tanaman

Prosesing

Produk Limbah Hasil ternak

Prosesing

Produk Limbah

Rendering Ayam/ternak

Daging/telur

Manusia

(4)

Guna memenuhi perubahan preferensi konsumen terhadap pola makan dan bahan pangan, yang mulai mempertimbangkan dan keberatan dengan produk ayam modern yang dipelihara secara intensif dalam kandang baterai, maka dimasa depan pertanian terpadu ayam melalui perunggasan organik (organic poultry) sudah seharusnya diantisipasi dan dikembangkan di Indonesia, dengan me manfaatkan ayam buras/kampung karena sudah sepenuhnya organic poultry dengan pemeliharaan sistem range dilepas disekitar pekarangan atau semi intensif, telah memenuhi harapan pemeliharaan ayam dilepas sesuai kesejahteraan hewan.

Dasar utama perlunya kita meng-arahkan gerak ke arah perunggasan organik, terutama dengan pemanfaatan ayam buras/ lokal karena potensi dan sistem pemeliharaan ayam buras sangat cocok untuk dikonversikan menjadi penyediaan ayam organik. Ayam buras/lokal yaitu sebutan untuk ayam bukan ras, potensinya cukup mengganggu kesehatan manusia yang kurang bisa diperoleh dari daging sapi, apalagi dewasa ini impor sapi makin meningkat setiap tahunnya.

Selain itu pengembangan ternak ayam buras ke depan berpotensi positif karena; a) telah dipelihara secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia di seluruh pelosok, b) mendukung persediaan protein hewani yang terus meningkat; sebagai akibat bertambahnya jumlah penduduk, naiknya pendapatan, perubahan gaya hidup dan meningkatnya kesadaran akan gizi berimbang untuk mencerdaskan dan kesehatan bangsa, c) produknya dapat diterima oleh masyarakat muslim dan d) harga relatif murah dan tersedia dimana saja.

Ayam buras merupakan ayam lokal yang secara genetik sangat variatif, baik pada keragaman morfologi, fenotip maupun karakteristik genotip. Jika ayam ras telah jelas tujuan produksinya, ayam buras belum dapat dikatakan demikian, sehingga belum dapat dikelompokkan ke dalam galur yang spesifik. Namun ayam ini cukup adaptif terhadap kondisi tropika basah, pengelolaan dan lingkungan yang buruk dan tahan terhadap penyakit, namun produktivitas, konversi makanan masih rendah dan kelangkaan bibit.

Unggas Organik dari Ayam Lokal

Inovasi teknologi tentang integrated farming system secara parsial dari berbagai komoditi sudah cukup banyak diperkenalkan, dan dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas ternak dan lahan, tenaga kerja, hasil dan kesejahteraan petani, namun implementasinya di lapangan dirasakan masih sangat terbatas. Khusus dibidang peternakan, pertanian terpadu yang telah banyak diwacanakan ialah padi-ikan-ayam, sapi-jagung/tebu-cacing, sampah–cacing– ayam, sapi-biogas-kompos-padi/jagung atau hortikultura dan bentuk diversifikasi lainnya.

(5)

kambing dan domba. Program ini dimaksudkan dalam rangka mengantisipasi kebutuhan antara lain; a) mewujudkan ketahanan pangan hewani yang ASUH, b)

mengembangkan agribisnis untuk

mengurangi impor dan merebut peluang ekspor, c) mewujudkan usaha tani yang tangguh bagi kesejahteraan petani/peternak, d) menyediakan ternak untuk keperluan sosial budaya dan e) pengembangan agrowisata dan hobi.

Melalui integrated farming unggas organik bagi peternak kecil, bisa me manfaatkan bahan pakan dilingkungan/ sekitar petani, limbah non konvensional; cacing tanah, keong, bekicot limbah perkebunan, ternak besar (isi rumen), kehutanan, dan lainnya yang cukup bergizi, tinggal bagaimana mengolah dan mem-formulasikan untuk ransum dengan harga terjangkau.

