EKSP
ii
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT
DIVISIONS (STAD) DAN PENEMUAN TERBIMBING DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS KELAS VIII DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN KLATEN
TAHUN AJARAN 2011/2012
Disusun oleh : Yuliana S851008058
Telah disetujui Tim Pembimbing Pada tanggal :………
Pembimbing I,
Dr. Riyadi, M.Si. NIP. 19670116 199402 1 001
Pembimbing II,
Triyanto, S.Si, M.Si. NIP. 19720508 199802 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
iii
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT
DIVISIONS (STAD) DAN PENEMUAN TERBIMBING DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS KELAS VIII DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN KLATEN
TAHUN AJARAN 2011/2012 Disusun oleh :
Yuliana S851008058
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ...
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dr. Mardiyana, M.Si. ...
Sekretaris Dr. Imam Sujadi, M.Si. ...
Penguji : 1. Dr. Riyadi, M.Si. ...
2. Triyanto, S.Si, M.Si. ...
Mengetahui
Direktur PPs UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. Mardiyana, M.Si. NIP.19610717 198601 1001 NIP. 19660225 199302 1002
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Yuliana
NIM : S851008058
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN PENEMUAN TERBIMBING DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS KELAS VIII DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2011/2012
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta, ... Yang membuat pernyataan
Yuliana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
v
MOTTO
ΟŠ
Ï
m
§
9
$
#
⎯≈
u
Η
÷
q
§
9
$
#
!
$
#
Ç
Ο
ó
¡
Î
0
É
∩⊇∪
In the name of Allah, Most Gracious and Most Merciful.
(QS. Al-Fatihah (1) : 1)
⎦
,
Î
#
Ïj
.
u
θ
t
G
ß
ϑ
ø
9
$
#
©
=
Ï
t
ä
†
t
!
$
#
¨
β
Î
)
4
«
!
$
#
’
n
?
t
ã
≅
©
.
u
θ
t
G
s
ùM
ø
Β
z
•
ã#
t
s
Œ
Î
*
s
ù
∩⊇∈®∪
…. Then, when thou hast Taken a decision put thy trust in Allah. For Allah loves those who put their trust (in Him).
(QS. Al-Imran (3) : 159)
©
t
ë
y
™$
t
Β
ω
Î
)
⎯≈
|
¡
Σ
∼
Ï
9
§
ø
Š
©
9
β
r
&
u
ρ
Ç
∩⊂®∪
That man can have nothing but what he strives for;
(QS. An-Najm(53) : 39)
vi
PERSEMBAHAN
Penulis mempersembahkan karya sederhana ini untuk :
1. Allah SWT pemilik segala ilmu, makhluk, dan
kesempurnaan.
2. Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu mendoakanku dan
mengingatkanku akan Keagungan Illahi serta dengan
ikhlas memberikan kasih sayang.
3. Mas dan mbakyu, yang memberikan arahan, motivasi,
dan membuatku memahami arti dari suatu kehidupan.
4. Adikku, terima kasih dukunganmu.
5. Keponakanku tersayang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin menyusun tesis ini. 2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin menyusun tesis ini.
3. Dr. Riyadi, M.Si, pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. 4. Triyanto, M.Si, pembimbing II yang telah memberikan arahan, petunjuk,
motivasi, dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
5. Bapak/Ibu Dosen program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Kepala SMP Negeri 1 Karangdowo, SMP Negeri 2 Pedan, SMP Negeri 3 Cawas, dan SMP Negeri 2 Ceper yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini.
7. Guru Matematika dan semua siswa kelas VIII SMP N 1 Karangdowo, SMP Negeri 2 Pedan, dan SMP N 3 Cawas, yang telah membantu penelitian ini. 8. Teman-teman mahasiswa angkatan 2010 Program Studi Pendidikan
Matematika PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
viii DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pemilihan Masalah ... 5
D. Batasan Masalah ... 5
E. Rumusan Masalah ... 6
F. Tujuan Penelitian ... 7
G. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Prestasi Belajar Matematika ... 8
2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 10
3. Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD) ... . 13
4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 15
5. Model Pembelajaran Konvensional ……….. 18
6. Aktivitas Belajar Siswa ... .. 20
B. Penelitian Yang Relevan ... 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ix
C. Kerangka Berpikir ... 24
1. Kaitan Model Pembelajaran Dengan Prestasi Belajar ... 24
2. Kaitan Aktivitas Belajar Dengan Prestasi Belajar ... 25
3. Kaitan Model Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Siswa Dengan Prestasi Belajar ... 26
D. Hipotesis Penelitian ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Tempat, Subjek, dan Waktu Penelitian ... 29
1. Tempat dan Subjek Penelitian ... 29
2. Waktu Penelitian ... 29
B. Jenis Penelitian dan Rancangan penelitian ... 29
1. Pendekatan Penelitian ... 29
2. Rancangan Penelitian ... 30
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... . 30
1. Populasi ... 30
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ... 34
1. Variabel Penelitian ... 34
2. Metode Pengumpulan Data ... 35
3. Uji Coba Angket Aktivitas Belajar Siswa ... 37
4. Uji Coba Soal Tes Prestasi Belajar ... 38
E. Teknik Analisis Data ... 40
1. Uji Prasyarat ... 40
2. Uji Keseimbangan ... 42
3. Uji Anava Dua Jalan ... 44
4. Uji Komparasi Ganda ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52
A. Uji Keseimbangan ... 52
x
2. Uji Reliabilitas ... 53
3. Konsistensi Internal ... 53
4. Penetapan Instrumen ... 53
C. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Prestasi .. ... 53
1. Uji Validitas Isi ... 53
2. Uji Reliabilitas ... 54
3. Tingkat Kesukaran ... 54
4. Daya Beda ... 54
5. Penetapan Instrumen ... 54
D. Deskripsi Data Prestasi Belajar ... 54
1. Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran .... 55
2. Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Aktivitas Belajar ... 55
3. Data Prestasi Berdasarkan Model Pembelajaran dan Aktivitas Belajar . 56 4. Daya Beda ... 54
E. Analisis Variansi ... 56
1. Uji Prasyarat ... 56
2. Uji Hipotesis Penelitian ... 58
F. Uji Lanjut Pasca Anava ... . 59
G. Pembahasan Hasil Penelitian ... . 61
H. Keterbatasan Penelitian ... 69
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Implikasi ... 71
C. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 2.1 Kriteria Skor Kemajuan Individu ... 14
Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok ... 14
Tabel 2.3 Peran Guru dan Siswa dalam Model Peneman Terbimbing ... 16
Tabel 2.4 Langkah-Langkah Dalam Pembelajaran Konvensional ... 19
