• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMASALAHAN PEMERINTAH TERHADAP PERTANI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERMASALAHAN PEMERINTAH TERHADAP PERTANI INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN PEMERINTAH TERHADAP PERTANIAN RAKYAT

1. Komoditas Beras

Latar Belakang

Indonesia adalah Negara agraris dengan kekayaan dalam bidang pertanian yang melimpah. Komoditas utama pertanianyang sangat potensialdi Indonesia adalah beras karena memiliki pangsa pengeluaran pangan kedua terbesar setelah makanan jadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 17,28%, sedangkan pangsa pengeluaran pangan untuk komoditas umbi-umbian, pangan asal ternak, ikan, sayuran, dan buah-buahan secara berturut-turut hanya sebesar 0,98%; 5,11%; 8,51%; 7,68%; dan 4,25% (Rusono, 2014). Selain alasan tersebut, komoditas beras juga menjadi sangat potensial di Indonesia karena beras merupakan bahan makanan pokok masyarakat indonesia.

Walaupun demikian, ironisnyaproduksi beras nasional hingga saat ini masih belum mengalami kemajuan yang signifikan. Petani sebagai titik tumpu penghasil beras nasional masih belum merasakan kebijakan pemerintah yang dapat membantu mereka secara konsisten. Kebijakan-kebijakan yang diaplikasikan untuk sektor pertanian seperti subsidi benih, kredit istimewa, subsidi pupuk, dan lain-lain tidak berjalan dengan semestinya dan kerap mengalami kerugian (OECD, 2012).

Merujuk kepada fakta-fakta diatas, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas mengenai permasalahan komoditas beras serta persawahan nasional. Selain membahas tentang permasalahannya, penulis juga akan memberikan solusi guna meningkatkan kuantitas dan kualitas beras nasional berdasarkan analisis dan pemahaman penulis. Diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat memberikan dampak positif terhadap kemajuan komoditas beras nasional.

Permasalahan

(2)

Anggaran untuk sektor pertanian dari tahun ke tahun hanya dibawah 1% dari total anggaran nasional. Anggaran yang diberikan untuk sektor pertanian pada tahun 2011, 2012 dan 2013 secara berturut-turut adalah sebanyak 16,7 triliun, 18 triliun, dan 17,8 triliun (Anonim, 2013). Anggaran yang diberikan untuk sektor pertanian dari tahun ke tahun ini tidak pernah dapat meningkatkan angka produksi beras nasional secara signifikan dan cenderung stagnan. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 hingga tahun 2013, produksi beras di Indonesia hanya meningkat sebesar dua juta ton dari 69 juta ton menjadi 71 juta ton dan mengalami penurunan produksi sebesar 1 juta ton pada tahun 2014. Alasan lain mengapa anggaran sektor pertanian masih belum mencukupi yaitu ditandai dengan tidak adanya koreksi dalam rangka mengatasi kebocoran subsidi, seperti pupuk bagi petani. Hal itu menunjukkan minimnya anggaran negara guna meningkatkan kapasitas adaptasi petani terhadap perubahan iklim. Selain kebocoran subsidi pupuk, permasalahan yang paling terlihat adalah semakin meluasnya gagal tanam dan panen yang dialami petani.

Sentra produksi beras di Indonesia dinilai tidak merata. Berdasarkan data yang disajikan pada buku rencana pendahuluan jangka menengah nasional (RPJMN) bidang pangan dan pertanian 2015-2019, pada tahun 2012 sekitar 53% produksi beras di Indonesia berada di pulau Jawa, 23% di pulau sumatera, 11% di pulau Sulawesi, 7% di pulau Kalimantan, 5% di pulau Nusa Tenggara, dan hanya 1% di Maluku dan Papua. Selain sektor pertanian, pulau Jawa juga mengalami kemajuan di sektor lain setiap tahunnya. Sentralisasi berbagai sektor pembangunan di pulau jawa ini menyebabkan banyaknya lahan sawah yang dialih fungsikan menjadi sektor lain di pulau tersebut, seperti perumahan, industri, jalan, dan sektor-sektor lainnya (Rusono, 2014).

Alih fungsi lahan sawah di tanah air sulit dibendung. Luas lahan yang terkonversi tidak mampu diimbangi dengan ekstensifikasi melalui pembukaan sawah baru. Intensitas alih fungsi lahan sangat sulit dikendalikan dan sebagian besar lahan sawah yang beralih fungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk katagori tinggi. Bermulai dari tahun 2012, setiap tahun tak kurang dari 110.000 hektar lahan sawah beralih fungsi. Nilai alih fungsi lahan ini dinilai sangat membahayakan bagi produksi beras nasional (Anonim, 2014).

