• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Awal Pengembangan Model Hirarki Ke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Awal Pengembangan Model Hirarki Ke"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________ † : Corresponding Author

Studi Awal Pengembangan Model Hirarki

Kebutuhan Konsumen Akan Iklan

Romy Loice 1 dan Catharina Badra Nawangpalupi2 Magister Teknik Industri

Program Pasca Sarjana Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit No.94 Bandung 40141

Email: romyloice@gmail.com1 katrin@home.unpar.ac.id2

Abstrak

Iklan merupakan media promosi yang semakin banyak ditemukan oleh konsumen. Setiap harinya, konsumen akan menemukan ratusan iklan dalam berbagai bentuk di dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat menyebabkan iklan tidak lagi menarik perhatian konsumennya. Ini menyebabkan semakin besarnya tantangan bagi iklan untuk dapat memilih bentuk dan media yang tepat agar tetap menarik perhatian konsumen. Makalah ini bertujuan untuk membuat model awal terhadap hirarki kebutuhan konsumen akan iklan, khususnya untuk konsumen yang banyak mengakses informasi melalui internet. Model hirarki ini dikembangkan dari model hirarki kebutuhan berdasarkan teori motivasi Maslow dan model hirarki kebutuhan produk yang dikembangkan oleh Jordan. Model ini selanjutnya diverifikasi dengan metode Kano untuk menilai kepuasan pengguna internet akan iklan dan menguji konsistensi dengan menggunakan Analytical Hierarchy Proses (AHP). Dari pengujian dapat dilihat bahwa kebutuhan yang paling mendasar dari iklan adalah informasi, atau iklan harus bersifat informatif.

Kata kunci : Iklan, Maslow, Jordan, model, hirarki kebutuhan, Model Kano, AHP.

1. PENDAHULUAN

Iklan merupakan topik yang menarik untuk dibicarakan dan didiskusikan. Iklan dapat didefenisikan sebagai suatu alat komunikasi umum berbayar yang dirancang untuk menyampaikan informasi, dengan cara-cara yang kreatif, tentang produk, ide, dan jasa. Selain defenisi di atas, para akademisi mengatakan bahwa iklan adalah kandungan utama dari manajemen promosi yang menggunakan ruang media bayaran untuk menyampaikan pesan, sementara para klien dan praktisi periklanan memandangnya hanya sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan konsumen (Lwin et al, 2005).

Setiap hari, manusia akan menemukan ratusan iklan di kehidupan mereka. Sebagai contoh perbandingan, penduduk di Amerika akan menerima paparan iklan sekitar 237 iklan televisi (atau ekuivalen mereka di media yang lain) setiap hari atau 86.500 iklan televisi per tahun (Ries et al, 2004). Setiap hari banyak sekali iklan yang didengar

dan atau dilihat melalui radio, televisi, majalah, koran, tabloid, billboard, spanduk, brosur, baliho, permintaan email informasi secara langsung (subscribed email), email spam maupun melalui banner halaman website. Sebagai akibatnya kebanjiran iklan tersebut, peneliti berargumen bahwa konsumen telah mengembangkan pemahaman yang kompleks mengenai media massa dan iklan (Campbell, 2000). Semuanya ini menciptakan tantangan yang lebih besar bagi para pengiklan dan media massa, untuk lebih menarik perhatian konsumen terhadap pesan/iklan mereka.

(2)

mengalihkan budget iklan mereka ke dunia internet dengan perhitungan biaya dan jumlah orang yang bisa dicapai.

Di internet sendiri, iklan yang awalnya ditampilkan untuk dilihat semua orang (broadcasting), berubah menjadi tersegmentasi (narrowcasting). Google merupakan salah satu perusahaan terkaya yang pendapatannya berasal dari iklan. Google, mesin pencari terpopuler di internet, menampilkan iklan secara tersegmentasi sesuai dengan tema pencarian orang di internet. Sebagai contohnya: jika seseorang mencari “kamera digital” melalui google, maka selain hasil pencarian, juga akan muncul bagian iklan yang relevan dengan tema pencarian orang tersebut. Facebook, jejaring sosial, memperoleh pendapatan dari iklan dengan segmentasi yang lebih terarah dan lebih sempit.

