• Tidak ada hasil yang ditemukan

E Agrikultural Sebagai Transformasi Menu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "E Agrikultural Sebagai Transformasi Menu"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

E-Agrikultural Sebagai Transformasi Menuju Revolusi Pertanian Modern Ari Patriana

Magister Teknik Elektro Universitas Mercu Buana

ari.patriana@yahoo.com

Dosen : DR Ir Iwan Krisnadi MBA

Abstrak

Pangan merupakan kebutuhan paling utama manusia, dimana kebutuhan ini terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya jumlah populasi manusia. Angka pertumbuhan populasi manusia berbanding terbalik dengan perluasan lahan pertanian yang merupakan komponen penting untuk menghasilkan pangan yang mana kebanyakan pertanian pada saat ini dilakukan dengan cara tradisional, sehingga kebutuhan untuk lahan pertanian menjadi sesuatu yang mutlak. Disisi lain, pada bidang teknologi, berkembang dengan sangat pesat suatu mekanisme yang diperuntukan untuk memudahkan kebutuhan manusia, dalam hal ini adalah IoT. IoT merupakan suatu cara pandang teknologi yang mampu menghubungkan seluruh device menjadi saling terhubung. Pertanian dapat dilakukan secara otomatis oleh sebuah sistem mesin otomatis yang dapat dikontrol dan dimonitoring melalui jaringan bahkan dari jarak jauh sekalipun dengan IoT. Pada penelitian ini dirancang sebuah konsep pertanian otomatis yang dapat dikontrol dan dimonitoring melalui jaringan internet, yang mana proses pertanian ini dapat berjalan dan menghasilkan hasil yang berkualitas tanpa melibatkan proses dari manusia sekalipun, sehingga ini menjadi satu tonggak revolusi dalam transformasi pertanian saat ini.

Keyword : e-Agricultural, IoT, Wireless Sensor Network

Pendahuluan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan akan pangan menjadi salah satu masalah di dunia. Kelaparan dan kekurangan gizi menjadi masalah yang terus dihadapi dunia. PBB memiliki misi untuk menciptakan dunia tanpa kelaparan. Dibutuhkan perubahan pada sistem agrikultur dan makanan untuk dapat memberi makan 795 juta orang saat ini dan tambahan 2 miliyar orang hingga tahun 2050.

Biaya yang sangat besar dibutuhkan untuk mengakhiri kelaparan. PBB memperkirakan kebutuhan biaya sebesar $267 miliyar setiap tahunnya untuk mengakhiri kelaparan pada tahun 2030. Hal tersebut tentu menjadi salah satu tantangan bagi dunia industri agrikultural. IoT hadir memberikan solusi penyelesaian masalah tersebut.

Internet of Things (IoT), sebuah istilah yang belakangan ini mulai ramai ditemui namun masih banyak yang belum mengerti arti dari istilah ini. Sebetulnya hingga saat ini belum ada definisi standar mengenai Internet of Things, namun secara singkat Internet of Things bisa dibilang adalah di mana benda-benda di sekitar kita dapat berkomunikasi antara satu sama lain melalui sebuah jaringan seperti internet.

(2)

IoT juga dapat dikolaborasikan dengan precision agriculture. Precision agriculture merupakan konsep manajemen pertanian. Dengan bantuan satelit (GPS), robot, drone, dan pencitraan komputer, petani dapat mengamati dan mengukur suhu, kelembaban, kesuburan tanah, kandungan dan tingkat keasaman tanah. Melalui pencitraan komputer, petani dapat melihat secara real time geologi lahan pertanian mereka.

Sensor mengumpulkan semua data tersebut dan mengirimkannya ke perangkat elektronik. Petani dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk memulai penanaman sesuai dengan kondisi lingkungan dan keadaan tanah. Petani juga dapat melihat daerah mana yang membutuhkan air, pupuk, atau perlakukan khusus. Petani juga dapat memperkirakan waktu panen. Dengan sistem manajemen tersebut biaya operasional dapat dipangkas dan pemanfaatan waktu dapat lebih efisien.

