• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL BAHASA INDONESIA morgitansi. doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODUL BAHASA INDONESIA morgitansi. doc"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL I

Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia

serta Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

1.1 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain, bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” . Ini berarti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dengan demikian, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928, dan kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

1.2 Fungsi Bahasa

Fungsi bahasa yang utama dan pertama sudah terlihat dalam konsepsi bahasa di atas, yaitu fungsi komunikasi dalam bahasa berlaku bagi semua bahasa apapun dan di manapun. Dalam berbagai literatur bahasa, ahli bahasa (linguis) bersepakat dengan fungsi-fungsi bahasa berikut:

1. fungsi ekspresi dalam bahasa 2. fungsi komunikasi dalam bahasa

3. fungsi adaptasi dan integrasi dalam bahasa 4. fungsi kontrol sosial (direktif dalam bahasa)

Di samping fungsi-fungsi utama tersebut, Gorys Keraf menambahkan beberapa fungsi lain sebagai pelengkap fungsi utama tersebut. Fungsi tambahan itu adalah:

1. Fungsi lebih mengenal kemampuan diri sendiri. 2. Fungsi lebih memahami orang lain;

3. Fungsi belajar mengamati dunia, bidang ilmu di sekitar dengan cermat.

(2)

5. Fungsi mengembangkan atau memengaruhi orang lain dengan baik dan menarik (fatik). (Keraf, 1994: 3-10)

Masih banyak fungsi bahasa yang lain dalam bahasa Indonesia khususnya, fungsi bahasa dapat dikembangkan atau dipertegas lagi ke dalam kedudukan atau posisi bahasa Indonesia. Posisi Bahasa Indonesia diidentifikasikan menjadi bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa standar.

1.2.1 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan

Bahasa persatuan adalah pemersatu suku bangsa, yaitu pemersatu suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA) bagi suku bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Fungsi pemersatu ini (heterogenitas/kebhinekaan) sudah dicanangkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

1.2.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional 1. Lambang kebanggaan kebangsaan

2. Lambang identitas nasional

3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya

4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, dan rasa kebanggaan memakainya senantiasa kita bina.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sehingga terhindar dari unsur-unsur bahasa lain yang tidak diperlukan.

(3)

Di samping ketiga fungsi di atas, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.

1.2.3 Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara 1. Bahasa resmi kenegaraan

2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan

3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai antara lain: di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, sebagai alat perhubungan antar daerah, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.

(4)

1.2.4 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Baku

Bahasa baku merupakan bahasa yang digunakan dalam pertemuan sangat resmi. Fungsi bahasa baku itu berfungsi sebagai berikut:

1. Fungsi pemersatu sosial, budaya, dan bahasa,

2. Fungsi penanda kepribadian bersuara dan berkomunikasi,

3. Fungsi penambah kewibawaan sebagai pejabat dan intelektual, dan 4. Fungsi penanda acuan ilmiah dan penulisan tulisan ilmiah.

Keempat posisi atau kedudukan bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi keterkaitan antar unsur. Posisi dan fungsi tersebut merupakan kekuatan bangsa Indonesia dan merupakan jati diri Bangsa Indonesia yang kokoh dan mandiri. Dengan keempat posisi itu, bahasa Indonesia sangat dikenal di mata dunia, khususnya tingkat regional ASEAN.

Dengan mengedepankan posisi dan fungsi bahaasa Indonesia, eksistensi bahasa Indonesia diperkuat dengan latar belakang sejarah yang runtut dan argumentatif. Sejarah terbentuknya Bahasa Indonesia dari bahasa melayu. Ciri-ciri bahasa Indonesia yang khas, legitimasi sebagai interaksi Bahasa Indonesia, dan ragam serta laras Bahasa Indonesia memperkuat konsepsi dan fungsi dikembangkan ke berbagai ilmu, teknologi, bidang, dan budaya sekarang dan nanti.

2.1 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasaran dan mengikuti kaidah yang ditetapkan. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memiliki beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Misalnya, pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama.

Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku.

Contoh :

(5)

2. Penggunaan kata-kata baku.

Contoh : “Seru sekali” dan bukan “Seru banget”, “Tampan” bukan “Ganteng”.

3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis (EyD / Ejaan yang Disempurnakan). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.

4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, tetapi secara umum lafal baku dapat diartikan sebagai lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat ataupun bahasa daerah. Misalnya: habis, bukan abis ; atap, bukan atep.

5. Penggunaan kalimat secara efektif. Bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi secar efektif : pesan dari pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca sesuai maksud yang ingin disampaikan.

Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah yang disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa kita sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.

Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku: Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan?

Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?

Contoh ketika dalam dialog seorang dosen dengan mahasiswa

Dosen : Rio, Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan kemarin? Rio : Sudah Pak, nanti akan saya kirim melalui email.

Kata-kata di atas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial.

Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar -menawar dengan tukang sayur atau tukang ojek kita memakai bahasa baku.

(1) Berapakah Ibu mau menjual kentang ini?

(6)

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.

(3) Berapa nih, Bu, kentangnya? (4) Ke Stasiun Gambir, Bang. Berapa?

(7)

MODUL II

RAGAM DAN LARAS BAHASA

Ketika bahasa itu berada pada tataran fungsi bahasa ekspresi diri dan fungsi bahasa komunikasi, bahasa yang digunakan masuk ke dalam ragam bahasa dan laras bahasa. Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu dibedakan berdasarkan media yang digunakan topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya. Di pihak lain, laras bahasa dimaksudnya kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Fungsi pemakaian bahasa lebih diutamakan dalam laras bahasa dari pada aspek lain dalam ragam bahasa. Selain itu, konsepsi antara 6 ragam bahasa dan laras bahasa saling terkait dalam perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa apa pun akan memanfaatkan ragam bahasanya. Misalnya, laras bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.

1. Ragam Bahasa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ragam bahasa diartikan variasi bahasa menurut pemakaiannya, topik yang dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium pembicaraannya (2005:920). Pengertian ragam bahasa ini dalam berkomunikasi perlu memperhatikan aspek (1) situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4) medium atau sarana bahasa yang digunakan. Keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut lebih mengutamakan aspek situasi yang dihadapi dan aspek medium bahasa yang digunakan dibandingkan kedua aspek yang lain.

1.1. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaianannya

(8)

1. Kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak kaku, tetapi tetap lebih luwes dan dimungkinkan ada perubahan kosa kata dan istilah dengan benar.

2. Penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit. 3. Penggunaan bentukan kata secara lengkap dan tidak disingkat. 4. Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten

5. Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang baku pada ragam bahasa lisan.

Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan antara ragam formal, ragam semiformal, dan ragam nonformal diamati dari hal berikut:

1. Pokok masalah yang sedang dibahas, 2. Hubungan antara pembicara dan pendengar, 3. Medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis, 4. Area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan 5. Situasi ketika pembicaraan berlangsung.

