• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Organisme Pengganggu T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Organisme Pengganggu T"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

Disusun oleh Anggie Fitriani

1304020030

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PURWOKERTO

(2)

PRAKTIKUM I

PENGENALAN GEJALA SERANGAN OPT

1. Tujuan Praktikum

a. Untuk mengetahui serangan yang ditimbulkan oleh pantogen pada tanaman.

b. Untuk mengetahui pengendalian serangan pantogen pada tanaman.

2. Dasar Teori

Dalam mencapai tujuan di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura tidak terlepas dari berbagai gangguan, diantaranya gangguan timbulnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang terdiri dari pantogen, hama dan gulma.

Penyakit tumbuhan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu sudut biologi dan sudut ekonomi, demikian juga penyakit tanamannya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit tumbuhan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat. Kerusakan ini selain disebabkan oleh karena hilangnya hasil ternyata juga dapat melalui cara lain yaitu menimbulkan gangguan terhadap konsumen dengan adanya racun yang dihasilkan oleh jamur dalam hasil pertanian tersebut.

Tumbuhan menjadi sakit apabila tumbuhan tersebut diserang oleh pathogen (parasit) atau dipengaruhi oleh agensia abiotik (fisiopath). Oleh karena itu, untuk terjadinya penyakit tumbuhan, sedikitnya harus terjadi kontak dan terjadi interaksi antara dua komponen (tumbuhan dan patogen). Interaksi ketiga komponen tersebut telah umum digambarkan sebagai suatu segitiga, umumnya disebut segitiga penyakit (disease triangle).

(3)

maka sisi inangnya akan panjang dan jumlah potensial penyakit akan bertambah besar. Dengan cara yang sama, patogen lebih virulen, dalam jumlah berlimpah dan dalam keadaan aktif, maka sisi patogen akan bertambah panjang dan jumlah potensial penyakitnya lebih besar. Juga keadaan lebih menguntungkan yang membantu patogen, sebagai contoh suhu, kelembaban dan angin yang dapat menurunkan tingkat ketahanan inang, maka sisi lingkungan akan menjadi lebih panjang dan jumlah potensial penyakit lebih besar.

Hama adalah Hewan pengganggu yang merusak bagian dari tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman tersebut terganggu bahkan megakibatkan kematian dalam serangan yang melonjak penyakit pada tumbuhan adalah masuknya bakteri atau virus yang merusak system perkembangan atau kekebalan dalam tubuh tumbuhan. Dalam hal ini factor lingkungan lah hal utama dalam terjadinya penyakit tersebut. Seperti keadaan suhu, kelembaban, curah hujan dan juga tergantung pada keadaan tempat tumbuhnyan tumbuhan tersebut.

Gulma adalah tumbuhan pengganggu tanaman dalam persaingan unsur hara, sehingga membuat tanaman megalami kekurangan hara. Gulma biasanya akan menjadi perusuh utama dalam membudidayakan sebuah komoditi pertanian. Hal yang begitu perlu diperhatikan dalam bercocok tanam tentunya adalah gulma. Begitu banyak petani mengeluh tentang pertumbuhan gulma yang begitu cepat, sebagian petani menggunakan herbisida sebagai pengendali gulma tersebut.

Jadi, dalam kata lain gulma, hama dan penyakit merupakan factor utama buruknya hasil dalam kualitas suatu komoditi/Varietas tanaman yang menyebaban minimumnya hasil keadaan suatu tanaman. Kunci dari keberhasilan pengendalian serangan hama disuatu daerah sangatlah bergantung dari identifikasi, inventarisasi dan analisis permasalahan hama dan lapangan yang dihadapi petani di suatu daerah, sehingga tindakan pengendalian yang dilakukan tepat dan terpadu.

(4)

a. Preparat b. Kertas HVS c. Pensil d. Penghapus

4. Cara Kerja

a. Menyiapkan alat dan bahan pada meja praktikum. b. Menggambar preparat penyakit pada tumbuhan. c. Menulis keterangan preparat penyakit pada tumbuhan.

