• Tidak ada hasil yang ditemukan

YANG PANTAS DAN TIDAK PANTAS DALAM PERCA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "YANG PANTAS DAN TIDAK PANTAS DALAM PERCA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

YANG PANTAS DAN TIDAK PANTAS

DALAM PERCAKAPAN BAHASA INDONESIA1

Oleh

Mashadi Said

mashadisaid@yahoo.com; mashadi@staff.gunadarma.ac.id Ichwan Suyudi

ichwan@staff.gunadarma.ac.id Hendro Firmawan

Hendro_firmawan@staff.gunadarma.ac.id

Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma, Jakarta Jalan Margonda Raya 100 Depok 16424;

telp. 021-78881112 Ext. 481 Fax: 0217872829

Abstrak

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan komunikasi adalah memahami budaya bahasa yang digunakan. Bahasa Indonesia tidak terkecuali. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan apa yang pantas dan yang tak pantas dalam komunikasi lisan bahasa Indonesia, khususnya dalam percakapan sehari-hari. Kepantasan atau ketidakpantasan dalam bahasa Indonesia dapat diukur dengan menggunakan parameter nilai budaya, ketaklangsungan, pilihan kata, intonasi, dan bahasa tubuh. Kepantasan dan ketidakpantasan itu dibagi ke dalam 10 ranah teknik percakapan berdasarkan tawaran Matreyek (1983) dalam Communicating in English: Examples and Models: Situations. Kesepuluh ranah teknik percakapan itu meliputi 1) membuka dan menutup percakapan, 2) meminta dan menyatakan pendapat, 3) mengatur pembicaraan: pengulangan, kecepatan bicara/volume suara, 4) menanyakan, mengklarifikasi maksud, 5) merefleksi, 6) memberi komentar, 7) menyela percakapan, 8) mengecek pemahaman, menghapus kesalahpaman, 9) topik percakapan: mengubah, kembali ke topik percakapan, mencegah perubahan topik percakapan, menghindari topik percakapan, dan 10) menawarkan ide, dan menambah hal-hal yang terkait.

Kata kunci: pantas, tidak pantas, teknik percakapan

1 Disajikan pada Seminar Lokakarya Internasional Pengajaran BIPA pada tanggal 1820 Juli 2007 di

(2)

A. Pendahuluan

Sebagai titik tolak, ada beberapa prinsip dasar yang paling menentukan kepantasan atau kepatutan dalam berkomunikasi dengan orang Indonesia. Namun sebelum prinsip itu dijelaskan, perlu dikemukakan apa yang kami maksud dengan pantas dan dan tidak pantas. Secara harfiah, pantas berarti patut, layak, sesuai, sepadan, kena benar, tidak mengherankan, dan tampak elok (KBBI, 2003). Kepatutan atau kepantasan yang kami maksudkan di sini adalah kepatutan atau kepantasan suatu kata atau ungkapan yang digunakan pada konteks formal, bukan informal. Suatu kata atau ungkapan dianggap pantas bila ungkapan itu dapat diterima dengan baik dan dtreima dengan senang hati lawan bicara kita, tetapi bila ungkapan yang kita gunakan tidak mengenakkan orang lain atau lawan bicara kita, khususnya pada konteks formal, maka kata atau ungkapan itu berarti tidak pantas atau tidak patut digunakan.

Di samping itu, ada beberapa prinsip dasar yang merupakan syarat yang harus dipenuhi agar suatu interaksi dianggap pantas oleh umumnya orang Indonesia.

1. Prinsip nilai budaya ’hormat’. Prinsip ini menuntut agar setiap orang dalam cara berbicara, dalam pilihan kata dan ungkapan, dan dalam membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Prinsip ini merupakan kerangka normatif yang menentukan bentuk-bentuk konkret semua interaksi (Magnis-Suseno, 1984). 2. Sebutan orang kedua amat penting diperhatikan dalam percakapan bahasa

Indonesia (Aridah, 2007). Untuk mencapai kepatutan dalam berkomunikasi dengan orang Indonesia, sapaan untuk orang kedua sangat penting diperhatikan. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa kata ganti orang kedua yang selalu digunakan dalam percakapan, yaitu Anda, kamu/kau, engkau, Bapak, Ibu, Saudara/Saudari, Ibu + nama suami, nona, adik, kakak, dan sebagainya. Menggunakan kata ganti orang kedua kepada lawan bicara kita sangat menentukan keberhasilan komunikasi kita. Tabel berikut memerikan cara menggunakan kata ganti orang kedua.

No Kata Ganti Orang

Penggunaan

1 Anda Dapat digunakan kepada orang yang sama usianya atau lebih muda dari pembicara dalam konteks formal, tetapi jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2 Saudara/Saudari Penggunaannya sama dengan Anda. Banyak digunakan dalam situasi formal.

3 Engkau Untuk orang yang sebaya, tetapi saat ini jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari.

(3)

5 Ibu/bu Sapaan hormat kepada wanita dewasa atau usianya lebih tua dari penyapa. Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.

6 Ibu + nama suami

Sapaan hormat kepada wanita yang bersuami. Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.

7 Ibu/Bu + nama Sapaan hormat kepada wanita, khususnya wanita yang memiliki kedudukan atau berpendidikan tinggi. Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal. 8 Pak + nama Sapaan hormat kepada pria, khususnya pria yang

memiliki kedudukan atau berpendidikan tinggi. Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal. 9 Mbak Digunakan untuk menyapa wanita dalam komunikasi

informal.