Kelima pembedaan ragam bahasa di atas, dipertegas lagi pembedaan antara ragam bahasa formal dan ragam bahasa nonformal yang paling mencolok adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,misalnya:

Saya dan gue/ogut Anda dan lu/situ/ente

2. Penggunaan imbuhan (afiksasi), awalan (prefix), akhiran (sufiks), gabungan awalan dan akhiran (simulfiks), dan imbuhan terpisah (konfiks). Misalnya:

Awalan: menyapa – apaan Mengopi – ngopi

Akhiran: laporan – laporin Marahi – marahin

Simulfiks: menemukan---nemuin Menyerahkan---nyerahin

Konfiks: Kesalahan---nyalahin Pembetulan---betulin

(9)

4. Penghilangan unsur atau fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa nonformal yang menganggu penyampaian suatu pesan.Misalnya,

Penghilangan subjek: Kepada hadirin harap berdiri. Penghilangan predikat: Laporan itu untuk pimpinan. Penghilangan objek : RCTI melaporkan dari Medan. Penghilangan pelengkap: Mereka berdiskusi di lantai II.

1.2. Ragam bahasa berdasarkan mediumnya

Berdasarkan mediumnya ragam bahasa terdiri atas dua ragam bahasa,yaitu (1) ragam bahasa lisan

(2) ragam bahasa tulis.

Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh penuturnya kepada pendengar atau teman bicaranya. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh intonasi dalam pemahaman maknanya. Misalnya,

(a)Kucing/ makan tikus mati. (b) Kucing makan//tikus mati. (c) Kucing makan tikus/mati.

Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal,semiformal, dan nonformal. Dalam penulisan makalah seminar dan skripsi,penulis harus menggunakan ragam bahasa formal sedangkan ragam bahasa semiformal digunakan Dalam perkuliahan dan ragam bahasa nonformal digunakan keseharian secara informal.

Penggunaan ragam bahasa dan laras bahasa dalam penulisan karangan ilmiah harus berupaya pada

(1) ragam bahasa formal, (2) ragam bahasa tulis, (3) ragam bahasa lisan , (4) laras bahasa ilmiah, dan

(5) berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

(10)

Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras bahasa terkait langsung dengan selingkung bidang dan keilmuan sehingga dikenallah laras bahasa ilmiah dengan bagian subsublarasnya. Pembedaan diantara sub-sublaras bahasa seperti dalam laras ilmiah itu dapat diamati dari

(1) penggunaan kosakata dan bentukan kata, (2) penyusunan frasa,klausa, dan kalimat, (3) penggunaan istilah

(4) pembentukan paragraf, (5) penampilan hal teknis,

(6) penampilan kekhasan dalam wacana.

Berdasarkan konsepsi laras bahasa tersebut, laras bahasa ekonomi mempunyai sub-sublaras bahasa manajemen, sub-sublaras akuntansi,sub-sublaras asuransi, sub-sublaras perpajakan, dll. Laras bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, yaitu laras biasa dan laras khusus. Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti bidang hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Laras khusus merujuk kepada kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli atau peminat dalam bidang tertentu dan pelajar-pelajar (rencana, laporan, buku).

Pembeda utama yang membedakan antara laras biasa dengan laras khsus ialah kosa kata, tata bahasa, dan gaya.

1. Laras Bahasa Biasa

Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum, seperti bidang hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Kalimatnya sederhana, ringkas, dan padat. Contoh : Dilarang menginjak rumput.

2. Laras Bahasa Khusus a. Laras Bahasa Perniagaan

Tujuannya untuk mempengaruhi atau membentuk tanggapan tertentu, atau mengubah sikap dan melakukan tindakan. Digunakan dalam iklan, tender, laporan dan sebagainya , didukung pula oleh gambar, lukisan, grafik, ilustrasi dan sebagainya.

(11)

Meliputi berbagai bidang seperti sains, teknologi, komunikasi, matematik dan sebagainya yang terletak dalam ruang lingkup pendidikan. Dalam penulisan ilmiah, misalnya penulisan thesis, penulis perlu mengikut format tertentu seperti perlu ada catatan bibiliografi (rujukan), nota kaki di bawah muka surat atau nota hujungan di penghujung setiap bab.Menggunaka istilah-istilah yang khusus kepada bidang, dan biasanya perlu dihafal. Contohnya ialah fotosintesis, pecutan, mengawan, pendebungaan dan sebagainya.

c. Laras Bahasa Media

Berita sebagai wacana memiliki struktur teks yang tersendiri, lain dari struktur teks fiksi, dan lain pula dari struktur teks esai dan karya ilmiah. Wartawan atau penulis koran menggunakan bahasa untuk menjelaskan sesuatu menurut cara yang paling mudah diterima sesuai dengan selera sejumlah pembaca koran.

Tiga fitur penting yang harus ada dalam berita koran yang baik, pertama, bahasa yang digunakan mudah. kedua, gaya tulisan yang jelas dan ketiga, isi tulisan harus akurat. Karena koran diterbitkan untuk masyarakat, maka bahasa koran haruslah sesuai dengan bahasa penggunaan orang-orang. Kalimat yang panjang, berisi beberapa klausa, menggunakan kutipan, metafora, kiasan, istilah teknik, dan sebagainya haruslah dihindari.

d. Laras Bahasa Sastra

Memperlihatkan gaya bahasa yang menarik dan kreatif. Bahasanya dapat dalam bentuk naratif, deskriptif, preskriptif, dramatis dan puitis.

Beberapa ciri bahasa sastra:

 Kreatif dan imajinatif: mengandung arti

 Mementingkan penyusunan, pengulangan, pemilihan kata

 Puitis dan hidup: monolog, dialog, dan sebagainya.

 Menggunakan bahas tersirat: perlambangan, kiasan, perbandingan, peribahasa, metafora, simile, , ilusi, ambpersonifikasiiguitas dan sebagainya.

 Ada penyimpangan tata bahasa atau manipulasi bahasa.

e. Laras Bahasa Agama

Berisi istilah agama dari bahasa Arab. Struktur ayatnya banyak dipengaruhi struktur bahasa Arab. Disisipkan dengan kutipan dari al-Quran dan hadis.

3. Fungsi Ragam dan Laras Bahasa

(12)

a. Sebagai alat ekspresi diri

Pada awalnya seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah dan ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Setelah dewasa, seorang individu pun menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi diri dan komunikasi. Seorang penulis pun mengekspresikan diri melalui tulisannya, sehingga karya ilmiah pun dapat disebut sebagai alat ekspresi diri.

b. Sebagai alat komunikasi

Komunikasi lebih spesifik dari pada ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita dapat mempelajari dan mewarisi semua hal, baik yang pernah dicapai oleh orang-orang terdahulu ataupun orang-orang yang sezaman dengan kita.

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, merefleksikan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan individu lainnya. Melalui bahasa, manusia dapat mengatur berbagai macam kegiatan dan aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan bagaimana langkah terbaik untuk kedepannya. Ketika menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, sebelumnya tentu sudah ada tujuan tertentu. Pembicara ingin maksud dan gagasannya diterima oleh orang lain. Dengan kata lain pembicara ingin mempengaruhi orang lain dan ingin mereka membeli hasil pemikirannya. Oleh karena itu, si pembicara pun akan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan objek yang ia tuju.

c. Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial

Selain sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian serta pelajaran dari pengamalan tersebut, serta berkenalan dengan orang lain. Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai macam suku dan ras, begitu banayak pulau dan daerah. Tidak mungkin menyatukan keseluruhannya tanpa ada suatu rumusan metode, maka terbentuklah bahasa yang berfungsi dan terbukti sebagai alat pemersatu yang efektif.