Pertanian dapat dilakukan melalui media tanah dan air, metode yang menggunakan air sebagai media adalah metode hidroponik. Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas.

Cloud Farming

Cloud farming adalah istilah yang digunakan penulis dalam jurnal ini untuk menunjukan suatu sistem pertanian terkomputasi awan. Serupa dengan cloud computing atau cloud service, pada cloud farming maka pertanian dilakukan dan dimonitoring oleh sistem cloud, terdapat 2 sasaran atau objektif dari definisi sistem cloud farming yang kembangkan pada jurnal ini.

1. Sistem Cloud Farming dengan konsep pertanian konvensional yang diberikan feature beragam macam sensor untuk mengukur keseluruhan variable yang dibutuhkan, dalam mekanisme ini dibutuhkan human sebagai fasilitator dalam proses pertaniannya.

2. Sistem Cloud Farming menggunakan Automated Machine Farming (AMF), dimana desain dari sistem pertaniannya tidak melibatkan proses manusia didalamnya sehingga keseluruhan tahapan-tahapan yang diperlukan selama proses pertanian berlangsung dikendalikan oleh sebuah mesin otomatis, dari mulai penyemaian benih, pemupukan dan pemanenan.

Tabel yang menunjukan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing poin yang disebutkan diatas.

Kekurangan Kelebihan

(3)

dilakukan secara realtime -kualitas hasil pertanian sangat terjaga

-produktifitas pertanian tidak terbatas sesuai spesifikasi kemampuan instrument yang dimiliki

Dalam jurnal ini, penulis cenderung untuk mengembangkan konsep perancangan cloud farming pada poin ke dua, dimana proses pertanian yang terjadi benar-benar dilakukan oleh sebuah mesin pertanian otomatis. Rancangan yang dibangun adalah sebagai berikut:

Cloud

Automated Machine Farming

Cloud Farming

Gambar 1 Rancang bangun cloud farming dengan automated machine farming

Apa itu Automated Machine Farming? Automated Machine Farming dalah instrument yang melakukan pertanian dengan dikontrol oleh sebuah sistem cloud, instrument ini bisa bisa bekerja/ditempatkan dilapangan atau gedung bertingkat. Automated Machine Farming ini mengimplentasikan metode pertanian secara hidroponik artinya yang menjadi media utamanya adalah bukan tanah melainkan air. Pemilihan metode hidroponik ini adalah faktor feasibility dan reliability yang dimilikinya yang memudahkan pengukuran dan kontrol terhadap nutrisi dan PH secara tepat, selain itu metode hidroponik bisa digunakan secara fleksibel tanpa membutuhkan lahan yang luas, tetapi bisa juga dilakukan didalam gedung. AMF menggunakan beragam macam sensor sebagai input data diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sensor Suhu dan kelembaban, dapat mengambil level suhu dan kelembaban secara realtime. 2. Sensor Cahaya, dapat mengukur tingkat/intensitas cahaya secara realtime.

3. Sensor EC, mengukur kadar/tingkat nutrisi di dalam air. 4. Sensor PH, mengukur kadar/tingkat Ph di dalam air.

(4)

untuk dikirimkan kembali ke AMF. AMF akan melakukan tindakan sesuai dengan output yang diperoleh dari sistem cloud.

AMF ini sendiri memiliki tiga tahap pertanian :

1. Pembibitan 2. Pengembangan 3. Pemanenan

Dalam hal ini, petani berinteraksi dengan pertaniannya melalui aplikasi yang disediakan pada sistem cloud. Ketika petani akan memulai pertaniannya, aplikasi menyediakan beragam macam jenis pertanian yang dapat disupport oleh AMF, misalnya pertanian kangkung, pakchoy, sawi dll. Pemilihan jenis tanaman yang akan dimulai ini tentu ditentukan oleh petani, petani ingin memulai pertanian apa, maka sistem mengirimkan request kepada AMF untuk memulai pertanian berdasarkan kriteria-kriteria yang dikirimkan oleh petani melalui sistem tersebut. Selanjutnya monitoring dan kontrol dilakukan oleh sistem secara otomatis dan petani dapat memonitoring melalui aplikasi. Aplikasi yang disediakan pada sistem cloud menyediakan beberapa feature diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Grafik suhu tiap waktu