10 Mas Digunakan untuk menyapa pria dalam komunikasi informal.

11 Dik/adik Digunakan untuk menyapa orang yang lebih muda, dan khususnya untuk orang yang sangat akrab. 12 Kak/kakak Digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua, dan

khususnya bila hubungannyanya sudah sangat akrab. Sapaan ini untuk informal.

13 Kau, Kamu Hanya dapat digunakan untuk orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda atau orang yang sangat akrab. Kata kamu sebaiknya dihindari pada saat Anda baru berkenalan. Sapaan ini untuk informal.

14 lu, ente Sebaiknya dihindari digunakan, khususnya kepada orang yang baru Anda kenal. Cara ini hanya

digunakan kepada orang yang sangat akrab atau anak muda yang sangat akrab. Sapaan ini untuk informal.

Secara umum, orang Indonesia sangat suka kepada orang yang sopan. Untuk berlaku sopan, pembicara dituntut menggunakan sapaan yang tepat, khususnya sapaan untuk orang kedua. Dalam sapaan yang pantas untuk konteks formal adalah Anda, saudara, saudari, Bapak atau Pak, Ibu atau Bu. Untuk orang pertama, umumnya orang Indonesia menggunakan pronomina ‟saya‟, tetapi ada juga yang menyebut namanya sendiri khususnya bila para pembicara adalah orang muda.

3. Prinsip ’ketaklangsungan’. Prinsip ini menuntut setiap pembicara agar dalam interaksi tidak terkesan menyerang lawan bicaranya. Cara bertutur kata yang langsung pada apa yang sebenarnya ingin di bicarakan dianggap kurang patut bagi kebanyakan orang Indonesia. Karena itu, inti pembicaraan sering terasa panjang-lebar dan terkesan berbelit-belit.

(4)

5. Unsur Paralinguistik yang perlu diperhatikan dalam situasi percakapan dalam bahasa Indonesia adalah penggunaan tangan. Bagi Indonesia, tangan kanan merepresentasikan kesopanan, kebersihan, dan kebajikan. Karena itu, tangan kiri sebaiknya tidak digunakan dalam kondisi: mempersilakan, memberikan sesuatu, minum/makan, dst. Selain itu, bila pembicara itu lebih muda dariapda lawan bicaranya atau status sosialnya lebih tinggi daripada dirinya, maka ia dituntut untuk berlaku hormat dan sopan kepada lawan bicaranya. Selanjutnya, dalam situasi tertentu, pembicara yang lebih muda atau status sosial yang lebih lebih di bawah daraipada lawan bicaranya dituntut untuk berlaku sopan, misalnya dengan gerakan tubuh yang sedikit agak membungkuk.

B. Teknik Bercakap

Ada teknik tertentu yang digunakan orang dari waktu ke waktu dalam percakapan atau berdiskusi dengan orang lain. Pembicara yang baik menggunakan teknik itu dengan mudah dan lancar. Menjadi pembicara yang baik dalam bahasa Indonesia melibatkan kemampuan untuk mengunakan teknik tersebut. Berikut ini adalah contoh ungkapan yang pantas dan yang tidak pantas dalam percakapan bahasa Indonesia.

1. Membuka dan Menutup Percakapan

a. Membuka Percakapan

Banyak cara untuk membuka sebuah percakapan. Cara yang dilakukan untuk membuka sebuah percakapan bergantung pada hubungan antara pembicara satu dengan yang lain. Di bawah ini ada empat cara yang paling umum digunakan untuk membuka sebuah percakapan. Ucapan salam kadang-kadang digunakan sebelum memulai, tetapi tidak selalu demikian.

1. Memperkenalkan Diri 2. Bertanya

3. Memberi Pernyataan 4. Meminta Perhatian

Cara pertama (ucapan salam + memperkenalkan diri) sering digunakan kepada orang yang baru dikenal. Cara ke-2, ke-3, dan ke-4 juga dapat digunakan kepada orang yang baru dikenal, rekan atau teman.

1) Memperkenalkan Diri

Anda biasanya menggunakan teknik ini kepada orang yang baru pertama kali Anda jumpai: pesta, pertemuan, musyawarah, rapat, dan lain-lain. Hal ini tidak selalu menggunakan topik. Hal ini biasanya tidak dibutuhkan topik pembicaraan.

Contoh:

Ucapan Salam +

Pantas

Selamat pagi/siang/malam, nama saya Julia.

(5)

Penjelasan:

Untuk memperkenalkan diri, sebaiknya kita menyebutkan nama kita terlebih dahulu baru menanyakan nama orang lain. Namun, biasanya bila kita menyebutkan nama kita, lawan bicara kita akan menyebutkan namanya. Menyebutkan nama biasanya disertai dengan jabatan tangan. Bila percakapan itu melalui melalui telepon, penelpon harus terlebih dahulu memberi identitasnya sebelum menanyakan identitas orang yang ditelpon.

2) Bertanya

Cara kedua untuk membuka dan melanjutkan percakapan adalah bertanya. Anda dapat menanyakan informasi atau meminta bantuan. Anda perlu berhati-hati terhadap kesopanan dalam bertanya, terutama terhadap pertanyaan yang bersifat pribadi. Untuk menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi memerlukan waktu yang cukup lama. Bahkan, orang akrab sekali pun sangat sensitif menerima pertanyaan yang bersifat pribadi. Karena itu, demi lancarnya percakapan Anda, diperlukan kemampuan untuk mencari topik yang lebih bersifat netral.