(13)

akan menggunakan bahasa yang formal ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya.

d. Sebagai alat kontrol sosial

Bahasa memiliki peran penting dalam memainkan peran social, baik itu dengan diterapkan pada diri sendiri ataupun orang lain. Berbagai informasi, pemberitaan ataupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. buku-buku pelajaran dan buku-buku intruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Ceramah agama merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik juga termasuk dalam kontrol social. Begitu pula dengan iklan layanan masyarakat atau layanan sosial, itu semua adalah merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Singkatnya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan arahan kepada masyarakat untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik.

(14)

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

(EYD)

Pemakaian Huruf

Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf berikut—nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Huruf

A a

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf berikut.

Huruf Vokal

Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

a

*Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Contohnya: Rosa gemar memakan apel (buah).

(15)

Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia, terdiri atas huruf-huruf berikut.

Huruf

Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir

b

*Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.**Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia, terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

Huruf Diftong

Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

ai au

(16)

Gabungan Huruf Konsonan

Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

kh

Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.

a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.

 do-a, ta-at

Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.

 pu-lau, bukan pu-la-u

b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan—termasuk gabungan huruf konsonan—di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.

 me-ja, ca-tur

c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.

 man-ja, swas-ta

d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.

 ul-tra, in-truk-si

e) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkaian dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.

 me-la-ri-kan, pra-sa-ra-na

f) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (i) di antara unsur-unsur itu atau (ii) pada unsur gabungan itu sesuai dengan tiga ketentuan yang tercantum dalam boks catatan.

 bio-data, bio-da-ta

 intro-speksi, in-tro-spek-si  kilo-gram, ki-lo-gram

(17)

Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

Huruf Kapital atau Huruf Besar

a. Huruf pertama kata pada awal kalimat.

Kita harus saling menghormati dalam bermasyarakat. b. Huruf pertama dalam petikan langsung.

 Ibu bertanya, “Kapan kakak pulang?”

c. Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

 Semoga amal ibadah bibi diterima di sisi-Nya.

d. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang—tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang.

 Karena sudah menunaikan ibadah haji, tukang bubur itu pun kini dikenal sebagai Haji Salim.

e. Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang. Atau, yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Namun, tidak digunakan sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.  Gubernur Basuki Tjahja Purnama resmi dilantik kemarin.

 Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?

f. Huruf pertama unsur-unsur nama orang, tetapi tidak berlaku jika nama tersebut digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran, seperti:

Rudolf Diesel adalah penemu mesin diesel.

g. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Namun, tidak berlaku jika nama tersebut merupakan bentuk dasar kata turunan.

 Dia sedang mempelajari bahasa Korea.

 Karena terlalu lama tinggal di Amerika, gaya berpakaian Tika pun agak kebarat-baratan.

h. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Namun, tidak digunakan sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.  Perang Salib merupakan salah satu perang terbesar sepanjang sejarah.

i. Huruf pertama nama geografi, tetapi tidak berlaku untuk (i) huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri dan (ii) yang dipakai sebagai nama jenis.  Mita senang sekali tamasya ke pantai, terutama Pantai Kuta.

(18)

 Di Indonesia terdapat beberapa universitas terbaik, salah satunya adalah Universitas Indonesia.

k. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

 Indonesia tergabung dalam lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa. l. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam

nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk—yang tidak terletak pada posisi awal.

 Temanku menulis makalah “Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media Elektronik.”

m. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.  Ersa Fitriany, S.T.

 Paman sedang mengantar pesanan ke rumah Ny. Liem. (Nyonya)

n. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Namun, tidak berlaku pada huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.

 Para ibu menjenguk Ibu Farida yang sedang sakit. o. Huruf pertama kata ganti Anda.

 Terima kasih atas perhatian Anda.

Huruf Miring

a. Penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contohnya:

 Astrid bekerja sebagai reporter di majalah Cita Cinta.

b. Penegasan atau pengkhususan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.  Barang yang sudah dibeli, tidak dapat dikembalikan.

c. Penulisan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

Oriza Sativa adalah nama ilmiah padi.

Penulisan Singkatan dan Akronim Singkatan

Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan, yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat—diikuti dengan tanda titik.

R. Satria Kusumo

b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapitaldan tidak diikuti dengan tanda titik.

(19)

c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.Contohnya:

dll. dan lain-lain

dsb. dan sebagainya

dst. dan seterusnya

hlm. halaman

sda. sama dengan atas

Sdr. Saudara

ybs. yang bersangkutan

Yth. Yang terhormat

Adapun untuk singkatan yang terdiri atas duahuruf, ditulis sebagai berikut.

a.n. atas nama

d.a. dengan alamat

s.d. sampai dengan

u.b. untuk beliau

u.p. untuk perhatian

d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidakdiikuti tanda titik.

Ca kalsium

mm milimeter

kg kilogram

Rp rupiah

Akronim

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret katayang diperlakukan sebagai kata.

a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnyadengan huruf kapital. Contohnya:

SIM (Surat Izin Mengemudi)

ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)

b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan sukukata dari deret kata ditulis dengan huruf awalkapital. Contohnya:

Undip (Universitas Diponegoro)

Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)

c. Akronim yang bukan nama diri yang berupagabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret serta seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Contohnya:

(20)

tilang (bukti tilang)

Penulisan

Angka

dan

Lambang

Bilangan

Angka

a. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuanwaktu, (iii) nilai uang, serta (iv) kuantitas.

 Aktor muda itu memiliki tinggi 185 cm.

b. Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.

 Jalan Jagakarsa no. 24.

c. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.  Surah Albaqoroh: 255.

d. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.

 Koruptor itu terbukti bersalahatas penggelapan uang sebesar 356 miliar.

Lambang Bilangan

a. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.  Doni mendapatkan peringkat ke-2 di kelas semester lalu.

b. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan digunakan secara beruntun, seperti dalam perincian dan pemaparan. Contohnya:

 Ibu harus menjamu tiga puluh orang teman . Ia pun memesan 10 nasi padang, 10 nasi goreng, dan 10 nasi rames.

c. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Contohnya:

 Seratus rumah terbakar kemarin malam di Tanah Abang. d. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.

 Bilangan utuh

e. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut.  Harga makanan di restoran itu sekitar Rp50.000-Rp100.000-an.

f. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Biasanya, ini digunakan pada dokumen resmi seperti nota atau kuitansi.

(21)

g. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

 Tamu undangan yang akan hadir sekitar dua ratus orang.

Pemakaian Tanda BacaTanda Titik ( . )

a. Pada akhir kalimat yang bukan pertanyaanatau seruan.

 Aku ingin pergi ke Bali.

b. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Namun, tidak berlaku jika angka atau huruf tersebut merupakan yang terakhir dalam deretan angkaatau huruf.

 1. Pendahuluan

 1.1 Latar Belakang

c. Pemisah angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu maupun jangka waktu.

 Saat ini jam menunjukkan pukul 14.30.