Evolusi iklan lainnya di dunia internet, yaitu berupa iklan yang awalnya “pay-per-view” menjadi “

pay-per-click”. Iklan yang awalnya perusahaan harus membayar

per berapa kali iklan tersebut ditampilkan/muncul pada suatu website, berevolusi menjadi perusahaan hanya akan membayar apabila ada orang yang meng-klik iklan tersebut. Bahkan terdapat evolusi terbaru, yaitu perusahaan hanya akan membayar biaya iklan, jika dan hanya jika terjadi transaksi pembelian sebagai hasil dari iklan (orang meng-klik iklan dan membeli produk perusahaan pengiklan).

Pengembangan iklan dalam multimedia, khususnya internet, memungkinkan evolusi iklan dengan melibatkan konsumen dalam menanggapi iklan tersebut. Bentuk evolusi ini adalah perlunya interaksi dari konsumen yang dapat berupa gerakan dari mouse, klik dari mouse, dan ataupun input dari keyboard.

Evolusi ini menyebabkan kebutuhan konsumen akan iklan dapat berubah mengikuti hirarki kebutuhan. Seperti kebutuhan manusia yang memiliki hirarki yang dikembangkan oleh Abraham Maslow dan produk juga memiliki hirarki seperti yang dikembangkan oleh Jordan (2000), maka penelitian ini diawali dengan hipotesis bahwa iklan juga memiliki hirarki kebutuhan. Berdasarkan model Maslow (1970) dan Jordan (2000), makalah ini menggambarkan tingkat atau hirarki kebutuhan konsumen akan iklan. Model hirarki Maslow maupun Jordan menggambarkan bahwa kebutuhan manusia pada level yang lebih tinggi memerlukan pemenuhan kebutuhan di level yang di bawahnya terlebih dahulu. Atau dapat juga, segera setelah kebutuhan manusia di hirarki level bawah terpenuhi, maka mereka akan menuntut pemenuhan kebutuhan di level yang lebih tinggi.

Model kebutuhan akan produk yang dikembangkan oleh Jordan (2000) merupakan pengembangan model hirarki Maslow. Atas dasar model Jordan ini, penelitian dalam makalah ini bertujuan untuk mengembangkan model hirarki untuk iklan dengan kategorisasi serupa. Karena model ini model awal, pengujian model dilakukan untuk

memverifikasi kesesuaian hirarki terhadap persepsi konsumen.

2. STUDI LITERATUR

2.1 Iklan

Iklan dapat didefenisikan sebagai suatu alat komunikasi umum berbayar yang dirancang untuk menyampaikan informasi, dengan cara-cara yang kreatif, tentang produk, ide, dan jasa. Selain defenisi di atas, iklan adalah kandungan utama dari manajemen promosi yang menggunakan ruang media bayaran untuk menyampaikan pesan, sementara para klien dan praktisi periklanan memandangnya hanya sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan konsumen (Lwin et al, 2005).

Pada saat iklan dibuat untuk mempersuasi konsumen untuk membeli jasa atau produk terkait, perkembangan media dan perilaku konsumen yang berubah akan juga membuat cara iklan untuk meyakinkan atau mempersuasi konsumennya dalam membeli produk atau jasa yang diiklankan juga harus berubah.

Lombard dan Snyder-Dutch (2010) menyatakan iklan yang interaktif merupakan iklan yang mampu berkomunikasi dengan konsumennya secara lebih personal karena iklan ini dapat menggambarkan komunikasi satu-satu yang bersifat lebih unik untuk setiap konsumen, memberikan kebebasan pada konsumen untuk memilih pengalaman mereka sendiri dalam mengakses informasi dari iklan tersebut. Kebebasan dalam iklan interaktif yang diidentifikasi oleh Lombard dan Snyder-Ducth adalah kebebasan konsumen dalam mempengaruhi bentuk dan isi dari informasi yang diinginkannya. Kebebasan ini berarti juga adanya kendali dari pengguna atau konsumen untuk memilih pengalamannya sendiri.