Contoh:

Pantas

Selamat pagi. Maaf, Anda bekerja di sini? Maaf. Bisa bertanya?

Selamat siang. Apa kabar?

Maaf. Di mana warnet terdekat di sini?

Maaf, di mana tempat-tempat menarik di kota ini?

Tak Pantas

Selamat malam. Sudah punya pacar? Selamat pagi. Kamu bekerja di sini? Apakah Anda sudah punya suami/istri? Umurmu berapa, sih?

Agamamu, apa sih?

Penjelasan:

a) Secara umum, orang Indonesia sangat senang bila pertanyaan itu dimulai dengan “maaf “, seperti: Maaf Pak/Bu/dik, di mana Bank Indonesia? Tetapi pertanyaan yang bersifat pribadi sebaiknya ditangguhkan sampai Anda benar-benar saling kenal dengan baik. Jadi, pertanyaan seperti: “Berapa umur Anda?”, “Apakah Anda sudah punya pacar?” “Apakah Anda sudah berkeluarga?” dan sejenisnya sebaiknya dihindari.

b) Sampai saat ini masih banyak bisa dijumpai orang Indonesia menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, misalnya “Apakah Anda sudah beristri/bersuami?” “Sudah berapa anak Anda?” “Kapan Anda menikah?”. Namun, tampaknya ada pergeseran untuk tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, khususnya di kota-kota besar di Indonesia dan di kalangan kaum terdidik.

(6)

3) Memberi Pernyataan

Cara ketiga yang dilakukan untuk membuka percakapan yaitu dengan memberi pernyataan. Cara ini dapat digunakan kepada orang yang baru pertama kali dijumpai, rekan atau teman dalam berbagai acara. Beberapa pernyataan sering berkaitan dengan keadaan sekeliling, pengalaman, topik mutakhir, atau penampilan orang lain. Memberi pernyataan adalah cara yang baik untuk melanjutkan percakapan.

Contoh:

Pantas

Anda kelihatan segar sekali hari ini. Selamat malam. Bagus sekali baju Anda. Anda tampak sehat sekali. Apa resepnya, ya? Anda tampak ceriah sekali.

Anda cantik sekali dengan gaun itu.

Tak Pantas

Anda kelihatan langsing sekali. Ada apa? Bajumu kurang panjang.

Warna bajumu terlalu mencolok. Kamu kelihatan murung. Ada apa ya. Kamu kurang cocok dengan gaun itu.

Penjelasan:

Secara umum, ketika kita membuat pernyataan, sebaiknya tidak memberi penelitian kepada lawan bicara kita atau melihat sisi-sisi negatif tentang dirinya atau keadaan lingkungan lawan bicara kita. Ceritakanlah hal-hal yang bersifat positif terhadap lawan bicara Anda. Orang Indonesia umumnya suka diberi pujian, tetapi sepantasnya. Dulu, orang Indonesia senang dikatakan ‟gemuk‟, tetapi, khususnya di kota-kota, sudah bergeser. Pujian ‟gemuk‟ lebih baik diganti dengan ‟Anda tampak cantik, bugar, ceriah, makmur.

4) Meminta Perhatian

Teknik terakhir untuk membuka percakapan yaitu meminta perhatian. Ini adalah cara yang paling sering digunakan ketika orang lain terlihat sibuk. Cara ini juga digunakan ketika Anda memiliki sesuatu yang istimewa untuk dibicarakan kepada orang lain.

Contoh:

Tak Pantas Pantas

Maaf mengganggu, apakah saya bisa bicara dengan Ibu/Bapak/Anda sebentar? Permisi, bisa minta waktu Bapak/Ibu/Anda sebentar?

Maaf mengganggu. Bisa bicara sebentar?

(7)

Dari tadi saya menunggu! Bisa bicara? Sibuk amat! Bisa bicara!

Saya mau bicara! Saya perlu waktu Anda!

Penjelasan:

Dalam budaya Indonesia, orang yang akan meminta perhatian, biasanya memulai dengan kata: maaf, maaf mengganggu, atau permisi. Namun, kita harus menyertainya dengan ‟badan sedikit agak membungkuk‟ dan/atau dengan ‟suara yang agak pelan‟.

b. Menutup Percakapan

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menutup percakapan. Kadang-kadang percakapan berakhir karena tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Ada tiga cara yang digunakan untuk menutup percakapan adalah:

Ketiga teknik ini biasanya diikuti dengan salam pisah.

1) Menyatakan Kehangatan

Salah satu cara untuk mengakhiri percakapan adalah menyatakan rasa senang ketika berbicara dengan orang lain. Dalam waktu yang sama, Anda dapat menyatakan keinginan untuk bertemu lagi pada waktu yang akan datang. Waktu dan tempat bertemu tidak perlu ditentukan.

Contoh:

Pantas

Saya merasa senang berkenalan dengan Anda. Sampai jumpa lagi. Saya harap kita dapat bertemu kembali di lain waktu. Mari.

Saya senang telah memiliki kesempatan berbicara dengan Bapak/Ibu. Mari, Pak/Bu

Jika ada waktu, saya ingin bicara dengan Anda lagi. Mari.