(pukul empat belas lewat tiga puluh menit)

 Adit menyelesaikan l a r i m a r a t o n dalam waktu1.05.30.

(satu jam, lima menit, tiga puluh detik)

d. Pemisah antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atautanda seru, dan tempat terbit dalam daftarpustaka.

 Kusnandar, Rully. 2010. Cara Cerdas BerkebunEmas. Jakarta:

TransMedia.

e. Pemisah bilangan ribuan atau kelipatannya, tapi tidak berlaku untuk bilangan ribuanatau kelipatannya yang tidak menunjukkanjumlah.

 Korban bencana alam itu lebih dari 10.000orang.

 Susanti lahir pada tahun 1980 di Jakarta.

Tanda Koma ( , )

a. Di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.  Saya membeli penghapus, penggaris, dan spidol.

b. Pemisah kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului kata seperti tetapi atau melainkan.

(22)

c. Pemisah anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Namun, tidak berlaku jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya

Kalau hari hujan, saya tidak akan pergi.

 Saya tidak akan pergi kalau hari hujan.

d. Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagipula, meskipunbegitu, dan akan tetapi.

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.

e. Pemisah kata seperti oh, ya, wah, aduh, dan kasihan dari kata yang lain terdapat di dalamkalimat.

Wah, bukan main!

f. Pemisah petikan langsung dari bagian laindalam kalimat.

 “Saya gembira sekali,” kataRisa.

g. Di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, serta(iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yangditulis berurutan.

 Margonda, Depok

 Bandung, 16 September 2011

h. Pemisah bagian nama yang dibalik susunannyadalam daftar pustaka.

 Andari, Yachi. 2010. Tes KecerdasanAnak.Jakarta: Wahyu Media.

i. Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

 Rosi Rosada, PsikologiKomunikasi (Jakarta: Rosda Karya, 2009), hlm. 20.

j. Di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya—untuk

membedakannyadari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.Contohnya:

 Drs. Sugito, M.Pd.

k. Di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan denganangka.

 12, 45 cm

l. Pengapit keterangan yang sifatnya tidakmembatasi.

 Guru saya, Pak Edhy, tinggal di Bekasi..

m. Di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat —untuk menghindari salahbaca.

(23)

Tanda Titik Koma ( ; )

a. Pemisah bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.  Malam semakin larut; adik belum pulang juga.

b. Pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.

 Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk memasak di dapur; adik menonton tv; saya sendiri asyik bermain komputer.

Tanda Titik Dua ( : )

a. Pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau penjelasan. Namun, tidak berlaku jika rangkaian atau penjelasan itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

 Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang itu: hidup atau mati.  Aku ingin membeli pedal, jok, dan setang untuk sepeda fixie-ku. b. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan penjelasan.  Ketua : Syafrudin

Sekretaris : Mulyani Bendahara : Sanusi

c. Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.  Ibu : “Bawa kopor ini, Di!”

Didi : “Baik, Bu.”

d. Di antara (i) jilid atau nomor dan halaman, (ii) bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dan karangan.

Jurnal Perempuan (1996), I:26.  Al Ikhlas: 3

 Hunger Games: Mocking Jay  Jakarta: Transmedia

Tanda Hubung ( - )

(24)

pangkal baris.

 Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu ada kesibukan yang menghalangi.

Bukan

 Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu a-da kesibukan yang menghalangi.

b. Penyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.

 Kini ada cara yang baru untuk mengu-kur panas.

c. Penyambung unsur-unsur kata ulang. Perlu diingat, angka 2 sebagai tanda ulang (buku2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula—tidak dipakai pada teks karangan.

 Lumba-lumba, berlari-lari, robot-robotan.

d. Penyambung huruf dari sebuah kata yang dieja satu per satu dan bagian-bagian tanggal.

 26-1-2011

e. Penjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilang bagian kelompok kata. Bandingkan kedua kata berikut.

 ber-evolusi, be-revolusi

f. Perangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.

 Meranti menikuti lomba paskibra se-Jabodetabek.  Ibu menyukai musik tahun ’70-an

g. Perangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

 Ario me-download permainan terbaru di telepon genggamnya.

Tanda Pisah ( — )

a. Pembatas sisipan atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.  Hasil pertandingan itu—sungguh di luar dugaan—ternyata imbang. b. Penegas keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi

(25)

 Rangkaian penemuan ini—evolusi, teorri kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—mengubah konsepsi kita tentang alam semesta. c. Di antara dua kata maupun dua bilangan atau tunggal dengan arti ‘sampai’.

 Nita menaiki bus jurusan Depok — Bandung.  Museum tersebut beroperasi dari tahun 1960—2010.

Tanda Elipsis ( … )

a. Dalam kalimat terputus-putus.

 Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak!.

b. Penunjuk bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.  Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut

Tanda Tanya ( ? )

a. Pada akhir kalimat tanya.  Kapan Anda diwisuda?

b. Di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang kebenarannya diragukan.

 Kios sebanyak 200 pintu (?) terbakar.

Tanda Seru ( ! )

Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.

 Alangkah suramnya peristiwa itu!

Tanda Kurung ( ( …) )

a. Pengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

 DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.

b. Pengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.  Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali)

ditulis pada tahun 1962.

c. Pengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.  Pejalan kaki itu berasal dari (daerah) Baduy.

(26)

 Masalah faktor produksi menyangkut faktor (a) alam, (b) modal, dan (c) sumber daya manusia.

Tanda Kurung Siku ( […] )

a. Pengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.

 Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

b. Pengapit keterangan dalam kalimat penjelasan yang sudah bertanda kurung.

 Meningkatnya loyalitas pelanggan (berkat slogan produk baru [lihat tabel 2.1] i) relatif signifikan.

Tanda Petik ( “…” )

a. Pengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnya.

 “Saya belum siap,” kata April, “tunggu sebentar!”

b. Pengapit syair, karangan, atau bab buku yang terdapat dalam kalimat.

 Karangan Andi Hakim Nasution yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo.

c. Pengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.  Celana panjang model “cutbrai” masih banyak dikenakan.

Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )

a. Pengapit petikan yang tersusun di dalam petikan.

 Tanya Sally, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”

b. Pengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing.  Rate of inflation artinya ‘laju inflasi’.

Tanda Garis Miring ( / )

a. Dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.

(27)

 Harganya Rp2.500,00/lembar.

Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ ) a. Penghilangan bagian kata.

 Dewi ‘kan kusurati. (‘kan = akan) b. Penghilangan bagian angka tahun.

 02 Juni ’14 (‘11=2014)

Pemakaian Kata

A. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis terpisah (berdiri sendiri) Contoh: Siswa itu rajin.

B. Kata Turunan

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Contoh: bergetar

tulisan penerapan memperhatikan

2. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan unsur yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

Contoh: bertumpang tindih mengambil alih

3. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

Contoh: menggarisbawahi pertanggungjawaban

4. Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai (a, antar, catur, maha, mono, multi, pra, pasca, semi ,dsb.)

Contoh: amoral, antar negara, caturwarga, mahasiswa, multiguna, prasejarah, pascasarjana, semifinal.