Besarnya harapan guna mengem-bangkan ayam lokal sebagai bagian dari unggas organik sebegitu jauh terkendala oleh beberapa hal;

a. Masalah bibit masih sepenuhnya hanya berasal dari upaya petani secara tradisional. Pada beberapa daerah telah ada penangkaran bibit tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan. Pembibitan yang disponsori oleh UPT/UPTD di Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Jawa Tengah baru mampu mensuplai 10% kebutuhan dari kebutuhan lebih kurang 15-20 juta ekor/tahun. Sedangkan BPTU Sembawa yang membibitkan ayam Arab sejauh ini baru bisa memenuhi kebutuhan terbatas di daerah Sumatera. Menurut Gunawan (2010) usaha pembibitan ayam buras belum lagi menerapkan good multiplier practices, dimana pembibitan dilakukan baru terbatas kepada seleksi ayam pejantan dan betina komersial, sehingga belum bisa membentuk suatu galur, dan tidak dilakukan secara terstruktur sebagai-mana ayam ras. Baru dalam penetasan telah menggunakan mesin tetas sederhana.

b. Jumlah ayam yang dipelihara oleh peternak relatif dalam jumlah terbatas, sehingga sulit untuk memberikan penyuluhan tentang bagaimana beternak yang diharapkan sesuai standar unggas organik. Untuk itu diperlukan pembinaan dan bantuan permodalan berupa Kredit Usaha Rakyat yang mudah untuk diakses oleh peternak dan calon peternak. Revitalisasi aktivitas ekstensi dan sukarelawan perlu digiatkan dalam membina manajemen peternakan ayam organik.

c. Pembentukan kelompok/koperasi dan asosiasi peternak organic poultry

sehingga bisa bertindak sebagai pembina, inovator dan badan yang mempromosikan manfaat dan keutamaan unggas organik, sekaligus pembentukan pasar dan pemasaran, sehingga diperoleh harga yang layak.

d. Pembinaan feed and feeding practice

dari bahan lokal yang sepenuhnya organik disebabkan tingginya rasio konversi makanan.

e. Perlunya badan standarisasi dan jaminan kualitas ayam organik yang terstruktur.

Langkah-langkah kebijakan yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah guna mengembangkan usaha peternakan unggas lokal rakyat belakangan ini mulai konsisten dan terarah, khususnya dalam dukungan usaha budidaya. Diantaranya; a) Village Poultry Farming (VPF)/budidaya unggas dipedesaan, b) Pengembangan Unggas Lokal (PUL), Integrasi Pertanian-ternak Unggas, d) Zoning Unggas Lokal, e) Usaha Pengembangan Jasa Alat dan Mesin, f) Sarjana Membangun Desa (SMD), dan g) peningkatan usaha kelompok serta penyempurnaan INTAB, h) serta Rural Rearing Multiplication Center (RRMC) (Gunawan, 2010), kendati implementasinya di lapangan masih dipersoalkan.

Strategi Pengembangan Ayam Lokal Organik

(6)

biosekuriti, divaksin, higienis, dengan bahan pakan di sekitar pekarangan dan tepung ikan tanpa pengolahan secara kimiawi. Dalam pengembangan ayam ras semua kegiatan telah difasilitasi oleh swasta sejak pembibitan, pakan, obat-obatan dan pemasaran, sedangkan untuk ayam lokal fasilitas belum selengkap dan sebaik itu, terutama bibit, manajemen, perkandangan, pakan dan permodalan.