Tak Pantas Sudah dulu, ya.

Hmm. (berbalik tanpa menyapa)

Sayang sekali percakapan tadi tidak menyenangkan.

Penjelasan:

Pada saat menutup percakapan, orang Indonesia biasanya berjabat tangan sambil agak membungkuk tanda hormat. Jabatan tangan bisa dilakukan dengan cara umum, ala orang Sunda (seperti panganut agama Budha pada saat menghormati Budha atau tangan tak bersentuhan di antara pembicara), atau dengan anggukan sambil tersenyum.

1. Menyatakan rasa senang

2. Minta maaf mau pergi 3. Meminta maaf karena telah

mengganggu kesibukan orang lain

(8)

2) Meminta Maaf Mau Pergi

Cara lain yang digunakan untuk mengakhiri percakapan yaitu dengan meminta maaf karena mau pergi.Teknik ini tidak terlalu baik untuk digunakan, atau meminta maaf untuk pergi bukan merupakan alasan yang tepat.

Contoh:

Pantas

Senang sekali bicara dengan Saudara, tetapi saya harus menghadiri pertemuan di kantor. Maaf sekali, ya. Mari.

Mungkin kita bisa melanjutkan pembicaraan ini di waktu lain. Saya akan menjemput anak saya dulu. Maaf ya. Mari.

Bagaimana kalau kita bicarakan lagi nanti. Soalnya, saya ditunggu di ... Mari.

Tak Pantas Saya buru-buru nih!

Tidak ada waktu lagi untuk bicara dengan Anda. Lain kali lagi, ya. Saya tidak ada waktu!

Penjelasan:

Menutup pembicaraan karena ada keperluan lain harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Kalau tidak, lawan bicara kita bisa merasa disepelekan. Karena itu, sebaiknya digunakan ungkapan ‟Maaf sekali‟guna menetralkan keadaan.

3) Meminta Maaf Karena Telah Mengganggu Orang Lain

Cara lain yang dapat digunakan untuk menutup percakapan yaitu dengan meminta maaf karena telah mengganggu orang lain. Anda dapat melakukan teknik ini ketika anda benar-benar menyela atau mengganggu orang lain.

Pantas

Maaf, saya telah mengganggu kesibukan Anda. Terima kasih. Mari. Terima kasih atas waktu yang Bapak berikan. Mari, pak.

Maaf, telah menyita waktu Ibu. Terima kasih. Maaf, merepotkan.

Tak Pantas

Ini kewajiban Anda menerima saya. Kewajiban Bapak, kan melayani saya.

Tampaknya Ibu kekurangan waktu untuk saya.

Penjelasan:

Bila Anda telah merasa merepotkan orang lain atas kedatangan Anda, maka Anda sepantasnya ‟meminta maaf‟ dan mengucapkan ‟terima kasih‟. Artinya, tidak pantas bila Anda ‟tidak meminta maaf ‟ dan ‟tidak berterima kasih‟.

2. Meminta/Menyatakan/Merespon Pendapat

Teknik percakapan kedua melibatkan pendapat. Meminta, menyatakan, dan merespon pendapat biasanya dilakukan setelah pembicaan berlangsung.

(9)

Pantas

A: Menurut Anda, bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma? B: Saya kira sangat baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A. C: Oh, begitu.

Ungkapan merespon pendapat secara sopan:

Oh, begitu.

Pendapat Anda baik sekali.

Saya setuju dengan pendapat Saudara. Hmm, tetapi bagaimana kalau ... .

Tak Pantas

A: Menurut Anda, bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma? B: Saya kira sangat baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A. C: Anda membual!

Ungkapan merespon pendapat yang tidak pantas:

Walah! Tidak benar! Kok. Begitu! Anda membual Tidak setuju.!

Penjelasan:

Meminta pendapat dapat dimulai dengan „Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai ...‟, „Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ... „. Merespon pendapat sebaiknya dilakukan secermat mungkin. Artinya, pembicara harus berusaha untuk menghindari ungkapan yang dapat menyinggung perasaan orang lain atau lawan bicara.

3. Mengatur Percakapan Lawan Bicara

a. Meminta Lawan Bicara untuk Pengulangan/Mengulangi

Kadang-kadang dalam sebuah percakapan, kita tidak mendengar atau tidak memahami apa yang lawan bicara kita ucapkan. Dalam kasus seperti ini, kita perlu meminta lawan bicara kita untuk mengulangi pernyataannya.

Contoh:

Pantas

Maaf, bisa Anda ulangi?

Maaf, apa yang barus aja Anda katakan?

Tolong ulangi lagi apa yang baru saja Anda katakan. Mohon katakan sekali lagi?

Tadi saya katakan bahwa... Tadi saya bertanya apakah... Yang tadi saya katakan adalah...

(10)

Katakan sekali lagi! Bicara apa barusan?

Tadi saya bilang/berkata bahwa...(dengan nada tinggi)

Makanya perhatikan kalau orang sedang berbicara. Tadi saya bilang...

Penjelasan:

Meminta lawan bicara untuk mengulangi kata-katanya sebaiknya diawali dengan kata „maaf‟ atau „tolong‟.

b. Meminta Lawan Bicara untuk Mengurangi Kecepatan dan Volume Bicara Kadang-kadang lawan bicara kita terlalu cepat atau terlalu pelan sehingga kita tidak dapat mengerti bahkan mendengar apa yang mereka ucapkan. Jika menghadapi situasi ini, kita perlu meminta lawan bicara untuk berbicara lebih pelan atau

mengeraskan suaranya.

