• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KONSEP AGRIBISN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KONSEP AGRIBISN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KONSEP AGRIBISNIS BERKELANJUTAN KOMODITAS UDANG LOBSTER

DI DESA PUGER KABUPATEN JEMBER

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas praktikum Manajemen Agribisnis pada Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Jember

Asisten Pembimbing

Indira Rodandry Ajeng Syahputri

Disusun Oleh Golongan I / Kelompok 6

LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

(2)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia berdasarkan letak geografisnya terletak di Antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, dan berada di antara dua samudra yaitu Samudra hindia dan Samudra pasifik. Letak geografis Indonesia membawa pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat dan keadaan alamnya. Keadaan iklim Indonesia yang beriklim tropis menjadi salah satu keunggulan Indonesia untuk mengembangkan potensi pertaniannya. Sektor pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia selain itu pertanian menjadi salah satu sektor yang menyediakan banyak lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia. Pertanian terdiri atas beberapa subsektor yang meliputi subsektor pangan, subsektor hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan.

Subsektor perikanan merupakan subsektor yang tidak kalah pentingnya dengan subsektor-subsektor yang lainnya. Pembangunan subsektor perikanan merupakan bagian intergral dari pembangunan sektor pertanian. Pembangunan subsektor perikanan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani-nelayan melalui peningkatan pendapatan, menigkatkan produksi ikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, meningkatkan gizi masyakarat, mengembangkan agribisnis perikanan dalam rangka perluasan kesempatan kerja dan mengusahakan untuk menjadi salah satu Negara yang mampu melakukan swasembada dibidang perikanan. Banyak komoditas ikan yang dibudidayakan di Indonesia baik ikan air tawar maupun ikan air laut.

(3)

Lobster laut memiliki jeinis yang beragam. Salah satu yang paling digemari oleh konsumen dan potensial adalah jenis lobster mutiara. Lobster menjadi salah satu target tangkapan utama nelayan karena harga jual lobster yang sangat tinggi. Tingginya intensitas penangkapan dan banyaknnya jumlah nelayan lobster menyebabkan kerang adanya pengolaan terhadap ketersediaan stok lobster di perairan. Kurangnya pengendalian intensitas penangkapan juga menyebabkan ukuran rata-rata lobster yang tertangkap semakin kecil. Ukuran yang semakin kecil menyebabkan nilai ekonomis lobster semakin rendah pula (Bakhtiar, et, al.

2013).

Desa Puger Wetan merupakan salah satu desa di Kecamatan Puger. Desa ini jaraknya kurang lebih 3o km dari ibu kota Kabupaten Jember kearah selatan. Desa yang memiliki luas sekitas 525.520 m2 ini mayoritas selain menjadi petani

juga berprofesi menjadi nelayan sebagai mata pencaharian sehari-harinya. Beberapa warganya memiliki usaha untuk pembesaran lobster. Usaha ini memiliki beberapa potensi yang menjanjikan karena memiliki harga jual yang tinggi dan mempunyai banyak peminat dan banyak diminta oleh konsumen baik konsumen lokal maupun non lokal. Harga jual lobster tergantung dengan berat lobster, semakin berat bobot lobster maka akan semakin mahal harga jualnya. Kurangnya informasi akan usaha lobster ini membuat petani-nelayan tidak menegetahui tentang bagaimana manajemen budidaya lobster yang benar, sehingga mayoritas nelayan langsung menjual lobster hasil tangkapan mereka yang kebanyakan memiliki ukuran tubuh kecil. Oleh karena itu, perikanan khususnya pada komoditas lobster baik dalam on farm maupun off farm-nya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana manajemen on farm komoditas lobster di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabuaten Jember?

(4)

3. Bagaimana konsep agribisnis berkelanjutan komoditas lobster di Kabupaten Jember?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui manajemen on farm komoditas lobster di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember.

2. Untuk mengetahui manajemen off farm komoditas lobster di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember.

3. Untuk mengetahui konsep agribsinis berkelanjutan komoditas lobster di Kabupaten Jember.

1.3.2 Manfaat

1. Bagi nelayan, sebagai acuan jika ingin berwirausaha pembesaran lobster.

2. Bagi pengusaha, sebagia pedoman untuk mengembangkan usaha untuk lebih luas lagi.

(5)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Komoditas Udang Lobster

Siklus hidup lobster marga panurilus terdiri dari 5 fase yaitu mulai dari dewasa yang memproduksi sperma atau telur, menetas menjadi larva filosoma, kemudian berubah menjadi puerelus (post larva), tumbuh menjadi juveniloe dan dewasa (Philips et al., 1980). Reproduksi lobster diawali dengan bercampurnya spermatozoid lobster jantan dengan telur (ovum) betina sehingga menghasilkan telur yang dibuahi. Pembuahan lobster marga panulirus terjadi di luar, kemudian telur-telur yang telah dibuahi dioletakkan di bawah perut lobster betina, melekat pada umbai-umbai kaki renang (Romimohtarto dan Juwana, 2007)

Perairan Selatan Jawa memiliki beberapa jenis lobster dengan dua jenis dominan yakni lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster batu (P. penicillatus) (Aisyah, 2009). Lobster batu dan pasir merupakan jenis udang karang (Panulirus spp.) yang terdapat di perairan Indonesia karena terdapatnya habitat yang baik berupa karangkarang dan terumbu karang yang tumbuh subur karena beriklim tropis dan mempunyai suhu rata-rata 28 C (Subani, 1981). Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 6 Jenis udang karang yaitu lobster batu (P. penicillatus), pasir (P. homarus), mutiara (P. ornatus), batik (P. femoristriga), bambu (P. versicolor) dan pakistan (P. poliphagus) (Moosa, 1984).

(6)

dari jenis Panulirus homarus dapat dilihat melalui warna antena (antenullar flagella) dan kaki jalan bercorak belang putih.

Menurut Wiyanto dan Hartono, (2003). Lobster memiliki beberapa jenis diantaranya Red Claw salah satu jenis lobster, lobster ini biasa dibudidayakan di air tawar, budidaya lobster ini bertujuan sebagai ikan hias. Hal ini dikarenakan, warna Red Claw yang unik yaitu warna dasar tubuh adalah biru laut yang berkilau. Jenis Panullirus homarus hidup pada perairan pantai yang jernih pada bebatuan dan karang berpasir. Habitat spesies P. longipes adalah perairan karang atau bebatuan yang dangkal (tapi kadang-kadang dijumpai juga pada kedalaman 130 meter). Perairan yang disukai yang jernih, dengan arus sedang, atau kadang-kadang sedikit keruh.Lobster batu (Panulirus penicillatus) merupakan salah satu jenis udang karang yang terdapat di perairan Indonesia. Habitat lobster terdapat di daerah karang-karang atau terumbu karang yang tumbuh subur di perairan Indonesia. Indonesia diperkirakan memiliki 6 jenis udang karang.

2.2 Teori Usahatani

(7)

Menurut Hernanto dalam Luntungan (2012), terdapat empat unsur pokok yang menjadi pembentuk usahatani yaitu:

1. Tanah merupakan salah satu pembentuk usahatani karena tanah merupakan tempat atau ruang bagi seluruh kehidupan di muka bumi ini baik manusia, hewan dan juga tumbuh-tumbuhan.

2. Tenaga Kerja yang dikenal dalam usahatani ada tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, hewan, dan mesin. Tenaga kerja sebagai daya dari manusia untuk menimbulkan rasa lelah yang dipergunakan untuk menghasilkan benda. 3. Modal. Usahatani modal yang dimaksud adalah tanah, bangunan-bangunan

(gedung, kandang, lantai jemur, pabrik dan lain-lain), bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, pestisida), piutang dan uang tunai.

4. Pengelolaan Usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan faktor produksi yang diharapkan.

Penerapan kegiatan manajemen dalam usahatani akan selalu terkait dengan 5 hal pokok, yaitu:

1. Planning (Perencanaan)

Selayaknya sebuah usaha, usahatani juga sangat membutuhkan perencanaan yang matang. Mulai dari jenis tanaman yang akan ditanam, pola budidaya yang akan dijalankan, tenaga kerja yang dibutuhkan, sampai kepada kegiatan-kegiatan panen dan pasca panen. Semua rencana seharusnya tersusun rapi dan tercatat.

2. Organizing (Pengorganisasian)

Setelah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani direncanakan dengan baik, maka tahapan berikutnya adalah pengorganisasian. Saat ini, petani harus mengorganisasikan setiap masalah dan faktor produksi yang dimilikinya. Persiapan alat pertanian, sarana-sarana produksi yang dibutuhkan juga termasuk tenaga kerja yang akan digunakan. Pengorganisasian yang baik akan memudahkan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana yang dibuat dan tujuan yang ditetapkan.

(8)

Pelaksanaan adalah hal yang paling menentukan pada suatu kegiatan usahatani jika ingin usahatani yang dijalankan berhasil. Pelaksanaan segala sesuatu yang dikerjakan diusahakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Sebab apabila tidak, maka hasil tidak akan sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku usahatani.

4. Controlling (Pengawasan)

Semua pelaksanaan kegiatan usahatani harus diawasi agar sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Jika ada masalah dan kekurangan, sebagai seorang manajer harus segera mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Caranya adalah dengan melihat sumber daya yang ada dan menyelaraskan dengan tujuan pelaksanaan usahatani.