(28)

Contoh: non-Indonesia

C. Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung. Contoh: buku-buku

gerak-gerik

D. Gabungan Kata

1. Gabungan kata / kata majemuk ditulis terpisah Contoh: orang tua

Rumah sakit

2. Gabungan kata yang mungkin menimbulkan makna ganda, diberi tanda hubung. Contoh: anak-istri ( anak dan istri)

buku -sejarah baru (buku sejarah yang baru) buku sejarah- baru (sejarahnya baru)

3. Gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kesatuan ditulis serangkai

Contoh: halalbihalal, manakala, barangkali, olahraga, kacamata, darmasiswa,apabila,padahal,matahari, dukacita, manasuka, kilometer,bilamana , daripada, peribahasa, segitiga, sukacita, saputangan.

E. Kata Ganti

Kata ganti ku, mu, nya, kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau mendahuluinya., kecuali pada Mu dan Nya yang mengacu pada Tuhan harus ditulis dengan huruf kapital dan diberi tanda hubung (-).

Contoh: Nasihat orang tua harus kauperhatikan

Anakku, anakmu, dan anaknya sudah menjadi anggota perkumpulan itu. O, Tuhan kepada-Mulah hamba meminta pertolongan.

F. Kata Depan

Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali yang sudah dianggap sebagai satu kesatuan seperti kepada dan daripada.

(29)

G. Kata Sandang

Kata si , sang, hang, dang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: Muhammad Ali dijuluki petinju “si Mulut Besar”.

H. Partikel

1. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Pergilah sekarang!

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi.

Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti

andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun. 3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, ‘tiap’ ditulis terpisah.

Contoh: Harga BBM naik per ! April. Mereka masuk satu per satu. Harga kertas Rp25.000,00 per rim.

Penulisan Unsur Serapan Ada 4 cara penyerapan :

1. Adopsi : diambil seutuhnya tanpa perubahan : unit, bank, tape, hotdog, neutron. 2. Adaptasi : hanya diambil makna kata, ejaannya disesuaikan : opsi, demokrasi,

presiden, institusi, ekspor, impor,sirkulasi, dsb.

3. Penerjemahan : diambil konsepnya lalu diterjemahkan : tray out = uji coba, pilot project = proyek rintisan, fast food = makanan cepat saji, half time = paruhwaktu, full time = purnawaktu, cofee break = rehat kopi.

(30)

MODUL IV

STUDI KASUS KESALAHAN BERBAHASA

Pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa. Dalam mempelajari bahasa tentu tidak luput dari kesalahan. Corder (1990:62) menyatakan bahwa semua orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan itu sumber inspirasi untuk menjadi benar.

Para pakar linguistik dan para guru bahasa Indonesia sependapat bahwa kesalahan berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh sebab itu, kesalahan berbahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan dihapuskan.

Kesalahan berbahasa merupakan suatu proses yang didasarkan pada analisis kesalahan siswa atau seseorang yang sedang mempelajari sesuatu, misalnya, bahasa. Bahasa itu bisa bahasa daerah, bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing. Kemampuan menguasai bahasa secara baik dapat dilakukan seseorang dengan cara mempelajarinya, yaitu berlatih berulang-ulang dengan pembetulan di sana-sini. Proses pembelajaran ini tentunya menggunakan strategi yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang positif.

1. KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN

(31)

benar (baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan bentuk-bentuk perbaikan itu akan mengingatkan kita semua, pemakai bahasa, selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah ejaan ini. Beberapa hal tersebut antara lain.

1.1 Pelafalan

Dalam bahasa Indonesia terdapat akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan tulisannya, akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang ada orang yang melafalkan kata seperti memuaskan dengan [memuasken], diharapkan dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis itulah yang dilafalkan.

Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya, akan terus berusaha meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya. Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini. Kata Lafal Baku Lafal Tidak Baku

biologi [biologi] [biolokhi], [bioloji]

teknologi [teknologi] [tehnolokhi], [tehnoloji], [teknoloji] filologi [filologi] [filolokhi], [filoloji]

sosiologi [sosiologi] [sosiolokhi], [sosioloji] fonologi [fonologi] [fonolokhi], [fonoloji]

1.2. Penulisan

Lihat contoh berikut.

Sudahkah anda membayar PBB?

Penulisan kata anda di atas tidak sesuai dengan kaidah penulisan huruf kapital. Menurut aturan yang berlaku, kata tersebut mesti diawali dengan huruf kapital A sehingga menjadi Anda karena kata tersebut termasuk kata sapaan. Beberapa kaidah penulisan huruf kapital adalah sebagai berikut.

a. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat yang berupa petikan langsung. Marilah kita lihat dahulu contoh yang salah.

(32)

(1) Adik bertanya, “kapan kakak pulang?”

(2) Guru mereka menasihatkan,”rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.”

Huruf-huruf yang dicetak miring di atas (k pada kapan, r pada rajin) jelas tidak sesuai dengan kaidah ejaan karena huruf-huruf itu mengawali petikan langsunb. Perbaikannya adalah seperti di bawah ini.

Bentuk Benar

(1a) Adik bertanya, “Kapan Kakak pulang?”

(2a) Guru mereka menasihatkan, rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.” Catatan:

Tanda baca sebelum tanda petik awal adalah tanda koma(,) bukan titik dua (:)

1.3. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU

Bahasa yang mantap mengenal satu kata untuk konsep tertentu. Artinya, satu pengertian dinyatakan oleh satu kata atau satu bentuk tertentu, tidak boleh beberapa bentuk yang mirip. Haruslah ditentukan mana bentuk yang baku dan mana bentuk yang nonbaku, sehingga di dalam tuturan resmi, hanya bentuk baku itulah yang digunakan. Beberapa bentuk contoh disajikan sebagai berikut.

1. analisa dan analisis

Dewasa ini masih tetap dipertanyakan orang tentang bentuk kata yang berbunyi akhir –a atau –isseperti analisa dan analisis. Sampai sekarang ini masih tetap kita lihat dua bentuk itu dipakai orang secara bergantian. Ada orang yang menggunakan bentuk analisa, tetapi ada juga orang yang menggunakan analisis.

Secara historis, kata itu dahulu diserap dari bahasa Belanda: analyse. Karena dalam bahasa Indonesia tidak terdapat kata yang berakhir dengan bunyi /e/, maka /e/ pada akhir kata itu diganti dengan bunyi /a/, lalu kedua patah kata itu dijadikan analisa.

(33)

digunakan sebagai acuan adalah bahasa bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris terdapat bentuk analysis. Oleh karena itu, bentuk analysis-lah yang diserap dan dindonesiakan menjadi analisis.

2. antri dan antre

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), kata yang baku adalah antre (dengan e) yang berarti ‘berdiri berderet-deret menunggu giliran. Penulisan antri’ (dengan i) adalah bentuk yang tidak baku.

3. dukacita dan duka cita

Kata dukacita merupakan sebuah kata. Oleh karena merupakan sebuah kata, penulisan bentuk duka harus digabungkan dengan bentuk cita. Dengan demikian, kata yang baku ialah dukacita. Bentuk duka yang dipisahkan penulisannya dengan bentuk cita merupakan bentuk yang tidak baku. Kata dukacita mengandung arti ‘kesedihan’ atau ‘kesusahan’.