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 30
Tabel 3.2 Data SMP Negeri di Kabupaten Klaten ... 31
Tabel 3.3 Pemberian Skor Pada Metode Angket ... 36
Tabel 3.4 Notasi dan Tata Letak Rataan dan Jumlah Rataan ... 45
Tabel 3.5 Notasi dan Tata Letak Data Amatan, Rataan, dan Jumlah Kuadrat Deviasi ... 46
Tabel 3.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 49
Tabel 3.7 Komparasi Rataan Antarbaris ... 50
Tabel 3.8 Komparasi Rataan Antarkolom ... 50
Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran ... 55
Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Aktivitas Belajar ... 55
Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran dan Aktivitas Belajar ... 56
Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Prestasi ... 57
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas . ... 57
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis ... 58
Tabel 4.7 Rangkuman Komparasi Ganda Antarbaris ... 59
Tabel 4.8 Rangkuman Komparasi Ganda Antarkolom ... 59
Tabel 4.9 Rangkuman Komparasi Ganda Antarsel Pada Baris Sama ... 60
Tabel 4.10 Rangkuman Komparasi Ganda Antarsel Pada Kolom Sama ... 60
Gambar 2.1 Interaksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing .... 17
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Kemampuan Awal ... 78
Lampiran 2 : Uji Keseimbangan ... 81
Lampiran 3 : RPP Model Penemuan Terbimbing ... 98
Lampiran 4 : RPP Model STAD ... 121
Lampiran 5 : RPP Model Konvensional ... 147
Lampiran 6 : Kisi-kisi Uji Coba Angket Aktivitas Belajar Matematika ... 155
Lampiran 7 : Uji Coba Angket Aktivitas Belajar Matematika ... 156
Lampiran 8 : Lembar Validasi Instrumen Uji Coba Angket Aktivitas ... 160
Lampiran 9 : Hasil Uji Reliabilitas Uji Coba Angket Aktivitas ... 164
Lampiran 10 : Kisi-kisi Uji Coba Tes Prestasi ... 166
Lampiran 11 : Uji Coba Instrumen Tes Prestasi ... 167
Lampiran 12 : Lembar Validasi Instrumen Uji Coba Tes Prestasi . ... 177
Lampiran 13 : Hasil Uji Reliabilitas, Daya Beda, dan Tingkat Kesukaran ... 181
Lampiran 14 : Kisi Angket Aktivitas Belajar Matematika ... 185
Lampiran 15 : Angket Aktivitas Belajar Matematika ... 186
Lampiran 16 : Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar Matematika ... 190
Lampiran 17 : Tes Prestasi Belajar Matematika ... 191
Lampiran 18 : Hasil Instrumen Tes Prestasi Belajar Siswa ... 200
Lampiran 19 : Desain Data Prestasi Belajar Siswa ... 218
Lampiran 20 : Hasil Instrumen Aktivitas Belajar Siswa ... 221
Lampiran 21 : Uji Prasyarat Anava ... 248
Lampiran 22 : Analisis Variansi Tes Prestasi Belajar Matematika ... 275
Lampiran 23 : Uji Lanjut Pasca Anava ... 280
Daftar Tabel ... 287
Ijin Penelitian ... 292
Surat Keterangan Penelitian ... 294
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xiii
ABSTRAK
Yuliana. S851008058. 2011. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Dan Penemuan Terbimbing Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Kelas VIII Di SMP Negeri Se-Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2011/2012. Komisi Pembimbing I Dr. Riyadi, M.Si. dan Pembimbing II Triyanto, S.Si, M.Si. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini, yaitu: (1) untuk mengetahui manakah diantara model pembelajaran, penemuan terbimbing, STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa paling baik, (2) untuk mengetahui manakah diantara kategori aktivitas siswa tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar matematika paling baik, (3) untuk mengetahui pada masing-masing tingkat aktivitas belajar, manakah diantara model pembelajaran penemuan terbimbing, STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik, serta untuk mengetahui pada masing-masing model pembelajaran, manakah diantara tingkat aktivitas tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan desain penelitian 3×3. Populasinya adalah siswa kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Klaten semester I tahun pelajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random sampling. Kemudian, sampelnya dibagi dalam 3 kelompok, yaitu 2 kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.
Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) model pembelajaran penemuan terbimbing menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan STAD, dan keduanya masing-masing lebih baik daripada konvensional, (2) diantara ketiga aktivitas, siswa dengan aktivitas tinggi mempunyai prestasi belajar paling baik, sedangkan siswa yang mempunyai aktivitas sedang lebih baik prestasinya daripada aktivitas rendah, (3) efektivitas model pembelajaran penemuan terbimbing, STAD, dan konvensional tergantung pada aktivitas belajar siswa. Pada kelompok yang diberikan perlakuan model pembelajaran penemuan terbimbing maupun STAD, siswa dengan aktivitas sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa aktivitas tinggi, sedangkan kedua aktivitas masing-masing lebih baik daripada siswa dengan aktivitas rendah. Sementara itu, pada siswa yang dengan aktivitas rendah, model pembelajaran penemuan terbimbing, STAD, maupun konvensional sama baiknya. Pada siswa dengan aktivitas sedang maupun siswa dengan aktivitas tinggi, model pembelajaran penemuan terbimbing dan STAD sama baiknya, dan kedua model masing-masing lebih baik daripada konvensional.
xiv ABSTRACT
Yuliana. S851008058. 2011. The Experimentation of Mathematics Learning with the Model of Cooperative Learning Type Student Team Achievement Divisions (STAD) and Guided Discovery Viewed from the Students Learning Activities on Topics Straight-Line Equations of the Students of Eighth Junior High School in Klaten Regency of Academic Year 2011/2012. The First Commission of Supervisor is Dr. Riyadi, M.Si and the second is Triyanto, S.Si, M.Si. Thesis: Study Program of Mathematics Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.
The aims of this research are: 1) to know the best learning model from to guided discovery, STAD, and conventional type which gives the best student’s achievement, 2) to know the best learning activities from to high activities, intermediate activities, and low activities which gives the best student’s achievement, 3) to know the best model from to guided discovery, STAD, and conventional type which gives the best student’s achievement on the each activity, and to know the best activity categories which gives the best student’s achievement on the each models.