Selain itu, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi perilaku konsumen terhadap jenis dan bentuk iklan. Wang et al. (2002) menyatakan iklan berbasis internet memerlukan model interaktif untuk meningkatkan efektivitas dari iklan. Wang et al. telah mengidentifikasi enam faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen untuk memilih iklan yang sesuai dengan kebutuhannya, yaitu: hiburan (entertainment), informasi, gangguan (irritation), kredibilitas, interaktif dan informasi berdasarkan profil demografis konsumen.

(3)

bagi konsumen dalam menerima informasi dari iklan tersebut. Yo dan MacInnis (2005) menilai kredibilitas dapat memberikan pengaruh afeksi positif dalam penerimaan iklan.

Pentingnya hiburan yang oleh beberapa peneliti disebut faktor afektif merupakan hal yang penting bagi konsumen, khususnya pengguna internet dalam mengakses iklan. Yo dan McInnis (2005) membagi iklan yang dirancang untuk menekankan kriteria informatif dan dan kriteria emosi. Penelitian Yo dan McInnis menunjukkan bahwa kredibilitas mempengaruhi faktor afektif dalam iklan yang informatif dan dalam iklan yang menekankan emosi, faktor afektif mempengaruhi persepsi konsumen mengenai kredibilitas sebuah iklan.

2.2 Hirarki Kebutuhan

Dalam studi ergonomi, Jordan (2000) membagi kebutuhan akan produk berdasarkan fungsi, kemampupakaian dan pengalaman afeksi postif (kesenangan atau pleasurability). Kriteria kebutuhan ini disusun berdasarkan hirarki, dimana kebutuhan dasar akan produk adalah pemenuhan fungsinya, dan setelah fungsi diperoleh, konsumen akan mengharapkan kemampuanpakaian (usability) dari produk tersebut dan terakhir, konsumen akan mengharapkan pengalaman positif atau kesenangan dalam penggunaan produk.

Dalam iklan, pengembangan model berhirarki tersebut menjadi penting juga karena iklan baik dari tipe (media) maupun isi sudah mulai berubah. Media yang semakin interaktif memungkinkan konsumen untuk memilih perilaku yang tepat sebagai respons terhadap iklan. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan terbentuknya hirarki kebutuhan terhadap iklan.

2.3 Model Kano

Model Kano adalah teori pengembangan produk dan kepuasan pelanggan dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Profesor Noriaki Kano. Model Kano biasa digunakan untuk mengetahui tingkat atau hirarki kebutuhan konsumen dan kepuasannya.

Model Kano membagi tiga dimensi kebutuhan konsumen: kebutuhan dasar, kebutuhan satu dimensi, dan kebutuhan yang atraktif (Lihat Gambar 1).

1) One-dimensional

Tan et.al (2001) menjelaskan bahwa kategori ini menunjukan hubungan bahwa semakin besar kualitas atribut yang diberikan akan semakin besar pula tingkat kepuasan pelanggan. Pada kategori ini, kepuasan konsumen sebanding dengan performansi yang diberikan atribut. Semakin tinggi performansi atribut diberikan maka akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan konsumen.

One-dimensional secara eksplisit selalu dituntut oleh konsumen.