4. ekspor dan eksport

Kata ekspor merupakan serapan dari kata bahasa Inggris export. Penyerapannya dengan cara mengganti huruf konsonan x dengan gabunagn huruf konsonan ks dan menghilangkan konsonan t pada akhir kata itu. Benrtuk ekspor merupakan kata baku karena ejaannya sudah benar. Oleh karena pada kata eksport masih mengandung huruf konsonan t, maka kata eksport tidak baku. Kata ekspor berarti ‘pengiriman barang ke luar negeri’.

5. pascasarjana, pasca sarjana dan paskasarjana

Bentuk pasca- merupakan awalan yang artinya ialah ‘sesudah’. Ucapannya ialah /pasca/, bukan /paska/ karena diserap dari bahasa Sanskerta. Oleh karena itu kata yang baku ialah pascasarjana. Pascasarjana berarti ‘pengetahuan sesudah sarjana’.

1.4. Penggunaan Imbuhan Awalan

(34)

kata-kata: nyuap, nabrak, nyubit, nangis, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku, kita harus menggunakan awalam meN- secara eksplisit, sehingga kata-kata itu menjadi: menyuap, menabrak, mencubit, menangis, dan mencari. Perhatikan contoh di bawah ini.

Kesalahan Umum

1. Penyelundup itu berusaha nyuap petugas, tetapi petugas menolaknya. 2. Pengendara motor itu nabrak pejalan kaki.

3. Ibu itu nyubit anaknya yang nakal.

4. Anak itu menganggu temannya sampai nangis. Bentuk baku

1. Penyelundup itu berusaha menyuap petugas, tetapi petugas menolaknya. 2. Pengendara motor itu menabrak pejalkan kaki.

3. Ibu itu mencubit anaknya yang nakal.

4. Anak itu mengganggu temannya sampai menangis.

6. Pilihan Kata

Pemakaian Bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sebagai penghubung.

Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sebagai penghubung. Contoh-contohnya sebagai berikut:

(1) Rumah di mana ia tinggal sangat luas.

(2) Karmila membuka-buka album dalam mana ia menyimpan foto-foto barunya. (3) Ia membuka almari di dalam mana ia meletakkan kunci sepeda motornya.

(4) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil dari mana suara gamelan yang lembut dapat terdengar.

(5) Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.

(35)

Dalam bahasa Indonesia karena sudah ada penghubung yang lebih tepat, yaitu kata tempat dan yang sehingga contoh (!) – (5) di atas seharusnya diubah menjadi:

(1a) Rumah tempat ia tinggal sangat luas.

(2a) Karmila membuka-buka album tempat ia menyimpan foto-foto barunya. (3a) Ia membuka almari tempat ia menaruh kunci sepeda motornya.

(4a) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil tempat suara gamelan yang lembut dapat terdengar.

(5a) Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonimian negara harus senantiasa ditingkatkan.

MODUL V

BENTUK KATA DAN PILIHAN KATA (DIKSI)

1. Imbuhan

Indonesia dikenal sebagai bahasa aglutinatif. Artinya, kata dalam bahasa Indonesia bisa ditempeli dengan bentuk lain, yaitu imbuhan. Imbuhan mengubah bentuk dan makna bentuk dasar yang dilekati imbuhan itu. Karena sifatnya itulah, imbuhan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan demikian, sudah selayaknyalah, sebagai pemakainya, kita memiliki pengetahuan mengenai hal ini.

Dalam bahasa Indonesia, imbuhan terdiri atas awalan, sisipan, akhiran, dan gabungan awalan dengan akhiran yang disebut konfiks dan gabungan afiks dalam ilmu bahasa. Awalan yang terdapat di dalam bahasa Indonesia terdiri atas me(N)-, be(R)-, di-, te(R), -pe(N)-, pe(R)-, ke-, dan se-, sedangkan sisipan terdiri atas -el-, -em-, dan -er-; akhiran terdiri atas -kan, -i, dan -an; konfiks dan gabungan afiks terdiri atas gabungan awalan dengan akhiran. Awalan dan akhiran masih sangat produktif digunakan, sedangkan sisipan tidak produktif. Walaupun demikian, semua imbuhan termasuk sisipan di dalamnya, apabila diperlukan, masih dapat kita manfaatkan, misalnya, dalam penciptaan kosakata baru atau dalam penerjemahan atau penyepadanan istilah asing.

1.1.Awalan

(36)

bergantung pada bunyi awal bentuk dasar yang dilekati awalan tersebut. Bunyi awal bentuk dasar dapat luluh, dapat pula tidak bergantung pada jenis bunyi bentuk dasar yang dilekati awalan. Untuk memperjelas hal tersebut, perhatikan contoh berikut.

me(N)- + buat → membuat me(N)- + pakai → memakai

me(N)- + fotokopi → memfotokopi me(N)- + dengar → mendengar me(N)- + tatar → menatar me(N)- + jabat → menjabat me(N)- + colok → mencolok me(N)- + suruh → menyuruh me(N)- + ganti → mengganti me(N)- + kikis → mengikis me(N)- + hadap → menghadap me(N)- + undang → mengundang me(N)- + muat → memuat

me(N)- + nilai → menilai me(N)- + nyanyi → menyanyi me(N)- + nganga → menganga me(N)- + lepas → melepas me(N)- + rusak → merusak

Apabila bentuk dasar yang dilekati hanya berupa satu suku kata, me(N)- berubah menjadi menge-, misalnya, dalam contoh berikut.

me(N)- + cap → mengecap me(N)- + pak → mengepak me(N)- + tik → mengetik

Namun demikian, perlu kita perhatikan jika bentuk dasar tersebut ditempeli awalan di-, bentuk yang ditempelinya tidak mengalami perubahan. Kita perhatikan contoh berikut. di- + pak → dipak

di- + tik → ditik di- + cap → dicap

Berdasarkan contoh-contoh yang sudah kita kenal dengan baik, dapat kita simpulkan bahwa untuk membentuk kata secara benar, kita harus mengetahui bentuk dasarnya.

(37)

be(R)-Awalan be(R)- memiliki tiga variasi, yaitu ber-, be-, dan bel-. Variasi tersebut muncul sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya, misalnya, dalam contoh berikut.

be(R)- + usaha → berusaha be(R)- + diskusi → berdiskusi be(R)- + korban → berkorban be(R)- + rencana → berencana be(R)- + kerja → bekerja be(R)- + serta → beserta be(R)- + ajar → belajar

Kata beruang sebagai kata dasar berart i sejenis binatang sedangkan sebagai kata berimbuhan, yang terdiri atas ber- dan uang memiliki arti mempunyai uang; ber- dan ruang berarti memiliki ruang’. Kata tersebut akan menjadi jelas artinya jika terdapat dalam konteks kalimat. Begitu pula halnya dengan kata berevolusi yang terdiri atas ber dan evolusi atau ber-dan revolusi.