Untuk mendukung pengembangan dan mempromosikan ayam lokal Indonesia menjadi organic poultry diperlukan sejumlah strategi dan langkah-langkah pembinaan antara lain;

a. Sesegeranya melaksanakan program pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian no. 49 tahun 2006 tentang perbibitan ayam lokal serta mengoperasionalkan visi dan misi perbibitan ayam lokal yang telah direncanakan.

b. Mengatasi sesegeranya kelemahan yang ada di sekitar perbibitan unggas lokal sehingga bisa ditingkatkan kearah Parent Stock antara lain masalah; kurangnya bibit dalam jumlah dan mutu, tingkat pendidikan/pengetahuan peternak tentang bibit yang relatif rendah, pengetahuan pakan dan manajemen yang relatif kurang, keterbatasan modal dan munculnya beberapa kasus penyakit unggas.

c. Pemberdayaan petani peternak ke arah kesadaran akan nilai tambah yang diperoleh serta prospeknya di masa depan jika mengusahakan ayam organik yang akan jauh lebih menguntungkan daripada pemeliharaan tradisional.

d. Merealisasikan segera program penelitian dan pengembangan perbibitan di samping memulai penelitian pengembangan unggas organik yang mencakup manajemen, pakan dan ransum, pasar dan pemasaran, penganekaragaman produk olahan ayam buras serta menu, dan pembinaan

pembentukan standar produksi yang ASUH.

e. Perlunya regulasi dan kontrol tentang perunggasan organik sesuai ketentuan sebagaimana di berbagai negara terutama menyangkut bahan pakan yang memenuhi syarat-syarat organik, sehingga terhindar dari bahan non organik, aditif, antibiotik, hormon dan modifikasi genetik yang dilarang.

f. Perlu adanya asosiasi peternak ayam organik sebagai wadah konsultasi, pendampingan, pendidikan inovasi teknologi, pemasaran bersama, dan melindungi kepentingan anggota.

g. Program pencegahan penyakit tersendiri sesuai pola usaha pemeliharaan kecil menengah, terutama dengan penggunaan bahan alami setempat.

h. Peningkatan peran Perguruan Tinggi dan BALITBANG dalam penelitian dan pengembangan bahan pakan setempat yang organik serta penelitian probiotik alami guna meningkatkan kualitas dan penggunaan makanan ternak lokal. i. Perlu dimulainya kampanye dan iklan

tentang unggas organik dan diversifikasi produk olahan serta pembentukan harga untuk mendukung produk tersebut. Hal ini perlu mendapat dukungan kebijakan pasar dan pemasaran sesuai standar yang ditetapkan.

j. Mendorong peternak ayam ras kecil menengah agar pindah kepada pemeliharaan ayam organik yang lebih mudah untuk menyesuaikan usaha dengan skala kecil dibandingkan usaha ayam ras sehingga mereka tidak kehilangan lapangan kerja dan usaha yang telah digeluti sebelumnya.

Unggas Organik dari Ayam Ras

(7)

pelosok. Daging dan telur cukup murah sedangkan konsumsi masih rendah, potensi suplai besar dan tren kenaikan permintaan/

demand elasticity besar hanya tergantung pendapatan. Selain itu peluang industri masih terbuka, dan diperkirakan dewasa ini melibatkan lima juta peternak dengan 10 juta tanggungan jiwa.

Perkembangan industri unggas Indonesia sebenarnya sudah didukung oleh berbagai fasilitas, tumbuh dan berkembangnya usaha pembibitan (breeding farm), industri pakan bertaraf internasional, industri obat-obatan ternak yang telah mampu mengekspor, tersedianya teknologi budi daya. Pada beberapa industri unggas hulu-hilir juga telah menghasilkan produksi pangan olahan (nugget, sosis, fried chicken

dan karkas beku). Masalah utama industri ini ialah fluktuasi ketersediaan dan mahalnya bahan pendukung yang sebagian besar impor. Kemampuan persaingan industri unggas ditentukan oleh: penguasaan teknologi maju, rendahnya biaya makanan dan buruh, serta penguasaan sumber pakan yang bagi Indonesia hampir sebahagian besar impor sehingga kurang efisien. Terbatasnya pengembangan usaha kearah komersial oleh produsen kecil menengah disebabkan oleh; akses modal usaha, akses kepada sapronak (DOC, pakan, obat-obatan dan teknologi), di samping masalah utama pasar dan persaingan pasar dan pemasaran dengan industri hulu-hilir.