5. Hasil

(Terlampir)

6. Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa mekanisme terjadinya kerusakan penyakit pada tanaman dapat terjadi oleh beberapa penyebab pathogen. Adapun pembahasannya sebagai berikut : 1. bercak unggu atau trotol

(5)

Daur Penyakit; pathogen bertahan dari musim ke musim pada sisa-sisa tanaman sebagai konidium.

Konidium disebarkan oleh angin pada malam hari dan infeksi terjadi melalui mulut kulit dan melalui luka-luka. Faktor yang mempengaruhi penyakit; tanaman tidak dipupuk secara berimbang, penyiraman kurang dan musim kemarau riskan dengan gangguan penyakit. Pemupukan dengan urea pada musim hujan akan meningkatkan serangan penyakit. Pengendalian; drainase yang baik, rotasi tanaman, pemupukan berimbang misal penyemprotan POC NASA dan HORMONIK, sebagai pencegahan sebelum tanam pakai Natural GLIO, penyemprotan fungisida tembaga dan zineb dianjurkan jika populasi diatas ambang ekonomi dan lebih bagus ditambah perekat-perata-pembasah AERO 810 agar dapat membasahi daun bawang yang berlilin.

Berdasarkan preparat yang digunakan penyakit ini terdapat pada tanaman daun bawang (Allium sp) di wilayah Pratin, sebuah desa di Purbalingga.

2. paru akar

Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat di bawah mikroskop. Nematoda jantan memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sferoid (Agrios, 2005).

Betina dewasa berukuran panjang 430 -740 μm. Stilet untuk menembus perakaran mempunyai panjang 11,5-14,5 μm. Nematoda betina memiliki stilet lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang tampak jelas. Terdapat pola jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal (perineal pattern). Morfologi umum dari pola perineal Meloidogyne spp. dibagi

(6)

striae ventral, vulva, dan anus. Setiap spesies memiliki beberapa variasi pola perineal yang merupakan ciri khusus dari spesies untuk identifikasi.

Jantan dewasa panjang tubuhnya berukuran 887-1268 μm. Panjang stilet lebih panjang jika dibandingkan dengan stilet betina, yaitu 16-19 μm dan mempunyai kepala yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah dengan ekor pendek dan membulat pada bagian posterior terpilin.

Meloidogyne dapat hidup bereproduksi pada pH berkisar 4.0-8,0.

Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup Meloidogyne. Kisaran suhu optimum untuk populasi Australia antara 25–30 °C dan Kalifornia menunjukkan 32–34 °C. Suhu optimum untuk perkembangan nematoda berkaitan dengan budidaya sayuran didaerah tropik, suatu faktor yang menjamin terjadinya infeksi nematoda puru akar secara serius. Faktor lainnya adalah kepadatan inokulum, kelembaban tanah, pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen

(7)

IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru.

Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur tanaman. Pada akar-akar tanaman Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap kehadiran Meloidogyne dengan membentuk puru besar dan lunak sedangkan pada kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan keras. Apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil (Luc et al, 1995). Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum tentu mati (Mustika, 1992).

(8)

Infeksi pada akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga dan buah tomat berkurang.

Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daunnya pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral. Akibat penyakit puru akar ini bunga dan buah akan berkurang atau mutunya menjadi rendah. Tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).

Musuh alami nematoda puru akar sudah banyak diketahui, misalnya di dataran tinggi telah ditemukan cendawan Paecilomycetes bilacinus yang menginfeksi telur nematoda puru akar pada tanaman hortikultura. Bacillus penetrans adalah suatu parasit yang dikenal bertahun-tahun berassosiasi dengan Meloidogyne spp. serta beberapa spesies jamur yang menyerang nematoda tanah di Inggris. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan dengan cendawan terhadap Meloidogyne spp. dapat menekan jumlah populasi dan intensitas serangan yang memperlihatkan hasil yang baik. Cendawan parasit telur Meloidogyne spp. terutama dari spesies Gliocladium sp. dan Paecilomyces sp. mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai agen pengendali secara hayati untuk mengendalikan Meloidogyne sp.