5. Evaluating (Penilaian)

Tahap ini hanya akan optimal jika semua hal yang dilakukan oleh petani terdokumentasi dalam sebuah catatan. Evaluasi yang dilakukan tanpa informasi yang jelas hanya akan menghasilkan penilaian yang keliru terhadap obyek evaluasi. Akibatnya tentu tidak akan ada perbaikan untuk kegiatan usaha tani berikutnya sebab fungsi dari evaluasi yang utama adalah sebagai bahan untuk perencanaan usahatani.

2.3Teori Penanganan Pasca Panen

(9)

imbalan jasa tenaga kerja dalam rupiah, bagian tenaga kerja dalam persen, keuntungan yang diterima perusahaan dalam rupiah, dan tingkat keuntungan perusahaan dalam persen (Ruauw dkk., 2012).

Menurut Aji dkk., (2012), manajemen agroindustri merupakan penerapan ilmu manajemen dalam agroindustri agar dapat dilakukan secara efisien. Fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan dan kepemimpinan (actuating), dan pengawasan atau pengendalian (controlling) yang harus dijalankan pada setiap tahapan dalam kegiatan agroindustri. Pembangunan Agroindustri bukan hanya ditujukan untuk pembangunan pertanian, akan tetapi juga bertujuan untuk pembangunan bagian sistem Agribisnis sebagai penggerak utama perekonomian Indonesia. Pertimbangan strategis dalam pembangunan Agroindustri diperlukan dengan tujuan untuk membangun perekonomian berdaya saing dengan keunggulan komparatif, menyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), membangun ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman bahan pangan dan dapat mencegah tekanan penduduk yang berlebihan pada suatu daerah tertentu.

2.4 Teori Manajemen Produksi

(10)

Ruang lingkup Manajemen Produksi dan Operasi mencakup perancangan atau penyiapan sistem produksi dan operasi. Kegiatan perancangan system produksi dan operasi meliputi :

1. Seleksi dan rancangan atau desain hasil produksi (produk)

Kegiatan produksi dan operasi harus dapat menghasilkan produk berupa barang atau jasa secara efektif dan efisien dengan mutu yang baik. Oleh karena itu setiap kegiatan produksi dan operasi harus dimulai dengan seleksi dan perancangan produk yang akan dihasilkan. Seleksi dan perancangan produk perlu menerapkan konsep standarisasi, simplifikasi, dan spesialisasi. 2. Seleksi dan perancangan proses dan peralatan

Penentuan jenis proses yang akan ditempuh serta peralatannya merupakan hal yang harus dilakukan untuk merealisasikan usaha untuk menghasilkan produk. Kegiatan tersebut meliputi seleksi terhadap proses yang akan digunakan, teknologi yang dipakai, serta alat yang dibutuhkan untuk proses tersebut.

3. Pemilihan lokasi dan site perusahaan dan unit produksi

Pemilihan lokasi sangat berpengaruh pada kelancaran produksi yang dilaksanakan, diantaranya kelancaran dalam mendapatkan bahan atau input produksi, serta biaya penyampaian produk yang dihasilkan menuju pasar. 4. Rancangan tata-letak lay-out dan arus kerja atau proses

Rancangan tata letakharus mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain kelancaran arus kerja, optimalisasi dari waktu pergerakan dalam proses, kemungkinan kerusakan yang terjadi karena pergerakan dalam proses akan minimalisasi biaya yang timbul dari pergerakan dalam proses atau material handling.

5. Rancangan tugas pekerjaan

Rancanngan tugas pekerjaan merupakan bagian integral dari rancangan sistem. Penyusunan organisasi kerja harus disusun sebagai dasar pelaksanaan tugas pekerjaan yang merupakan wadah kegiatan yang hendaknya dapat membantu pencapaian tujuan perusahaan.

(11)

Rancangan sistem produksi dan operasi harus disusun dengan maksud dan tujuan dari produksi dan operasi, serta misi kebijakan dasar atau kunci lima bidang, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan mutu atau kualitas.

Persoalan biaya memegang peranan yang amat penting dalam pengambilan keputusan dari suatu usaha. Biaya produksi di klasifikasikan dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan. Proses produksi jangka pendek terdapat faktor produksi yang dibedakan menjadi faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Faktor produksi tetpa dimaksudkan adalah faktor produksi yang tidak berubah dalam satu kali proses produksi dan faktor produksi variabel adalah faktor produksi yang dapat diubah-ubah jumlahnya (Hariyati, 2007).

Menurut Hadi (2010) penerimaan adalah terjemahan dari revenue (atau sebaliknya) yaitu suatu konsep yang menghubungkan antara jumlah barang yang diproduksi dengan harga jual perunitnya. Konsep penerimaan tentu saja dipandang dari sisi permintaan (bukan penawaran karena tidak semua barang yang ditawarkan akan menjadi penerimaan atau laku dijual). Bila misalkan symbol penerimaan dinotasikan sebagai R atau TR (total revenue), unit barang disimbolkan dengan Q, dan harga jual disimbolkan dengan P maka nilai R secara matematis adalah perkalian antara penerimaan dan harga jual tersebut atau:

Menurut Lumintang (2013), pendapatan adalah salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan seseorang atau masyarakat, sehingga pendapatan masyarakat ini mencerminkan kemajuan ekonomi suatu masyarakat. Pendapatan individu merupakan pendapatan yang diterima seluruh rumah tangga dalam perekonomian dari pembayaran atas penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya dan dari sumber lain atau jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.Kegiatan usaha pada akhirnya akan

(12)

memperoleh pendapatan berupa nilai uang yang diterima dari penjualan produk yang dikurangi biaya yang telah dikeluarkan.

Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut :

Keterangan :

π = Pendapatan (Rp) Y = Hasil produksi (Kg) Py = Harga hasil produksi (Rp) Xi = Faktor produksi (i = 1,2,3,….,n) Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp) BTT = Biaya tetap total (Rp)

2.5 Teori ManajemenSumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisisensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia (SDM). Dalam era globalisasi saat ini, di mana ditandai dengan adanya perubahan yang begitu cepat, suatu organisasi atau lembaga institusi dituntut untuk mengadakan penyesuaian penyesuaian dalam semua segi yang ada pada organisasi tersebut. Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari dalam suatu kemajuan ilmu, pembangunan, dan teknologi. Oleh karena itu dalam era sekarang ini dimana teknologi dan peradaban sudah sangat maju, menuntut sumber daya manusia yang kompeten yang memiliki semangat dan kedisiplinan yang tinggi dalam menjalankan peran dan fungsinya baik untuk individual maupun tujuan organisasional. Sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting, dalam interaksinya dengan faktor modal, material, metode, dan mesin. Kompleksitas yang ada dapat menentukan kualitas manusia. Oleh karena itu mengharuskan kita untuk selalu berhati-hati dan memperhatikan

(13)

setiap aspeknya. Hal ini, bahwa “Manusia merupakan sumber daya yang paling bernilai, dan ilmu perilaku menyiapkan banyak teknik dan program yang dapat menuntun pemanfaatan sumber daya manusia secara lebih efektif.” Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja sumber daya manusia yang semakin meningkat (Synider, 1986)

Menyimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia dipengaruhi oleh komitmen. Komitmen organisasi merupakan kekuatan yang bersifat relatif dari karyawan dalam mengidentifikasi keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini ditandai dengan tiga hal, yaitu 1). Penerimaan terhadap nilai-nilai dantujuan organisasi, 2). Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha sungguh-sungguh atas namaorganisasi, 3). Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (Mowday, et al.2010).

(14)

mengambil tanggung jawab untuk melakukan pelatihan dan pengembangan pekerja (Martoyio, 2000).

Selain keempat hal tersebut diatas, ada beberapa permasalahan pada sumber daya manusia yang membuat kegagalan perusahaan antara lain: buruknya kualitas karyawan, sikap dan pola pikir negatif dari para pegawai yang sudah berakar kuat dalam perusahaan, tingginya perputaran karyawan yang berbiaya besar dan beralihnya karyawan-karyawan penting ke perusahaan pesaing, serta faktor-faktor lainnya meliputi buruknya program jaminan insentif bagi karyawan (Simamora, 1997).

2.6 Teori Teknologi

Manajemen teknologi merupakan seluruh teknologi yang digunakan oleh organisasi yang memiliki fungsi untuk mengolah, menyimpan, dan mengkomunikasikan data dan informasi perusahaan secara menyeluruh yang harus dikelola sebagai suatu sistem terintegrasi pada sumber daya organisasi. Manajemen teknologi juga dapat dikatakan sebagai ilmu yang menggabungkan dunia bisnis dengan teknologi dalam mengambil keputusan pada jenjang manapun dalam suatu perusahaan. Kegiatan dalam manajemen teknologi dapat berupa pemilihan teknologi yang akan digunakan dalam kegiatan usahatani dan agroindustri maupun pascapanen suatu komoditas (Gaol, 2008).

(15)

perencanaan teknologi, pengorganisasian teknologi, pelaksanaan, dan pengawasan serta evaluasi aplikasi teknologi (Anonim, 2011).