Kebijakan perunggasan nasional yang sudah dan sedang berlangsung sering kurang mendukung sepenuhnya arah pengembangan usaha peternakan ayam, baik sebagai sumber protein untuk kesehatan dan kecerdasan bangsa serta kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan masyarakat. Semua

stake holders, terutama pemerintah

menyadari peran strategis pengembangan peternakan unggas Indonesia. Ternyata peran ini tidak selalu mendapat perhatian dan pengelolaan yang serius sehingga terdapat kesan terpinggirkan dan marjinal, terutama peternak kecil.

Beberapa kebijakan yang selalu dipersoalkan karena sering kontroversial antara lain;

1. Sektoral dan reaktif. Hampir semua kebijakan muncul dan macet jika terjadi gejolak dan masalah baik antara peternak, industri pakan, bibit,

konsumen dan pemasaraan,

ditanggapi dengan kebijakan sektoral sesaat bukan melalui suatu kebijakan strategis jangka panjang dan sering diserahkan kepada mekanisme pasar, apa lagi dengan adanya AC-FTA. 2. Kebijakan pengadaan jagung dalam

negeri dan impor yang selalu kontroversial, sehingga tidak merangsang produksi dalam negeri walaupun Indonesia cukup potensial untuk itu.

3. Kadang-kadang masalah ketersedian daging dalam negeri diatasi dengan impor (termasuk paha ayam) sehingga sangat merugikan peternak. Ketersediaan data yang valid sering menjadi sumber masalah.

4. Beban-beban PPN dan PAD dibeberapa daerah yang kurang tepat sebab telur dan daging unggas sebenarnya termasuk kebutuhan bahan sembilan pokok yang memerlukan kebijakan tersendiri. 5. Kebijakan pemerintah tentang akses

kepada sumber dana kendati banyak regulasi untuk itu, namun implementasinya sering tidak jalan dilapangan, terutama bagi peternak kecil menengah dan lain lagi untuk agibisnis serta PMA dan PMDN yang menguasai hulu-hilir.

(8)

Guna keluar dari permasalahan yang selalu menimpa usaha ternak ayam ras kecil menengah, sepantasnyalah jika usaha ini mulai diarahkan kepada unggas organik, karena lebih cocok untuk usaha skala kecil. Dengan demikian mereka tidak kehilangan aset, dan peluang usaha selama ini apalagi peternak telah menguasai teknologi, tinggal hanya penyesuaian seperlunya dengan menggunakan bahan pakan organik dan merubah sistem kandang dengan menambah

range system.

Kendati unggas organik kurang produktif dibandingkan ayam konvensional, namun dengan adanya kompensasi harga karena standar animal walfare, organik dan kemampuan membayar lebih oleh konsumen, usaha peternakan unggas organik tetap

memberi harapan sebagai usaha yang menjanjikan. Apalagi dewasa ini dibeberapa negara Eropah mulai dikembangkan pemeliharaan ayam ras yang sepenuhnya dengan pakan bahan-bahan nabati. Blair (2008) memperlihatkan perbandingan usaha konvensional dan orgnik baik untuk broiler maupun ayam petelur seperti pada Tabel 2 dan 3.

Unggas organik akan mengurangi akses polusi kepada lingkungan dibandingkan peternakan ayam konvensional. Perlu penelitian lebih banyak terhadap potensi lokal karena pertumbuhan dan produksi lebih rendah, konversi makanan yang kurang efisien. Efisiensi protein juga rendah. Riset ransum probiotik sebagai pengganti nonorganik/ antibiotika masih prokontra

Tabel 1. Perbandingan produktivitas ayam broiler konvensional dan organik.

Kovensional Organik

56 days 81 days 56 days 81 days

Bobot badan (g) 3219 4368 2861 3614

kg feed/kg gain 2.31 2.89 2.75 3.29

Berat eviserasi (g)

Lemak abdominal (g/kg)

2595 19.0

3529 29.0

2314 9.0

2928 10.0

Dada (g/kg) 220 235 232 252

Kaki (g/kg) 148 150 149 155

Breast measurements;

Kadar air (g/kg) 755.4 748.5 762.8 757.8

Lemak (g/kg) 14.6 23.7 7.2 7.4

pH 5.96 5.98 .75 5.80

Susut masak (%) 31.1 30.3 34.0 33.5

Shear value (kg/cm2) 1.98 2.10 2.25 2.71

Sumber: Blair (2008).