This research was a quasi experimental with the research design of 3×3. The population was all of the students of eighth Junior High School in the Klaten Regence academic year of 2011/2012. Samples were taken through a stratified cluster random sampling technique. Then, the sample was divided into three groups is two experiment and a control group. The technique of data analyzed was two-ways analyzed of variance with unequal cell sizes.
Based on the result of the analysis, we can conclude that: (1) the student’s achievement on topics of equality of linear line due to guided discovery model was the same with STAD, and both model are better than conventional, (2) from the third activities, the students with high learning activities has the best these achievement, the students with moderate learning activities better than low learning activities, (3) the effectiveness of guided discovery, STAD, and conventional models depend on the learning activities. In the group which was given the treatment as the guided discovery learning model and STAD as well, the students with medium activities have the same learning achievement with the students with high activities, and both activities are better than the students with low activities. For the students with medium activities, in the group in which the students got guided discovery model has same the achievement with STAD, and both models are better than the conventional. For students with high activities, in the group in which the students got guided discovery model has same the achievement with STAD, and both model are better than the conventional.
Key Words: Guided Discovery, Student Team Achievement Divisions, Conventional, The Learning Activities.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu dengan meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang dipelajari di sekolah dinilai sangat memegang peranan penting karena belajar matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, sistematis, dan efisien. Tak hanya itu, matematika mempunyai daya abstraksi yang mampu mengabstraksikan permasalahan-permasalahan yang sering muncul baik dalam matematika itu sendiri maupun dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan matematika diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan tepat dan cepat. Begitu pentingnya manfaat yang diperoleh dari belajar matematika, maka sangat relevan apabila berbagai usaha perlu dilakukan demi terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan matematika di Indonesia.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2007 yang saat ini dipakai, pembahasan mengenai gradien garis lurus dengan persamaan ax + by + c = 0 dan persamaan garis pada suatu grafik dipelajari pada kompetensi dasar menentukan gradien, persamaan, dan grafik garis lurus di kelas VIII pada semester gasal. Pada kompetensi ini juga akan dipelajari lebih mendalam lagi di tingkat SMA/SMK. Namun disisi lain, ada laporan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang tidak memuaskan. Menurut laporan BSNP (2010), daya serap Ujian Nasional (UN) pada tahun 2009/2010 tingkat SMP di Kabupaten Klaten untuk kemampuan uji menentukan gradien garis lurus dengan persamaan ax + by + c = 0 sebesar 60,01% dan menentukan persamaan garis lurus pada suatu grafik sebesar 48,02%. Sementara itu, hasil UN mata pelajaran matematika SMP se-Kabupaten Klaten pada tahun pelajaran 2009/2010 rata-ratanya adalah 6,62. Berdasarkan daya serap UN dan hasil UN tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pada kompetensi dasar ini tentu hasilnya belum memuaskan.
2
Ada banyak faktor yang menyebabkan hasil UN pada kemampuan uji menentukan gradien garis lurus dan persamaan garis lurus ini masih sangat memprihatinkan. Permasalahan dan akar penyebab permasalahan pada pokok bahasan persamaan garis lurus yang dialami oleh siswa kelas VIII di SMP se-Kabupaten Klaten menurut pemaparan sebagian guru, yaitu : pertama, siswa beranggapan bahwa matematika merupakan suatu mata pelajaran yang sulit, dikarenakan siswa merasa kesulitan dalam melakukan penghitungan dan penghafalan rumus-rumusnya. Hal ini dapat muncul dikarenakan dalam pembelajaran selama ini, siswa hanya diberikan rumus-rumus tanpa diajak untuk berpikir mencari asal mula rumus tersebut sehingga siswa cenderung mudah lupa jika hanya menghafal rumus-rumus. Apalagi pada materi persamaan garis lurus, pada materi ini banyak ditemukan konsep-konsep dan rumus-rumus yang baru dikenal oleh siswa di kelas VIII. Kedua, siswa cenderung kurang memahami cara memecahkan masalah. Hal ini disebabkan karena siswa tidak mampu untuk menemukan cara penyelesaian dari permasalahan tersebut, serta siswa tidak memahami tujuan dari soal yang mengakibatkan siswa kesulitan dalam dalam menemukan penyelesaian. Ketiga, keterampilan siswa dalam penyelesaian soal yang masih rendah. Akar penyebabnya, siswa hanya memperoleh cara penyelesaian yang dicontohkan oleh guru, tanpa diimbangi dari referensi lain atau buku-buku pendukung lainnya sehingga siswa tidak mempunyai kreativitas dalam menyelesaikan soal dan siswa kurang wahana wacana bentuk soal serta cara penyelesaiannya. Keempat, kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru. Dalam penyampaian materi, guru hanya berceramah dan monoton menguasai kelas sehingga siswa kurang aktif serta kurang dapat dengan leluasa menyampaikan idenya. Akibatnya, pemahaman matematika menjadi kurang optimal serta perilaku belajar yang lain seperti keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika hampir tidak tampak.
Peran guru sebagai salah satu sumber belajar sangat diperlukan kemampuannya dalam mengemas suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa agar mampu mengontruksi sendiri pengetahuannya. Dalam membelajarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pendekatan, strategi, model, dan metode yang sesuai dengan situasi dan standar kompetensi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung pada tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, guru dalam mengajar haruslah dapat menekankan suatu pemahaman konsep diri, yaitu dengan mengarahkan pembelajaran melalui apa yang dipikirkan, dilihat, didengar, atau yang telah dilakukan siswa dalam menuangkan suatu gagasan yang telah dimiliki oleh siswa.
Untuk itu, sangat diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat lebih meningkatkan minat dan keaktifan siswa untuk belajar. Model pembelajaran yang menarik serta dapat memicu siswa untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan belajar, yaitu dengan model pembelajaran aktif. Pada dasarnya, pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif (Silberman, 1996). Peserta didik diajak untuk turut serta dalam proses pembelajaran. Di samping itu, siswa ikut aktif berpartisipasi, mencoba-coba, dan melakukan sendiri apa yang dipelajari. Dalam pembelajaran aktif, guru mempunyai peran untuk menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara optimal dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan dan mengaitkan antarkonsep berdasarkan pengalaman yang telah dipelajari.