Manajemen teknologi berperan dalam mendukung proses produksi yang ada pada kegiatan agribisnis dan agroindustri agar didapatkan pengeluaran atau emisi yang minimal di setiap mata rantai dalam proses dalam rantai agribisnis. Manajemen teknologi memegang peranan penting dalam memberikan keseimbangan menurunnya kualitas sumber daya alam di satu sisi dan peningkatan jumlah penduduk di sisi lain. Peningkatan jumlah penduduk tidak hanya berpengaruh pada semakin tingginya permintaan terhadap eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga meningkatkan kompleksitas hubungan antar manusia. Teknologi agribisnis yang dikembangkan harus mampu bersinergi dengan ilmu-ilmu sosial dalam menangani permasalahan-permasalahan pembangunan berkelanjutan (Said dkk., 2004).

2.7 Teori Kelembagaan

Kelembagan merupakan suatu jaringan yang terdiri dari beberapa orang yang menjadi satu kesatuan yang kompleks dan membentuk sistem peraturan-peraturan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang dianggap penting.Kelembagaan juga didefinisikan sebagai badan, organisasi, kaidah, dan atau norma-norma baik formal maupun informal sebagai pedoman untuk mengatur perilaku setiap masyarakat, baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam usahanya mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi. Dengan demikian, dalam kelembagaan terkandung aspek kultural dan strukutural (Hanafie, 2010).

(16)

kelembagaan, namun lembaga yang dibentuk masih bersifat proyek. Lembaga yang sangat erat kaitannya dengan kebutuhan para masyarakat adalah Lembaga Keuangan Mikro, yaitu lembaga yang mempunyai karakter khusus yang sesuai dengan konstituennya, seperti: 1) terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan pinjaman; 2) diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah; dan 3) menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana (Hasrat, 2014).

Menurut Nurmala dkk dalam Cahyono dan Tjokropandojo (2012), terdapat beberapa kriteria dari peran kelembagaan petani yang mendukung keberlanjutan pertanian, antara lain.

1. Subsistem Sarana meliputi perencanaan, pengelolaan, pengadaan, dan penyaluran sarana produksi yang memungkinkan penerapan suatu teknologi usahatani dan pemanfaatan SDA secara optimal.

2. Subsistem Usahatani meliputi pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka peningkatan produksi pertanian, baik usahatani pertanian rakyat maupun usahatani besar.

3. Subsistem Pengolahan meliputi pengolahan hasil secara sederhana di tingkat petani dan penanganan pascapanen komoditi pertanian yang dihasilkan sampai pada tingkat pengolahan lanjut selama bentuk, susunan, dan citarasa komoditi tersebut tidak berubah.

4. Subsistem Pemasaran meliputi pemasaran hasil usahatani yang masih segar atau hasil olahannya mencakup kegiatan distribusi dan pemasaran di dalam negeri dan ekspor

5. Subsitem Pelayanan dan Pendukung melputi jasa perbankan, jasa angkutan, asuransi, penyimpanan, dan lain-lain.

2.8 Teori Pemasaran

(17)

produk dan jasa hingga tangan konsumen tetapi juga bagaimana produk dan jasa dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan menghasilkan laba. Sasaran dari pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai superior, menetapkan harga menarik, serta mempertahankan pelanggan yang sudah ada dengan tetap memegang prinsip kepuasan pelanggan. Manajemen pemasaran adalah suatu usaha untuk merencanakan, mengimplementasikan serta mengawasi atau mengendalikan kegiatan pemasaran dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efesien dan efektif. Penjelasan fungsi pemasaran yang merupakan kegiatan terpadu dan saling mendukung, antara lain:

a. Perencanaan pemasaran

Penentuan segala sesuatu sebelum dilakukan kegiatan-kegiatan pemasaran. Tujuannya dari perencanaan yaitu meniadakan ketidakpastian masa datang bila ada perubahan- perubahan karena situasi dan kondisi perusahaan maupun diluar perusahaan maupun diluar perusahaan tidak menentu, menghindari adanya penyimpangan tujuan dan rencana walaupun mahal tetapi ekonomis karena segala kegiatan telah terfokuskan dengan segala biaya- biayanya. b. Implementasi pemasaran

(18)

pemasaran dalam organisasi agar mencapai tujuan yang efektif meliputi adanya prosedur yang terang dan jelas, dan koordinasi dilakukan secara formal melalui pemimpin staff pembantu, panitia maupun pejabat penghubung dilakukan kontak tidak formal.

c. Pengendalian/Evaluasi kegiatan pemasaran

Usaha memberikan petunjuk pada pelaksana agar selalu bertindak sesuai dengan rencana meliputi penentuan standard, supervisi kegiatan atau pemeriksaan, perbandingan hasil dengan standard, dan kegiatan mengkoreksi standard. Kegiatan pengendalian/evaluasi ada dua macam yaitu pertama pengendalian operasional termasuk memeriksa kinerja yang sedang berlangsung terhadap rencana tahunan dan mengambil tindakan perbaikan. Kedua pengendalian strategik meliputi pengamatan strategi dasar perusahaan sesuai dengan peluang sesuai dengan peluang yang terbuka. Strategi dan program pemasaran dapat ketinggalan zaman dalam waktu singkat dan setiap perusahaan harus secara periodik menilai ulang pendekatan terhadap pasar secara keseluruhan.

Pemasaran mempunyai prinsip yang digolongkan ke dalam tipe-tipe fungsi pemasaran antara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. Fungsi pertukaran adalah suatu kegiatan memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan fungsi. Fungsi penyediaan fasilitas adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukran yang terjadi antara produsen ke konsumen (Sudiyono dalam Salaka, 2012).

(19)

distribusi dan promosi. Selain dengan adanya bauran pemasaran ada juga yang disebut saluran pemasaran yaitu alur atau jalannya pemasaran agar berjalan lancar karena saluran tersebut berguna untuk menghubungkan produsen degan konsumen. Saluran pemasaran pada lobster ada dua antara lain saluran pemasaran langsung dan saluran pemasaran tidak langsung. Saluran pemasaran langsungdari produsen ke konsumen yaitu biasanya konsumen datang langsung ke petani. Sehingga dalam pemasaran langsung tersebut maka konsumen sebagai pembeli tangan terakhir. Maksud dari pembeli tangan terakhir disini yaitu yang dibeli dari seorang konsumen tidak dijual kembali dan akan digunakan sebagai keperluan pribadi. Sedangkan saluran pemasaran tidak langsung yaitu konsumen tidak langsung datang membeli pada produsen ataupun produsen tidak langsung sampai pada konsumen, tetapi melalui perantara. Dalam hal ini konsumen yang membeli melalui perantara biasanya dapat berupa lobster belum olahan dan juga lobster yang berupa olahan (Jayanti, 2013).

2.9 Teori Risiko

Menjalankan suatu bisnis tidak akan selalu berjalan mulus tanpa suatu halangan apapun, pasti selalu ada rintangan dan kendala dalam menjalankan suatu bisnis tersebut. Suatu rintangan atau halangan merupakan suatu risiko yang harus ditanggung oleh seorang pebisnis dalam melakukan suatu bisnisnya. Risiko merupakan kemungkinan kejadian yang akan menimbulkan dampak kerugian. Dalam kegiatan usaha tani pasti ada risiko yang harus siap diterima, misalnya risiko produksi, risiko pendanaan, dan risiko teknologi. Semua risiko tersebut dapat menimbulkan suatu kerugian dan kegagalan bagi usaha tani yang sedang dijalankan jika seorang petani tidak mempunyai manajmen risiko yang baik, sehingga diperlukan kejelian untuk menanggapi dan meminimalisir risiko yang akan dihadapi dalam suatu usaha tani (David, 2013).

(20)

memberi arah bagi suatu usaha tani atau suatu perusahaan dan mendorong seorang petani atau manajer untuk mengambil keputusan yang selalu menghindari risiko dan pengaruh kerugian. Risiko harus segera dikendalikan agar tidak menjadi penghalang dalam mencapai tujuan atau produktivitas yang berkelanjutan dalam suatu usaha tani. Jika suatu risiko dalam suatu usaha tani tidak segera dikendalikan maka akan menimbulkan kerugian bahkan juga kegagalan bagi usaha tani tersebut. Sikap seseorang atau petani dalam menghadapi permasalahan dan risiko dari usaha taninya berbeda-beda satu dengan yang lain, ada yang enggan terhadap risiko, netral terhadap risiko dan berani menanggung risiko. Sikap petani terhadap risiko berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi (Hidayat, 2012).

Menurut Fahmi (2010) tahap- tahap dalam melaksaanakan manajemen risiko dalam suatu usaha, yaitu :

1. Identifikasi risiko

Hal yang dilakukan adalah tindakan mengidentifikasi setiap bentuk risiko yang dialami suatu usaha tani, termasuk juga bentuk-bentuk risiko yang akan dialami.

2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk risiko

Tindakan yang dilakukan adalah mengidentifikasi bentuk risiko secara detail seperti ciri-ciri risiko dan faktor timbulnya risiko.

3. Menempatkan ukuran-ukuran risiko

Memempatkan ukuran dan skala yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi penelitian yang akan digunakan.

4. Menempatkan alternatif- alternatif

Melakukan tindakan pengolahan data, hasil pengolaha kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif beserta akibat-akibat dan pengaruh yang akan timbul jika keputas tersebut diambil.