2) Must be

Tan et.al (2001) menjelaskan bahwa must be menunjukan atribut yang harus dimiliki oleh produk. Semakin besar kualitas yang diberikan atribut ini tidak akan menambah tingkat kepuasan konsumen, tetapi jika kualitas atribut ini kurang atau tidak ada atribut ini maka akan mengurangi tingkat kepuasan pelanggan. Jika kategori ini tidak terpenuhi, maka konsumen akan secara ekstrim tidak puas. Disisi lain karena konsumen menganggap kategori ini sudah semestinya ada. Pemenuhan kategori ini tidak meningkatkan kepuasan konsumen. Must be merupakan kriteria dasar dari sebuah produk ataupun jasa. Pemenuhan kategori ini hanya akan mengarah pada pernyataan tidak puas. Konsumen memandang kategori ini sudah semestinya ada sehingga secara eksplisit tidak memuaskan sebuah faktor kompetitif yang pasti. Jika tidak terpenuhi maka konsumen tidak akan tertarik sama sekali pada produk atau jasa yang ditawarkan.

3) Attractive

Tan et.al (2001) menjelaskan bahwa pada kategori ini merupakan kriteria produk yang memiliki pengaruh paling besar pada kepuasan konsumen. Attractive tidak harus ada dan tidak juga dituntut harus ada oleh konsumen. Pemenuhan atribut ini akan menyebabkan peningkatan kepuasan konsumen yang sangat besar. Atribut yang termasuk kedalam kategori ini jika tidak diberikan tidak akan mengurangi kepuasan pelanggan. Dan jika diberikan akan menambah tingkat kepuasan konsumen. Walaupun menambah tingkat kepuasan pelanggan, pada tingkat tertentu kualitas atribut yang diberikan tidak akan menambah kepuasan konsumen secara besar.

Gambar 1: Model Kano

(4)

menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan ada dua jenis yaitu kuesioner positif dan kuesioner negatif. Kuesioner positif adalah pertanyaan yang mengandung fungsi dari atribut tersebut tersedia. Sedangkan Kuesioner negatif adalah kebalikan dari pertanyaan yang ada pada kuesioner positif, yaitu fungsi dari atribut tidak tersedia. Menurut Antoni dan Salvador (2003) jawaban yang tersedia dalam kuesioner kano ada lima yaitu:

1) I like it

2) It must be that way

3) I am neutral

4) I don’t mind

5) I dislike it

kelima jawaban tersebut yang akan dijadikan acuan dalam menentukan apakah atribut tersebut berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan atau tidak, dan bagaimana kebutuhan tersebut dapat dikategorikan dalam 3 dimensi di atas.

Dalam penelitian ini, model Kano akan digunakan untuk memverifikasi hirarki kebutuhan konsumen terhadap iklan.

2.4 Analisi Hirarki Proses

AHP adalah suatu metode analisis yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (Saaty and Vargas,

1994). Metode ini dapat digunakan untuk menyusun

struktur masalah dan mengambil keputusan atas suatu alternatif. Prinsip - prinsip yang menjadi dasar dari AHP adalah :

a. Penyusunan hirarki

Untuk masalah yang kompleks, manusia mampu mengidentifikasikan masalah dan kemudian menyusunnya ke dalam unsur-unsur pembentuknya. Setiap unsur tersebut kemudian dibagi lagi ke dalam bagian-bagian, proses ini terus berlangsung sampai pada tingkat dimana permasalahan tidak lagi dianggap kompleks dan dapat dipecahkan dengan terlebih dahulu mencari pemecahan untuk unsur-unsur tersebut. Keseluruhan proses tersebut merupakan suatu aktivitas yang akan menghasilkan suatu struktur hirarki.

b. Penentuan prioritas

Manusia mempunyai kemampuan untuk melakukan perbandingan antara dua masalah pada tingkat terendah yang dapat didasarkan atas preferensi maupun analisis ilmiah.

c. Konsistensi logis

Dalam melakukan perbandingan antara beberapa objek, manusia memiliki kemampuan untuk merealisasikan perbandingan tersebut dalam suatu bentuk yang logis dan koheren. Contohnya bila B > A dan C > B maka secara logis manusia dapat menarik kesimpulan bahwa C > A. Dalam

penggunaan prinsip - prinsip di atas, AHP menyatukan kedua aspek kualitatif dan kuantitatif, yaitu :

1. Secara kualitatif AHP mendefinisikan permasalahan dan menyusunnya ke dalam suatu hirarki.

2. Secara kuantitatif AHP melakukan perbandingan dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan.

AHP dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah kompleks yang tidak terstruktur, yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi masalah perencanaan, penentuan alternatif, penyusunan prioritas, pemilihan kebijaksanaan, alokasi sumber, penentuan kebutuhan, peramalan hasil, perancangan sistem, pengukuran performansi, dan optimasi.