4
tentang permasalahan yang dihadapinya. Sementara itu pada model pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk belajar aktif melalui konsep-konsep dan guru mendorong siswa untuk mempunyai pengalaman-pengalaman, kemudian menghubungkan pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri siswa itu sendiri.
Dalam proses pembelajaran, keaktifan para siswa juga harus perlu diperhatikan oleh guru agar proses pembelajaran dapat memperoleh hasil yang optimal. Aktivitas siswa selama proses belajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalahnya sebagai berikut.
1. Ada kemungkinan banyak guru yang masih memakai pembelajaran konvensional dalam melaksanakan pembelajarannya, padahal ada pokok bahasan yang kurang tepat untuk diterapkan menggunakan model tersebut, misalnya pada pokok bahasan persamaan garis lurus sehingga dimungkinkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan karena kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu dilakukannya suatu penelitian untuk membandingkan suatu model pembelajaran yang sesuai.
2. Ada kemungkinan, banyak guru hanya cukup memberikan rumus-rumus praktis yang dihapal oleh siswa padahal pada pokok bahasan tertentu banyak ditemukan rumus-rumus yang baru dikenal oleh siswa. Untuk menjawab permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian terkait dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
meningkatkan ketertarikan siswa pada materi matematika yang berimbas terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
3. Ada kemungkinan, model pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak mendukung siswa untuk mau bekerja sama dan diskusi dengan temannya sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD).
4. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa matematika karena guru tidak menggunakan media sehingga dalam pembelajaran tidak membuat siswa untuk tertarik mengikuti pembelajaran. Untuk menjawab permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian yang membandingkan pembelajaran dengan berbagai media serta dapat diteliti manakah media manakah yang paling cocok.
5. Banyak siswa dalam belajar matematika masih kurang aktif mengikuti proses belajar dan hanya mengorganisasi sendiri yang diperolehnya tanpa mengkomunikasikan dengan siswa lain atau dengan gurunya sehingga kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan aktivitas siswa pada saat pembelajaran masih kurang. Ada kemungkinan, aktivitas belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa.
C. Pemilihan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang tertulis di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan eksperimentasi model pembelajaran penemuan terbimbing dan model kooperatif tipe STAD terhadap prestasi belajar siswa yang ditinjau dari aktivitas belajar siswa. Alasan terpilihnya masalah ini karena sebagian banyak waktu dalam kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru sehingga siswa kurang berpikir aktif serta siswa hanya mampu menguasai materi yang bersifat mengingat jangka pendek. Hal ini kemungkinan dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa matematika.
6
D. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan dilaksanakannya peneliti maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, batasan-batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penemuan terbimbing pada kelompok eksperimen I, model pembelajaran STAD pada kelompok eksperimen II, dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.
2. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud ialah kegiatan belajar matematika siswa Sekolah Menegah Pertama kelas VIII selama semester gasal pada tahun pelajaran 2011/2012.
3. Prestasi belajar matematika dibatasi pada hasil belajar siswa pada bahasan persamaan garis lurus.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas maka penulis dapat merumuskan masalah-masalah yang timbul sebagai berikut.
1. Diantara model pembelajaran penemuan terbimbing, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan pembelajaran konvensional, manakah yang dapat memberikan prestasi belajar siswa paling baik?
2. Diantara kategori aktivitas belajar siswa, yaitu aktivitas belajar rendah, sedang, dan tinggi, manakah yang memberikan prestasi belajar siswa paling baik?
3. Pada masing-masing tingkatan aktivitas, manakah diantara model pembelajaran, yaitu penemuan terbimbing, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik. Disisi lain pada masing-masing model pembelajaran, manakah siswa dengan aktivitas rendah, sedang, tinggi dan yang dapat memberikan prestasi belajar lebih baik?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
F. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah yang dipaparkan tersebut maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui manakah diantara model pembelajaran yaitu, konvensional, penemuan terbimbing, dan kooperatif tipe STAD yang dapat memberikan hasil prestasi belajar siswa paling baik.
2. Untuk mengetahui manakah diantara kategori aktivitas siswa tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar matematika paling baik. 3. Untuk mengetahui pada masing-masing tingkat aktivitas tinggi, sedang, dan
rendah, manakah diantara model pembelajaran penemuan terbimbing, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik, serta untuk mengetahui pada masing-masing model tersebut, manakah diantara tingkat aktivitas tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang
model pembelajaran penemuan terbimbing dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
2. Memberikan informasi tentang implementasi model pembelajaran penemuan terbimbing dan model pembelajaran STAD pada pokok bahasan yang bersangkutan.
3. Memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya, khususnya penelitian dalam bidang pendidikan matematika.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika
a. Pengertian Prestasi
Pengertian prestasi yang dikemukakan oleh para ahli sangatlah bervariasi.
Walaupun bermacam-macam, pernyataan-pernyataan tersebut justru dapat saling
mengisi dan melengkapi. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/2011), prestasi didefinisikan sebagai
hasil yang telah dicapai. Menurut Sardiman A.M (2001), prestasi adalah
kemampuan nyata sebagai hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi,
baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar. Sementara itu,
Sutratinah Tirtonagoro (2001: 43) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah
penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dalam bentuk simbol, angka,
huruf, atau kalimat yang dapat mencerminkan hasil usaha yang sudah dicapai oleh
anak dalam periode tertentu.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dicapai
dan merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik
dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar.
b. Pengertian Belajar
Ada berbagai pendapat tentang makna belajar. Menurut Gestalt dalam
Baharudin (2007: 88), belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman.
Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung dalam belajar akan
menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut untuk
memecahkan suatu masalah. Dengan kata lain, dari pendapat ini menyatakan
bahwa dalam proses belajar, individu harus mengerti dengan baik apa yang telah
dipelajarinya.
Teori belajar menurut teori konstruktivisme, menekankan bahwa
pengetahuan itu merupakan konstruksi atau bentukan diri sendiri. Menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pandangan teori kontrukstivisme, belajar merupakan proses aktif dari subjek
belajar untuk merekonstruksi makna sesuatu, baik itu teks, kegiatan dialog,
maupun pengalaman fisik, sehingga belajar merupakan proses mengasimilasikan
dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan
pengertian-pengertian yang sudah dimiliki. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Akan
tetapi, manusia harus dapat mengkonstruksi pengetahuan sedikit demi sedikit dan
memberi makna melalui pengalaman nyata (Baharudin, 2007:116). Pendapat ini
juga sejalan dengan Nurhadi (2004 : 110), yang menyatakan bahwa pemahaman
manusia akan semakin mendalam dan kuat, jika teruji oleh
pengalaman-pengalaman baru.
Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai pengertian belajar yang
dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
perilaku seseorang sebagai hasil pengalaman-pengalaman individu itu sendiri
(pelaku pembelajaran) saat berinteraksi dengan lingkungannya yang dilakukan
secara sadar. Di dalam belajar terkandung suatu aktivitas yang dilakukan dengan
segenap pancaindra untuk memahami arti dari hubungan-hubungan, kemudian
menerapkan konsep-konsep yang dihasilkan dari proses pembelajaran tersebut ke
situasi yang nyata. Ini berarti pembelajaran merupakan upaya membuat seseorang
belajar tentang sesuatu hal. Adapun proses pembelajaran di sini merupakan titik
pertemuan antara berbagai input pembelajaran, mulai dari faktor utama, yaitu:
siswa, guru, dan materi pelajaran yang membentuk proses, hingga faktor
pendukung seperti sarana, sumber belajar, lingkungan, dan sebagainya.
c. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar tersebut, prestasi belajar
merupakan suatu hasil usaha yang dicapai seseorang dalam penguasaan
pengetahuan, sikap serta keterampilan berkat pengalaman dan latihan yang
dinyatakan dalam perubahan tingkah laku. Menurut Kamus besar Bahasa
Indonesia Online (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/, 2011), prestasi belajar
10
mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutratinah Tirtonagoro
(2001:43), yang mengatakan bahwa,“Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran
serta penilaian usaha belajar. ” Sementara itu, Zainal Arifin (1999: 3) menyatakan
bahwa, “Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam
sejarah manusia karena sepanjang rentang kehidupannya, manusia selalu mengejar
prestasi menurut bidang kemampuannya masing-masing.” Zainal Arifin juga
mengemukakan bahwa prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara
lain prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
telah dikuasai oleh peserta didik, prestasi belajar sebagai lambang pemuasan
hasrat ingin tahu, prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi
pendidikan, prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan, dan prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap
atau kecerdasan peserta didik.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika merupakan hasil usaha yang dicapai oleh siswa dalam proses belajar.
Pengukurannya menggunakan alat atau tes tertentu yang dinyatakan dalam bentuk
angka, huruf, maupun simbol. Dalam penelitian ini, prestasi belajar dinyatakan
dalam bentuk angka.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika.
Menurut Nana Sudjana (2000 : 39), dia mengemukakan bahwa prestasi belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam siswa dan faktor dari luar
siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa, meliputi
kemampuan yang dimilikinya, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, dan
lain-lain. Sementara itu, faktor yang datang dari luar siswa meliputi kualitas
pengajaran melalui kompetensi guru, model pembelajaran yang digunakan,
karakteristik kelas, dan lain-lain.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, metode, atau
prinsip pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai empat ciri, yaitu rasional
teoritik yang logis, tujuan yang akan dicapai, tingkah laku mengajar diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar
yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Mohammad Asikin,
2001 : 3).
Metode dapat menjadi model jika memenuhi empat unsur yang seperti
dikemukakan oleh Joyce dan Weil (1986 : 14-15). Setiap model mengajar atau
model pembelajaran harus memiliki empat unsur, yaitu sintak (fase-fase dari
model yang menyatakan pelaksanaan model secara nyata), sistem sosial (peran
guru dan hubungan guru dengan siswa), prinsip reaksi (perlakuan guru terhadap
siswa dan cara merespon terhadap yang dilakukan oleh siswanya), dan sistem
pendukung yang menunjukkan alat dan sarana dalam pembelajaran. Oleh karena
itu, Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:78) mendefinisikan bahwa model
pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Penggunaan metode mengajar yang tepat merupakan salah satu hal yang
mendukung keberhasilan proses belajar mengajar. Pemilihan metode mengajar
hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran, karakteristik materi pelajaran, karakter siswa, kesiapan guru, dan
ketersediaan sarana dan prasarana. Dengan pemilihan metode, strategi,
pendekatan serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari
mengingat atau menghapal ke arah berpikir dan pemahaman, dari model ceramah
ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke
kooperatif, serta dari berpusat materi ke terkonstruksinya pengetahuan siswa
(Fadjar Shadiq, 2009).
Slavin (1995) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran yang mendorong siswa bekerja secara tim dalam
menyelesaikan masalah atau tugas untuk mencapai tujuan bersama. Pada strategi
pembelajaran kooperatif, siswa terdorong aktif untuk menemukan sendiri
12
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan
kerjasama. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi. Apabila dibandingkan
dengan pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat mencapai
kesuksesan akademik dan sosial siswa.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tiga tujuan pembelajaran, yaitu
prestasi akademik, penerimaan pendapat yang beraneka ragam, dan
pengembangan keterampilan sosial.
a. Prestasi akademik
Para pengembang pembelajaran kooperatif telah menunjukkan bahwa
struktur penghargaan kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik
siswa. Selain itu pembelajaran kooperatif bermanfaat bagi siswa yang
berprestasi rendah, sedang, tinggi karena mereka bekerja sama dalam
menangani persoalan dengan cara tutor sebaya.
b. Penerimaan pendapat yang beraneka ragam
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang bagi setiap siswa dari
berbagai latar belakang dan kondisi yang berbeda untuk bekerja sama dalam
menangani persoalan akademik.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan belajar bekerja sama,
menghargai pendapat orang lain dan menetapkan tujuan bersama.
Banyak keuntungan yang akan diperoleh melalui pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan pada berbagai macam mata pelajaran.
Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang sangat sesuai penerapannya.