3. Karat pada ranting sengon

Penyakit karat tumor /karat puru (gall rust), merupakan salah satu penyakit yang berbahaya pada tanaman sengon laut Paraserianthes falcataria (Miq. Barneby &J.W. Grimes). Patogen

(9)

Gejala penyakit karat puru dapat ditandai dengan adanya hiperplasia (pertumbuhan lebih) pada bagian tumbuhan yang terserang. Gejala penyakit diawali dengan adanya pembengkakan lokal (tumefaksi) di bagian pohon yang terserang (daun, cabang, dan batang). Lama kelamaan pembengkakan berubah menjadi benjolan-benjolan yang kemudian menjadi bintil - bintil kecil atau disebut puru (gall). Jika serangan penyakit ini dibiarkan dan semakin parah maka seluruh bagian pohon akan dipenuhi oleh puru sehingga pohon menjadi mati. Gejala penyakit karat puru dapat muncul sejak tanaman sengon yang terinfeksi masih di persemaian. Gejala karat puru pada semai tanaman sengon dapat diketahui dengan kerontokan pada daun semai yang berwarna kuning, keriting dan melengkung (2-3 minggu). Pada semai yang berusia 6 minggu, gejala karat puru dapat terlihat dengan garis putih yang memanjang pada batang semai, gejala ini akan semakin terlihat jelas saat semai ditanam di lapangan, garis-garis putih pada batang tersebut akan membentuk gall di sepanjang batang. Gejala lain yang ditunjukan akibat terinfeksinya semai oleh jamur karat puru yaitu pucuk melengkung dan kaku, serta pembengkokan batang disertai bercak warna coklat.

Tanaman sengon dilapangan yang terinfeksi jamur Uromycladium sp sejak dipersemaian akan menunjukkan gejala yang sangat cepat dan mudah terlihat jelas. Namun, kecepatan penunjukkan gejala ini juga tergantung pada kondisi tanah dan iklim mikro tempat tumbuh. Pada tanaman muda sebelum umur 2 tahun, gejala umumnya berupa tumor yang terbentuk pada batang atau cabang, atau pada ruas-ruas cabang. Bentuk gall sangat bervariasi. Permukaan gall yang masih baru atau segar tampak dilapisi milyaran teliospora aktif berwarna coklat kemerahan, yang siap disebarkan melalui angin ke tanaman di sekitarnya.

(10)

bahwa upaya serius untuk pencegahan dan pengendalian penyakit Karat Puru ini perlu segera dilakukan secara terpadu oleh Badan Litbang Kehutanan, Ditjen BPK, Ditjen RLPS, Pusdiklat Kehutanan, Pusbinluh, Pusinfo, Perum Perhutani, PT INHUTANI I-V, APHI, dan APKINDO.

Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit karat puru pada tanaman sengon dapat dilakukan dengan 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

a. Pra Epidemi

Upaya pencegahan pra epidemi dapat dilakukan dengan cara promotif yang meliputi sosialisasi/diseminasi, penyuluhan cara-cara pencegahan, serta tindakan preventif dengan menghidari pola tanam monokultur termasuk dalam pengembangan Hutan Rakyat.

b. Epidemi

Pengendalian epidemi dapat dilakukan melalui eradikasi yaitu dengan menebang pohon yang berpenyakit; isolasi yaitu dengan penjarangan pohon; dan terapi yaitu dengan pengobatan pohon yang terinfeksi.

c. Pasca Epidemi

Pengendalian penyakit karat puru pada sengon juga dapat dilakukan dengan pasca epidemi yaitu dengan cara rehabilitasi dan rotasi tanaman pada lahan yang sama, pemuliaan pohon (benih, bibit unggul tahan penyakit), dan konversi jenis tanaman.

4. Antreknosa

(11)

2. Antraknosa Gloeosporium sp.

Antraknosa Colletotrichum capsici : serangan penyakit ini dicirikan dengan cara menginokulasi pada tengah buah cabai dan biasanya menyerang cabai yang sudah tua. Colletotrichum capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan, berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, halus dan meruncing ke atas.

Konidium berwarna hialin, berbentuk tabung (silindris), ujung-ujungnya tumpul atau bengkok seperti sabit. Konidium dapat disebabkan oleh angin. Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, sehingga dapat menginfeksi persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit.

 Antraknosa Gloeosporium sp : Penyakit ini dicirikan dari jenis serangannya pada ujung cabai dan bisa menyerang pada cabai yang muda maupun yang sudah tua.