Dalam penelitian ini, AHP digunakan untuk menguji konsistensi konsumen dalam menilai hirarki kebutuhan mereka terhadap iklan.

3. MODEL HIRARKI IKLAN

Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan empat faktor penting kebutuhan konsumen terhadap iklan, yaitu:

1. Informatif berarti bahwa iklan memberikan informasi yang jelas dan bermanfaat berkaitan dengan produk/jasa/ide.

2. Kredibel berarti informasi yang disampaikan oleh iklan tersebut dapat dipercaya, tidak melebih-lebihkan dan sesuai dengan keadaan sebenarnya.

3. Interaktif berarti bahwa iklan tersebut membutuhkan peran serta pengguna atau adanya interaksi 2 arah dalam penyampaian informasi iklan, minimal adanya usaha pengguna untuk mengklik bagian tertentu di dalam iklan.

4. Pleasure berartinya bahwa iklan tersebut memberi

pengalaman menyenangkan, ada emosi positif, ataupun ada perasaan nyaman ketika mendengar/melihat iklan tersebut.

(5)

ini, pleasure diletakkan pada hirarki yang tertinggi disesuaikan dengan model Jordan.

Gambar 2: Model hirarki kebutuhan akan iklan

4. PENGUJIAN MODEL

Untuk menguji model hirarki kebutuhan akan iklan, kuesioner berdasarkan model Kano dan AHP disebarkan kepada responden terbatas yang menggunakan internet secara aktif dan menerima iklan melalui berbagai jenis media. Responden yang dipilih adalah mahasiswa, karena mahasiswa dianggap sebagai responden yang membutuhkan fasilitas internet setiap hari. Kuesioner Kano disebarkan untuk mengecek persepsi responden terhadap faktor-faktor yang terkait dengan kebutuhannya terhadap iklan dan AHP digunakan untuk melihat hubungan antar faktor dan konsistensi penilaian responden.

4.1 Profil Responden

Keseluruhan responden yang berpartisipasi dalam pengumpulan data merupakan mahasiswa. Profil responden dapat berdasarkan jenis kelamin dan intensitas waktu penggunaan internet setiap harinya dapat dilihat pada tabel 1. Total 64,71% responden menggunakan internet lebih dari 2 jam per hari.

4.2 Hasil Model KANO

Dalam penentuan kategori model Kano dari kriteria yang diidentifikasi, setiap jawaban pernyataan positif dan negatif dari tiap kriteria dipasangkan. Dari penyesuaian jawaban tersebut akan dimasukkan kedalam kategori tertentu. Sebagai contoh untuk kriteria informatif pada responden pertama, jawaban pernyataan positif (1:Memberikan informasi yang jelas tentang produk/jasa/ide) adalah It must be that way dan pernyataan negatif (6) adalah I dislike it. Dari jawaban tersebut disimpulkan responden pertama untuk kriteria informatif adalah must be.

Dari keseluruhan responden, diperoleh klasifikasi kriteria menurut attributnya masing-masing. Hasil rekapitulasi klasifikasi kriteria dapat dilihat pada tabel 2.

4.3 Pengujian Konsistensi

Untuk mengatasi keragaman pendapat yang ditimbulkan akibat banyaknya responden, maka dilakukan perhitungan rata – rata geometrik (Geometric Mean). Geometrik mean merupakan rata – rata geometrik dari semua penilaian terhadap perbandingan berpasangan.

