PROFESI
TENAGA
KEPENDIDIKA
N
PENDIDIKAN PENDIDIKAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terncana untuk mewujudkan suasanan
dan
proses
pembelajaran
agar
Pendidikan
mempunyai
peranan
JENIS PENDIDIKAN
Anwar
dan
Sagala
(2004:36)
pendidikan
dibedakan menjadi tiga kategori seperti yang
dikelompokkan oleh Coombs, sebagai berikut (1)
pendidikan informal, yaitu pendidikan yang
diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari,
baik dengan penuh kesadaran atau tidak, sejak
lahir sampai mati; (2) pendidikan formal, yakni
dengan model sekolah yang teratur, lancar, dan
mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat; dan
(3)
pendidikan
non-formal,
yakni
bentuk
LANJUTAN
Adapun Wroczynsky menyebutkan pendidikan ada
Makmun (2003) pendidikan dapat merupakan salah satu proses interaksi belajar
mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran (instructional).
Gagne and Berliner, antara lain menjelaskan dalam konteks ini guru berperan,
bertugas, dan bertanggungjawab sebagai (1) perencana (planner) harus
mempersiapkan apa yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar ( pre-teaching problems); (2) pelaksana (organizer) harus menciptakan situasi,
memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarah kan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana. Ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan (leader) yang bijaksana dalam arti demokratis dan humanistik (manusiawi) selama proses mengajar berlangsung (during
teaching problems); dan (3) penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan, dan akhirnya harus memberikan pertimbangan
(judgement) atas tingkat keberhasilan belajar mengajar berdasarkan kriteria baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produk (output)-nya.
Tugas guru mengubah perilaku (behavioral changes) peserta didik menuju pada
PERGESERAN PARADIGMA
abad 21 menurut Makagiansar (1996) pendidikan akan
PROBLEM PENDIDIKAN
Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran
yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan
campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan memegang peranan kunci
dalam pengembangan sumberdaya manusia dari insan yang berkualitas.
Secara umum berbagai hasil penelitian mengungkapkan
problematika pendidikan (1) pelayanan pendidikan belum merata, berkualitas, dan terjangkau; (2) tingginya jumlah penduduk buta aksara; (3) rendahnya cakupan layanan pendidikan anak usia dini; (4) rendahnya partisipasi pendidikan; (5) kesenjangan kemampuan bersekolah (geografis, sosial, ekonomi, gender); (6) APK
SMP/MTs/SMPLB 78,86% (2003) dan SMA/SMK/MA/MAK mencapai 48,96% (2003); (7) mutu lulusan yang relatif masih belum
kompetitif; (8) ketersediaan dan mutu guru yang cenderung rendah; (9) pengembangan IPTEKS yang masih terbatas; dan (10)
GURUPROFESIONAL
Guru yang profesional memiliki peran utama dalam sistem
pendidikan nasional khususnya dan kehidupan umumnya. Penghargaan yang bernilai tinggi dari pemerintah, akan
membantu mewujudkan pendidikan yang diinginkan. Dalam konteks ini seorang guru yang ideal dapat bertugas dan
berperan, antara lain sebagai (1) konservator (pemelihara) sistem nilai merupakan sumber norma kedewasaan dan inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; (2)
transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada
sasaran didik; (3) transformator (penerjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadi dan
perilakunya melalui proses interaksinya dengan sasaran didik; dan (4) organisator (penyelenggara) terciptanya proses
SATUAN PENDIDIKAN
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (UUSPN No. 20 tahun 2003).
Satuan pendidikan menurut Anwar dan Sagala (2004:34)
menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah, menjelasakan bahwa satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kusrsus, kelompok belajar,
ataupun bentuk lain, baik menempati bangunan tertentu maupun yang tidak, seperti satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.
Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang
dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kusrsus, kelompok belajar, ataupun bentuk lain, baik menempati bangunan tertentu maupun yang tidak,
Kualitas
yang dimaksud adalah
kualitas output satuan pendidikan
yang bersifat akademik dan non
akademik. Mutu
output
satuan
pendidikan dipengaruhi oleh tingkat
kesiapan
input
dan proses belajar
Produktivitas
adalah perbandingan antara
output
satuan pendidikan dibanding
input
satuan pendidikan.
Baik
input
maupun
output
satuan pendidikan dalam
bentuk kuantitas. Kuantitas
input
satuan pendidikan,
misalnya jumlah pendidik, modal, bahan, dan energi.
Kuantitas
output
satuan pendidikan misalnya jumlah
peserta didik yang lulus satuan pendidikan tiap
tahunnya. Contoh produktivitas, misalnya, jika tahun ini
sebuah satuan pendidikan lebih banyak meluluskan
peserta didikya daripada tahun lalu dengan
input
yang
sama (jumlah pendidik, fasilitas, dan sebagainya), maka
dapat dikatakan bahwa tahun ini satuan pendidikan
Efektivitas
adalah ukuran yang menyatakan
sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas dan
waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan,
efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil
yang diharapkan. Misalnya, nilai UAN idealnya
berjumlah 30 untuk tiga matapelajaran yaitu
Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa
Inggris, namun NUAN yang diperoleh siswa hanya
18, maka efektivitasnya adalah 18 : 30 = 60%.