(3)

Penggunaan pupuk anorganik untuk pertanian saat ini semakin meningkat dan melebihi batasan pemakaian seiring dengan mahalnya harga jual pupuk organik. Menurut fertilizer hand bookpada tahun 2003 dikutip oleh wirjodirdjo, et al, Penggunaan pupuk anorganik yang dilakukan oleh petani beras di Indonesia melebihi batas semestinya, yaitu sekitar 5000 juta ton yang seharusnya hanya 2000 juta ton. Penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan ini bukan hanya menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas beras nasional, tetapi juga menyebabkan lebih tingginya harga jual beras nasional daripada harga beras impor, sehingga minat masyarakat terhadap produksi beras nasional berkurang dan beras nasional tidak dapat bersaing dengan beras impor.

Solusi peningkatan kuantitas dan kualitas beras di Indonesia

Solusi yang sebaiknya diterapkan pertama kali oleh pemerintah adalah menaikkan anggaran pada sektor pertanian. Sebagian anggaran untuk sektor pertanian yang telah ditingkatkan ini digunakan untuk melaksanakan system Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah. Penulis berpendapat bahwa PTT padi sawah dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi beras di Indonesia. Sistem PTT padi sawah tersebut terdiri dari pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, pemilihan varietas unggul, penanaman benih bermutu, sistem tanam berdasarkan Pengelolaan Tanaman Terpadu, pengairan lahan sawah yang dilakukan berselang, pemupukan berimbang, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit terpadu, serta pengontrolan masa panen dan masa pasca panen.

Apabila PTT padi sawah ini diterapkan secara berkelanjutan, maka bukan hanya dapat bersaing dengan harga maupun kualitas beras luar negeri, tetapi diharapkan dapat menghentikan laju impor beras, sehingga Indonesia menjadi Negara yang swasembada beras. Salah satu sistem PTT padi sawah yang sangat diharapkan berpengaruh positif terhadap kemajuan pertanian Indonesia adalah sistem pemupukan berimbang.

Renggang hasil (yield gap) antara produktivitas beras dan luas areal sawah yang ada di indonesia sudah sangat kecil. Sebagai buktinya, produktivitas tanaman pangan padi Indonesia lebih tinggi 20 persen dibandingkan produktivitas Negara-negara Asean lain. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2014, jumlah produksi beras di Indonesia adalah 70.607.231 ton dengan nilai produktivitas 51,28 kwintal per hektar. Nilai produktivitas ini sudah sangat tinggi dibandingkan produktivitas beras dari Negara lain. Dengan kecilnyayield gap ini, maka dapat diartikan bahwa visi untuk memajukan sektor pertanian tanpa memperluas areal lahan pertanian mustahiluntuk dilakukan.

(4)

pertanian dan atau peternakan, baik dalam lingkup keluarga kecil ataupun perusahaan besar. Kebun-kebun agroforest asli Indonesia harus memperoleh perhatian dengan tujuan untuk pembangunan pertanian dan kehutanan, khususnya untuk daerah-daerah rawan secara ekologis. Angka luas areal hutan Indonesia sangat tinggi, maka diharapkan dengan tingginya nilai ini dapat dimanfaatkan untuk pembukaan lahan sawah baru di wilayah hutan tersebut.

Menurut pengamatan penulis, system Ekstensifikasi lahan pertanian berupa agroforestry juga sangat baik apabila diterapkan di pulau lain selain pulau Jawa. Ekstensifikasi ini juga akan berdampak kepada keinginan masyarakat untuk melakukan imigrasi ke pulau lain, sehingga penyebaran sektor pertanian bukan hanya tertumpu di pulau Jawa. Pemerataan ini juga diharapkan dapat mengurangi alih fungsi lahan sawah di Indonesia, terutama pulau Jawa.

Pembuatan sistem irigasi untuk lahan sawah di areal hutan akan menghabiskan banyak dana dan menurangi luas areal hutan itu sendiri. Salah satu cara untuk menangani masalah ini adalah dengan penanaman varietas padi gogo. Padi gogo merupakan varietas padi yang diciptakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) agar dapat menjadi varietas unggul serta menjadi teknologi paling murah dan efisien untuk meningkatkan produksi padi lahan kering. Padi gogo memiliki potensi untuk mendukung peningkatan produksi padi nasional. Keberadaannya dapat menjadi solusi optimalisasi lahan kering sebagai pengganti lahan sawah yang terkonversi.