Contoh:

Pantas

Maaf, tolong bicara lebih pelan.

Maaf, pendengaran saya agak terganggu. Bisa bicara lebih keras lagi? Tolong jangan berbicara terlalu cepat.

Mohon bicara yang pelan.

Tidak Pantas

Kalau bicara jangan keras-keras! Cepat amat bicaranya!

Kalau bicara terlalu cepat orang tidak akan mengerti. Pelan sedikit. Kenapa, sih!

Penjelasan:

Untuk meminta lawan bicara menaikkan volume suara atau bicara lebih pelan bisa dimulai dengan „maaf‟, „tolong‟, dan „mohon‟. Yang perlu dihindari adalah ungkapan yang bersifat mengeritik atau sok perintah.

4. Menanyakan dan Memberi Arti serta Meminta dan Memberi Klarifikasi Dalam sebuah percakapan, kadang-kadang kita tidak mengerti kata atau pernyataan yang lawan bicara kita ucapkan, atau kadang-kadang kita ingin lawan bicara memberikan contoh atau menjelaskan lebih rinci tentang pernyataannya. Upaya-upaya ini bisa dipandang sebagai upaya mengembangkan percakapan kita dengan lawan bicara.

a. Menanyakan Makna Kata atau Maksud Lawan Bicara

Contoh:

Pantas

Maaf. Apa maksud Bapak?

Maaf. Apa arti kata „mengentaskan kemiskinan?‟ Maaf, apa maksud Ibu dengan ... ?

(11)

Apa itu?

Gunakan kata-kata yang sederhana saja! Kata-katamu susah dimengerti.

Bagaimana orang bisa mengerti pernyataan Anda kalau Anda menggunakan kata-kata seperti itu?

Maksudmu, apa? Penjelasan:

Menanyakan maksud pembicara diawali dengan kata „Maaf.‟ Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan: „Apa maksud Bapak/Ibu dengan/Saudara/Anda ... dengan ...‟

b. Memberi Makna atas Kata yang Kita Ucapkan kepada Lawan Bicara

Contoh:

Pantas

Maksud saya adalah ... . Artinya, ... .

Yang saya maksud adalah ... .

Tidak Pantas

Masa arti kata itu saja tidak tahu? Artinya kan... Cari sendirilah artinya.

Masa tidak mengerti maksud saya.

Penjelasan:

Mengemukakan maksud kita karena lawan bicara tidak memahami maksud pembicaraan kita dapat diawali dengan „Maksud saya ... „, „Yang saya maksud adalah ... „.

c. Meminta Klarifikasi terhadap Pernyataan Lawan Bicara

Contoh:

Pantas

Maaf. Apakah maksud Ibu tadi adalah ... ? Maaf. Apakah maksud Bapak dengan...?

Apakah maksud istilah „x‟ adalah...?

Apakah maksud Anda...?

Apakah Bapak bisa memberi contoh kepada kami? Bisa Anda perjelas lagi maksud Saudara?

Tidak Pantas

Jangan bertele-tele kalau berbicara!

Coba perjelas pernyataan Anda! Terlalu berbelit-belit! Maksud Anda apa?!

Beri contoh dong, supaya orang mengerti maksudnya.

Pernyataan Anda terlalu sulit dimengerti. Perjelas lagi! Kasih contohnya, dong!

Jelaskan dengan sejelas-jelasnya lah! Bagaimana orang bisa mengerti kalau cara Anda menjelaskan seperti itu?

(12)

Cara santun untuk meminta klarifikasi terhadap pernyataan lawan bicara atau orang yang sedang/telah berbicara adalah dengan menggunakan kalimat tanya. Ungkapan klarifikasi bisa diawali dengan „Maaf.‟, khususnya bila lawan bicara kita adalah guru, dosen, atasan, atau orang yang kedudukannya lebih tinggi dari kedudukan kita. Kalau lawan bicara kedudukannya sama lebih rendah, ungkapan „Maaf.‟ Tidak diperlukan.

d. Memberi Klarifikasi atas Pernyataan yang Kita Ucapkan

Contoh:

Pantas

Maksud saya adalah...

Maksud saya dengan pernyataan tersebut adalah... Maksud istilah itu adalah...

Maksud pernyataan saya adalah... Contohnya/Misalnya...

Untuk lebih jelasnya lagi... Untuk lebih rincinya, ...

Tidak Pantas

Harusnya Anda memahami maksud saya karena saya sudah menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Mungkin Anda yang harus lebih banyak belajar bahasa.

Maksud saya sebenarnya sederhana saja, hanya...

Harusnya begini saja Anda mengerti. Maksud saya kan hanya...

Sepertinya hanya Anda yang tidak mengerti maksud pernyataan saya bahwa... Seharusnya Anda sudah dapat menyimpulkan sendiri bahwa...

Sebenarnya saya sudah cukup rinci menjelaskan tadi!

Saya rasa penjelasan saya sudah mendetil. Mungkin Anda yang tidak mendengarkan dengan baik.

Penjelasan:

Memberi klarifikasi terhadap permintaan klarifikasi lawan bicara adalah keharusan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengawali klarifikasi kita dengan „Maksud saya adalah ...‟, „Contohnya/misalnya‟.