5. Menganalisis setiap alternatif

Setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek yang mungkin timbul .

(21)

Berbagai alternatif yang ada dipaparkan dan dijelaskan baik dalam bentuk lisan dan tulisan.

7. Melaksanakan alternatif yang dipilih

Alternatif yang telah dipilih dilaksanakan dengan surat keputusan dan rincian biaya yang sudah dikeluarkan.

8. Mengontrol alternatif yang dipilih

Alternatif yang dipilih telah dilaksanakan, tinggal melakukan control yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai risiko yang tidak diinginkan. 9. Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih

(22)

BAB 3. GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum On Farm Komoditas Lobster di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger

UD. Angin Laut terletak di Jalan Ngatmorejo Desa Puger Wetan. Desa Puger Wetan sendiri merupakan salah satu desa di Kecamatan Puger yang terletak sebelah selatan Kabupaten Jember dengan jarak ± 30 km dari pusat kota. Luas wilayah keseluruhan adalah 525.520 m2. Secara administratif Desa Puger Wetan

berbatasan dengan Desa Grenden dan Wonoasri di bagian utara, Desa Lojejer di sebelah timur, Desa Puger Kulon di sebelah barat dan Samudra Hindia di sebelah selatan.

UD. Angin Laut merupakan perusahaan skala rumah tangga yang memanfaatkan potensi laut yang dimiliki Desa Puger Wetan. Potensi laut yang melimpah ini dijadikan sebagai salah satu sumber mata pencaharian oleh sebagian besar masyarakat selain bercocok tanam, namun potensi laut yang besar ini tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang optimum oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar hanya menjadikan melaut sebagai pekerjaan sekunder disamping pekerjaan utama sebagai petani. Pemanfaatan yang tidak optimum ini dikarenakan keterbatasan biaya masyarakat untuk memenuhi sarana dan alat-alat untuk melaut yang diperlukan. Kapal laut menjadi sarana vital yang harus ada. Melihat potensi yang belum banyak berkembang ini menjadi alasan utama mulai merintis usaha budidaya perikanan dan mendirikan UD. Angin Laut.

(23)

tahun 1985 dengan modal awal Rp. 20.000.000. Modal awal ini selain digunakan untuk membantu nelayan setempat juga untuk memenuhi segala sarana produksi yang dibutuhkan untuk melakukan usaha. Bantuan kapal laut ini menjadi awal mula adanya timbal balik antara nelayan dan pihak UD. Angin Laut, dimana nelayan akan menjual hasil tangkapan ikan mereka kepada UD. Angin Laut. Awalnya UD. Angin Laut hanya berfungsi sebagai tengkulak bagi nelayan, namun ketika melihat tingginya permintaan akan lobster untuk keperluan ekspor UD. Angin Laut mulai merintis usaha pembesaran lobster.

Lobster menjadi salah satu komoditas unggulan untuk kebutuhan ekspor dan permintaannya setiap tahun selalu meningkat. Saat ini UD, Angin Laut menjadikan lobster sebagai komoditas yang paling diutamakan karena memliki nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan yang lainnya. UD. Angin Laut memiliki 7 buah kolam pembesaran lobster dengan waktu produksi setiap satu minggu sekali atau dua minggu sekali tergantung dengan permintaan ekspor dan tersedia atau tidaknya lobster yang memenuhi standar kualitas ekspor.

3.2 Gambaran Umum Off Farm Lobster Ekspor di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger

Kegiatan usaha off farm lobster untuk kebutuhan ekspor berada satu lokasi dengan kegiatan on farm lobster karena sama-sama diusahakan oleh satu perusahaan yang sama, yaitu UD. Angin Laut yang berada di Jalan Ngatmorejo Desa Puger Wetan. Lobster merupakan salah satu jenis komoditas perikanan laut yang sangat digemari oleh konsumen sehingga permintaan lobster terus meningkat setiap tahunnya. Permintaan ini tidak hanya berasal dari dalam negeri saja tetapi juga berasal dari luar negeri.

(24)

mulai merintis usaha budidaya lobster untuk kebutuhan ekspor dan menjalin kerjasama dengan perusahaan ekspor di Surabaya.

(25)

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Manajemen On Farm Komoditas Lobster di Desa Puger Wetana

UD. Angin Laut adalah salah satu perusahaan skala rumah tangga. Perusahaan ini menjalankan bisnis di bidang perikanan khususnya perikanan laut. Komoditas utama ikan yang dipilih oleh UD. Angin Laut adalah lobster. Selain lobster juga ada jenis-jenis ikan yang lainnya, antara lain yaitu ikan tuna, sarden, ikan layur dan lain sebagainya. UD. Angin Laut tidak membudidayakan ikan laut secara mandiri namun hanya membesarkan ikan tangkapan dari laut sampai ukuran yang diminta oleh konsumen. Jenis ikan yang dibesarkan oleh perusahaan ini adalah lobster. Lobster yang akan dibesarkan biasanya hasil dari membeli tangkapan dari nelayan. Kemudian akan di pindahkan ke kolam-kolam pembesaran lobster yang dimiliki perusahaan.

4.1.1 Perencanaan

(26)

mungkin. Pemberian pakan lobster cukup dengan ikan rucah yang dapat dengan mudah diperoleh dari nelayan-nelayan. Pemberian pakan untuk lobster tidak perlu dilakukan secara berlebihan. Lobster membutuhkan makan secukupnya saja. UD. Angin Laut dapat memberi makan 2 kali dalam 1 hari yaitu pada pagi dan sore hari.

Gambar 4.1 bagan Gannt on farmbudidaya lobster.

(27)

meliputi pengurasan kolam, pengisian air kolam, pemberian kapur, pengurasan kembali, pemberian pakan hingga ke pemanenan. Pelaksanaan usaha pembesaran lobster memakan waktu sekitar 25 hari dalam satu kali produksi. Kegiatan pembesaran lobster diawali dengan melakukan pengurasan kolam kemudian dilanjutkan dengan pengisian air kolam menggunakan air laut dan memberikan kapur ke dalam kolam. Tujuan pemberian kapur ke dalam kolam adalah untuk mematikan jamur dan bakteri yang ada setelah itu kolam didiamkan selama 3 hari. Kolam yang telah didiamkan selama 3 hari kemudian diisi kembali menggunakan air laut dan didiamkan lagi. Pendiaman kolam ini diiringi dengan memasang paralon-paralon ke dalam kolam sebagai rumah bagi lobster. Paralon ini merupakan upaya UD. Angin Laut untuk bisa menciptakan kondisi kolam yang sesuai dengan habitat alami lobster. Hari ke-4 bibit lobster dimasukkan ke dalam kolam. Lobster dipelihara di kolam-kolam pembesaran selama 2 minggu hingga panen. Selama masa pembesaran lobster diberi pakan setiap hari pada pagi hari. Panen dilakukan setelah 2 minggu masa pembesaran dan saat berat lobster mencapai minimal 200 gram/ekor.

Tabel 4.1 Rincian biaya pembudidayaan lobster

(28)

a. Biaya tetap

Kolam pembesaran 7 buah @ Rp 3.000.000 Akuarium1 buah @ Rp 175.000

Aerator 7 buah @ Rp 170.000 Selang aerator 50 meter @ Rp 2.000 Pipa paralon 80 buah @ Rp 1.250 Jaringan/ serokan 3 buah @ Rp 15.000 Jurigen 10 buah @ Rp 20.000

b. Biaya operasional (variabel) Lobster kecil 500 ekor @ Rp 180.000 Tenaga kerja 4 HKP@ Rp 30.000

Dari data tabel diatas dapat diketahui jumlah total biaya tetap dan biaya varibel untuk pembesaran lobster sebanyak Rp. 113.950.000. Biaya variabel sebanyak Rp. 90.840.000 adalah biaya variabel selama 7 hari. Setiap kali produksi dapat menghasilkan 500 ekor lobster hidup yang dijual dengan harga Rp. 220.000/ ekor dengan berat 200 gram. Total hasil penerimaan yang didapat oleh UD. Angin Laut adalah sebesar Rp. 110.000.000 dengan keuntungan Rp 40.000/ekor.

(29)

Bibit lobster untuk budidaya didapat dengan membeli benih yang responden dapat dari nelayan setempat dengan kualitas benih yang sudah lolos seleksi sehingga benih yang didapat oleh responden benih pilihan yang sehat sehingga pada saat benih yang dibudidayakan tumbuh menjadi lobster yang berkualitas bagus sehingga dapat di ekspor.

Lokasi budidaya lobster dipilih dekat dengan pantai. Pemilihan lokasi ini bertujuan untuk memudahkan UD. Angin Laut untuk membudidayakan lobster. Input-input yang diperlukan juga banyak yang berasal dari laut seperti air laut dan pasir pantai, sehingga dengan lokasi yang dekat dengan pantai akan menjadikan kegiatan budidaya lobster semakin efisien. Air laut yang digunakan berasal dari laut yang diambil secara manual menggunakan jurigen dan kemudian diangkut ke kolam tempat pembesaran lobster. Dasar kolam dapat diletakkan paralon, batu-batu atau pun pasir untuk meniru habitat asli lobster. Pengadaan red grass juga diperlukan untuk mencegah kanibalisme saat lobster berganti kulit.