Menurut Whicker, et al (1997), kepustakaan matematika telah mengakui adanya
efek positif dari pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan prestasi, sikap,
kemampuan berpikir yang lebih tinggi, dan kepercayaan diri siswa. Pembelajaran
kooperatif juga sesuai diterapkan pada berbagai tingkatan usia peserta didik,
termasuk pada anak usia dini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD)
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif paling sederhana yang
dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988),
atau Sharan (1990) dalam Rachmadi adalah tipe STAD. Model STAD merupakan
model yang bagus bagi guru yang ingin memulai pembelajaran kooperatif.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STADsebagai berikut.
a. Tahap penyajian materi
Pada tahapan ini, guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan
berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran ini kepada
siswa. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi
dapat lebih dari satu.
b. Tahap pembentukan kelompok dan kegiatan kelompok
Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
anggota, yang mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda
(tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari
budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jenis
kelamin. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan
materi yang telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling
membantu antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan
guru. Hal ini bertujuan agar setiap kelompok dapat menguasai konsep dan
materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar
kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.
c. Tahap pelaksanaan kuis individu
Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individu. Setiap
individu mendapatkan skor awal.
d. Tahap pemantauan skor kemajuan individu
Adanya skor kemajuan individual untuk memberikan hasil akhir yang
maksimal pada setiap siswa. Nilai perkembangan individu didasarkan pada
skor awal yang didapat dari nilai rata-rata siswa pada pelaksanaan tes yang
14
Tabel 2.1
Kriteria Skor Kemajuan Individu
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
1 –10 poin di bawah skor awal 10
0 – 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Kertas jawaban sempurna 30
e. Tahap pemberian penghargaan kelompok
Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individu dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.
Berdasarkan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok terdapat tiga
tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok.
Tabel 2.2
Kriteria Penghargaan Kelompok
Rata-Rata Poin Kelompok Penghargaan Kelompok
15 – 19 Kelompok baik (Good Team)
20 – 24 Kelompok hebat (Great Team)
≥ 25 Kelompok super (Super Team)
(Slavin, 1995)
Dalam penelitian ini, proses pembelajaran dengan model STAD akan
dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah).
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta kesetaraan jender.
c. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga
akan diperoleh skor awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompoknya
masing-masing untuk mencapai kompetensi dasar.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
Sebelum membahas model penemuan terbimbing, akan dijelaskan dahulu
model pembelajaran penemuan murni. Dalam model penemuan murni, yang oleh
Maier (1995:8) disebutnya sebagai heuristik, yaitu sesuatu yang hendak
ditemukan, jalan, atau proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri.
Menurut Jerome Bruner (Cooney dan Davis, 1975:138), penemuan adalah suatu
proses, suatu jalan atau, suatu cara dalam mendekati permasalahan bukannya
suatu produk pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan
umum melalui latihan pemecahan masalah, praktik membentuk, dan menguji
hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar
untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau
situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.
Metode penemuan murni ini kurang tepat digunakan, karena pada umumnya
sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan
sesuatu. Di samping itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu
berhari-hari dalam pelaksanaannya, bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena
tidak tahu, begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa model penemuan ini
kurang tepat untuk siswa, apabila tidak dengan bimbingan guru.
Mengingat hal-hal yang telah disebutkan di atas timbul model pembelajaran
dengan penemuan yang dipandu oleh guru. Model ini melibatkan suatu dialog
atau interaksi antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang
diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Model
16
terbimbing. Prince dan Felder (2006 : 123) mengatakan bahwa model penemuan
terbimbing merupakan salah satu model mengajar secara inductive dan sesuai
dengan teori kontruktivisme.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, model pembelajaran penemuan
terbimbing adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa, dimana siswa
dihadapkan kepada situasi siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan,
terkaan, instituisi, dan mencoba-coba (trial and error). Guru membimbing siswa
jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat
menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan
sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan
materi yang sedang dipelajari. Dengan bimbingan guru sebagai penunjuk jalan,
guru dapat membantu siswa mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang
sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.
Pada model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup
besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru, melainkan pada siswa.
Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan siswa dan mengorganisisasi kelas untuk kegiatan seperti pemecahan
masalah, investigasi, atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu
tahap yang penting. Hal ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat diharapkan
akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika,
karena siswa dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat manipulasi,
eksperimen, dan menyelesaikan masalah. Peran guru dan siswa dalam model
penemuan terbimbing dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3
Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing
Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Siswa
Sedikit bimbingan Menyatakan persoalan Menemukan pemecahan
Banyak bimbingan Menyatakan persoalan
Memberikan bimbingan
Mengikuti petunjuk
Menemukan penyelesaian
(Rachmadi Widdiharto, 2004 : 5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dalam proses pembelajaran, model penemuan terbimbing lebih
menekankan pada interaksi guru, siswa, dan bahan ajar. Interaksi dapat terjadi
antara guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan
semua siswa dalam kelas (S – G), siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan
bahan ajar (S – B), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S), serta siswa
dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Tujuannya untuk saling mempengaruhi
berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa, yaitu dengan
pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk
memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun
aturan-aturan, dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah. Interaksi
yang mungkin terjadi dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 Interaksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing
(Markaban, 2008 : 12)
Agar pelaksanaan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing ini
berjalan dengan efektif, maka langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya dan perumusannya harus jelas.
b. Dari data yang diberikan oleh guru, siswa menyusun, memproses,
mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan
guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini dapat
mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui
pertanyaan-pertanyaan, atau lembar kerja siswa (LKS).
18
c. Siswa menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil analisis yang
dilakukannya.
d. Konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru. Hal ini
dilakukan untuk meyakinkan kebenaran perkiraan siswa, sehingga akan
menuju arah yang hendak dicapai.
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,
maka verbalisasi konjektur diserahkan kepada siswa untuk menyusunnya.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, guru menyediakan soal latihan
atau soal tambahan untuk memeriksa kebenaran hasil penemuan itu.
5. Model Pembelajaran Konvensional
Definisi mengajar yang lama menurut Slameto (1995: 29), “Mengajar
adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan percakapan kepada anak
didik”. Dari sini terlihat bahwa mengajar hanyalah mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa sehingga pusat perhatian ada pada guru. Proses pembelajaran
dengan definisi mengajar seperti inilah yang dianut dalam pembelajaran
konvensional. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Purwoto (2003: 104),
“Dalam model mengajar tradisional, seorang guru matematika dianggap sebagai
sumber ilmu, guru bertindak otoriter, dan mendominasi kelas”.
Pembelajaran konvensional merupakan suatu metode mengajar yang telah
lama dan biasa digunakan, misalnya dengan metode ceramah. Pada pembelajaran
ini, guru cenderung sangat mendominasi dan memegang peranan utama dalam
menentukan isi dan mengakibatkan siswa hanya pasif, mudah jenuh, kurang
inisiatif, sangat tergantung pada guru dan tidak terlatih mandiri dalam belajar.