Indeks Prestasi (IP) mahasiswa idealnya 4, namun
IP yang diperoleh 3,00 sehingga efektivitasnya
Efisiensi
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi
internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk
kepada hubungan antara
output
satuan pendidikan
(pencapaian prestasi belajar) dan
input
(sumber daya)
yang digunakan untuk memproses/menghasilkan
output
satuan pendidikan. Efisiensi internal satuan pendidikan
diukur dengan biaya-efektivitas. Efisiensi eksternal adalah
hubungan antara biaya yang digunakan untuk
menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif
(individual, sosial, ekonomi, dan non-ekonomi) yang
didapat setelah pada kurun waktu yang panjang diluar
ASPEK PERHATIAN GURU
(1) apakah sekolah itu menggunakan model
moving
class
untuk pergantian pelajaran, (2) apakah dalam
ruang kelas tersedia media dan sumber belajar yang
cukup, (3) apakah hasil karya siswa dipajang pada
dinding kelas, dalam rak display atau bagaimana, (4)
apakah hasil karya siswa dijadikan bahan untuk
penilaian portofolio, (5) bagaimana dengan jumlah
siswa per kelas, (6) apakah guru telah melaksanakan
pendekatan PAKEM dalam proses pembelajaran, (7)
apakah guru telah menggunakan teknik penguatan
(
reinforcement
) dalam proses pembelajaran, (8)
ASPEK ORGANISASI
1) apakah dewan pendidik dan komite sekolah secara bersama-sama
turutserta menyusun rencana pengembangan sekolah (RPS) untuk 4 tahun dan RAPBS untuk 1 tahun sesuai semangat PP No. 19 tahun 2005; (2) apakah para guru yang mengajar di sekolah tersebut telah memenuhi kualifikasi sebagai guru dan memiliki kompetensi sebagai tenaga pendidik; (3) bagaimana kode etik sekolah, tata tertib
sekolah, dan tata tertib lainnya dibuat sebagai aturan main di
sekolah, (4) apakah terdapat suasana yang kondusif dan nyaman di rung kelas, perpustakaan, laboratorium, dan tempatlainnya untuk terlaksananya proses pembelajaran; (5) apakah sekolah itu telah memenuhi karakteristik sekolah efektif, unggul, dan berhasil; (6) apakah kantin sekolah hygenis dan dikelola dan dikontrol dengan baik, (7) apakah sekolah telah melaksanakan konsep MBS
(transparansi dan keterlibatan secara aktif semua pemangku
Komponen Sub-Komponen Kontek 1. Tuntutan pengembangan diri dan peluang tamatan
2. Dukungan pemerintah dan masyarakat 3. Kebijakan pemerintah
4. Landasan hukum 5. Kemajuan ipteks
6. Nilai dan harapan masyarakat 7. Tuntutan otonomi
8. Tuntutan globalisasi
Input 1. Visi, misi, tujuan, sasaran 2. Kurikulum
3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan 4. Peserta didik
5. Sarana & prasarana 6. Dana
7. Regulasi satuan pendidikan 8. Organisasi
4. Angka putus sekolah/satuan pendidikan 5. Durasi sekolah/kuliah
Jika satuan pendidikan ingin melakukan analisis, yaitu
analisis SWOT
(strength, weakness, opportunity, and
threat)
dimulai dari
outcome
dan berakhir pada
konteks. Jika satuan pendidikan ingin melakukan
langkah-langkah pemecahan persoalan dimulai dari
konteks dan berakhir pada
outcome.
Cara berpikir
demikian adalah cara berpikir berurutan dengan
menggunakan kerangka pikir sistem. Kerangka satuan
pendidikan sebagai sistem dapat dilihat pada Tabel 1.
Satuan pendidikan sebagai sistem menurut Slamet PH
(2006) tersusun dari komponen konteks, input,
Rinciannya sebagai berikut (1) konteks adalah eksternalitas
yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan
dan karenanya harus diinternalisasikan ke dalam
penyelenggaraan satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang
mampu menginternalisasikan konteks kedalam dirinya akan
membuatnya sebagai bagian dari konteks dan bukannya
terisolasi darinya, yaitu menjadi milik masyarakat dan
bukannya terisolir dari masyarakat. Konteks meliputi
kemajuan IPTEKS, nilai dan harapan masyarakat, dukungan
pemerintah dan masyarakat, kebijakan pemerintah, landasan
yuridis, tuntuan otonomi, tuntutan globalisasi, dan tuntutan
pengembangan diri serta peluang tamatan melanjutkan
(2) input satuan pendidikan adalah segala
sesuatu yang diperlukan untuk berlangsungnya
proses pendidikan, khususnya proses belajar
mengajar. Input digolongkan menjadi dua yaitu
yang diolah dan pengolahnya. Input yang diolah
adalah peserta didik dan input pengolah meliputi
visi, misi, tujuan, sasaran, kurikulum, pendidik
dan tenaga kependidikan, dana, sarana dan
prasarana, regulasi satuan pendidikan,
organisasi, administrasi, budaya, dan peran
proses adalah kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain,
misalnya proses belajar mengajar yaitu dari belum terpelajar menjadi terpelajar, dan kepemimpinan dari belum terpimpin menjadi terpimpin.