Tabel 2. Perbandingan produktivitas ayam petelur konvensional dan organik.

Petelur putih individual

Petelur coklat Organik

(21-76 weeks) (21-68 weeks)

Makanan/hari (g) 112 131

Produksi telur (%) 86.8 73.5

Mortalitas (%) 4.9 14.8

Konversi Makanan 2.07 2.81

Harga telur (DKK/kg) 5.89 14.21

Relation harga telur dan makanan 4.17 6.39

(9)

karena probiotik tidak seperti antibiotika dan belum sepenuhnya mampu menggantikan anti-biotika.

Genetically modified tidak diper-kenankan, demikian pula rekayasa genetik pada produk butiran untuk pakan. Pure amino acid yang diizinkan hanya dari hasil fermentasi (lisin, triptofan, treonin). Kriteria produk organik harus segar, bebas bahan kimia, antibiotik, residu hormon dan diproduksi secara kemanusiaan. Terdapat sejumlah standar dan aturan yang ditetapkan untuk produksi unggas organik yang lebih fokus kepada aspek pakan (Blair, 2008);

a. tidak ada rekayasa genetika terhadap serelia atau by-product-nya

b. tidak ada antibiotik, hormon atau obat-obatan

c. tidak ada by-product hewan, kecuali produk susu dan tepung ikan

d. tidak ada by-product serelia kecuali dihasilkan dari tanaman organik bersertifikat

e. tidak ada ekstraksi secara kimia seperti bungkil kedelai

f. tidak ada asam amino murni, dan sumber sintetik kecuali dari hasil fermentasi

g. Bahan pengikat, pengemulsi, penstabil, pengental, surfaktan, koagulan harus dari sumber alami h. Antioksidan, bahan pengawet yang

diperbolehkan hanya dari sumber alami

i. zat pewarna/pigmen, flavor dan perangsang nafsu makan juga dari sumber alami

j. probiotik, enzim dan mikroorganisme alami diperbolehkan

k. Sumber vitamin dianjurkan dari sumber alami, ragi bir dan hanya pada kondisi tertentu penggunaan bahan sintetis secara terbatas asal diperbolehkan oleh otoriter.

Proses peternakan organik melibatkan empat tahap; a) penerapan prinsip-prinsip organik (standar dan peraturan), b) kepatuhan terhadap peraturan organik, c) sertifikasi oleh

regulator, d) verifikasi oleh lembaga sertifikasi lokal. Secara internasional ada

“International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM)”, dan berbagai macam badan standar diberbagai negara termasuk China. IFOAM telah mengeluarkan semacam panduan umum melalui Codex 1999 (Blair; 2008) tentang unggas organik antara lain;

a. Strain yang digunakan sebaiknya ayam lokal (indigenous chicken) yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan sistem peternakan lokal, serta tahan terhadap penyakit. b. Ayam dipelihara pada kandang

terbuka/range dan dilepas jika kondisi memungkinkan. Penggunaan kandang baterai dilarang.

c. Unggas air harus memiliki akses ke sungai, kolam atau danau.

d. Penambahan cahaya buatan bagi ayam petelur, ditentukan oleh otoritas sesuai spesies dan pertimbangan geografis dan kesehatan.

e. Guna menjaga kesehatan kandang harus dikosongkan antara setiap periode pemeliharaan (all in-all out).

Tujuan utama unggas organik adalah memelihara ayam secara kondisi natural/alami sehingga sistem manajemen produksi jadi berbeda dengan teknologi ayam konvensional (Blair, 2008). Menurut Sundu (2011) guna mengakomodasi preferensi konsumen akan animal welfare, mulai 2012 Inggris akan menerapkan aturan konsumen akan animal walfare dan organic poultry

dengan pemeliharaan ayam petelur haruslah mengikuti free-range system dan organic.