Kegiatan yang dilakukan pada budidaya lobster menggunakan beberapa teknologi untuk dapat mendukung pelaksanaan budidaya lobster. Teknologi yang digunakan berupa aquarium dan filter. Teknologi yang digunakan bukan hanya alat berupa teknologi saja, tetapi juga penggunaan benih lobster yang berkualitas dan sehat untuk dapat meningkatkan hasil yang berkualitas. Penerapan teknologi akan berhasil apabila sumberdaya manusia dapat mengoprasikannya dengan baik. Pengoprasian teknologi dalam usaha budidaya lobster tidak harus tinggi karena teknologi yang digunakan masih tergolong sederhana dimana pengoprasiannya tidak memerlukan keahlian atau kemampuan khusus.

(30)

berdampak pada pelanggan lobster dan juga konsumen. Selain itu, lobster akan berisiko apabila banyak yang mati. Lobster yang mati risikonya adalah UD Angin Laut dapat merugi karena sudah membeli dari nelayan selain itu juga mengurangi pengiriman lobster.

UD. Angin Laut bekerja sama dengan eksportir yang berada di Surabaya untuk menjual hasil budidaya pembesaran lobster yang telah dilakukan oleh UD. Angin Laut. Lobster yang sudah mencapai ukuran 200 gram siap untuk dikirim kepada eksportir di Surabaya, sebelum dilakukan pengiriman lobster di sortasi terlebih dahulu berdasarkan ukuran serta untuk memastikan lobster tersebut sehat dan tidak cacat. Tahap selanjutnya adalah proses packing lobster ke dalam box sterofoam, lobster yang telah lolos seleksi langsung ditata dengan rapi kedalam box sterofoam. Hal yang perlu diperhatikan pada saat proses packing adalah pemberian es batu dalam botol untuk menciptakan udara dingin dalam box agar sesuai dengan habitat aslinya serta pelumuran pasir laut ke seluruh tubuh lobster untuk memudahkan penataan lobster dan mengurangi pergerakan lobster pada saat dalam box sehingga lobster aman dari goncangan-goncangan serta terhindar dari resiko kecacatan lobster saat proses pengiriman. Lobster yang sudah selesai dilakukan proses packing akan langsung dikirim ke eksportir yang berada di Surabaya.

(31)

lobster yang memiliki ukuran dibawah 200 gram dan kondisinya cacat akan langsung dijual ke pasar lokal dan restoran-restoran.

Kelembagaan yang terdapat di UD. Angin Laut adalah kelembagaan di bidang pemasaran dan distribusi. UD. Angin Laut menjalin kerjasama dengan perusahaan ekspor di Surabaya. Perusahaan ekspor menjadi penghubung atau fasilitator yang menghubungkan antara konsumen dengan produsen. UD. Angin Laut mengirimkan hasil produksi lobsternya kepada eksportir setelah melalui proses pengemasan lobster biasanya dilakukan setiap 7 hari sekali. Kerjasama yang dijalin dengan perusahaan ekspor berupa kemitraan, namun kemitraan yang dijalin bisa disebut sebagai kontrak kerja yang tidak jelas karena kemitraan yang dijalin oleh kedua belah pihak ini tidak ada kontrak tertulis resmi yang mengikat keduanya. Pihak UD. Angin Laut dengan pihak perusahaan ekspor hanya menjalin kerjasama berdasarkan rasa saling percaya saja. Pihak perusahaan tidak menyediakan fasilitas-fasilitas apapun kepada pihak UD. Angin Laut. Perusahaan hanya berperan sebagai penyedia tempat bagi UD. Angin Laut untuk memasarkan lobster hasil produksinya. Tidak ada bantuan apapun dari perusahaan baik itu fasilitas dalam pengelolaan on farm maupun fasilitas dalam pengelolaan off farm lobster. UD. Angin Laut mengadakan semua input dan segala kebutuhan saprodi budidaya sendiri tanpa ada bantuan dari pihak manapun.

4.1.2 Pengorganisasian

(32)

selain memanfaatkan sumberdaya manusia yang ada juga ikut membantu menyediakan lapangan pekerjaan.

Empat orang tenaga kerja yang dimiliki oleh UD. Angin Laut bekerja sesuai dengan yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya pembesaran lobster. UD. Angin Laut tidak membagi tenaga kerja secara spesifik, hanya saja 2 orang karyawan khusus ditugaskan untuk melakukan kegiatan perawatan lobster. Dua orang lainnya bertugas untuk menjaga dan pemberian pakan. Karyawan yang mungkin sedang tidak bekerja dapat membantu pekerjaan karyawan lainnya. Contohnya seperti saat pengurasan kolam. Pengurasan kolam dapat dilakukan oleh semua karyawan walaupun itu bukan tugas yang telah ditentukan.

Perawatan ikan yang dilakukan oleh karyawan UD. Angin Laut adalah menjaga kebersihan kolam dengan melakukan pembersihan kolam dengan cara menguras ketika kolam selesai panen. Selain itu para karyawan harus menjaga dan memastikan alat aerator yang harus tetap dalam keadaan berjalan, agar ikan dalam kolam dapat bertahan hidup. Memberikan makan pada lobster juga merupakan hal yang utama dilakukan para karyawan untuk memperoleh ukuran lobster yang sesuai permintaan konsumen dan lobster yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Karyawan

Pemilik UD. Angin Laut

Sortasi Lobster dari

Nelayan

Perawatan Pemanenan

Pemberian

Pakan MengurasKolam

(33)

Gambar 4.2 Struktur Kegiatan Produksi

4.1.3 Pelaksanaan

Kegiatan produksi adalah melaksanakan rencana produksi yang telah dibuat dan merupakan kegiatan yang mempunyai massa yang cukup lama serta terkait dengan bagaimanakah mengelola proses produksi berdasarkan masukan, baik yang langsung maupun yang tidak langsung untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan hasil pembesaran pada komoditas lobster meliputi penerimaan hasil tangkapan ikan dari para nelayan serta merawat lobster hingga ukuran sesuai dengan kriteria penjualan. Perawatan yang dilakukan pada komoditas lobster berupa pembersihan kolam, menjaga proses filterisasi, dan memberi pakan pada lobster-lobster tersebut. Pelaksanaan yang pertama kali dilakukan yaitu mulai dari lobster yang didapat dari hasil tangkapan nelayan dengan ukuran yang cukup kecil yaitu dengan berat ±100 gram dan memiliki nilai ekonomis yang sangat rendah. Pelaksanaan yang selanjutnya yaitu melakukan perbesaran ikan lobster selama kurang lebih 15 hari agar berat lobster mencapai berat minimal 200 gram. Pelaksanaan perbesaran lobster dilakukan oleh 4 karyawan UD. Angin Laut beserta responden selaku pemilik usaha. Responden dalam kegiatan perbesaran lobster selalu ikut terjun langsung dalam kegiatan budidya pembesaran lobster dan memberikan arahan langsung kepada setiap karyawannya agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(34)

melakukan panen dengan cara menguras kolam karena dianggap lebih cepat dan efisien juga dapat memudahkan proses persiapan kolam untuk pembesaran lobster selanjutnya. Lobster yang di panen dapat mencapai 15-20 kg/hari dengan harga jual sekitar Rp. 220.000/ekornya.

Pelaksanaan pada budidaya lobster berisiko apabila lobster pada kolam budidaya banyak yang mati selain itu apabila aerasi tidak berjalan dengan baik. Pengaturan aerasi sangat diperlukan dan paling utama agar lobster tumbuh dengan baik. Lobster menuntuk ketersediaan oksigen setiap waktu. Apabila aerasi tidak baerjalan dengan baik maka lobster dapat terganggu dan menghambat pertumbuhannya. Kondisi kolam yang tidak menyerupai kondisi habitat alaminya juga dapat mempengaruhi tingkat kehidupan lobster. Penggunaan pasir pada kolam juga dapat membantu mengkondisikan kolam. Pasir yang diperlukan juga harus dari laut dan dapat diatur sesuai dengan tempatnya agar lobster yang dibudidayakan merasa nyaman sesuai dengan habitatnya.

Pelaksanaan pemasaran hanya terjadi pada pada off farm. Lobster hanya dibesarkan pada UD Angin laut dan dibudidayakan sendiri di kolam. UD Angin Laut tidak melakukan proses pemasaran, berat lobster yang dibudidayakan yang siap dipasarkan mencapai 200 gram. Sehingga pada on farm UD Angin Laut hanya membeli bibit lobster pada nelayan. UD Angin Laut membeli pada nelayan tidak terjadi proses pemasaran sehingga tidak adanya saluran pemasaran. Risiko pelaksanaan budidaya lobster adalah ketersediaan bibit lobster yang tergantung dengan musim.

UD Angin Laut tidak melakukan kemitraan dengan perusahaan. Lobster yang didapat berasal dari nelayan sehingga dalam proses pemasaran tidak terjadi. Pemasaran hanya terjadi pada off farm, yang pada akhirnya lobster dkirim pada eksportir. Lobster pada on farm tidak terjadi pemasaran sehingga tidak ada lembaga yang bermitra dengan UD Angin Laut.