5. Merefleksi

Merefleksi adalah sebuah teknik percakapan untuk mengekspresikan kembali pendapat atau perasaan yang sama dengan pernyataan yang telah dikemukakan oleh lawan bicara kita. Refleksi dilakukan untuk berbagai alasan, misalnya untuk meminta klarifikasi dari lawan bicara atau untuk meminta lawan bicara meneruskan pernyataan yang dikemukakannya. Refleksi juga bisa dilakukan saat kita butuh waktu untuk berpikir; serta untuk membantu lawan bicara mengetahui pemahaman kita terhadap pernyataannya.

Ada dua macam refleksi, yaitu: langsung dan interpretatif.

a. Refleksi Langsung

Contoh:

Pantas

(13)

B: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja?

A: Iya, dia memang keterlaluan.

B: Apa maksudmu bahwa ia memang keterlaluan?

A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor itu. B: Anda tidak bisa lagi bekerja di kantor itu? Mengapa?

A: Apa pendapat Anda tentang itu? B: Pendapat saya tentang itu? Hmm...

Tidak Pantas

A: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja.

B: Maaf. Saya tidak punya waktu membicarakan hal itu. A: Iya, dia memang keterlaluan.

B: Maaf. Sebaiknya Anda tidak membicarakan kejelekan orang lain. A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor itu.

B: Ya. Sudah. (Ditinggal begitu saja.) A: Apa pendapat Anda tentang itu? B: Tidak punya pendapat.

Penjelasan:

Untuk merefleksi langsung, kita dapat mengulangi hampir persis sama dengan seluruh kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan mengubahnya menjadi pertanyaan.

b. Refleksi Interpretatif

Kita menyatakan bahwa kita memahami dengan baik pernyataan lawan bicara.

Contoh:

Pantas

A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya selama ini. B: Kedengarannya Anda sangat menikmati hidup Anda. A: Ya, seperti itulah.

Ungkapan-Ungkapan yang dapat digunakan:

Anda tampaknya ... Anda sepertinya ... Anda kelihatannya ... Rasanya ...

Kedengarannya seperti ... Kedengarannya baik sekali.

Tidak Pantas

A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya selama ini. B: Mana gua pikirin.

Ungkapan yang tidak pantas digunakan:

Saya tidak peduli. Biarin.

(14)

Memberi perhatian terhadap lawan bicara merupakan keharusan dalam berbicara. Hal yang perlu dijaga adalah perasaan empati terhadap lawan bicara.

6. Memberi Komentar

Untuk membuat percakapan lebih mulus, pecakap biasanya menggunakan ‟fasilitator‟. Fasilitator adalah kata atau ungkapan yang digunakan untuk

menunjukkan bahwa Anda sungguh-sungguh menyimak dan mendorong orang lain untuk tetap melanjutkan percakapan. Meskipun begitu, orang kadang-kadang

menggunakan fasilitator walaupun dia tidak sungguh-sungguh mendengarkan lawan bicaranya.

Contoh:

Pantas Hmm

Ya.

Begitu, ya.

Oh, ya.

Kedengarannya menyenangkan/ bagus/ seru/hebat

Oh, oh. Ya, ya. Seperti itu, ya. Kok, begitu. Tidak Pantas

Ah. Gue nggak mau pusing.

Mana saya pikir hal itu.

Maaf, saya tidak tertarik pada masalah itu.

Saya tidak mau tahu masalah itu. Jangan ganggu saya. Saya lagi sibuk.

Maaf ya. Macam-macam aja!. Ya. Rasakan sendiri.

Alaah. Bodo, ah Sebodo amat!

Penjelasan:

Pada saat memberi komtentar, sebaiknya dilakukan dengan penuh perhatian melalui bahasa tubuh yang lain, seperti memberi anggukan, gelengan kepala, tatapan mata, kerutan dahi, dsb.

7. Penyelaan

Kadang-kadang Anda ingin atau perlu menyela lawan bicara Anda. Atau, kadang-kadang Anda perlu menyela percakapan orang lain. Ada kalanya Anda tidak mau orang lain menyela Anda.

(15)

Contoh:

Pantas

Maaf, menyela …

Pak Jafar, .... Bu Indiyah, ...

Maaf. Bisa saya menyela sebentar?

Tidak Pantas Tunggu!

Kok ngomong terus sih. Diam, dulu.

Diam, kamu!

Penjelasan:

Untuk menyela pembicaraan orang lain kita bisa menyebut nama pembicara yang sedang berbicara dan kalau dia mempersilakan, kita bisa mulai bicara.

b. Merespon Selaan Contoh:

Pantas Silakan.

Maaf. Mau bicara tentang apa? Maaf. Sebentar dulu.

Maaf. Saya selesaikan dulu.

Tidak Pantas Apa?

Ya. Sudah.

Mau bicara apa sih?

Apa, sih.

Penjelasan:

Merespon selaan bisa dilakukan dengan ungkapan „Maaf. + ...‟ bila kita hendak menyelesaikan pembicaan kita sebelum kita menyilakan orang lain memberikan tanggapannya. Bila kita tidak berkeberatan orang lain menyela, kita bisa berhenti bicara dan menyilakan orang lain berbicara dengan menggunakan ungkapan ‟Silakan.”

c. Meminta agar tidak menyela Contoh:

Pantas

Maaf, sebentar, ...

Maaf, tunggu dulu. Saya selesaikan pembicaraan saya. ...