Tabel 1:Profil responden

Penggunaan Internet (jam/hari)

Total <1 >1 dan <=2 >2 dan <=3 >3 dan <=4 >4

Gender Perempuan 1.96% 13.73% 5.88% 3.92% 17.65% 43.14% Laki-laki 9.80% 9.80% 9.80% 15.69% 11.76% 56.86%

Total 11.76% 23.53% 15.69% 19.61% 29.41% 100.00%

Tabel 2: Hasil kuesioner untuk Model Kano

Klasifikasi Kriteria dalam

model Kano attractive

one

-dimensional mustbe indifferent reverse

questionable result

informatif 6 7 20 16 2 0

kredibel 11 9 12 14 4 0

interaktif 1 0 4 33 13 0

pleasure 11 8 6 23 1 0

kredibel 3 2 9 35 1 0

pleasure 9 5 3 29 5 0

interaktif 5 2 4 35 5 0

(6)

Dari hasil perhitungan Geometric mean akan diperoleh matrik berpasangan yang merupakan kesamaan pendapat dari para responden tentang kriteria penilaian yang dibandingkan. Matriks berpasangan hasil perhitungan GeometricMean dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3: Matrik perbandingan berpasangan

informatif kredibel interaktif pleasure informatif 1 1.304 1.431 1.675 kredibel 0.767 1 2.010 1.396 interaktif 0.699 0.497 1 0.949

pleasure 0.597 0.717 1.053 1

Matriks berpasangan kemudian akan dinormalisasi. Dari hasil normalisasi terhadap matriks berpasangan, akan dihitung bobot prioritas relatif dari setiap kriteria dengan cara merata – ratakan bobot yang telah dinormalisasikan dari setiap baris atau kriteria. Bobot prioritas relatif atau disebut juga eigen value dari setiap kriteria dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4: Eigenvalue (EV) untuk setiap criteria

Kriteria EV informatif 0.323

kredibel 0.295 interaksi 0.185 pleasure 0.197

Tahap selanjutnya merupakan tahap perhitungan konsistensi dari matrik perbandingan berpasangan yang ada. Dilakukan perhitungan indeks konsistensi dan ratio konsistensi (Consistency Ratio - CR). Apabila nilai CR < 0.1 maka hasil penilaian diterima/layak digunakan, sedangkan apabila CR ≥ 0.1 maka mengindikasikan bahwa penilaian kriteria tidak konsisten, yang berarti telah menyimpang dari batas toleransi yang diinginkan.

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai CRkriteria=0.012< 0.1 maka hasil penilaian diterima/layak digunakan (konsisten).

5. ANALISIS DAN DISKUSI

Pada kuesioner model Kano, digunakan 2 pasang pernyataan positif-negatif yang mengacu pada kriteria informatif. Dari hasil klasifikasi kriteria menurut attributnya, diketahui bahwa kriteria informatif merupakan kriteria yang must be. Kriteria informatif harus ada dalam iklan, semakin banyak informasi yang diberikan kepuasan konsumen tidak akan bertambah. Akan tetapi jika kriteria

informatif kurang atau bahkan tidak ada informasi yang diberikan maka konsumen akan tidak puas. Dengan masuknya kriteria informasi pada kategori must be, maka terlihat jelas kriteria informatif merupakan kebutuhan dasar dan sesuai dengan model yang diajukan.

Untuk kriteria kredibel pada Model Kano, untuk penyataan positif-negatif pertama, diperoleh perbedaan antara kriteria must be dan indifferent hanya sebanyak 2 responden. Selain itu, terdapat 11 responden yang memberi penilaian attractive dan 9 responden yang memberi penilaian one-dimensional. Dengan demikian seharusnya dapat dikatakan kriteria kredibel memang masuk dalam kategori kebutuhan kedua setelah informatif.

Untuk pasangan penyataan positif-negatif kedua, diperoleh hasil yang timpang dengan 35 responden yang kriteria penilaiannya indifferent. Setelah dilakukan evaluasi, ketimpangan tersebut mungkin disebabkan penyataan yang diberikan kurang tepat dalam mengacu pada kriteria kredibel dan atau persepsi yang ada di benak responden berbeda dengan yang diinginkan oleh peneliti. Penyataan kedua yang mengacu pada kriteria kredibel adalah “iklan memberikan informasi tentang persepsi produk di mata masyarakat”.