Dalam keseharian kini sering digunakan kata berterima atau keberterimaan. Dalam hal ini awalan ber- sejajar dengan awalan di-. Jadi, berterima sama dengan diterima, misalnya, dalam kalimat Usulan yang disampaikan kepada Bapak Gubernur sudah berterima. Kata berterima dan keberterimaan merupakan padanan acceptable dan acceptability dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Melayu, imbuhan ber- yang sepadan dengan di- merupakan hal yang lazim, peribahasa gayung bersambut, kata berjawab berarti gayung disambut, kata dijawab.

1.3 Awalan

te(R)-Awalan te(R)- memiliki variasi ter-, te-, dan tel-. Ketiga variasi tersebut muncul sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya. Layak diingat bahwa awalan ini memiliki tiga macam arti dalam pemakaiannya. Pertama, artinya sama dengan paling. Kedua, menyatakan arti tidak sengaja. Ketiga, menyatakan arti sudah di- Misalnya dalam contoh di bawah ini.

te(R)- + dengar → terdengar te(R)- + pandai → terpandai te(R)- + rasa → terasa

te(R)- + kerjakan → tekerjakan te(R)- + perdaya → teperdaya te(R)- + percaya → tepercaya

(38)

kalimat lain yang sesuai dengan tautannya.

1.4 Awalan pe(N)- dan

pe(R)-Awalan pe(N)- dan pe(R)- merupakan pembentuk kata benda. Kata benda yang dibentuk dengan pe(N)- berkaitan dengan kata kerja yang berawalan me(N)-. Kata benda yang dibentuk dengan pe(R)- berkaitan dengan kata kerja yang berawalan be(R)-. Awalan pe(N)- memiliki variasi pe-, pem-, pen-, peny-, peng-, dan penge-. Variasi tersebut muncul bergantung pada bentuk dasar yang dilekati pe(N)-. Kita lihat contoh berikut:

pe(N)- + rusak → perusak pe(N)- + laku → pelaku pe(N)- + beri → pemberi pe(N)- + pasok → pemasok pe(N)- + daftar → pendaftar pe(N)- + teliti → peneliti pe(N)- + jual → penjual pe(N)- + cari → pencari pe(N)- + suluh → penyuluh pe(N)- + guna → pengguna pe(N)- + kirim → pengirim pe(N)- + tik → pengetik pe(N)- + cap → pengecap pe(N)- + las → pengelas

Dalam keseharian sering dijumpai bentuk pengrajin yang berarti orang yang pekerjaannya membuat kerajinan’. Bila kita bandingkan dengan kata pe(N)- + rusak menjadi perusak yang berarti orang yang membuat kerusakan’, bentuk pengrajin merupakan bentuk yang tidak tepat. Kita ingat saja bahwa kedua kata tersebut, rajin dan rusak, merupakan kata sifat. Karena itu, bentuk tersebut harus dikembalikan pada bentuk yang tepat dan sesuai dengan kaidah, yaitu perajin. Awalan pe(R)- memiliki variasi bentuk pe-, per-, dan pel-. Variasitersebut muncul sesuai denngan bentuk dasar yang dilekati awalan pe(R)-. Kita lihat contoh berikut:

(39)

Kata-kata sebelah kanan berkaitan dengan awalan ber- yang dilekati dengan kata dasar dagang, kerja, tapa, dan ajar. Jadi, kata-kata tersebut berkaitan dengan kata berdagang, bekerja, bertapa, dan belajar. Selain kata-kata itu, kita sering melihat kata-kata lain seperti

pesuruh dan penyuruh. Kata pesuruh dibentuk dari pe(R)- + suruh, sedangkan penyuruh dibentuk dari pe(N)- + suruh. Pesuruh berarti yang disuruh’ dan penyuruh berarti yang menyuruh’. Beranalogi pada kedua kata tersebut kini muncul kata-kata lain yang sepola dengan pesuruh dan penyuruh, misalnya, kata petatar dan penatar, pesuluh dan penyuluh.

Dalam bahasa Indonesia sekarang muncul pula bentuk kata yang sepola dengan kedua kata di atas, tetapi artinya berlainan. Misalnya, pegolf, pecatur, perenang, pesenam, dan petenis. Awalan pe- pada kata-kata tersebut berarti pelaku olah raga golf, catur, renang, senam, dan tenis. Selain itu, muncul juga bentuk lain seperti pemerhati ‘yang memperhatikan’, pemersatu ‘yang mempersatukan’ dan pemerkaya ‘yang memperkaya’. Bentuk-bentuk itu merupakan bentuk baru dalam bahasa Indonesia. Kata-kata yang termasuk kata benda itu berkaitan dengan kata kerja yang berawalan memper- atau memper- + kan.

1.5 Konfiks pe(N)-an dan pe(R)-an

Kata benda yang dibentuk dengan pe(N)-an menunjukkan proses yang berkaitan dengan kata kerja yang berimbuhan me(N)-, me(N)-kan, atau me(N)-i. Kata benda yang dibentuk dengan pe(R)-an ini menunjukkan hal atau masalah yang berkaitan dengan kata kerja yang berawalan be(R)-. Kita perhatikan contoh berikut:

pe(N)- + rusak + -an → perusakan pe(N)- + lepas + -an → pelepasan pe(N)- + tatar + -an → penataran pe(N)- + sah + -an → pengesahan pe(N)- + tik + -an → pengetikan pe(R)- + kerja + -an → pekerjaan pe(R)- + ajar + -an → pelajaran

1.6 Akhiran -an dan Konfiks ke-an

(40)

1. Dia mengirimkan sumbangan sepekan lalu, tetapi kiriman itu belum kami terima.

2. Sebulan setelah dia mengarang artikel, karangannya itu dikirimkan ke sebuah media massa.

Kata benda yang mengandung ke-an diturunkan langsung dari bentuk dasarnya seperti contoh berikut.

1. Beliau hadir untuk meresmikan penggunaan gedung baru. Kehadiran beliau disana disambut dengan berbagai kesenian tradisional.

2. Mereka terlambat menyerahkan tugasnya. Keterlambatan itu menyebabkan mereka mendapatkan nilai jelek.

1.7 Kata Kerja Bentuk me(N)- dan me(N)-kan

Akhiran -kan dan -i pada kata kerja dalam kalimat berfungsi menghadirkan objek kalimat. Beberapa kata kerja baru dapat digunakan dalam kalimat setelah diberi akhiran -kan atau -i. Mari kita perhatikan contoh untuk memperjelas uraian.

1. Beliau sedang mengajar di kelas.

2. Beliau sedang mengajarkan bahasa Indonesia. 3. Beliau mengajari kami bahasa Indonesia di kelas. 4. Atasan kami menugasi kami mengikuti penyuluhan ini.