(16)

Tidak Pantas Mengganggu, aja! Ganggu aja! Sebentar lagi, ah.

Penjelasan:

Ungkapan ‟Maaf.‟ mengawali percakapan pada saat kita hendak menyela pembicaraan orang lain. Namnu, ungkapan ‟Maaf.‟ Tidak selalu mengawali setiap kita menyela pembicaraan. Kalau pembicaraan sudah berjalan dengan lancar, ungkapan ‟Maaf.‟ tidak digunakan lagi.

8. Mengecek Pemahamam/Menjernihkan Kesalahpahamam

Ketika orang berbicara, kadang-kadang ada masalah akan pemahamam dan kesalahpahamam. Atas alasan ini, sangat penting bagi kita untuk mengecek baik pemahamam kita maupun pemahamam orang lain dari waktu ke waktu.

a. Mengecek pemahamam kita sendiri

Contoh:

Penjelasan:

Untuk mengecek pemahaman kita terhadap pembicaraan lawan bicara, biasanya kita menggunakan kalimat tanya. Kalimat tanya bisa langusng digunakan dengan menggunakan kata tanya ‟Apakah ...‟ atau kalimat tanya diawali dengan ungkapan ‟Maaf. Saya kurang paham maksud Bapak‟, ‟Maaf. Saya belum memahami betul maksud Ibu‟.

b. Mengecek pemahamam lawan bicara

Contoh:

Pantas

Apakah Anda paham maksud saya?

Apakah Anda mengikuti pembicaraan saya? Pantas

Apakah Anda mengatakan bahwa ... ? Apakah yang Anda maksudkan adalah ... ?

Apakah yang pahami bahwa ... seperti itu maksud Anda?

Maaf. Saya belum memahami betul maksud Anda. Apakah Anda mengatakan bahwa ... ?

Maaf. Saya masih kurang paham maksud Anda. Bisa di jelaskan lagi?

Tidak Pantas

(17)

Apakah penjelasan saya cukup jelas? Apakah saya masih perlu memperjelasnya?

Tidak Pantas

Paham gak, maksud saya? Ngerti ga sih?

Sudah jelas, kan?

c. Menyelesaikan kesalahpahaman

Contoh:

Pantas

Maaf. Tadi saya salah paham. Apakah maksud Anda ... ?

Mungkin penjelasan saya tadi masih kurang jelas. Maksud saya adalah ... .

Saya kira Anda belum memahami maksud saya. Yang saya maksudkan adalah ... .

Maaf, sepertinya tadi Anda kurang memahami maksud saya. Yang saya maksud adalah ... .

Tidak Pantas

Saya tetap tidak sependapat dengan kamu. Kalau Anda tidak setuju, ya sudah. Malas ah ngobrol sama kamu. Nggak setuju ah!

Penjelasan:

Ungkapan ‟maaf‟, ‟mungkin‟, ‟barangkali‟ sering digunakan untuk mengawali pembicaraan, untuk menunjukkan kesopanan kepada lawan bicara.

9. Topik Percakapan: Mengubah/Mengembalikan/Mencegah perubahan/ Menghindari perubahan

a. Mengubah Topik Percakapan

Ketika kita sedang berbicara dengan seseorang, kita memikirkan sesuatu yang lain, yang menarik untuk dibicarakan. Dalam kasus seperti itu, kita mungkin ingin mengubah topik percakapan. Setelah itu, kita mungkin ingin kembali ke topik awal percakapan.

Contoh:

Pantas Oh ya ... .

Omong-omong, ... .

Oh ya, saya jadi teringat dengan ... .

Maaf. Bagaimana kalau kita pindah topik sebentar?

Tidak Pantas

Kita bicarakan yang lain saja? Tidak menarik ah.

Ganti topik kenapa?

(18)

Contoh:

Pantas

Kembali ke pembicaraan kita tadi, ... . Seperti yang saya katakan sebelumnya, ... .

Bagaimana kalau kita kembali ke pembicaraan semula? Mari kita kembali ke pembicaraan awal.

Tidak Pantas

Mengapa percakapan kita semakin jauh dari percakapan sebelumnya? Kok, kemana-mana pembicaraan ini!

Kembali ke topik awal!

Penjelasan:

Ungkapan yang sering digunakan untuk kembali kepada topik pembicaraan adalah „Kembali ke ... .‟, „Seperti yang saya katakan sebelumnya, ...„, „Bagaimana kalau ...‟, „Mari kita ...‟.

c. Mencegah dan menghindari perubahan topik

Kadang kita berada pada situasi ketika lawan bicara kita ingin mengubah topik percakapan. Bagaimana cara kita mencegah perubahan percakapan tersebut jika kita tidak menginginkannya? Bagaimana cara kita menghindari topik percakapan yang kita tidak ingin bicarakan?

1) Mencegah Perubahan Topik

Contoh: Pantas

Mohon jangan tidak membicarakan masalah lain dulu.

Mohon jangan ganti masalah lain sebelum kita menyelesaikan hal ini? Bagaimana kalau kita menyelesaikan percakapan ini sebelum kita beralih ke percakapan selanjutnya?

Tolong, jangan mengalihkan pembicaraan.

Tak Pantas

Pembicaraan kita sudah melenceng. Jangan ngelantur, ya.

Yang serius dong.

Jangan banyak bercanda ah.