Menurut Purwoto (2003: 67) dinyatakan metode konvensional memiliki beberapa
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahannya sebagai berikut.
a. Kelebihan pembelajaran konvensional
1. Dapat menampung kelas besar, tiap siswa mendapat kesempatan yang
sama untuk mendengarkan.
2. Bahan pengajaran dapat diberikan secara lebih urut oleh guru.
3. Guru dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting,
sehingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak
harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.
5. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran,
tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan metode ini.
6. Kelas relatif teratur, tenang, dan tidak ramai.
7. Daya serap dan target kurikulum pembelajaran guru dapat tercapai.
b. Kelemahan pembelajaran konvensional
1. Pelajaran berjalan membosankan siswa dan siswa menjadi pasif, karena
tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan.
Siswa hanya aktif membuat catatan.
2. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak
mampu menguasai bahan yang diajarkan.
3. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini lebih cepat terlupakan.
4. Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi menghafal yang tidak
mengakibatkan timbulnya pengertian.
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kegiatan
pembelajaran konvensional didominasi oleh guru. Langkah-langkah pembelajaran
konvensional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4
Langkah-Langkah Pembelajaran Konvensional
Langkah-langkah Peran Guru
1. Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa.
Guru memperkenalkan serta menjelaskan tujuan dan latar belakang materi yang diajarkan.
2. Mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilan.
Guru mendemonstrasikan keterampilan dan menyampaikan informasi tahap demi tahap.
3. Memberikan contoh soal dan
pelatihan.
Guru memberikan contoh soal dan membahasnya.
4. Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik.
Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan, kemudian memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk
pelatihan lanjutan.
Guru mempersiapkan latihan lanjutan
berupa tugas atau pekerjaan rumah (PR).
20
6. Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas siswa selama proses belajar merupakan salah satu indikator
adanya keinginan siswa untuk mau belajar. Aktivitas siswa merupakan kegiatan
atau perilaku yang terjadi selama proses belajar, baik itu di dalam kelas maupun di
luar kelas, maupun bersama guru atau tidak bersama guru. Kegiatan-kegiatan
yang dimaksud merupakan kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti
bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab
pertanyaan guru dan bisa bekerja sama dengan siswa lain, serta tanggung jawab
terhadap tugas yang diberikan. Menurut pandangan Ilmu Jiwa Modern (Sardiman,
2001 : 99), “aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”.
Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, kedua aktivitas itu harus selalu
berkait. Montessori (Sardiman, 2001 : 95) menegaskan bahwa anak-anak itu
memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik
cukup berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan
siswa. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak
melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedangkan
pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala keinginan yang akan
diperbuat oleh peserta didik.
Dari beberapa pendapat di atas, diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas
belajar siswa adalah kegiatan belajar yang dilakukan siswa dengan cara
mengamati sendiri, pengalaman sendiri, menyelidiki sendiri, dan bekerja secara
aktif menggunakan fasilitas yang diciptakan sendiri untuk berkembang sendiri.
Guru harus dapat membangkitkan aktivitas siswa dalam menerima pelajaran, baik
aktivitas jasmani maupun rohani. Aktivitas jasmani seperti, melakukan percobaan,
berkebun, dan sebagainya, sedangkan aktivitas rohani seperti memecahkan
persoalan, mengambil keputusan, dan sebagainya. Selanjutnya, Paul B. Dierich
dalam Sardiman (2001:100) menyebutkan bahwa aktivitas belajar siswa dapat
digolongkan sebagai berikut.
a. Visual activities, yaitu kegiatan seperti membaca, memperhatikan gambar
demonstrasi, percobaaan, pekerjaan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Oral activities, yaitu kegiatan seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
dan interupsi.
c. Listening activities, yaitu kegiatan seperti mendengarkan uraian percakapan,
diskusi, musik, dan pidato.
d. Writing activities, yaitu kegiatan seperti menulis cerita, karangan, laporan,
angket, menyalin.
e. Drawing activities, yaitu kegiatan seperti menggambar, membuat grafik,
peta, dan diagram.
f. Motor activities, yaitu kegiatan seperti melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan berternak.
g. Mental activities, yaitu kegiatan seperti menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h. Emosional activities, yaitu kegiatan seperti menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.
Klasifikasi seperti yang diuraikan oleh Dierich di atas, menunjukkan bahwa
aktivitas belajar siswa cukup kompleks, beragam, dan bervariasi. Dalam
penelitian ini, aktivitas belajar yang diteliti adalah visual activities, oral activities,
listening activities, mental activities, dan emosional activities. Indikator aktivitas
tersebut meliputi kegiatan persiapan sebelum mengikuti pelajaran matematika,
partisipasi dalam mengikuti pelajaran matematika, mengatasi kesulitan dalam
belajar, belajar matematika di rumah, belajar di luar sekolah/les, partisipasi dalam
belajar kelompok, mengatasi kesulitan dalam belajar kelompok, mengerjakan PR
yang diberikan, sikap dalam menghadapi PR yang sulit, belajar matematika selain
buku paket, melengkapi catatan, membuat rangkuman, latihan soal-soal, dan sikap
terhadap hasil belajar.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yanag relevan merupakan uraian yang sistematis tentang
hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan ada hubungannya
22
dengan penelitian yang dilakukan sekarang. Adapun penelitian-penelitian tersebut,
antara lain sebagai berikut.
1. Penelitian berjudul Communication in Collaborative Discovery Learning
telah dilakukan oleh Nadira Saab, et. al pada tahun 2005. Hasil dari
penelitian ini, yaitu adanya hubungan yang sangat erat antara cara
berkomunikasi pada pembelajaran penemuan dengan keberhasilan
pengajaran. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti,
yaitu sama-sama menerapkan model pembelajaran penemuan. Perbedaan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan Nadira Saab, et.al, yaitu
peneliti membandingkan model pembelajaran yang ditinjau dari aktivitas
belajar siswa, sedangkan Nadira Saab, et.al hanya meneliti pengaruh
komunikasi terhadap pembelajaran penemuan untuk hasil pembelajaran
yang lebih efektif.
2. Penelitian berjudul The Effect of Direct Instructions Versus Discovery
Learning on the Understanding of Science Lessons by Second Grade
Students telah dilakukan oleh Cohen pada tahun 2008. Dalam penelitian ini,
peneliti menyimpulkan bahwa siswa dengan pembelajaran langsung lebih
cepat dalam mengisi tes yang diadakan, tetapi kurang teliti sehingga dalam
penelitian untuk disarankan menggunakan model penemuan. Persamaan
penelitian yang dilakukan dengan Cohen, yaitu sama-sama membandingkan
model pembelajaran untuk mengetahui model pembelajaran yang efektif.