 Kedua jenis Penyakit Antraknosa ini bisa menyerang sendiri-sendiri maupun bersamaan. Serangan penyakit tersebut biasanya akan meningkat saat kelembaban tinggi disertai suhu udara yang tinggi pula.

Untuk mengendalikan Penyakit Antraknosa tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan, namun harus dimulai dari awal proses pembibitan sampai penanaman. (jaya, Faedah ; 2015) .

(12)

biasanya diawali dari bagian ujung buah yang mengakibatkan dieback atau mati ujung.

Di Indonesia, penyakit ini tergolong penyakit yang paling sulit dijinakkan, terutama pada saat musim hujan. Untuk petani cabai yang melakukan penanaman dengan musim berbuah pada saat musim hujan harus melakukan pengontrolan yang ketat dan terus-menerus. Berikut ini beberapa upaya penanganan untuk mengendalikan serangan patek atau antraknosa

1. Perlakuan pada bibit atau biji tanaman yang akan dibudidayakan, misalnya untuk tanaman cabai atau tomat, rendam bibit atau biji menggunakan larutan fungisida sistemik, seberti benomil, metil tiofanat, atau karbendazim. Dosis atau konsentrasi larutan adalah 2 g/l. Perendaman dilakukan selama 4-6 jam.

2. Secara teknis, bagian tanaman yang terserang harus dimusnahkan dari lahan atau areal pertanaman. Lakukan pengamatan di lapangan secara kontinu atau terus menerus.

3. Berikan pupuk dengan kandungan P, K, dan Ca tinggi agar jaringan tanaman lebih kuat. Jangan melakukan pemupukan N berlebihan, karena akan menyebabkan jaringan tanaman berair sehingga rentan terhadap serangan cendawan.

4. Berikan pupuk organik yang banyak. Pemupukan organik akan meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama maupun penyakit.

5. Hindari adanya genangan air di areal pertanaman, pembersihan lahan termasuk penyiangan gulma.

6. Perlebar jarak tanam dengan pola tanam zigzag untuk menjaga sirkulasi udara dan mengurangi kelembaban tinggi saat terjadi hujan berkepanjangan.

(13)

penyakit patek atau antraknosa adalah fungisida sistemik dengan bahan aktif benomil, karbendazim, metil tiofanat, difenokonazol. Fungisida kontak dengan bahan aktif mankozeb, klorotalonil, dan propineb. Lakukan penyelingan bahan aktif tersebut setiap kali melakukan penyemprotan dengan dosis atau konsentrasi sesuai pada kemasan.

8. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya melakukan kombinasi dari beberapa bahan aktif, misalnya benomil + mankozeb masing-masing ½ dosis, karbendazim + mankozeb masing-masing ½ dosis, metil tiofanat + klorotalonil masing-masing ½ dosis, difenokonazol + propineb masing-masing ½ dosis. Setiap kali penyemprotan lakukan penggantian kombinasi bahan aktif tersebut, setelah satu putaran kemudian kembali ke kombinasi awal yang pertama kali digunakan. 5. Gosong

Ustilago maydis adalah cendawan penyebab penyakit gosong

(14)

Adapun pengendaliannya dengan membakar tanaman yang baru pertama kali terinfeksi, perawatan benih sebelum dilakukan penanaman, menanam jagung varietas tahan.

6. Bulai

Penyakit bulai (bahasa Inggris: maize downy mildew) adalah gejala dari serangan Oomycetes dari suku Sclerosporaceae, khususnya marga Peronosclerospora (sinonim Sclerospora), yang ditemukan pada berbagai anggota rumput-rumputan (Poaceae). Jenis-jenis yang diketahui menyerang di Indonesia adalah P. maydis (Indonesia barat), P. philippinensis (terutama Sulawesi), dan P. sorghi (sebagian

Sumatera). Tanaman jagung, sorgum, tebu, padi, gandum, dan jelai semua mengalami serangan dari kelompok protista ini. Inang lainnya adalah berbagai rumput hijauan pakan ternak.