Penjelasan:

Kata yang sering digunakan untuk menjaga sopan santun dalam berbicara adalah „Mohon ...‟, „Bagaimana kalau‟.

2) Menghindari Topik Contoh:

Pantas

(19)

Maaf, saya merasa kurang nyaman bila kita membicarakan hal itu. Mohon maaf, Saya akan lebih memilih untuk tidak membicarakan hal itu sekarang.

Bagaimana kalau kita mengganti topik percakapanm kita? Bagaimana kalai kita mengganti topik percakapan kita? Tak Pantas

Saya tidak suka topik itu! Topik itu menyebalkan. Nyebelin ah amonganmu!

10. Menyampaikan Suatu Gagasan/ Menambah Hal-hal Terkait

Ketika kita berbicara dalam kelompok, kita kadang-kadang memiliki gagasan yang kita ingin sampaikan atau kita ingin tambahkan.

Menyampaikan gagasan

Contoh:

Pantas

Saya ada gagasan/pendapat.

Bagaimana dengan pendapat ini ... ? Bisa saya memberi pendapat? Pendapat itu cukup bagus, tetapi ... .

Dalam hubungannya dengan masalah ini, saya berpendapat bahwa ... . Saya mendukung gagasan Ibu Kartini.

Tak Pantas

Ga bagus ah! Gimana kalau ...

Pendapat Anda kurang cocok. Bagaimana dengan pendapat ini ... ?

Penjelasan:

Dalam memberikan pendapat, pembicara Indonesia sering menggunakan kata ‟mungkin‟, dan ‟barangkali‟. Hal ini bukan berarti bahwa pembicara Indonesia ‟ragu -ragu dengan pendapatnya‟, melainkan hanya sebagai tanda ‟penghalus‟ agar terkesan tidak memaksakan pendapat.

D. Simpulan

1. Kepantasan dalam percakapan bahasa Indonesia harus memenuhi syarat nilai budaya ‟hormat‟, penggunaan sapaan untu orang kedua yang tepat sesuai dengan usia, status sosial, ketaklangsungan, pilihan kata, unsur paralinguistik, seperti penggunaan tangan kanan dan sedikit membungkuk.

2. Ungkapan ‟maaf‟,‟mohon maaf‟, dan ‟mohon‟ sering digunakan untuk mengawali suatu pembicaraan sebagai penanda hormat kepada lawan bicara.

3. Pertanyaan yang bersifat sangat pribadi sebaiknya dihindari untuk menghindari ketidaknyamanan lawan bicara kita dalam percakapan.

(20)

5. Dalam semua teknik percakapan, ungkapan formal tetap disyaratkan untuk mencapai derajat kepantasan.

Rujukan

Aridah. 2007. Politeness Phenomena as a Source of Pragmatic Failure in English as a Second Language. TEFLIN Journal Vol. 12 Number 2.

Brown, Penelope dan Stephen Levinson. 1978. Universal in Language Usage: Politeness Phenomena. Dalam Esther N. Goody (ed.) Questions and

politeness: Strategies in Social Interaction. New York: Cambridge University Press.

Departmen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Penerbit balai Pustaka.

Magnis-Suseno, F. 1984. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Matreyek, Walter. 1983. Communicating in English: Examples and Models. Vol. 3 Situations. New York: Pergamon Press Inc.

Biodata Penulis:

1. Mashadi Said. Doktor dalam pendidikan bahasa Inggris dari Universitas Negeri Malang pada tahun 1998. Saat ini dia adalah Ketua Jurusan Sastra Inggris di Universitas Gunadarma, Jakarta, dan wakil ketua himpunan alumni RELC Indonesia. Bidang ketertarikannya dalam penelitian meliputi pemahaman lintas budaya, strategi belajar-mengajar, dan penerjemahan. 2. Ichwan Suyudi. Sarjana Sastra Inggris diperoleh dari Universitas Sebelas

Maret. Saat ini sedang menempuh program doktor dalam bidang manajemenj pendidikan di Universitas Negeri Jakarta. Dia adalah Pembantu Dekan Bidang Akademik pada Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma. Kajian yang diminati meliputi manajemen kelas, pemahaman lintas budaya, dan sastra.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data tersebut dapat dianalisis bahwa terdapat variasi suhu musiman dengan nilai suhu minimum terjadi pada musim tenggara (September – Oktober) dan suhu

Saya memohon Bhagava memperlihatkan kepada kami tanda yang ada di kaki, yang berupa roda dengan seribu jari-jari." Ketika Buddha memperlihatkan roda itu kepada mereka, mereka

yang dimiiki oleh remaja di panti asuhan tergolong tinggi. Dari hasil kategorisasi diketahui bahwa tidak terdapat remaja yang memiliki resiliensi yang sangat

Batuabara -igunakan sebagai baan  bakar untuk memanaskan air seingga -iasilkan uap panas untuk menggerakan turbin yang kemu-ian gerakan turbin tersebut

Daha önceki kısımlarda ortak emetörlü devreler incelendi ve çalışma noktasının kararlılığı için emetör akımının sabit kalması gerektiği sonucuna

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, dkk (2013) tentang hubungan persepsi ibu tentang susu formula dengan pemberian susu formula pada

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nutrisiani (2010) yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodadi yang menggambarkan bahwa pemberian makanan

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif lebih banyak menyatakan ada faktor sosial budaya yang menghambat pemberian ASI Eksklusif yaitu