4.1.4 Pengkoordinasian

(35)

responden kepada karyawan pada saat pertama kali budidaya lobster. Responden memberikan langsung pengkoordinasian pada karyawan. Pengkoordinasian yang dilakukan oleh responden dilakukan secara langsung, yaitu dengan memberi instruksi kerja kepada 4 orang karyawannya. Instruksi yang diterima oleh para karyawan dikerjakan secara merata walaupun pembagian pekerjaan tidak begitu ditekankan. 4 orang pekerja ini dibagi sesuai dengan tugasnya masing-masing. Pemberian pakan lobster dilakukan oleh 1 orang, pengawasan aerasi kolam dilakukan oleh 2 orang dan 1 orang lainnya bertugas menjaga kolam. Koordinasi yang dilakukan oleh responden bertujuan agar usaha dapat terus berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Responden memberikan koordinasi pada karyawan agar budidaya lobster dapat berjalan dengan baik. Karwayan bekerja sesuai dengan bagian-bagiannya. Sehingga apabila terjadi kesalahan responden dapat mengetahui pada karyawan yang telah berbut kesalahan pada saat budidaya. Apabila karyawan melakukan kesalahan responden langsung menegur, tetapi dengan cara yang halus. Responden melakukan koordinasi berdampak pada lobster yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Responden melakukan koordinasi tidak setiap hari melainkan hanya pada saat awal melakukan kegiatan budidaya lobster. Apabila salah satu karyawan tidak masuk maka karyawan lainnya dapat menggantikan bagian dari karyawan lainnya.

4.1.5 Pengendalian

(36)

usaha keluarga yang masih kecil dan hanya memperkejakan 4 orang karyawan. Suatu usaha akan berjalan dengan baik jika seorang manajer dapat menyatukan segala pendapat dari masing-masing individu agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Responden memperlakukan 4 orang karyawannya dengan sama. Karyawan yang merupakan tetangga sendiri, membuat sistem kerja yang dianut adalah sistem kekeluargaan yaitu responden memberikan kepercayaan kepada masing-masing karyawannya untuk melakukan pekerjaan dalam usaha perbesaran lobster. Selama kegiatan usaha ini berjalan jika terdapat penyimpangan yang dilakukan para karyawannya, maka responden akan segera mengendalikan dengan cara menegur langsung para karyawannya.

Evaluasi dilakukan secara berkala, mulai dari saat perencanaan sampai akhir usaha berlangsung, sehingga jika terjadi penyimpangan dari rencana yang dianggap dapat merugikan, maka segera dilakukan kegiatan pengendalian., sedangkan kendala sendiri merupakan hal yang tidak akan pernah lepas dari suatu berdirinya usaha. Pengendalian mulai dari awal perencanaan telah dilakukan oleh responden. Pengendalian tersebut dilakukan untuk memperlancar kegiatan usaha agar tetap berjalan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja dari apa yang telah dikerjakan agar dapat memperoleh hasil yang maksimal untuk mencapai tujuan.

Permasalahan yang dialami responden adalah permintaan yang tinggi, namun penawaran yang diberikan UD. Angin Laut masih sangat terbatas. Permasalahan ini dikarenakan komoditas lobster yang didapat oleh para nelayam masih sangat terbatas. Keterbatasan para nelayan dalam mendapatkan lobster disebabkaan oleh faktor alam yang kurang mendukung dan petani yang masih tradisional dalam melakukan penangkapan lobster. Selain itu pada komoditas lobster yang didapat petani dari laut masih bergantung pada musim. Sebagai seorang manajer, Responden pemilik usaha perbesaran lobster tidak ingin usahanya berhenti dan menunggu musim lobster tiba lagi.

(37)

menghentikan produksi lobsternya untuk sementara dan beralih ke jenis komoditas ikan lainnya. Usaha ini dilakukan agar usaha budidaya lobster tetap berjalan dan tetap bisa memperkejakan karyawannya. Usaha yang dilakukan responden yaitu dengan mengusahakan ikan laut lainnya seperti ikan layur, ikan sarden dan ikan laut lainnya. Namun pada usaha perikanan ini tidak dilakukan budidaya perbesaran, hanya saja respondenmenerima ikan dari para nelayan yang nantinya akan langsung dipasarkan. Pemasaran yang dilakukan responden yaitu dengan mengirim hasil laut ke satu tempat yang sama dengan pengiriman lobster.

4.2 ManajemenOff FarmKomoditasLobster Di DesaPugerWetan

Lobster biasanya dipasarkan dalam bentuk hidup atau segar dan dibekukan. Untuk mendapatkan kualitas lobster hidup yang memenuhi konsumen diperlukan penanganan dan transportasi yang baik. Transportasi lobster ada dua sistem yaitu sistem basah dan sistem kering. Sistem basah kurang cocok untuk tujuan komersial, terutama ekspor. UD. Angin Laut lebih memilih menggunakan sistem kering karena dengan menggunakan sistem kering tingkat kematian lobster dalam masa pengiriman dapat ditekan seminimal mungkin.

4.2.1 Perencanaan

Produksi lobster yang dihasilkan oleh UD. Angin Laut berupa lobster yang memiliki berat 200 gram/ekor. Lobster ini akan melalui tahap pengemasan yang selanjutnya akan dikirim ke Surabaya untuk kebutuhan ekspor. Pengemasan lobster untuk kebutuhan ekspor tidak memerlukan perencanaan yang terlalu rumit. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam melakukan proses pengemasan cukup dengan 4 orang saja. Tenaga kerja harus memiliki keterampilan dan kejelian yang tinggi agar lobster yang dikemas tidak sampai menimbulkan cacat fisik karena akan mempengaruhi nilai jual lobster. Alat-alat yang digunakan untuk pengemasan lobster hanya alat-alat sederhana, seperti kotak sterofoam, es batu, koran bekas dan pasir pantai.

Tabel 4.2 Rincian Biaya Pemasaran Lobster

Komponen biaya Harga (Rp)

(38)

Kotak sterofom 100 buah @ Rp 50.000 Botol aqua 200 buah @ Rp 2.000 b. Biaya operasional (variabel) Transportasi

Koran 10 kg @ Rp 5.000

Tenaga kerja 4 HKP @ Rp 30.000 Es batu 200 buah @ Rp 1.000 seberapa besar biaya yang dibutuhkan sehingga responden dapat menyiapkan dana terlebih dahulu guna kelancaran dalam kegiatan off farm. Data dari tabel diatas dapat diketahui jumlah total biaya tetap dan biaya varibel untuk pemasaran lobster sebanyak Rp. 6.070.000. Setiap kali pengiriman sebanyak 500 ekor lobster. Lobster yang akan dikirim ke ekportir setiap 7 hari sekali.

Lokasi pasca panen lobster bertempat di rumah produksi milik UD. Angin Laut tepatnya di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember yang letaknya tidak jauh dari tempat pembesaran lobster. Lokasi ini dipilih karena dinilai cukup strategis dalam melakukan mobilitas baik dari tempat pembesaran lobster maupun dari pusat Kecamatan Puger. Kestrategisan lokasi dapat mempengaruhi kinerja dari usaha pasca panen lobster karena dengan lokasi rumah produksi lobster yang dekat dengan tempat pembesaran lobster dan pantai dapat dengan mudah untuk mobilitasnya dan tidak memerlukan banyak biaya transportasi. Lokasi ini juga banyak memiliki tenaga kerja potensial yang dapat dimanfaatkan.

(39)

dibutuhkan namun dengan tenaga kerja 4 orang responden mengaku akan lebih baik jika lebih dari 4 orang tenaga kerja karena dapat meringankan pekerjaan dan juga dapat mempercepat proses pengemasan.

Pemasaran lobster hasil produksi UD. Angin Laut ini dipasarkan dengan cara bekerjasama dengan perusahaan ekspor yang berada di Surabaya. Kemitraan yang dilakukan antara UD. Angin Laut dengan pihak eksportir tidak memiliki kontrak secara tertulis dan hanya mengandalkan rasa saling percaya satu sama lainnya. Sistem kontrak secara tidak tertulis ini rawan akan masalah. Tidak ada kejelasan tentang hingga kapan dapat saling bekerjasama dan ketika kerjasama diakhiri UD. Angin Laut harus mencari perusahaan eksportir lainnya. Lobster yang tidak memenuhi persyaratan ekspor akan langsung dijual ke restoran-restoran seafood atau ke Tempat Pelelangan Ikan di Puger (TPI).

Pemasaran lobster untuk kebutuhan ekspor tidak memerlukan perencanaan yang terlalu rumit. Lobster ini akan melalui tahap pengemasan dimana tahap ini diperlukan beberapa orang dalam pengemasannya, yang selanjutnya akan dikirim ke Surabaya untuk kebutuhan ekspor. Tidak ada teknologi khusus yang digunakan dalam melakukan proses pengemasan lobster ekspor. Pengemasan lobster hanya menggunakan alat-alat sederhana, seperti kotak sterofoam, es batu, koran bekas dan pasir pantai. Kotak sterofoam dapat menampung lobster hingga 10 ekor saja. Jumlah lobster dalam setiap kotak dibatasi oleh UD. Angin Laut agar saat proses pengiriman lobster tidak akan mengalami stress dan tidak mengalami guncangan antar lobster yang dapat mengakibatkan lobster cacat.