Penyakit bulai ditandai dengan warna daun tanaman muda yang mendadak menjadi bergaris-garis kuning pucat (klorosis) atau bahkan putih yang kemudian menyebar ke seluruh daun. Pada serangan yang berat, seluruh tubuh tanaman berwarna kuning pucat dan kemudian mati. Penyakit ini apabila menyerang pada stadium pertumbuhan awal dapat menyebabkan 100% kegagalan panen.

Pada dikotil, serangan downy mildew dikenal memberikan gejala yang berbeda dan dikenal sebagai penyakit embun.

Penyebab bulai yang umum pada jagung di Indonesia adalah Peronosclerospora maydis di Pulau Jawa dan Pulau Madura) dan P.

philippinensis di Pulau Sulawesi. P. philippinensis juga menyebar di

(15)

disebarkan dinihari sekitar pukul 02.00 - 04.00 karena sporalisasi maksimum terjadi pada saat itu. Infeksi dilakukan oleh konidia melalui stomata. Pada siang hari tidak terjadi infeksi karena pelepasan konidia terhenti, diduga konidia tersebut tidak tahan terhadap cahaya matahari. Penyebaran konidispora dilakukan oleh angin.

Penyebab: cendawan Peronosclero spora maydis dan P. spora javanica serta P. spora philippinensis. yang akan merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke atas serta keadaan udara lembab.

Gejala:

a. pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih;

b. pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi

c. pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua.

Pengendalian

d. penanaman dilakukan menjelang atau awal musim penghujan

e. pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul;

f. dilakukan pencabutan tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan.

7. Hawar pelepuh daun

(16)

rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah semakin parah.Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya,Penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Cendawan ini bertahan di tanah dalam bentuk sklerosia maupun miselium yang dorman. Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya.Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar pelepah selalu tersedia sepanjang musim.

Rhizoctonia solani terutama menyerang benih tanaman dibawah permukaan tanah, tetapi juga dapat menginfeksi polong,akar,daun dan batang.Gejala yang paling umum dari Rhizoctonia adalah “redaman

off”, atau kegagalan benih yang terinfeksi untuk

(17)

Pengendalian hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn) dapat dikendalikan secara kimia,biologi dan teknik budidayanya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl,difenoconazal,mankozeb,dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air dapat menekan perkembangan cendawa R. Solani kuhn.Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman.

Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi. Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi terhadap gulma-gulma disekitar sawah.Pengendalian penyakit hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu). 8. Karat

Penyakit karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada tahun 1950-an. Adanya penyakit ini untuk pertama kali ditulis dalam karangan Roelofsen (1956). Menurut Boedjin (1960), penyakit karat jagung sudah terdapat pada bahan yang dikumpulkan oleh van der Goot di Bogor pada tahun 1923 dan oleh Schwarz dari Lembang, Bandung, pada tahun 1925. Jamurnya diidentifikasi sebagai Puccinia sorhgi Schweinitz.

(18)

coklat tua. Urediosorus yang masak berubah menjadi hitam bila teliospora terbentuk.

Piknidiun dan aesiumjamur ini belum diketahui. P.sorghi Schw dulu disebut P.maydis Ber., P.zeae Ber., dab ini identik dengan Aecidium oxalidis Thuem. Jamur mempunyai banyak uredium (urediosorus) pada kedua sisi daun dan upih daun, rapat atau jarang, tersebar tidak mementu, bulat dengan garis tengah lebih kurang 1mm, atau memenjang lebih kurang 10 mm panjang, berwarna coklatepidermis daun yang menutupnya segera pecah. Urediospora bulat atau jorong, 24-29 x 22-29 mikrometer, berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus, tebal 1,5-2 mikrometre, pori 3-4, ekuatoral. Jamur membentuk telium terbuka, berwarna hitam, di tempat yang sama dengan uredium; biasanya pada waktu tanam menjelanng masak. Teliospora jorong, berbentuk tanbung atau gada, tumpul atau agak meruncing, biasanya agak mengecil pada sekat, 35-50 x 16-23 mikrometer, dengan dinding berwarna coklat,, dipangkalnya agak pucat, halus, tebal, dinding samping 1-1,5 mikrometer, tebal dinding ujung 3-6 mikrometer; tangkai panjang, sampai 80 mikrometer, kuning pucat.