5. Atasan kami menugaskan pembuatan naskah pidato kepada sekretaris.

1.8 Awalan

ke-Awalan ke- berfungsi membentuk kata benda dan kata bilangan, baik bilangan tingkat maupun bilangan yang menyatakan kumpulan. Kata benda yang dibentuk dengan awalan ke-sangat terbatas, yaitu hanya pada kata tua, kasih, hendak yang menjadi ketua, kekasih, dan kehendak. Penentuan apakah awalan ke- sebagai pembentuk kata bilangan tingkat atau kata bilangan yang menyatakan kumpulan harus dilihat dalam hubungan kalimat. Misalnya kalimat berikut:

1. Tim kami berhasil menduduki peringkat ketiga dalam Debat Mahasiswa tingkat Jawa Barat.

2. Ketiga penyuluh itu ternyata teman kami waktu di SMA.

1.9 Akhiran Lain

(41)

akhiran -i, -wi, dan -iah dari bahasa Arab. Akhiran -wan dan -wati produktif, sedangkan akhiran –man tidak demikian. Akhiran -wi lebih produktif daripada akhiran -i dan -iah. Akhiran -wi tidak hanya terdapat dalam bentukan bahasa asalnya, tetapi juga terdapat dalam bentukan dengan bentuk dasar bahasa Indonesia.

Perhatikan beberapa contoh kata berikut. karyawan

karyawati olahragawan olahragawati budiman seniman manusiawi surgawi badani badaniah

2. Jenis-jenis Kata 2.1.1 Kata Kerja (Verba)

Kata kerja adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses, atau keadan.

 Ciri-ciri kata kerja:

a. Umumnya menempati fungsi predikat dalam kalimat. Aku membaca buku

S P O

b. Dapat didahului kata keterangan, seperti: akan, sedang, sudah, hendak, dan hampir.

Aku akan pergi

S P

c. Dapat didahului kata ingkar tidak. Dia tidak datang

S P

d. Dapat digunakan dalam kalimat perintah, khususnya yang bermakna perbuatan.

B

(42)

 Fungsi kata kerja:

a. Substantif (sebagai subjek), misalnya: Memanjat/memerlukan/tenaga

b. Predikatif (sebagai predikat), misalnya: Ibu/ sedang mencuci

c. Atributif (sebagai kata sifat keterangan subjek), misalnya: Anak/ belajar/ jangan dipaksa

 Ditinjau dari bentuknya, kata kerja dibedakan menjadi:

a. Bentuk kata dasar, misalnya: makan, minum, pulang, pergi, dan sebagainya. b. Bentuk kata berimbuhan, misalnya: menulis, bekerja, dan menari.

c. Bentuk kata ulang, misalnya: berjalan-jalan, memukul-mukul, dan berteriak-teriak.

d. Bentuk kata majemuk, misalnya: berkeras hati, bermain api, dan memeras keringat.

 Ditinjau dari hubungan dengan unsur lain dalam kalimat, kata kerja dibedakan menjadi:

a. Kata kerja transitif

Kata kerja transitif adalah kata kerja yang membutuhkan kehadiran objek. Berdasarkan jumlah objek yang mendampinginya, kata kerja transitif terbagi menjadi:

1. Kata kerja ekatransitif, yaitu kata kerja yang diikuti oleh satu objek.

o Marisa membaca buku.

2. Kata kerja dwitransitif, yaitu kata kerja yang mempunyai dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.

o Ibu menyanyikan adik ninabobo.

3. Kata kerja semitransitif, yaitu kata kerja yang objeknya boleh ada, boleh juga tidak ada.

o Avi sedang menari.. b. Kata kerja intransitif

Kata kerja transitif adalah kata kerja yang tidak memiliki objek. Jenis kata kerja intransitif ini dikelompokkan ke dalam tiga jenis:

(43)

2. Kata kerja intransitif yang berpelengkap wajib—bila tidak ada pelengkap, kalimat itu tidak berterima.

 Nilai dari klub lawan menyamai nilai dari klub tuan rumah.

3. Kata kerja intransitif berpelengkap manasuka—boleh ada pelengkap, boleh juga tidak.

 Bocah itu berlari.  Mobil itu berlari cepat.

2.1.2 Kata Sifat (Adjektiva)

Kata sifat adalah kata yang menerangkan kata benda. 1. Ciri-ciri kata sifat:

a. Dapat bergabung dengan partikel tidak, lebih, sangat, agak.  Andika sangat pintar, tapi dia agak pendiam. b. Dapat mendampingi kata benda

 Dian membeli baju baru. c. Dapat diulang dengan imbuhan se-nya

 Manda berusaha seikhlasnya untuk merelakan gelangnya yang hilang.

d. Dapat diawali imbuhan ter-yang bermakna paling.

 Geri adalah siswa tertampan di sekolah. 2. Berdasarkan bentuknya, kata sifat dapat dibedakan atas:

a. Kata sifat dasar

1. Kata sifat dasar yang dapat diikuti kata sangat dan lebih. 2. Kata sifat dasar yang tidak dapat diikuti kata sangat dan lebih. b. Kata sifat turunan

1. Kata sifat turunan berafiks, seperti: tercengang. 2. Kata sifat bereduplikasi, seperti: berlubang-lubang. 3. Kata sifat ke-R-an atau ke-an, seperti: kebiru-biruan.

4. Kata sifat berafiks –i (atau alomorfnya), seperti: manusiawi.

5. Kata sifat yang berasal dari berbagai kelas kata, melalui proses berikut.  Deverbalisasi, seperti: menegangkan, mengharukan

(44)

 Deadverbialisasi, seperti: berkurang, bertambah, menyengat, melebihi, bersungguh-sungguh, mungkin

 Denumeralisasi, seperti: mendua  Deinterjeksi, seperti: aduhai, sip, wah

6. Kata sifat yang terbentuk dari kata serapan, seperti: sekunder, amoral, produktif, sosial, dan aktivitas.

a. Kata sifat majemuk

1. Subordinatif, seperti: berhati mulia, berjiwa besar, berpikir maju, dan baik hati 2. Koordinatif, seperti: aman tenteram, hina dina, lemah lembut

 Fungsi dan Sifat Kata Sifat: a. Substantif: putih/tanda suci b. Predikatif: barang/mahal

c. Atributif: mobil/mewah itu/mahal  Tingkat perbandingan kata sifat: a. Kurang

b. Sama c. Lebih

d. Sangat/Paling

2.1.3 Kata Benda (Nomina)

Kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian.

 Ciri-ciri kata benda:

a. Dalam kalimat yang predikatnya berupa kata kerja, kata benda cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap.

b. Kata benda tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. c. Kata benda dapat diingkarkan dengan kata bukan.

d. Kata benda umumnya dapat diikuti oleh kata sifat, baik secara langsung maupun diantarai oleh kata yang.

Referensi

Dokumen terkait

Eka   Permanasari

melaksanakan   sosialisasi   layan­ an   perpustakaan   melalui media   cetak, media

 Membaca teks cerita dengan lafal intonasi yang tepat  Memberikan pendapat atau komentar tentang tokoh- tokoh dalam Tertulis Perbuatan Lesan Buku tematik kelas II

[r]

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Oleh karena itu dari dewan direksi meyakini bahwa interaksi sosial majelis do’a kautsaran merupakan sesuatu yang bermanfaat dan suatu senjata yang harus digunakan, dengan

Dalam hal ini untuk mempermudah analisis, bentuk visual relief cerita akan diubah menjadi matriks komposisi untuk selanjutnya dibandingkan antara matriks yang

1. Telah tersusun NBM di Kabupaten Trenggalek secara agregat dan juga berdasarkan wilayah kecamatan. Ketersediaan lemak dan kalsiummasih dibawah anjuran WNPG.