2. Komoditas Cabai

Faktor‐faktor yang memengaruhi melonjaknya harga cabai di beberapa wilayah di indonesia adalah sebagai berikut :

a) Anomali iklim: Hasil panen cabai sangat terpengaruh oleh iklim/cuaca karena tanaman cabai membutuhkan sinar matahari yang memadai. Cuaca yang ekstrem pada tahun 2010 (musim hujan yang berkepanjangan) membuat produksi cabai di beberapa wilayah indonesia mengalami penurunan drastis sehingga memicu kenaikan harga. b) Hama/penyakit: Selain cuaca ekstrem, gagalnya panen cabai juga disebabkan oleh

serangan hama dan penyakit (hama patek, virus kuning, virus mozaik, jamur, dan ulat buah).

c) Bencana alam di wilayah lain: Secara nasional pasokan cabai di pasar berkurang karena turunnya produksi dari sentra cabai yang terkena dampak letusan Gunung Merapi (seperti Magelang, Yogyakarta, Temanggung) dan Gunung Bromo (sekitar Probolinggo, Pasuruan, Malang). Ini menyebabkan produksi cabai di empat kabupaten penelitian menjadi sumber utama penyediaan cabai di Jawa.

(5)

tersedia. Penerimaan hasil penjualan cabai yang menurun drastis membuat petani kekurangan modal untuk menanam cabai di musim tanam berikutnya.

Dari berbagai faktor tersebut, Faktor utama yang mengakibatkan harga cabai melonjak yaitu akibat cuaca yang sangat extrim dan tidak dapat di prediksi, akibatnya sangat berpengaruh kepada perkembangan pertanian, dan akibat itu para petani mengakibatkan gagal panen terus menerus dan para petani pun mengalami kerugian yang sangat besar. Sedangkan para petani membutuhkan pemasukan atau modal untuk menjaga tanaman mereka.

Kepala Badan Pusat Statistik ( BPS ), Rusman Heriawan pun mengemukakan pendapatnya tentang kenaikkan harga cabai di Indonesia. Beliau mengemukakan bahwakenaikkan harga cabai dikarenakan anomali musim, yang menyebabkan produktifitas cabai menurun, seperti kurangnya sinar matahari, busuk, ada penyakit jamur, kuning, dan patek.

Jadi menurut beberapa sumber yang ada, dapat di simpulkan bahwa yg paling mempengaruhi kenaikan harga cabai adalah perubahan cuaca yang extrim dan unpredictable.Akan tetapi, selain faktor-faktor yang telah disebutkan, kenaikan harga cabai juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti :

1) Terjadinya ekspektasi kenaikan harga kebutuhan pokok 2) Biaya transportasi ikut mengalami kenaikan

3) Bunga bank relatif tinggi untuk pedagang yang meminjam uang di bank, 4) Danya pungutan-pungutan yang terjadi di lapangan.

5) Modal yang dimiliki oleh petani tidak mencukupi untuk sekedar melindungi tanaman pangan yang telah ditanam

6) Kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani kecil di indonesia

7) Banyaknya tanaman cabai yang di serang hama dan akibatnya banyak petani yang mengalami gagal panen.

8) Ketidakmampuan pemerintah mengimbangi harga pasar 9) Buruknya pengelolaan stok pangan nasional

10) Spekulasi para tengkulak 11) Hasil panen buruk

12) Lemahnya regulasi pengaturan harga oleh pemerintah.

Dampak Kenaikan Harga Cabai

(6)

Solusi Mengatasi Kenaikan Harga Cabai di Indonesia

Solusi terbaik untuk mengatasi masalah kenaikan harga cabai di indonesia agar tidak memperparah perekonomian dan tidak menambah beban rakyat kecil adalah sebagai berikut :

a) Pemerintah perlu melakukan kajian mengenai rantai pemasaran cabai dan bahan panganlainnya sehingga dapat diketahui pada titik mana terjadi inefisiensi pemasaran untukselanjutnya dapat diambil langkah-langkah penanggulangannya.