Pada umumnya AHP digunakan dalam pengambilan keputusan. Pada makalahini, AHP digunakan dengan lebih terfokus pada:

Sistematikanya, karena dengan AHP dapat dihasilkan pertimbangan dan penilaian menyeluruh untuk setiap faktor.

Konsistensinya, karena AHP mampu memberikan konsistensi dalam perbandingan prioritas dan penilaian elemen yang merupakan refleksi atas logika penalaran manusia

Penyusunan hirarki, karena AHP mampu menduplikasi kemampuan manusia untuk menyusun struktur masalah ke dalam hirarki. Dari bobot kepentingan relatif setiap kriteria, dapat dilihat bahwa memang informatif merupakan kebutuhan dasar dalam model hirarki kebutuhan pengguna internet akan iklan (dengan bobot tingkat kebutuhan relatif sebesar 32,3%). Untuk kriteria kebutuhan kredibel merupakan kebutuhan tingkat kedua dengan bobot tingkat kebutuhan relatif sebesar 29,5%. Sedangkan untuk kriteria interaktif dan pleasure tidak terdapat perbedaan bobot tingkat kepentingan relatif yang signifikan, perbedaannya hanya sekitar 1,2%.

(7)

kedua kriteria tersebut masuk pada klasifikasi indifferent pada Model Kano dan perbedaan bobot tingkat kepentingan relatif 1,2% pada perhitungan AHP.

Tidak teridentifikasinya faktor interaktif maupun pleasure dapat menandakan bahwa faktor interaktif dan

pleasure mungkin belum tergali secara baik dalam

pengujian di studi awal ini. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sejauh mana faktor interaktif dan pleasure dalam iklan pernah dirasakan oleh konsumen, Penelitian lanjutan ini akan menggunakan pendekatan yang lebih interaktif, bukan hanya kuesioner biasa, untuk mampu mensimulasikan makna dan bentuk interaktif dari iklan. Dari sini, akan digali lebih lanjut persepsi konsumen akan faktor pleasure atau kesenangan dalam mengakses iklan.

6. KESIMPULAN

Model awal untuk hirarki kebutuhan akan iklan dalam studi ini dibuat dengan mempertimbangkan empat faktor: informatif, kredibel, interaktif dan pleasure. Pengujian dengan responden mahasiswa yang mengakses internet dengan aktif , menunjukkan bahwa informatif merupakan kriteria yang harus ada dalam suatu iklan. Kriteria lainnya yang ada dalam model hirarki kebutuhan iklan yang diajukan dalam makalah ini masih masuk dalam kategori indifferent, yaitu tidak berpengaruh, meskipun faktor kredibel menjadi faktor selanjutnya yang dianggap harus ada (basic atau mustbe) dari model hirarki kebutuhan akan iklan. Hal ini mungkin disebabkan karena belum adanya “awareness” terhadap ketiga kriteria lainnya. Berdasarkan Model Kano, kecocokan hanya terdapat pada kebutuhan paling dasar, yaitu informatif.

Berdasarkan bobot tingkat kepentingan relatif hasil perhitungan AHP, hirarki kebutuhan pengguna internet akan iklan berturut-turut dari adalah

informatif-kredibel-pleasure-interaktif. Terdapat perbedaan dengan model yang

diajukan pada kriteria interaktif dan pleasure.

Penelitian ini hanya penelitian awal, sehingga akan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk eksplorasi dan mengembangkan model hirarki kebutuhan pengguna internet akan iklan. Penelitian lebih lanjut juga akan merevisi urutan hirarki, khususnya antara interaktif dan pleasure jika diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Advertising Effects - The Functions of Advertising, Advertising and Psychology, How Advertising Works, Getting Attention, Processing Information, Information

Evaluation [Online]. Available:

http://encyclopedia.jrank.org/articles/pages/6414/Advertisi ng-Effects.html [Accessed 30 March 2011].