P.sorghi diketahui membentuk piknidium dan aesium pada lebih kurang 30 jenis Oxalis, peran Oxalis yang banyak terdapat sebagai gulma di pegunungan dan sering terserang oleh P.sorghi dalam pemencaran penyakit karat pada jagung belum diketahui dengan pasti. Sampai sekarang di Indonesia belum pernah dilakukan percobaan infeksi pada tanaman jagung dengan memekai aesiospora jamur karat Oxalis. termasuk O.corniculata. piknium pada kedua sisi daun, mengelompok sampailebih

(19)

9. Bercak daun garis coklat

Penyakit bercak daun cercospora atau yang sering disebut bercak coklat sempit (narrow brown leaf spot) disebabkan oleh jamur Cercospora oryzae Miyake.Penyakit bercak daun cercospora merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan terutama pada sawah tadah hujan yang kahat kalium.

Penyakit ini mengakibatkan daun menjadi kering sebelum waktunya yang berdampak pada turunya hasil panen dan keringnya pelepah daun yang menyebabkan kerebahan tanaman. Penyakit ini tersebar luas diseluruh negara penghasil padi di Asia Tenggara serta di Jepang,Cina,Amerika Serikat, Amerika Tengah,dan Afrika. Di Indonesia sendiri penyakit bercak daun tersebar diseluruh daerah penghasil padi di Jawa.Di Jalur Pantura Jawa Barat penyakit ini tersebar merata di Kabupaten Karawang,Subang,Indramayu,dan Cirebon.

Gejala awal penyakit ini yaitu timbul bercak-bercah sempit pada daun berbentuk memanjang berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun,dengan ukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar 1-1,5 mm.Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan.Pada serangan yang berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera dan gejala paling berat menyebabkan daun mengering.Infeksi yang terjadi pada pelepah dan batang meyebabkan batang dan pelepah daun busuk sehingga tanaman menjadi rebah.

(20)

varietas,cuaca dan pemupukan.Varietas tahan sangat efektif menekan perkembangan penyakit bercak daun cercospora. Pada varietas yang tahan, bercak yang timbul lebih sempit,lebih pendek,dan lebih tua warnanya.

Prioritas utama dalam pengendalian penyakit bercak daun cercospora adalah dengan penanaman varietas tahan dan perbaikan kondisi tanaman.Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan varietas Ciherang dan Membramo tergolong tahan,sementara IR64 dan Widas tergolong rentan. Pemupukan N,P,dan K yang mencukupi dan tidak berlebihan sangat efektif menekan perkembangan penyakit. Penyemprotan fungisida difenoconazol satu kali dengan dosis 1 cc/satu liter air dengan volume semprot 400-500 l/ha pada stadium anakan maksimum,bisa menekan perkembangan penyakit bercak daun cercospora hingga 32,10%.

7. Kesimpulan

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2014. Mengenal Penyakit Becak Ungu pada Bawang-bawangan. http://www.naturalnusantara.co.id/?mod=artikel&act=view&id=53 (Diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Penyakit Puru Akar Pada Tanaman Tomat.

http://iinmutmainna.blogspot.com/2013/04/penyakit-puru-akar-pada-tanaman-tomat.html (Diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Ustilago Maydis. https://id.wikipedia.org/wiki/ Ustilago_maydis (Diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. OPT. http://www.opete.info/detail2.php?idp=12 (Diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Penyakit Bulai. https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_bulai (diakses rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Penyakit Bulai. http://diperta.blitarkota.go.id/profile/id/9.html (diakses rabu, 17 Juni 2015)

Budiman, Budi. 2014. Teknik Pengendalian Penyakit Karat Puru Pada Pohon Sengon.

http://bp2sdmk.dephut.go.id/emagazine/index.php/teknis/25-teknik-pengendalian-penyakit-karat-puru-pada-pohon-sengon.html (diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Java, O. 2012. Penyakit Bercak Cercospora Tanaman Padi. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

Kurniati, novik. 2013. Penyakit patek. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 17 Juni 2015)

(22)

Muhibuddin, Anton. 2015. Mengenal Penyakit Pada Padi. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

R, Sufyan Wahyu.. 2013. Contoh Laporan Perlindungan Tanaman. http://wahyusofyanr. blogspot.com/2013/10/contoh-laporan-perlintan.html (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

Yanuar, yan. 2010. Penyakit Karat. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

(23)

PRAKTIKUM II PENGENALAN OPT

1. Tujuan Praktikum

a. Untuk mengetahui serangan yang dilakukan oleh organism pengganggu tanaman.

b. Untuk mengetahui gejala pada tanaman akibat organisme pengganggu tanaman.