2. Grafik penggunaan nutrisi tiap waktu 3. Grafik penggunaan PH tiap waktu 4. Grafik konsumsi power listrik 5. Prediksi hasil panen

6. Prediksi jadwal panen

Marketplace

Marketplace secara umum berperan penting dalam menghubungkan produsen dengan konsumen secara langsung, arus distribusi dapat dipotong dengan cara yang elegan, sehingga memangkas ongkos distribusi yang berimplikasi pada keseimbangan harga pasar.

Dalam hal ini, produsen yang dihubungkan adalah hasil pangan yang dproduksi oleh Cloud Farming. Dapat dilihat disini bahwa adanya kesinambungan antara Cloud Farming dengan Marketplace dalam menyediakan hasil pangan kepada konsumen, yang mana ini merupakan definisi daripada e-Agricultural dalam kontek yang dijelaskan pada jurnal ini.

Berikut gambar alur dari proses e-Agricultural :

Cloud Farming Maketplace Konsumen

(5)

Kesimpulan

1. Transformasi pertanian menjadi hal yang prioritas untuk dilakukan dengan bertumbuhnya populasi dan kebutuhan akan pangan.

2. Dengan rancangan sistem pertanian yang dibuat, setiap orang mampu berkontribusi dalam menyediakan komoditas pangan secara mandiri tanpa kebutuhan lahan dan juga tanpa melibatkan diri sendiri dalam proses pertanian melainkan dilakukan secara otomatis oleh sistem dari mulai pembenihan sampai pemanenan, yang dapat dikontrol dan dimonitoring melalui device seperti komputer atau smartphone.

3. Dengan adanya sistem ini diharapkan juga menghasilkan suatu ketersediaan pangan tanpa batas sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat dan juga dengan adanya marketplace pertanian dapat menghindari dari monopolo dan menjaga keseimbangan harga karena pangan dapat didistribusikan secara langsung terhadap pembeli tanpa melalui rantai distribusi yang panjang.

Daftar Pustaka

Gunawan H.C. Internet of Things (Sejarah, Teknologi, dan Penerapannya), Forum Teknologi Vol.06 No.03

Zhou, J., Leppänen, T., Harjula, E., Yu, C., Jin, H., & Yang, L. T. (2013). CloudThings : a Common Architecture for Integrating the Internet of Things with Cloud Computing, 651–657

Gambar

Tabel yang menunjukan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing poin yang disebutkan diatas
Gambar 1 Rancang bangun cloud farming dengan automated machine farming

Referensi

Dokumen terkait

(3) Kesesuaian antara metode kerja dengan spesifikasi / volume pekerjaan yang disyaratkan. Penilaian metode pelaksanaan tidak mengevaluasi jobmix / rincian /

panjang tanpa sokongan samping. Gelagar boks dapat dilihat pada Gambar 2.3.. Gelagar ini ada 2 macam yaitu hibrida dan nonhibrida. Gelagar hibrida dibuat dengan menggabungkan

Agenda Clustering Requirement untuk clustering Tipe data dalam cluster analysis Interval-scale variable Binary variable Nominal variable Ordinal variable Ratio-scaled

Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menjelaskan dinamika sosial dan solidaritas antar perempuan menurut kisah Debora, Yael dan ibu

Bangunan pembawa mempunyai fungsi membawa/mengalirkan air dari sumbernya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier

berekonomi miskin, bagi mereka peran sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah merupakan beban yang berat (Myers 1992). Pada saat ini banyak ibu rumah tangga yang bekerja di luar

Dari pembahasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan seorang calon

dimana λ dan λ 0 adalah panjang gelombang dalam medium permittifitas dan di ruang hampa, sedangkan ε *r adalah koefisien permittifitas kompleks.. Cara penilaian ini merupakan