Proses, utamanya, adalah proses belajar mengajar, yaitu proses berubahnya peserta didik yang belum terdidik berubah menjadi peserta didik yang
terdidik. Mutu proses belajar mengajar sangat tergantung mutu interaksi pendidik dan peserta didik. Mutu interaksi pendidik sangat tergantung
perilakunya dan perilaku peserta didiknya di kelas/ruang kuliah (utamanya). Perilaku pendidik di kelas misalnya, kejelasan mengajar, penggunaan variasi metode mengajar, variasi penggunaan media pendidikan, keantusiasan
mengajar, penggunaan jenis pertanyaan, manajemen kelas, penggunaan waktu, kedisiplinan, keempatian terhadap peserta didik, hubungan
interpersonal, ekspektasi, keinovasian pengajaran, dan penggunaan prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Demikian juga, mutu interaksi peserta didik sangat
(4) output pendidikan adalah hasil belajar (prestasi
belajar) yang merefleksikan seberapa efektif
proses belajar mengajar diselenggarakan. Output
adalah hasil sesaat dari proses, misalnya (a)
prestasi belajar dalam UAN, UAS, olahraga,
kesenian, keterampilan; (b) kompetisi dalam
bentuk perlombaan/olimpiade nasional dan
(5)
outcome
adalah dampak jangka pendek dan
menengah dari
output
belajar, baik dampak bagi
individu tamatan maupun bagi masyarakat. Jika hasil
belajar bagus, dampaknya juga akan bagus. Dalam
kenyataan tidak selalu demikian karena
outcome
dipengaruhi banyak faktor diluar hasil belajar.
Outcome
memiliki dua dimensi yaitu (a) kesempatan
PERMASALAHAN GURU
Guru dan dosen (termasuk tenaga kependidikan) merupakan
salah satu komponen satuan pendidikan yang sangat esensial
karena mereka adalah sumberdaya aktif, sedangkan
komponen-komponen yang lain bersifat pasif misalnya
kurikulum, dana, dan sarana dan prasarana. Tanpa campur
tangan jasa guru dan dosen (pikiran, sikap, integritas, dan
sebagainya) komponen-komponen yang lain tidak ada artinya.
Pengertian tentang pendidik, menurut UUSPN No. 20 tahun
2003 Pasal 1, Ayat 6, menyatakan:
”Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktor,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
Banyak
perilaku
subjektif
lain
yang
tidak
Rendahnya mutu atau kapabilitas guru di Indonesia, selama ini
UU Sisdiknas menyatakan 20 Persen APBN mem-”profesi”-kan guru
sebenarnya memiliki konsekuensi sosial, antara lain (1) guru harus mematuhi kode etik dan melaksanakan mandat publik secara
bijaksana dan bertanggung gugat. Tentang pengaturan kode etik guru saat ini tengah menjadi wacana di masyarakat khususnya dikalangan PGRI sebagai organisasi profesi guru dan tengah diperdebatkan oleh berbagai kalangan pegiat dunia pendidikan; (2) para guru dituntut memiliki keahlian profesi yang terukur dan teruji sesuai fungsi dan perannya. Keahlian profesi guru dalam hal penguasaan materi
pelajaran, penguasaan kemampuan metode mengajar dan
pengembangan bahan ajar, berinteraksi dengan anak
didik-guru-masyarakat sesuai kapasitas yang dimiliki; dan (3) para guru dituntut memiliki kompetensi profesi dalam hal skill atau kemampuan sebagai pengajar dan pendidik yang cakap membimbing siswa dalam
PERFORMANCE GURU
Performans guru menurut Said Hamid Hasan (2006) menunjukkan (1) guru sebagai pengarah dan sebagai sumber pengetahuan; (2) belajar di arahkan oleh kurikulum;
(3) belajar dijadualkan secara ketat dengan waktu yang terbatas; (4) belajar didasarkan pada fakta drill dan praktek, dan
menggunakan aturan dan prosedur-prosedur dan bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei;
(5) pengulangan dan latihan;
(6) aturan dan prosedur tidak kompetitif; (7) berfokus pada kelas
(8) hasilnya ditentukan sebelumnya dan tes diukur dengan norma; (10) presentasi dengan media statis dan komunikasi sebatas ruang
PARADIGMA BELAJAR ABD PENGETAHUAN
Berdasarkan performansi guru tersebut dapat ditegaskan (1)
pada abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar
melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan,
inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan;
(2) sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila
paradigma lama masih dominan, dampak reformasi
cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama;
(3) meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan
LANJUT
; (4) praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih
sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan
prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan
permasalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan
pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan
pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian
pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri;