Pendahuluan
omunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, karena manusia tidak bisa lepas dari komunikasi, karena dengan berkomunikasi manusia dapat saling berinteraksi atau berhubungan satu sama lainnya baik dalam kehidupan sehari-hari, dirumah, pasar atau dimana tempat mereka berinteraksi.
Disadari sepenuhnya bahwa komunikasi yang dilakukan manusia selalu mengandung potensi perbedaan budaya, sekecil apa pun perbedaan itu sangat membutuhkan upaya untuk keberhasilan proses komunikasi secara efektif yakni dengan menggunakan informasi budaya mengenai pelaku-pelaku komunikasi yang bersangkutan. Tak dapat di elak lagi komunikasi lintas budaya menjadi kebutuhan bagi semua kalangan untuk menjalin hubungan yang baik dan memuaskan bagi setiap orang, terutama mereka yang berbeda budaya.
Pada awalnya studi Lintas Budaya berasal dari perspektif antropologi sos-bud yang bersifat depth description yaitu penggambaran mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu. Sehingga diawalnya Komunikasi Lintas Budaya diartikan sebagai proses mempelajari komunikasi diantara individu maupun kelompok suku, bangsa dan ras yang berbeda negara. Alasannya karena beda negara pasti beda kebudayaannya. Sebaliknya adalah Komunikasi Antar Budaya yang dilakukan oleh pribadi-pribadi dalam suatu bangsa yang sama.
Studi KLB ini berkembang dari studi-studi mengenai antropologi budaya yang mempelajari proses-proses
(karya Edward T Hall seperti “The Silent Language”, “The Hiden Dimension” dan “Beyond Culture”).
Sebagian besar penelitian KLB bersifat komparatif yakni membandingkan berbagai budaya terutama budaya nasional, walaupun banyak juga para peneliti yang mengartikan budaya sebagai etnis, ras, komunikasi antar generasi, able-bodied/ disabled communication.
Melalui pemahaman lintas budaya, akan ditarik serat-serat perbedaan atau persamaan lintas budaya secara individu atau masyarakat, selanjutnya dapat pula di identifikasi unsur-unsur yang dapat melanggengkan komunikasi. Tentu saja untuk memahami budaya orang lain, setiap perilaku komunikasi harus terlebih dahulu memahami budayanya sendiri.
Dengan kesadaran lintas budaya, selanjutnya akan muncul sikap saling menghargai bagi setiap kebutuhan, aspirasi, perasaaan dan masalah manusia. Komunikai lintas budaya (cross-cultural communication) atau sering juga disebut dengan istilah komunikasi antar budaya bersifat informal, personal dan tidak selalu terikat antar bangsa atau antar negara.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi lintas budaya ? 2. Bagaimana Sejarah Komunikasi Lintas Budaya ? 3. Apa karakteristik Komunikasi Lintas Budaya 4. Apa tujuan mempelajari Komunikasi Lintas
Budaya ?
K
Komunikasi Lintas Budaya
Studi Kasus : Kesalahan Semantik (Homofon) dalam Berkomunikasi
5. Apa hambatan yang terjadi dalam komunikasi lintas budaya ?
Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian komunikasi lintas budaya. 2. Mengetahui sejarah Komunikasi Lintas Budaya. 3. Mengetahui karakteristik Komunikasi Lintas
Budaya.
4. Mengetahui tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya.
5. Mengetahui hambatan yang terjadi pada komunikasi lintas budaya
Pengertian Komunikasi Lintas
Budaya
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hafied Cangara).
Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B Taylor).
Adapun komunikasi lintas budaya sendiri didefinisikan sebagai:
1. Komunikasi yang dilakukan oleh dua kebudayaan atau kebih
2. Komunikasi yang dilakukan sebagai akibat dari terjalinnya komunikasi antar unsur kebudayaan itu sendiri, seperti komunikasi antar masyarakatnya.
Jika kita gabungkan dari kedua pengertian tentang Komunikasi dan Kebudayaan (budaya) maka akan mendapatkan pengertian sebagai berikut:
“Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru)”
Definisi pertama dikemukakan dalam buku “Interculuture communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa Komunikasi antar budaya (interculture communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk di konsumsi anggota dari budaya yang lain.
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antar pribadi dan komunikasi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Adapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (interculture communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.
Menurut Maletzke, komunikasi lintas budaya adalah proses perubahan mencari dan menentukan makna antar manusia yang berbeda budaya.
Kim mengatakan bahwa komunikasi lintas budaya adalah suatu fenomena pengiriman komunikasi dalam diri partisipan kepada pihak lain yang berbeda latar belakang budayanya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Samover, Porter dan jain mengatakan komunikasi lintas budaya adalah terjadinya pengiriman pesan dari seseorang yang berasal dari satu budaya yang berbeda dengan penerima pesan.
Sejarah Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi Lintas Budaya (cross cultural communication) bukanlah sebagai barang baru dalam kehidupan manusia. Ia telah ada sejak manusia melakukan kontak atau berinterkasi dengan latar kebudayaan yang berbeda. Namun studi tentang Komunikasi Lintas Budaya secara sistematis, ilmiah dan akademis baru di kaji pada akhir abab 1960-an (awal 1970-an) sebagai bagian tak terpisahkan dari studi disiplin ilmu komunikasi. Pada intinya kemunculan studi komunikasi lintas budaya ini didasari oleh ketidakmapuan individu-individu untuk saling memahami pihak lain dalam dinamika pergaulan kehidupan sehari-hari.
Istilah antar budaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada tahun 1959 dalam bukunya The Silent Language. Perbedaan antarbudaya dalam berkomunikasi baru dijelaskan oleh David K. Berlo (1960) melalui bukunya The Process of Communication (an introduction to theory and practice). Barlo (1960) menggambarkan proses komunikasi dalam model yang diciptakannya. Menurutnya, komunikasi akan tercapai jika kita memperhatikan faktor-faktor SMCR (Sources, Message, Channel, and Receiver). Antara sources dengan receiver yang diperhatikan adalah kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan sistem sosial, dan kebudaayaan. Namun, dalam hal ini, komunikasi antarbudaya yang dijelaskan melalui teori etnosentrisme ini berbasis pada konteks komunikasi kelompok (etnik).
Rumusan objek formal komunikasi antarbudaya baru dipikirkan pada 1970-1980-an. Pada saat yang sama, para ahli ilmu sosial sedang sibuk membahas komunikasi internasional yang disponsori oleh Speech Communication Associaton, sebuah komisi yang merupakan bagian Asosiasi Komunikasi Internasional dan Antarbudaya yang berpusat di Amerika Serikat.
“Annual” tentang komunikasi antarbudaya yang disponsori oleh badan itu terbit pertama kali pada 1974 oleh Fred Casmir dalam The International and Intercultural Communication Annual. Kemudian Dan Landis menguatkan konsep komunikasi antarbudaya dalam Internaional Journal of Intercultural Relations pada 1977. Pada tahun 1979 Molefi Asante, Cecil Blake dan Eileen Newmark menerbitkan sebuah buku yang membicarakan komunikasi antarbudaya, yakni The Handbook of Intercultural Communication. Sejak itu
antarbudaya, misalnya penelitian Asante dan kawan-kawan pada 1980-an.
Akhir tahun 1983, terbitlah International dan Intercultural Communication Annual yang dalam setiap volumenya mulai menempatkan rubrik khusus untuk menampung tulisan tentang komunikasi antarbudaya. Tema pertama tentang “Teori Komunikasi Antarbudaya” diluncurkan tahun 1983 oleh Gundykunst, disusul tahun 1988 oleh Kim dan Gundykunst, sedangkan tema metode penelitian ditulis oleh Gundykunst dan Kim tahun 1984. Edisi lain tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerjasama antarbudaya ditulis pula oleh Gundykunst, Stewart, dan Tim Toomey tahun 1985, komunikasi antaretnik oleh Kim tahun 1986, adaptasi lintas budaya oleh Kim dan Gundykust tahun 1988, dan terakhir komunikasi / bahasa dan kebudayaan oleh Ting Toomey dan Korzenny tahun 1988.
Pada tahun 1990-an, studi-studi komunikasi antarbudaya diperluas meliputi pula studi komunikasi antarbangsa, misalnya Penelitian Komunikasi Kemanusiaan, Monograf Komunikasi, Jurnal Komunikasi, Jurnal Komunikasi Internasional dan Relasi Antarbudaya, Jurnal Studi tentang Orang Kulit Hitam, dan Jurnal Bahasa dan Psikologi Sosial.
Mc Luhan merupakan orang pertama yang memberikan tekanan ulasan pada hubungan komunikasi antarbangsa karena melihat adanya gejala ketergantungan antarbangsa. Dari gagasannya, muncullah konsep “Tatanan Komunikasi dan Informasi Dunia baru” yang mempengaruhi perkembangan sejumlah penelitian tentang perbedaan budaya antar etnik, rasial, dan golongan di semua bangsa. Faktor-faktor tersebut memantik pesatnya perkembangan teori dan penelitian yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya.