Konsumen tidak keberatan terhadap harga telur free range yang mencapai tiga kali lipat dan organik empat kali lipat dibanding telur ayam dari kandang baterai konvensional. Beda utama unggas organik dan konvensional antara lain;

a. Perkandangan

(10)

dengan range kira-kira 4 m2/ekor. Sistem out door ini memungkinkan ayam berkeliaran di pekarangan, dan sistem baterai tidak diperkenankan. Range juga menjadi sumber pakan hijauan.

b. Genotip

Tidak semua bangsa ayam bisa untuk unggas organik, sebab petelur diarahkan untuk produksi tinggi, melalui kandang baterai, sedangkan range sistem menyebabkan produksi lebih rendah tetapi alami. Bangsa lokal lebih baik untuk ini, sebab lebih tahan penyakit dan adaptif terhadap lingkungan, dan bebas predator.

Sudah diketahui beberapa strain ayam petelur di luar negeri yang adaptif terhadap unggas organik dan makanan yang hampir dapat sepenuhnya diberikan oleh bahan nabati, sehingga ide ini akan cocok untuk kondisi ayam buras Indonesia, yang jumlahnya hampir 300 juta ekor. Kebanyakan produsen lebih senang menggunakan tipe dwiguna untuk unggas organik daripada broiler dan petelur; Rhode Island Red, Barred makan dengan berbagai cara;

a. Makanan tepung komplit ad lib

b. Pellet/crumbel

c. Makanan komplit + butiran kasar d. Makanan komplit basah satu atau dua

kali sehari

e. Makanan komplit + hijaunan terbatas f. Makanan bebas memilih.

Kelemahan makan ransum komplit bisa terjadi lebih/kekurangan intake jika cuaca berubah naik turun, sehingga mengganggu pasokan protein dan kalsium. Makanan bebas memilih harus dibagi atas sumber energi (jagung, dedak), protein (tepung ikan, kedelai), suplemen vitamin dan

mineral serta kalsium. Dengan makanan bebas memilih;

- Jangan beri banyak pilihan, cukup 3 macam nutrisi,

- Beri pilihan sesuai kebutuhan energi protein dan mineral

- Beri sumber Ca mulai minggu ke 15

- Jangan beri vitamin mineral secara

e. Kesehatan dan Kesejahteraan Ternak Prinsipnya ayam akan membentuk kekebalan secara alami, biasanya tidak sebanyak dan tidak seketat konvensional, tetapi tetap perlu biosekuriti yang ketat terutama terhadap AI (flu burung). Sebaiknya manajemen all in all out.

Sumber penyakit banyak melalui air, tanah dan unggas liar. Perlu disain range yang baik.

Upaya Peningkatan Kualitas dan Efektifitas Pakan Alami

Sejumlah enzim dikembangkan untuk unggas organik guna meningkatkan utilitas nutrisi, bukan pertumbuhan dan produksi. Enzim akan meningkatkan efektivitas gizi dalam saluran pencernaan, dan mengurangi zat makanan keluar bersama eksreta, sehingga membantu mengurangi polusi. Enzim yang biasa digunakan diektraksi dari tanaman non toxic, non pathogenic fungi, non pathogenic bacteria, dan tidak boleh melalui tehnik rekayasa genetik, dan disebut

exogenous enzyme. Kelompok enzim yang biasa dipergunakan serta dapat berfungsi sebagai probiotik adalah;

a. Phytase b. B-glucanase c. Xylanase

(11)

e. Alpha amylase f. Protease.

Probiotik merupakan bahan tambahan berupa mikroorganisme yang berpengaruh terhadap peningkatan keseimbangan mikroorganisme dalam usus, karena mikroba yang menguntungkan dapat menekan mikroba patogen dan mendesaknya keluar dari saluran pencernaan. Prinsip kerja probiotik meliputi; a) adanya kompetisi terhadap zat makanan dalam jumlah yang terbatas, b) elaborasi oleh mikroba metabolit sehingga menghambat multiplikasi mikroba

non indigenous, c) membuat kondisi

lingkungan mikroba yang dapat memperkecil jumlah mikroba non indigenous, d) adanya kompetisi terhadap lokasi yang berhubungan dengan mukosa intestinal(Fuller, 2002).