2. Dasar Teori

OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) merupakan istilah “formal/hukum nasional” yang digunakan oleh Pemerintah berdasarkan UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman. Menurut UU tersebut:

“OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu

kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan”.

Digunakannya istilah OPT untuk mencakup semua kelompok pengganggu tumbuhan termasuk HAMA, PENYAKIT dan GULMA. Tiga kelompok pengganggu tumbuhan ini yang pengendalian atau pengelolaannya dicakup dalam bidang PERLINDUNGAN TANAMAN. Namun harap diperhatikan bahwa definisi OPT menurut UU ada perbedaannya dengan pengertian Hama Tanaman dan Penyakit Tumbuhan yang sudah dijelaskan di depan. Teman-teman Fitopatologi banyak yang tidak sependapat dengan istilah OPT.

(24)

kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian.

Jenis – jenis penyakit yang menyerang tumbuhan sangat banyak jumlahnya. Penyakit yang menyerang tumbuhan banyak disebabkan oleh mikroorganisme, misalnya jamur, bakteri, dan alga. Penyakit tumbuhan juga dapat disebabkan oleh virus. Patogen atau penyebab penyakit dapat berupa organisme, yang tergolong dalam dunia tumbuhan, dan bukan organisme yang biasa disebut fisiophat. Sedangkan organisme dapat dibedakan menjadi : parasit dan saprofit.

Gangguan terhadap tanaman yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses– proses dalam tubuh tanaman sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tanaman yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian.

Gulma menurut Mangoensoekarjo (1983) adalah tumbuhan pengganggu yang nilai negatif apabila tumbuhan tersebut merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung dan sebaliknya tumbuhan dikatakan memiliki nilai positif apabila mempunyai daya guna manusia. Pengertian gulma menurut sutidjo (1974) adalah tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan tempatnya dan tidak dikehendaki serta mempunyai nilai negatif.

3. Alat dan Bahan a. Alat tulis b. Kertas c. Gulma d. Hama

(25)

4. Cara Kerja

a. Menyiapkan alat dan bahan pada meja praktikum. b. Menggambar contoh gulma dan hama.

c. Mengamati preparat jamur dibawah mikroskop kemudian menggambar dan memberikan keterangan.

5. Hasil

(Terlampir)

6. Pembahasan

Berdasar praktikum kali ini mengenai pengenalan Oraganisme Pengganggu Tanaman berupa jamur, hama dan gulma.

Jamur pada tumbuhan bermacam –macam tergantung pathogen yang menyerang. Adapun beberapa contoh jamur pada tumbuhan sebagai berikut :

a. Alternaria porri

Bercak ungu (purple blotch) tersebar luas di seluruh dunia. Terdapatnya penyakit ini di Indonesia sudah disebut dalam laporan tahunan, tahun 1930 (Leefmans, 1933 dalamSemangun 2007). Dikatakan penyakit mengebabkan matinya daun-daun bawang daun. Penyakit dapat timbul pada bermacam-macam anggota marga Allium. Kerusakan terberat terjadi pada bawang daun (A. fistulosum) dan bawang putih (A. sativum) yang ditanam pada musim hujan. Penyakit ini juga di kenal dengan nama “trotol”yang sangat merugikan pada bawang merah di Jawa, Sumatra, dan Nusa Tenggara Barat.

(26)

Ujung daun yang sakit mongering. Bercak lebih banyak terdapat pada daun yang sudah tua.

Infeksi pada umbi lapis biasanya terjadi saat panen atau sesudanya. Umbi yang membusuk agak berair. Pembusukan mulai dari leher, dan ini mudah dikenal dari warna yang kuning sampai merah kecoklatan. Jika benang-benang jamur yang berwarna gelap itu berkembang. Jaringan yang sakit akan mongering, berwarna gelap dan berstrutur seperti kertas.