Komoditas lobster merupakan komoditas perikanan yang memiliki harga ekonomis tinggi karena konsumen peminat lobster juga tergolong tinggi. Lobster sendiri merupakan jenis hewan yang susah beradaptasi dengan lingkungan baru diluar habitat alaminya. Kematian pasca panen lobster lebih tinggi dibandingkan dengan kematian lobster pada saat kegiatan budidaya. Lobster akan mudah stres dengan pergantian kondisi lingkungan yang tiba-tiba.

(40)

Produksi lobster untuk kebutuhan ekspor tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. UD. Angin Laut hanya mempekerjakan 4 orang tenaga kerja saja untuk proses penanganan pasca panen lobster mulai dari sortasi hingga pengemasan lobster. Masing-masing tenaga kerja sudah memiliki tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pembagian tugas ini dilakukan oleh UD. Angin Laut. tujuan dari pembagian tugas ini adalah agar pekerjaan dalam pengemasan lobster dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Terorganisirnya pekerjaan pengemasan lobster akan dapat terselesaikan dengan cepat.

Tenaga kerja bekerja dalam 1 hari sampai semua lobster selesai untuk dikemas. Tenaga kerja memiliki tugas masing-masing dalam kegiatan pengemasan lobster yaitu 2 orang melakukan sortasi lobster, 1 orang memasukkan pasir pantai kedalam kotak sterofoam dan memasukkan es, sedangkan 1 orang lainnya akan menutup kotak sterofoam dengan lakban. Kotak sterofoam dapat menampung 10 ekor lobster. Pembatasan jumlah lobster dalam satu kotak sterofoam ini bertujuan agar lobster tidak mati dan tidak cacar.Lobster yang sudah siap kirim akan di kirim sendiri oleh pemilik UD. Angin Laut menggunakan mobil pribadinya. Tidak ada fasilitas transportasi dari pihak eksportir.

Kegiatan pengemasan lobster akan terganggu apabila ada salah satu tenaga kerja yang berhalangan hadir. UD. Angin Laut memang hanya mempekerjakan sedikit karyawan sehingga ketika ada salah satu tenaga kerja yang berhalangan hadir UD. Angin Laut tidak dapat mencari pengganti karyawan tersebut. Pekerjaan tetap dilakukan oleh karyawan yang ada dan dibantu oleh pemilik UD. Angin Laut. Absennya karyawan akan mempengaruhi keefektifan dan efisiensi proses pengemasan lobster.

4.2.3 Pelaksanaan

(41)

dengan habitat alami lobster. Pengemasan lobster diawali dengan menyiapkan air yang dibekukan dalam botol-botol air mineral. Botol-botol air mineral kemudian dibalut dengan kertas koran. Es dalam botol air mineral ini gunanya untuk mendinginkan suhu dalam kotak sterofoam. Dua botol untuk kotak sterofoam ukuran 12 kg dan 4 botol untuk kotak sterofoam ukuran 20 kg. Sterofoam dialasi dengan pasir pantai agar saat proses pengiriman, lobster tidak mengalami setres yang dapat mengakibatkan lobster mati.

Lobster kemudian di seleksi berdasarkan ukuran, spesies dan kondisi fisik masing-masing ditempatkan di tempat yang berbeda. Seleksi yang dilakukan pun seleksi secara manual tidak menggunakan alat-alat teknologi khusus. Proses sortasi ini lobster yang cacat, lobster yang hampir mati dan telah mati dipisahkan di tempat tersendiri. Lobster yang tidak lulus proses sortasi biasanya dibekukan dan dijual ke restoran-restoran atau di Tempat Pelelangan Ikan di Puger (TPI). Perusahaan eksportir tidak menerima lobster yang mati dan lobster yang cacat fisiknya. Perusahaan menghendaki lobster yang dikirim oleh UD. Angin Laut haruslah lobster yang memiliki kualitas bagus. Proses sortasi selesai kemudian lobster dimasukkan kedalam kotak sterofoam yang sebelumnya sudah dialasi pasir pantai dan terdapat botol berisi air beku didalamnya. Bahan sterofoam dipilih karena lebih praktis dan bahan yang mudah disesuaikan suhu dalam kotaknya.

Pengemasan di lakukan sebaik mungkin oleh tenaga kerja yang ada untuk menghindari terjadinya stres yang dapat mengakibatkan kematian pada saat pengiriman lobster ke tempat tujuan sehingga tenaga kerja harus teliti dan mempunyai keterampilan dalam pengemasan lobster. Tutup kotak disegel dengan selotip dan diberi label pengiriman. Penanganan pasca panen atau pengemasan yang salah bukan tidak mungkin akan menurunkan kualitas lobster. Meskipun lobster mampu bertahan hidup tanpa air untuk beberapa waktu lamanya, tetapi jika penanganan pasca panen, penyortiran, pengemasan, dan pengangkutan salah akan membuat kualitas lobster menurun.

(42)

mengirim sendiri hasil produksinya adalah untuk menghemat biaya pengiriman. Pemilik juga tidak mendapat fasilitas transportasi dari pihak perusahaan eksportir. UD. Angin Laut menghantarkan sendiri lobster yang akan di ekspor ke Surabaya tempat perusahaan ekspor berada. Pengiriman dilakukan segera setelah lobster selesai dilakukan pengemasan. Pengiriman segera ini dilakukan untuk menghindari risiko kematian lobster saat perjalanan. Semakin cepat lobster dikirim maka tingkat kematian lobster pun akan dapat ditekan.

Gambar 4.2 Saluran Pemasaran lobster UD. Angin Laut

Lobster hasil produksi dari UD. Angin Laut pada awalnya merupakan lobster hasil tangkapan dari nelayan. Lobster tangkapan nelayan ini bisa disebut masih anakan yang kemudian di beli oleh UD. Angin Laut untuk dibesarkan hingga berat tertentu. Hasil produksi UD. Angin Laut ini akan di jual kepada perusahaan ekspor yang ada di Surabaya. Lobster yang akan dikirim harus melalui proses sortasi terlebih dahulu. Lobster yang lulus sortasi akan langsung dilakukan pengemasan sedangkan lobster yang tidak lulus sortasi akan di jual ke restoran sea food dengan harga yang lebih rendah. Lobster yang lulus sortasi langsung di kirim ke Surabaya kemudian dari pihak perusahaan akan disortasi lagi dan hasilnya akan langsung di distribusikan ke agen penjual. Presentasi lobster yang akan di kirim kepada perusahaan ekspor sebesar 80% sedangkan 20% akan di distribusikan ke restoran sea food. 20% lobster ini merupakan lobster yang tidak lulus sortasi untuk di ekspor. Agen penjual ini berperan sebagai sarana bagi konsumen untuk mendapatkan lobster.

UD. Angin Laut

Agen penjualan Perusahaan Eksportir

Restoran Nelayan

(43)

Kendala yang dihadapi dalam ekspor lobster adalah ketersediaan lobster yang akan dikirim. Ketersediaan lobster tergantung dengan kondisi alam yang ada. Akibatnya UD. Angin Laut akan menurunkan jumlah lobster yang akan dikirim bahkan menunda pengiriman lobster apabila lobster yang tersedia tidak mencukupi standar ekspor.

4.2.4 Pengkoordinasian

Produksi lobster untuk kebutuhan ekspor dalam pelaksanaan rencana yang telah disusun diperlukan koordinasi antara UD. Angin Laut dan karyawan pekerja. UD. Angin Laut memantau jalannya pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. UD. Angin Laut menjadi kendali utama dalam mengarahkan karyawannya. Koordinasi yang baik antara manager dengan tenaga kerja akan menghasilkan harmonisasi yang baik diantara keduanya sehingga pekerjaan yang dilakukan pun juga akan berjalan dengan baik.

Proses pengemasan lobster selalu diawali dengan pengarahan dari pihak UD. Angin Laut untuk melakukan pengemasan secara hati-hati dan teliti. Koordinasi selain dilakukan dengan karyawannya juga dilakukan dengan pihak eksportir. UD. Angin Laut biasanya menghubungi pihak perusahaan eksportir ketika akan mengirimkan lobster produksinya, hal ini dilakukan karena pengiriman lobster tidak selalu terjadwal pada hari tertentu saja. Waktu tertentu UD. Angin Laut tidak dapat mengirimkan lobster dikarenakan hasil produksi lobster tidak memenuhi. UD. Angin Laut baru dapat mengirimkan lobsternya apabila sudah mencapai jumlah standar ekspor yang diminta oleh perusahaan.

(44)

lebih pihak UD. Angin Laut masih kesulitan untuk membayar gaji diluar 4 orang tenaga kerja tetap tersebut.

4.2.5 Pengendalian

Pengawasan juga merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh UD. Angin Laut. Pelaksanaan rencana dibutuhkan pengawasan untuk menghindari terjadinya penyimpangan yang tidak diinginkan dan agar proses produksi yang telah direncanakan dapat berjalan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan oleh pemilik UD. Angin Laut yaitu biasanya memantau jalannya proses pengemasan dan melihat hasil pengemasan yang dilakukan oleh karyawannya. Faktor kematian lobster saat perjalanan salah satunya yaitu faktor pengemasan. Jika pengemasan yang dilakukan baik maka akan menekan tingkat kematian lobster serendah mungkin. UD. Angin Laut biasanya akan mengingatkan kembali kepada setiap karyawan untuk melakukan pengemasan lobster secara hati-hati dan teliti karena semakin banyak lobster yang mati ditengah perjalanan maka semakin banyak pula lobster yang tidak lulus sortasi pihak eksportir. Pihak eksportir hanya mau menerima lobster dalam keadaan hidup dan tanpa ada cacat fisik. Akibatnya lobster yang mati tersebut tidak dapat di ekspor dan akan di jual di TPI ataupun restoran dengan harga yang lebih rendah.