Menurut Saarela et al.(2000) probiotik adalah bakteri hidup yang diberikan sebagai suplementasi makanan. Pemberian probiotik dapat menguntungkan bagi kesehatan karena probiotik menghasilkan senyawa-senyawa seperti asam laktat dan asam asetat yang menyebabkan keadaan dalam usus menjadi asam serta H2O2 dan bakteriosin yang memberikan efek antagonis terhadap pertumbuhan bakteri patogen sehingga menurunkan pertumbuhan dan patogenesis bakteri tersebut serta memperbaiki mikroflora dalam usus. Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik terutama dari golongan Lactobacillus dan Bifidobacterium

(Purwati et al., 2006).

Pada sisi lain juga digunakan prebiotik yang merupakan non-digestible or low-digestible feed ingredient yang memberi keuntungan kepada ternak inang (bifidobacteria dan beberapa bakteria gram positif) pada saluran pencernaan yang secara selektif merangsang pertumbuhan oleh bakteria dan menekan pertumbuhan bakteria yang tidak diinginkan/patogen.

Haryanto (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak digunakan sebagai probiotik adalah golongan

Lactobacillus. Golongan bakteri ini memiliki

hampir semua karakteristik yang diperlukan sebagai probiotik. Lactobacillus juga dapat menurunkan pH lingkungan dengan mengubah gula menjadi asam laktat, dan kondisi ini akan menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri patogen. Keistimewaan inilah yang membuat bakteri

Lactobacillus menjadi agen untuk bermacam produk probiotik di seluruh dunia.

Probiotik yang mengandung

Lactobacillus sp sudah banyak digunakan pada ayam petelur maupun broiler, yang mampu meningkatan produksi telur dan bobot badan. Penambahan kultur

Lactobacillus achidophilus dan Lactobacillus casei dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan produksi hen-day-egg-production, memperbaiki rasio konversi ransum dan meningkatkan bobot telur serta kualitas telur (Torture dan Fernandez, 1995). Penelitian Mohan, et al.(1995) yang menggunakan probiotik sebanyak 100 mg/kg ransum dapat meningkatkan produksi telur sebesar 5% sedangkan bila probiotik diberikan dalam jumlah lebih banyak (150 mg/kg) dapat menurunkan kadar kolesterol serum dari 176,5 mg/10 ml menjadi 114,3 mg/10 ml. Sebegitu jauh ternyata penggunaan probiotik belum mampu sepenuhnya menggantikan efektivitas antibiotika melalui ransum untuk meningkatkan efisiensi makanan. Fungsi probiotik selain meningkatkan efisiensi ransum, produksi telur dan menurunkan kadar kholesterol telur serta kholesterol serum ternyata juga mampu menghambat produksi amonia.

(12)

a. Penelitian dan pengembangan manajemen yang sesuai bagi ayam ras organik untuk kondisi Indonesia

b. Penelitian dan pengembangan pakan alami yang lebih variatif disertai upaya peningkatan kualitasnya tanpa penggunaan bahan aditif, dan kimia yang

dilarang, terutama peluang

pengembangan probiotik alami setempat c. Perlu adanya asosiasi peternak ayam

organik sebagai wadah informasi, konsultasi, pendampingan, pendidikan inovasi teknologi, pemasaran bersama, dan melindungi kepentingan anggota. d. Program pencegahan penyakit tersendiri

sesuai sistem pemeliharaan yang tidak lagi intensif/dikandang baterai terutama dengan penggunaan bahan alami setempat.

e. Peningkatan peran Perguruan Tinggi dan BALITBANG dalam penelitian dan pengembangan bahan pakan setempat yang organik serta penelitian probiotik alami guna meningkatkan kualitas dan penggunaan makanan ternak lokal. f. Perlu dimulainya kampanye dan iklan

tentang unggas organik dan pembentukan harga untuk mendukung produk tersebut. Hal ini perlu mendapat dukungan kebijakan pasar dan pemasaran sesuai standar yang ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. Hafil. 2010. Sustainable Livestock Development di Era AC-FTA:

Harapan atau Mudarat? Makalah

Seminar Nasional “Peningkatan Akses Pangan Hewani melalui Integrasi Pertanian-Peternakan Berkelanjutan Menghadapi Era AC-FTA”, Jambi 23 Juni 2010.