b) Dilakukan Pengembangan teknologi dan inovasi bidang pertanian c) Mengembangkan industri baru pengolahan cabai

d) Membuat badan logistik pangan e) Membuat regulasi pengaturan harga f) Memotong mata rantai tengkulak g) Substitusi bahan baku cabai

h) Penyuluhan yang dilakukan rutin terhadap kelompok tani di Indonesia i) Menggunakan alat penopang curah hujan semacam kelambu

j) Pemerintah harus menyiapkan benih cabai bagi petani

k) Menghimbau masyarakat untuk menanam cabai di rumahnya masing-masing. l) Mengurangi proporsi cabai pada proses produksi

m) Memprioritaskan permintaan lokal dari pada ekspor n) Mengelola bahan baku sendiri

o) Menambah nilai tambah produk p) Mengurangi impor bibit cabai

q) Mengendalikan stok pangan nasional. Untuk pelaksanaannya perlu dibentuk suatu badan pengawasan pangan yang dapat mengawasi kondisi pangan di dalam negeri.

r) Melakukan stabilisasi harga pangan nasional. Untuk itu diperlukan adanya regulasi pengaturan harga agar pemerintah dapat berperan penting dan berperan langsung dalam mengendalikan harga pangan khususnya cabai.

s) Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi faktor produksi dan distribusi adalah peningkatan produksi pangan dan pertanian yang diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur vital, terutama jalan negara sampai jalan desa. Peningkatan produktivitas pangan (per satuan lahan dan per satuan tenaga kerja) wajib menjadi acuan strategi kebijakan, karena Indonesia tidak dapat mengandalkan cara-cara konvensional dan sistem budidaya yang telah diadopsi selama 40 dekade terakhir.

(7)

pencitraan para pemimpin, tetapi merupakan uji kepatutan dan hati nurani kaum elit di negeri ini yang pantas disebut negarawan dan hamba Allah yang beriman.

Sebenarnya petani adalah kunci dari penyelesaian melonjaknya harga pangan ini. Seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan perhatian kepada para petani miskin yang ada di Negara ini. Hal ini dikarenakan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh para petani di Negara ini adalah dikarenakan modal yang dimiliki oleh mereka tidak mencukupi untuk sekedar melindungi tanaman pangan yang telah ditanam. Hal ini berarti pemerintah seharusnya menyediakan kemudahan bagi para petani miskin untuk melakukan pinjam meminjam modal untuk mengelola pertanian di Indonesia.

3. Komoditas Kedelai

Problem kelangkaan pasokan dan mahalnya harga kedelai di Indonesia untuk kesekian kalinya terulang kembali. Dari beberapa media masa memberitakan adanya ketarbatasan produksi kedelai dalam negeri sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai dan mengatasi problem tersebut pemerintah memilih opsi pembebasan bea import kedelai hingga 0% yang semula dikenakan beamasuk 5%. Kondisi ini dalam jangka pendek diharapkan mampu memacu kuota import kedelai guna mencukupi kelengkaan kebutuhan kedelai di dalam negeri.

Menteri Pertanian bahkan menegaskan bahwa problem kedelai di Indonesia saat ini masih mengandalkan kedelai impor dari Amerika terutama untuk produksi tahu tempe dan karena terbatasnya ketersediaan lahan untuk menanam kedelai. Bahkan diberitakan bahwa kondisi import kedelai mengalami permasalahan terkait dengan penurunan produksi kedelai Amerika karena mengalami kegagalan panen akibat iklim/cuaca buruk.

Pernyataan ini dikuatkan dengan fakta empiris bahwa komoditas pertanian termasuk didalamnya kedelai sangat rentan dengan perubahan iklim/cuaca karena perubahan jumlah bulan basah/lembab berpengaruh positif terhadap produksi kedelai. Korelasi antara perubahan iklim (jumlah bulan basah/lembab) dengan produksi kedelai menunjukkan bahwa kenaikan satu satuan bulan basah/lembab mengakibatkan penurunan produksi kedelai sebesar 0,030 satuan. Sedangkan terhadap produktivitas menyebabkan penuruna sebesar 0,386 satuan. Selain itu, perubahan jumlah bulan basah juga berpengaruh terhadap penurunan luas tanam sebesar 0,094 dan luas panen sebesar 0,109 satuan.(http://litbang.patikab.go.id).

Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan menilai, pembebasan bea masuk impor kedelai tidak akan memberi dampak signifikan bagi penurunan harga komoditas tersebut dalam waktu singkat. Menurutnya, yang menjadi permasalahan di Indonesia bukan hanya lahan tanam kedelai yang minim. Namun pola konsumsi yang mempengaruhi besarnya impor kedelai. Saat ini konsumsi kedelai per tahun mencapai 26 juta ton, dan produksi nasional hanya mencapai 600-800 ton.