Perbedaannya dengan penelitian ini, yaitu pada penelitian ini peneliti
membandingkan tiga model pembelajaran yang ditinjau dari aktivitas
belajar siswa, sedangkan Cohen hanya membandingkan dua model
pembelajaran, yaitu model penemuan terbimbing dan pengajaran langsung.
3. Penelitian yang telah dilakukan oleh Tarim dan Akdeniz pada tahun 2008
menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan tipe STAD
memberikan efek positif terhadap prestasi belajar matematika pada siswa
Sekolah Dasar (SD). Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh
Tarim dan Akdeniz, yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Adapun perbedaannnya, yaitu pada penelitian Tarim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan Akdeniz dilakukan pada siswa kelas IV SD di Turki dengan
membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, sedangkan pada
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti merupakan eksperimentasi
pada kelas VIII SMP se-Kabupaten Klaten dengan membandingkan model
pembelajaran penemuan terbimbing dan STAD dengan konvensional.
4. Penelitian telah dilakukan oleh Dumitrascu pada tahun 2009. Berdasarkan
hasil analisis dari penelitian tersebut menyatakan bahwa model penemuan
terbimbing dapat menjadi salah satu pembelajaran menyenangkan dan
efektif untuk kebanyakan siswa di suatu kelas materi analisis real.
Penelitian yang dilakukan oleh Dumitrascu memiliki kesamaan dengan
peneliti, yaitu adanya usaha dalam peningkatan hasil belajar siswa dengan
penggunaan model pembelajaran penemuan. Adapun perbedaan penelitian
dengan peneliti, yaitu pada penelitian Dumitrascu terfokus pada cara
meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan model pembelajaran yang
cocok, sedangkan penulis membandingkan model pembelajaran yang
efektif.
5. Penelitian telah dilakukan oleh Latifah Musthofa Lestyanto pada tahun
2010. Pada penelitian ini menyatakan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) memiliki hasil belajar
matematika pada pokok bahasan bangun ruang lebih baik daripada siswa
yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada
penelitian ini dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sama-sama
menekankan pada aktivitas belajar siswa. Akan tetapi, perbedaaan
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti ini terletak pada model
pembelajaran penemuan terbimbing dan konvensional, sedangkan pada
penelitian Latifah Musthofa Lestyanto cukup membandingkan dua model
pembelajaran kooperatif (STAD dan TGT) tanpa menggunakan model
pembelajaran konvensional.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Yoppy Wahyu Purnomo pada tahun 2011
menyatakan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing dan
24
baik daripada konvensional. Persamaan penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti, yaitu model pembelajaran yang digunakan sama-sama
menggunakan penemuan terbimbing, kooperatif, dan konvensional.
Perbedaaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini terletak pada
efektivitas model pembelajaran yang ditinjau, yaitu dari aktivitas belajar
siswa, sedangkan pada penelitian Yoppy Wahyu Purnomo menekankan
pada kreativitas siswa.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan dapat disusun kerangka
berpikir guna memperoleh jawaban sementara atas permasalahan yang timbul.
1. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk
mengadakan perubahan tingkah laku. Indikator keberhasilan siswa dalam belajar
dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Prestasi belajar matematika adalah hasil
belajar yang dicapai siswa dalam proses belajar matematika sehingga terdapat
proses perubahan dalam pemikiran serta tingkah laku. Prestasi belajar matematika
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah model pembelajaran yang
digunakan, karakteristik belajar siswa, dan lingkungan.
Model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Oleh karena itu, apabila model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
tersebut sesuai dengan karakteristik siswa dan materi yang dipelajari maka
dimungkinkan prestasi belajar siswa akan meningkat lebih baik. Model
pembelajaran penemuan terbimbing dan STAD merupakan model pembelajaran
yang dapat mendorong siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Dalam model
penemuan terbimbing, siswa dituntut secara aktif untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang dapat dilakukan secara individu ataupun berkelompok,
sedangkan pada STAD didapatkan adanya proses kebersamaan dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Interaksi dalam kelompok ini akan berjalan
dengan baik, apabila setiap kelompok mempunyai kemampuan yang heterogen.
Penemuan terbimbing dan STAD merupakan bentuk model pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dikembangkan berdasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Menurut teori
belajar ini, pengetahuan dibangun atau dikontruksikan oleh siswa sedikit demi
sedikit yang hasilnya diperoleh dari hasil konstruksi dan pengalamannya sendiri.
Siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit
dalam pelajaran, apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut
dengan teman sekelompoknya. Dengan perlakuan kedua model pembelajaran ini
diharapkan dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan model pembelajaran yang hanya didominasi oleh guru atau konvensional.
Pada model penemuan terbimbing, siswa yang mempunyai kemampuan
lebih tinggi akan lebih lancar dalam menemukan konsep daripada siswa dengan
kemampuan sedang dan rendah. Pada model ini juga dapat dibuat-buat secara
berkelompok sehingga antarsiswa dapat saling membantu dan berdiskusi. Sejalan
dengan model pembelajaran penemuan terbimbing, pada model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, siswa dengan kemampuan lebih tinggi akan membantu
temannya yang mempunyai kemampuan sedang maupun rendah dalam
kelompoknya masing-masing. Pada model pembelajaran penemuan terbimbing,
para siswa diajak atau didorong untuk melakukan kegiatan penyelidikan di bawah
bimbingan guru, sedemikian sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan
sesuatu yang diharapkan. Dengan melakukan penyelidikan dan mendapatkan
bimbingan dari guru, tentunya model pembelajaran penemuan terbimbing dapat
membantu penguasaan pokok bahasan persamaan garis lurus yang didalam materi
ini mengandung banyak rumus, sedangkan pembelajaran menjadi lebih menarik
karena banyak melakukan penyelidikan. Oleh karena itu, model pembelajaran
penemuan terbimbing diharapkan dapat lebih meningkatkan prestasi belajar siswa
dibandingkan dengan model pembelajaran STAD.
2. Kaitan Aktivitas Belajar dengan Prestasi Belajar
Pada proses pembelajaran, keaktifan siswa juga perlu diperhatikan.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang
tinggi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa yang lain. Hal