Blair, R. 2008. Nutrition and Feeding of Organic Poultry. Cabb International. Cromwell Press, Trowbridge.

Fuller, R. 2002. Probiotic What they are and what they do. http://D:/Probiotic. What they are and what do, html.

Gunawan, D. 2010. Masih berpeluang walau ada hambatan. Laporan Utama. Poultry Indonesia, November 2010.

Harjosworo, P. S. dan L. H. Prasetyo. 2009. Unggas dan perunggasan di Indonesia. Makalah Seminar Strategi Usaha perunggasan dalam Menghadapi Krisis Global. MIPI-FAPET, 26 Oktober 2009,Bogor.

Haryanto, R. 2004. Antara Antibiotika, Probiotik dan Prebiotik. www. Cakrawala. Co. id.

Irsal, L. 2009. Revolusi Hijau Lestari untuk Ketahanan Pangan ke Depan. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel /one/232/pdf.

Mohan, B., Kardivel, R., Bhaskaran, M., and Natarajan, A. 1995. Effect of probiotic supplementation on serum/yolk cholesterol and egg shell thickness in layers. British Poultry Science 36 : 799

– 803.

Purwati, E., Husmaini., S. Syukur, Y. Murni dan F. Othman. 2006. Lactobacillus sp. Isolasi dari Blondo Virgin Coconut Oil sebagai Probiotik. Proceeding Seminar Hasil Penelitian Ilmu-Ilmu Pertanian BKS Wilayah Barat. Jambi, 26 – 28 April 2006.

Saarela, M., G. Mogensen., R. Fonden., J. Matto dan T. M. Sandholm. 2000. Probiotic bacteria: Savety, functional and technological properties. J Biotech., 84, 197 – 215.

Serageldin, I. 1993. Making Development Sustainable. In Finance and Development, December 1993.

(13)

Tambunan, T., 2009. Revolusi Hijau dan Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia http://tulustambunan. blogspot.com/2010/10/revolusi-hijau- dan-perkembangan-sektor-pertanian-di-indonesia.html

Gambar

Gambar 1. Pola pertanian terpadu ayam/ternak, tanaman dan ikan.
Tabel 2. Perbandingan produktivitas ayam petelur konvensional dan organik.

Referensi

Dokumen terkait

We then prove embedding theorems: any locally small pre-Hilbert category whose monoidal unit is a simple generator embeds (weakly) monoidally into the category of pre-Hilbert spaces

6 Pemeliharaan Berkala Jalan Lingkungan Griya Bestari 1 Pkt Kota Tanjungpinang 800,000,000.00 APBD e-proc Belanja Jasa Konsultansi/ Belanja Jasa Konsultansi Pengawasan. 7

Hasil analisis genetik yang dilakukan terhadap populasi hasil persilangan karet klon RRIM 600 dengan genotipe Plasma Nutfah 1981 menunjukkan bahwa, beberapa karakter yang diamati

Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningtyas (2012), dimana di dapat hasil rata-rata tekanan darah sistolik penderita hipertensi adalah

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Pemerintah Kota Tegal akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Pas foto berwarna ukuran 4X6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dengan warna latar belakang biru bagi yang memiliki tahun kelahiran genap dan warna latar belakang merah bagi

 Introduction to Algorithm and Java Programming  Data Type, Wrapper Class and Input/ Output  Arithmetic, Logic and Relational Operations  Selection Statement.. 

Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik pemeriksaan USG dan pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan, maka diagnosa dari penyakit yang diderita