(8)

350-Rp 400 per kilogram. Keadaan ini diharapkan dapat menyelesaikan kelangkaan dan mahalnya harga kedelai import di dalam negeri untuk memenuhi pasokan industri tempe tahu yang selama ini sudah sangat merakyat menjadi menu pemenuhan kebutuhan protein nabati rakyat Indonesia.

Kondisi yang dialami ini pernah juga terjadi pada tahun 2008 dimana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai memonitor indikasi kartel harga yang dilakukan empat importir kedelai. Monitoring ini merupakan inisiatif KPPU sendiri setelah mendeteksi adanya permainan harga kedelai. Kondisi tahun 2008 ini hampir sama dimana pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menkeu No 1 Tahun 2008 yang membeaskan bea masuk import kedelai dari yang sebelumnya kedelai impor dikenakan bea masuk 10%.

Dari sisi tata niaga bahwa sebelum reformasi tata niaga kedelai ada yang mengurus dan setelah reformasi tata niaga kedelai tidak ada yang mengurus. Menyikapi hal ini direncanakan pemerintah akan memberdayakan BULOG untuk ikut mengatur tata niaga kedelai.

Berbagai gambaran mengurai permasalahan ketersediaan, produk, produktivitas dan harga kedelai sebagai salah satu entitas dalam komoditas pertanian kiranya dapat dianalisis sesuai dengan hasil penelitian yang sudah cukup lama dilaksanakan oleh Tim Survei Pusat Palawija (CGPRT Centre) dan dipublikasikan oleh The Centre for Alleviation of Poverty through Sustainable Agriculture (CAPSA). CAPSA adalah suatu badan pendukung dari Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) sebagai Pusat Penanggulangan Kemiskinan melalui Pertanian Berkelanjutan yang didirikan pada tahun 1981, dan berbasis di Bogor Indonesia.

Hasil studi terhadap Sistem Komoditas Kedelai di Indonesia ini direncakan oleh The Regional Co-ordination Centre for Research and Development of Coarse Grains, Pulses, Roots and Tuber Crops in the Humid Tropics of Asia and the Pacific (ESCAP CGPRT Centre) atas permintaan Pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1983 terkait dengan makin meningkatnya permintaan produk olahan berbahan kedelai dan semakin bergantungnya Indonesia pada import kedelai selama tahun-tahun terakhir. Studi dilaksanakan pada tahun 1984 dengan bekerjasama dengan para peneliti Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.

Hasil studi menunjukkan bahwa kendala-kendala pokok dalam sistem komoditas kedelai di Indonesia (Soybean commodity system in Indonesia) berkaitan dengan produksi dalam negeri.Dengan cara budidaya kedelai yang masih belum sempurna pada waktu penelitian dilakukan tidak dapat diharapkan terjadinya peningkatan hasil yang besar. Rekomendasi studi menunjukkan perlunya memperhitungkan keragaman budidaya kedelai di berbagai daerah dan perlunya perbaikan cara budidaya kedelai yang diterapkan petani.

(9)

yang ditemukan dalam studi yaitu perlu penelitian khusus mengapa kedelai tidak diadopsi dalam pola tanama sebagian petani di daerah yang sesungguhnya cocok dan sesuai untuk produksi kedelai.

Dari sisi pemasaran, untuk sistem pemasaran tradisional hanya menyerap produksi dalam negeri yang terdiri dari pedagang dan pabrik pengolahan relatif kecil, dan melayani kebutuhan rumah tangga yang dipasarkan melalui toko-toko dan pasar tradisional/pasar kecil-pasar kecil. Sistem kedua, adalah import kedelai untuk pabrik-pabrik besar yang membuat pakan ternak dan barang-barang konsumsi, dan menurut penelitian peran BULOG sangat penting sekali untuk mengatur tata niaga impor karena sejak tahun 1974 harga kedelai impor lebih rendah dari harga riil kedelai dalam negeri.

Kendala dan masalah pemasaran kedelai menurut hasil studi ditunjukkan bahwa :

1) Produksi kedelai terpusat dalam kantong-kantong kecil yang letaknya saling berjauhan.

2) Pengendalian mutu sulit diterapkan.