CAMPBELL, R. 2000. Media and Culture, Boston, Bedford/St. Martin's.

CORBELLA, A. & D., D. S. M. 2003. Citizen's Role in Health Services: Satisfaction Behavior: Kano's Model, Part 2. 12.

JORDAN, P. W. 2000. Designing Pleasurable Products: An Introduction to The New Human Factors, London and New York, Taylor & Francis.

LEMANSKI, J. L. 2007. Impact of Cognitive Load and Source Credibility on Attitude Toward The Ad for Affective and Cognitive Advertising Appeals.

LOMBARD, M. & SNYDER-DUCH, J. 2001. Interactive Advertising and Presence: A Framework. Journal of Interactive Advertising, 1, 10.

LWIN, M. & AITCHISON, J. 2005. Clueless in Advertising, Jakarta, PT Bhuana Ilmu Populer.

MASLOW, A. 1970. Motivation and Personality New York, Harper & Row.

RIES, A. & RIES, L. 2004. The Fall of Advertising and

The Rise of PR, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

SAATY, T. L. & VARGAS, L. G. 1994. Decision Making in Economic, Political, Social and Technological

Environment: The Analytic Hierarchy Process.

TAN, K. C. & PAWITRA, T. 2001. Integrating Surqual and Kano's Model in to QFD for Service Excellent Development. Managing Service Quality II.

WANG, C., ZHANG, P., CHOI, R. & D'EREDITA, M. 2002. Understanding Consumers Attitude Toward Advertising. Eighth Americas Conference on Information Systems.

WINSTON, W. L. 1993. Operations Research:

Applications & Algorithms, Belmont, California,

International Thomson Publishing.

YOO, C. & MACINNIS, D. 2005. The Brand Attitude Formation Process of Emotional and Informational Ads. Journal of Business Research.

BIOGRAFI PENULIS

Romy Loice adalah Mahasiswa Program Pascasarjana di Magister Teknik Industri, Fakultas Pascasarjana, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia. Beliau mendapatkan gelar S1 (Sarjana Teknik) dari Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia. Konsentrasi bidang yang didalami saat ini adalah Desain dan Rekayasa Industri. Beliau dapat dihubungi melalui email: romyloice@gmail.com.

(8)

Gambar

Tabel 2: Hasil kuesioner untuk Model Kano
Tabel 3: Matrik perbandingan berpasangan

Referensi

Dokumen terkait

Suprapto (dalam Hutagaol, 2009:30-32), membagi beberapa bagian faktor- faktor yang mempengaruhi minat siswa memilih jurusan di SMK, yakni:.. 9 1) Kemauan; kemauan adalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka permasalahan yang terkait dengan penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari

Tetapi pada kenyataannya dari sekian banyak teori Artificial Intelegent yang ada, Mulai dari teori Graph, teori Tree, teori State, knowledge based system, hingga sistem pakar

Hal ini disebabkan daerah Sleko merupakan daerah Pelabuhan dimana ban yak berkumpul kapal yang transit maupun bongkar muat barang dan tempat bertemunya arus dari daerah yang

Sistem ini berfungsi sebagai bahan evaluasi dalam menentukan kebijakan berdasarkan kebutuhan masing-masing wilayah per kecamatan atau per kelurahan meliputi Informasi penyebaran

Pupuk  anorganik  lebih  cepat  tersedia  bagi  tanaman  dan  kandungan  haranya  tinggi  tetapi  bila  digunakan  terus  menerus  dapat  menyebabkan 

Meningkatnya kebutuhan hidup, peningkatanharga bahan bakar minyak, serta semakin berkurangnya sumber dayaalam yang tidak dapat diperbarui, menuntut untuk mencari

Dalam hal Dokumen Penawaran disampaikan melalui pos/jasa pengiriman, maka amplop penutup dimasukkan kedalam amplop luar yang mencantumkan nama paket pekerjaan dan