Karakteristik Komunikasi Lintas
Budaya
Ada beberapa macam karaketeristik Komunikasi Lintas Budaya, antara lain :
2. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu
3. Komunikasi Lintas Budaya menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau lebih yang terlibat
4. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijallin secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media
5. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan feedback yang dimaksud, hal ini tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi
6. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.
Karakter budaya sendiri yaitu:
1. Komunikasi dan bahasa 2. Pakaian dan penampilan
3. Makanan dan kebiasaan makanan 4. Waktu dan kesadaran akan waktu 5. Hubungan-hubungan
6. Nilai dan norma 7. Rasa diri dan ruang 8. Proses mental dan belajar 9. Kepercayaan dan sikap
Tujuan mempelajari Komunikasi
Lintas Budaya
Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda, disamping juga karena kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah, latar belakang pendidikan dan yang lainnya.
Litvin menyebutkan beberapa alasan, tujuan kita mempelajari komunikasi lintas budaya. Yang antara lain:
1. Dunia sedang menyusut, kapasitas untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan
2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3. Nilai-nilai setiap masyarakat sebaik nilai-nilai masyarakat lainnya.
4. Setiap individu dan atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-niai budaya lain.
7. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita mmeperoleh pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya untuk memahaminya.
9. Pengalaman-pengalaman antar budaya sangat menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10. Ketrampilan-ketrampilan komunikasi yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
pengetahuan dan ketrampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Hambatan Komunikasi Lintas
Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif.
Misalnya dalam kasus anggukan kepala. Di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti. Sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak bearti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan.
Contoh lain adalah bahasa, di daerah sebut saja Surabaya, untuk memanggil kamu dengan panggilan kon sudah menjadi biasa, di Cilacap kowe sudah menjadi kebiasaan untuk memanggil sebagai ganti kamu, di Jakarta kadang menggunakan kata loe sebagai sebutan kamu.
Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi semacam ini dapat kita lalui.
Jenis-jenis hambatan dalam komunikasi antar budaya antara lain:
Ada dua hambatan komunikasi antar budaya yang kita sebut above waterline dan below waterline
1. Above waterline
Ada 9 jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada diatas air, hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik. Hambatan-hambatan tersebut antara lain adalah :[9]
• Fisik (Physical) : Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
• Budaya (Cultural) : Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dan yang lain.
• Persepsi (Perceptual) : Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan setiap sutu budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
• Motivasi (Motivational) : Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
• Pengalaman (Experiential) :Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap indibidu mempunyai ersepsi dan juga konsen yang berbeda dalam melihat sesuatu.
• Emosi (Emotional) : Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
• Bahasa (Linguistic) : Hambatan komunikasi berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (reciever) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
• Nonverbal : Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hamabatan komunikasi. Contoh: wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.
semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah:
• Persepsi (perception)
• Norma (norms)
• Stereotip (stereotyps)
• Filosofi bisnis (business philosophy)
• Aturan (rules)
• Jaringan (network)
• Nilai (values)
Studi Kasus : Kesalahan Semantik
Lintas Suku
Indonesia patut berbangga karena selain mempunyai
belasan ribu pulau indonesia juga memiliki ratusan
bahasa daerah, kurang lebih terdapat 700 bahasa
daerah yang ada di seluruh nusantara, namun dari 700
bahasa daerah tersebut, secara garis besar terdapat
beberapa bahasa daerah yang masih sangat banyak
penuturnya yaitu bahasa jawa, bahasa sunda, dan
bahasa melayu, terlepas dari bahasa-bahasa lain yang
mulai kehilangan penuturnya.
Pada umumnya masyarakat indonesia bisa disebut
dengan isitilah bilingual atau menguasai dua bahasa,
yaitu bahasa daerah sebagai bahasa pertama dan
bahasa indonesia sebagai bahasa kedua atau sebagai
bahasa ibu sekaligus sebagai bahasa nasional
yangmana setiap warga negara harus bisa
menggunakannya agar dapat saling berkomunikasi
meskipun berbeda suku dan pulau bahkan berbeda
bahasa daerah, karena bahasa indonesia berperan
sebagai bahasa persatuan atau pemersatu dari
keberagaman bahasa yang ada di indonesia.
Di pulau sumatera khususnya sumatera selatan dan
sekitarnya bahasa yang digunakan adalah bahasa
melayu, kemudian di pulau jawa sebagian besar
masyarakatnya menggunakan bahasa jawa dan
persatuan yang diikrarkan dalam sumpah pemuda,
dengan cara menggunakan bahasa indonesia yang
baik dan benar, baik dari sisi kesopanan baik dari sisi
intonasi, benar ucapannya serta benar sesuai dengan
aturan atau kaidah-kaidah kebahasaan dalam tata
bahasa atau gramatikal.
Tetapi bukan berarti dengan mencintai bahasa
indonesia maka kita melupakan bahasa daerah kita
tentu itu tidak dianjurkan, bahasa daerah tetap harus
ada namun kita harus bisa mengatur dimana harus
berbahasa indonesia dan dimana harus berbahasa
daerah, karena sesungguhnya bahasa daerah
merupakan arsip paling berharga bagi suatu negara,
karena tidak semua negara memiliki keberagaman
bahasa seperti yang dimiliki indonesia.
Kemampuan dalam berbahasa indonesia sangatlah
penting, dan seiring perkembangan zaman, kini
hampir seluruh warga indonesia mampu
menggunakan bahasa indonesia dalam keseharian,
meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa bahasa daerah
lebih mendarah daging dalam diri, karenanya dalam
penggunaan bahasa indonesia masih banyak yang
secara sengaja atau tidak sengaja menyelipkan
istilah-istilah atau kata-kata bahasa daerah kedalam
bahasa indonesia, termasuk kata tambah atau
imbuhan yang tidak sebenarnya tidak memiliki arti
seperti {geh,mah, dan tah}.
Terlihat dari contoh percakapan diatas, kata geh, mah
dan tah, tidak memiliki arti tertentu karena ketika
diterjemahkan dalam bahasa indonesia ketiga kata
atau unsur tersebut tidak berarti apa-apa atau tidak
ada maknanya dalam bahasa indonesia, seperti pada
terjemahaanya lebih singkat tanpa ada ketiga kata
tersebut. Ada atau tidaknya ketiga kata tersebut tidak
akan merubah makna kalimat.
Pada dasarnya kata geh, mah dan tah, digunakan
dalam bahasa jawa seperti contoh diatas, namun
kebanyakan dari kita khususnya yang berbahasa
daerah jawa selalu secara sadar atau tidak sadar
menyelipkan bahasa daerah dalam penggunaan
bahasa Indonesia.
Hal ini pun dapat menjadi barrier komunikasi antar
suku yang menjadi tantangan dalam komunikasi
lintas budaya, misalnya dengan kata kata dibawah ini
:
No
Kosa
Kata
Makna
dalam
Bahasa
Sunda
Makna
dalam
Bahasa
Jawa
Bahasa
Indonesia
1 Cokot Ambil Gigit -
2 Mangga Silahkan - Buah Mangga
3 Atos Sudah Keras -
4 Urang Aku Udang -
5 Ula Jangan Ular -
6 Dingin Dulu Dingin
7 Dikit Dulu Dulu
8 Jangan Sayur Tidak Boleh
Hal seperti pada tabel dikenal dengan istilah
homonin mempunyai kesamaan penulisan dan
kesamaan pengucapan namun memiliki arti yang
berbeda atau disebut dengan homofon.
Tidak terbayang bagaimana jika orang sunda
Seolah ada hal yang lucu, Beda suku beda bahasa
pula “ular menggit sapu”, aneh memang namun
disinilah letak kekayaan bahasa di nusantara, namun
kita harus ingat harus bisa menempatkan dimana dan
dengan siapa kita menggunakan bahasa daerah kita.
Hal unik juga terjadi pada bahasa jawa dengan bahasa
indonesia
Bahasa jawa : ngopi dikit
Bahasa indo : ngopi sedikit
Jadi jika ditejemahkan dengan bahasa indonesia
maka minum kopinya sedikit saja.
Kesimpulan
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hafied Cangara). Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B Taylor)
“Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sma lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru)”
Ada beberapa macam karaketeristik Komunikasi Lintas Budaya, antara lain :
1. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi
individu anggota masyarakat maupun dijallin secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media
5. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan fedback yang dimaksud, hal ini tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi
6. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.
Daftar Pustaka
Griffin, EM. (2003). A First Look at Communication Theory, 5th Edition. USA: McGraw-Hill
Liliwer, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta
Littlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Group
Kim, Young Yun, 1984. Searching for creative integration. Dalam William B. Gudykunst dan Young Yun Kim (ed). Methods for intercultural Communication Reasearch. Beverly Hills: sage publishers.
Maletzke, Gerhad. 1978. Intercultural and International Communication. Dalam Heins Dietrich Fishcer dan John C. Merill (ed) Intercultural & International Communication. New York: Hastings House Publishers
Porter, Richard E. dan Larry A. Samovar. 2003. Suatu Pendekatan terhadap Komunikasi Antar Budaya, dalam Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat (ed). Komunikasi Antar Budaya dan Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: Rosdakarya
Romerto, Aprillia. 2016. Makalah Komunikasi Lintas Budaya. UIN Sunan Kalijaga. Jogja.