3) Musim dan kombinasi usaha menyulitkan penilaian ekonomi. Sistem pemasaran memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan dengan sistem produksi. Distribusi produksi yang berada di kantong-kantong kecil menyulitkan efesiensi angkutan dan pemasarannya. Pengembangan sistem pemasaran seharusnya sejalan dengan sistem produksi. Hal ini dikarenakan sistem pemasaran akan dapat diperbaiki apabila produski meningkat. Meski demikian bahwa peningkatan produksi pun tergantung pada ketersediaan layanan yang diperlukan, termasuk didalamnya sistem pemasaran yang handal.

Dalam hal pemanfaatan kedelai, ditemukan fakta menarik bahwa karena meningkatnya jumlah industri dan investasi peternakan yang menarik minat penanam modal asing telah membawa konsekuensi peningkatan industri pakan dan peternakan. Keadaan ini sangat berlawanan dengan industri kecap, tahu, tempe, oncom, karena industri pakan tampaknya merupakan lingkup cakupan perusahaan besar yang tidak dapat disaingi oleh perusahaan – perusahaankecil.

Kedelai mempunyai peran penting dalam penyediaan protein dan asam amino esensial keseimbangan gizi pangan di desa dan kota. Tingginya elastisitas pendapatan yang mendukung permintaan untuk konsumsi manusia serta berkembangnya industri pakan ternak menguatkan pendapat kecil kemungkinan terjadi kelebihan produski mengingatnya besarnya potensi, permintaan pasar dan tingkat konsumsi yang tinggi.

(10)

Pada dasarnya sejak tahun 1982 produksi nasional kedelai telah mengalami peningkatan dua kali lipat hingga menjadi 1.227.000 ton pada tahun 1986. Peningkatan ini merupakan hasil perluasan areal tanam (ekstensifikasi) di luar jawa, sementara hasil di Jawa naik menjadi hampir 1 ton/ha. Peningkatan hasil ini ternyata produktivitasnya masih tetap harus ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan kedelai yang juga naik secara signifikan melalui usaha peningkatan produktivitas, menurunkan biaya produksi dengan cara perbaikan teknik budidaya, pengelolaan hama dan penyakit, pengelolaan air, serta ketersediaan benih bermutu.

Persediaan benih bermutu sejak tahun 1919 hingga penelitian dilakukan tahun 1983, telah dikenalkan 14 varietas unggul kedelai. Varietas pertama dikembangkan dari suatu galur introduksi dari Cina. Dari galur ini kemudian dikembangkan varietas No.27 dan No.29 yang mampu masak dalam 100-110 hari. Galur kedelai lainnya yang dikenalkan pada petani seperti Ringgit, Sumbing, Merapi, Shakti, Davros, Orba, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci, Merbabu dan Raring.

Secara teknis meningkatkan produksi kedelai akan terkait dengan pemanfaatan lahan kering (intensifikasi palawija) dimana masalah prasarana dan teknologi menjadi hal nyata yang harus dihadapi karena pertanian lahan kering di semua segi belum berkembang jika dibandingkan dengan pertanian di sawah. Hal lain yang menjadi kendala adalah peralihan dari teknologi tanaman tunggal ke sistem pola tanam dan usaha tani yang lebih rumit karena harus mengadopsi teknologi lahan kering.

Referensi

Dokumen terkait

Kasus Jump, juga perlu perhatian, karena ketika sebuah instruksi meminta untuk melompat ke suatu lokasi memori tertentu, akan terjadi perubahan program counter, sedangkan

Dari variabel tersebut diketahui bahwa ada ketidakpastian dalam kontrak hal ini akan berpengaruh terhadap biaya pekerjaan dimana, semakin tinggi faktor

Analisis dilakukan dari hasil perbandingan antara perhitungan ketersediaan kanal berdasarkan kemampuan pantul oleh lapisan ionosfer dan hasil penerapan waveform

Simple Past Future Tense adalah bentuk waktu yang digunakan untuk menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan yang akan terjadi atau dilakukan di masa lampau, tetapi perbuatan

Tujuan kertas kerja ini adalah untuk membentangkan rancangan perniagaan ini dengan lebih terperinci yang meliputi aspek pengurusan, pemasaran

A. Penggunaan baja kimia. Pengurusan tanah yang berkesan. Pendidikan dan bimbingan kepada petani. Antara yang berikut, yang manakah merupakan fungsi perisa? A.

Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini mencoba mengukur tingkat kematangan beberapa penyelenggara jasa internet di Indonesia dalam hal implementasi IPv6 dengan

Tubuh halus akan menjadi cahaya hidup kita, bagi manusia yang menggunakan rahasia yang tersembunyi untuk mengenal Allah. Ada yang bergerak di sum-sum tulang