UD. Angin Laut sebagai produsen Lobster yang akan diekspor memiliki kendala dalam pelaksanaannya. Terlebih lobster yang dihasilkan merupakan hasil pembesaran lobster yang didapat dari nelayan. Nelayan dalam menangkap lobster pun banyak terkendala dengan musim yang ada. Kendala ini dapat dikendalikan dengan cara UD. Angin Laut dapat membudidayakan lobster mulai dari anakan sehingga keberlanjutan usaha perikanan komoditas lobster dapat berkelanjutan dan tidak bergantung pada hasil penangkapan lobster dari para petani.

(45)

mengatasi masalah ini yaitu dengan lebih selektif lagi dalam menyeleksi lobster yang akan di ekspor. Masalah kedua yang dihadapi oleh UD. Angin Laut adalah keterbatasan modal untuk mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 4 orang.

Pemasaran yang membutuhkan waktu lama selama diperjalanan, membuat lobster yang tidak tahan akan mengalami cacat fisik atau menyebabkan kematian. Kendala ini dapat di minimalisir dengan cara melakukan pengemasan yang baik dan teliti agar lobster tetap dalam keadaan sehat saat sampai ditempat eksportir. Kelembagaan akan sangat menguntungan bagi suatu usaha jika berjalan sesuai dengan tujuan. Tanpa adanya lembaga yang berdiri di daerah usaha perikanan UD. Angin Laut, maka dalam pengembangan usaha tersebut harus dilakukan secara mandiri.

4.3 Konsep Agribisnis Berkelanjutan Komoditas Udang lobster di Kabupaten Jember

Konsep agribisnis berkelanjutan diperlukan dalam menjalankan suatu usaha di bidang pertanian dimana konsep ini bertujuan untuk menciptakan usaha yang dijalankan dapat terus berlanjut dalam berproduksi. Udang lobster sebagai salah satu jenis komoditi perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi memiliki peluang untuk terus dikembangkan. Usaha pembesaran udang lobster laut yang biasanya ditemui adalah terbatasnya jumlah udang lobster yang ada di alam. Ketersediaan udang lobster tergantung dengan musim. Bulan November – Januari merupakan bulan dimana udang lobster akan melakukan perkembangbiakan sehingga pada bulan November – Januari jumlah udang lobster di laut melimpah. Modal juga merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi. Keterbatasan modal akan mempengaruhi tingkat produksi yang menyebabkan penurunan produksi bahan menghentikan produksi.

(46)

kedalaman 1 m. Mendesain kolam seperti dihabitat alaminya dapat meningkatkan tingkat kehidupan anakan lobster dan dapat menghindari kenibalisme saat lobster berganti kulit. Anakan lobster memerlukan tempat berlindung. Tempat berlindung anakan lobster dapat berupa tanaman rumput merah. Anakan lobster secara naluri akan selalu mendekati sebuah benda untuk berlindung dari predator. Penggunaan kolam dalam usaha budidaya lobster memerlukan sistem filterisasi yang baik agar mendapatkan kolam yang bersih. Kolam budidaya setidaknya memakai tiga alat filter untuk menyaring kotoran dari kolam. Filter pertama diberi pasir, filter kedua ditaruh karang-karang kecil dan filter terakhir tidak diberi material apapun tetapi menampung limpahan air dari filter ke-2 yang masuk. Sistem filterisasi ini dilakukan untuk menaikkan kadar oksigen terlarut sebelum kembali ke dalam kolam. Pakan lobster pada umumnya adalah ikan rucah. Pemberian pakan tidak dilakukan secara berlebihan dalam 1 hari hanya dilakukan 2 kali saja pada pagi dan sore hari. Menjaga kolam agar tetap bersih menjadi prioritas utama sehingga membersihkan sisa pakan yang masih tersisa dalam kolam harus dilakukan agar sisa pakan tidak membusuk yang akan berpotensi meracuni lobster.

Penanganan pasca panen lobster sebenarnya tidak memiliki kendala, hanya saja terkadang modal dan kematian lobster yang menjadikan penanganan pasca panen lobster untuk kebutuhan ekspor terhambat. Keterbatasan modal yang dihadapi dapat menghambat jalannya kegiatan produksi lobster bahkan dengan tidak adanya modal dapat mengakibatkan usaha terhenti. Perusahaan ekspor biasanya menentukan berapa banyak lobster yang harus dikirim dalam janga waktu tertentu dan bersifat terus-menerus atau berkelanjutan. Perusahaan juga meminta lobster yang masih dalam keadaan hidup dan tidak cacat fisik.

(47)

direndam dalam air yang dingin sehingga lobster tidak stres. Es batu yang digunakan sebaiknya dilapisi menggunakan kertas koran atau kertas yang lebih tebal agar tidak terjadi kontak langsung dengan lobster apabila mencair. Setelah lobster dimasukkan kedalam sterofoam dan kemudian sterofoam di lakban.

Keterbatasan modal yang dialami oleh UD. Angin Laut dapat mempengaruhi produksi udang lobster yang dihasilkan. UD. Angin Laut menjalin mitra dengan perusahaan ekspor namun tidak ada kontrak dan perjanjian yang jelas bagaimana sistematika kemitraan yang dijalankan. UD. Angin Laut dan perusahaan ekspor hanya saling mempercayai satu sama lain dan tidak ada kontrak tertulis. Penerpan pola kemitraan agribisnis harus diterapkan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah keterbatasan modal dan teknologi bagi petani kecil, peningkatan mutu produk dan masalah pemasaran. Konsep kemitraan mengacu pada konsep kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang disertai pembinaan dengan memperhatikan prinsip yang saling menguntungkan dan saling memperkuat. Hubungan kemitraan ini dibangun untuk memperoleh jaminan pasar serta harga yang lebih baik serta jaminan pasokan udang lobster bagi perusahaan. Sistem kemitraan ini juga dapat membantu petani ikan mendapatkan modal untuk menyediakan sarana produksi dalam kegiatan budidayanya. Kemitraan juga dapat menjadi sarana petani ikan untuk memasarkan hasil produksinya, sehingga petani tidak lagi bingung untuk mencari konsumen.

(48)
(49)

BAB 5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktik lapang di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember.

1. Kegiatan on farm lobster diawali dengan melakukan perencanaan yang meliputi tentang pemilihan komoditas dan penyediaan sarprodi yang dibutuhkan. Pembesaran lobster hanya dilakukan oleh 4 orang tenaga kerja, namun tidak dilakukan pembagian secara spesifik atas tugas masing-masing. Pelaksanaan kegiatan budidaya meliputi perawatan lobster. UD. Angin Laut melakukan koordinasi sebelum kegiatan budidaya dimulai. Pelaksanaan budidaya pembesaran lobster sudah baik, namun terdapat kendala yakni dengan terbatasnya jumlah bibit lobsternya. UD.Angin Laut menghentikan sementara produksi lobster dan mengganti produksinya ke ikan laut lainnya.

2. Kegiatan off farm lobster diawali dengan melakukan perencanaan yang meliputi pengadaan saprodi. Pengemasan lobster dilakukan oleh 4 orang tenaga kerja yang yang sudah mengalami pembagian tenaga kerja masing-masing. Pengemasan dilakukan dengan menata lobster pada box sterofoam yang terdiri dari 10 ekor lobster yang ditambah dengan 2 botol es batu. Proses pengemasan lobster selalu diawali dengan pengarahan dari pihak manager UD. Angin Laut. Pengendalian dalam pengemasan yaitu penambahan es batu dalam botol dan pasir sebagai alas untuk menciptakan kondisi pada habitat aslinya.

Gambar

Gambar 4.1 bagan Gannt on farmbudidaya lobster.
Gambar 4.2 Saluran Pemasaran lobster UD. Angin Laut

Referensi

Dokumen terkait

Guru sosiologi tidak menerapkan 1 komponen yang tidak dieterapkan yaitu memotivasi siswa.Dari semua komponen keterampilan menutup pelajaran yang terdiri dari 3 komponen

Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Lama Kerja Sebagai.. Variabel Moderating (Studi pada

Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik?. “Jangan takut Pak, aku

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengambilan data primer berupa percontoh air dan nilai kecepatan dan arah arus yang dilakukan pada tanggal 7 September

Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah dilaksanakan dari tahun 2017 sampai dengan sekarang dan pemerintah terus mengevaluasi kegiatan PPDB untuk

Artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas ( ) yaitu berupa Keberhasilan Diri, Toleransi Akan Resiko, Kebebasan Dalam

Disarankan kepada perusahaan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi keselamatan kerja dan membuat variasi yang baru dalam mengkomunikasikan keselamatan kerja,

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semua sampel minyak dalam keadaan cair pada suhu ruang (±27ºC) namun ketika pada suhu rendah (±5ºC) terjadi perubahan fase pada beberapa