Jamur Alternaria porri (Ell.) Cif. Jamur ini dulunya sering disebut Macrosporium porriEll. Miselium, konidiofor, dan konidium jamur ini tidak dapat di bedakan denganAlternaria solani penyebab bercak kering pada kentang. Oleh karena itu Neergaard (dalam Semangun 2007) beranggapan bahwa A. solani hanyalah salah satu varietas dariA. Porri. Adapun klasifikasi jamur ini sebagai berikut : Kingdom : Fungi

Philum : Ascomycota

Kelas : Dothideomycetes

Subklas : Pleosporomycetidae

Ordo : Pleosporales

Famili : Pleosporaceae

Genus : Alternaria Spesies : Alternaria porri Daur penyakit

(27)

Hadisutrisno et al. (1995, dalam Semangun 2007) ada kolerasi antara konidium yang tertangkap dengan kelembaban relative udara, suhu udara, dan kecepatan angin

Konidium A. porri paling banyak tertangkap pada pukul 10-14 sedangkan paling sedikit pada pukul 22-02. Infeksi terjadi melalui mulut kulit dan melalui luka-luka. Selain kelembaban tinggi, terjadinya infeksi juga memerlukan adanya lapisan air di permukaan minimal 4 jam.

Adapun cara pengendalaiannya :

1. Becak ungu dikendalikan dengan menanam bawang di lahan yang mempunyai drainasi baik dan dengan mengadakan pergiliran tananman(rotasi).

2. Pada bawang daun pemberian pupuk organik yang terdiri atas casting(kotoran cacing) dan mulsa jerami, secara terpisah maupun kombinasinya,dapat mengurangi bercak ungu, disamping juga mengurangi kutu daun (Handayati dan Sihombing,2000).Pemberian pupuk kandang.pupuk hayati Azolla, dan urea juga terbukti dapat menekan intensitas penyakit pada bawang daun.

(28)

4. Kontribusi biaya fungisida pada usaha tani bawang merah lebih kurang 5 % dari biaya produksi.

5. Perlu di ingat bahwa pemberian fungisida berpengaruh negative terdapat populasi mikorida pada akar bawang putih. Fungisida sistemik lebih meracun mekoriza ketimbang fungisida nonsistemik.

6. Penyiraman setelah turunn hujan dikatakan dapat mengurangi serangan Alternaria.Mungkin ini disebabkan karena penyiraman dapat mencuci konidium yang menempel pada daun bersama percikan air tanah (Hartoyo, 2009).

b. Colletotrichum capsici

Klasifikasi jamur Colletotrichum capsici menurut Singh (1998) adalah:

Divisio : Ascomycotina

Sub-divisio : Eumycota

Kelas : Pyrenomycetes

Ordo : Sphaeriales

Famili : Polystigmataceae

Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum capsici

(29)

17-18 x 3-4 μm. Konidia dapat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau merah tua. Tabung kecambah akan segera membentuk apresorium (Singh, 1998). Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum capsici membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli dkk, 1997).

Gejala Serangan

Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah. Infeksi pada buah terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh (Rusli dkk, 1997). Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan berlebihan dan memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan kehilangan sampai 100%. Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan bintik yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap.

Daur Penyakit

(30)

berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai cokelat muda yang sebelumnya adalah massa koloni Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pada permukaan tanaman, menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichumdapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat. Infeksi terjadi setelah apresoria dihasilkan. Karena penurunan dinding secara ekstensif, hifa mempenetrasi kutikula dan ditandai dengan tumbuh dibawah dinding kutikula dan dinding periklinal dari sel epidermis. Kemudian, hifa tumbuh dan menghancurkan dinding sel utama. Ini berhubungan dengan matinya sel yang berdampingan secara ekstensif. Ketika jeringan membusuk, hifa masuk ke pembuluh sklerenkium (sclerenchynatous) dengan langsung tumbuh menembus dindingnya (Aryuni,2014).

c. Puccinia archidis

Jamur ini menyerang tanaman kacang tanah yang sudah cukup tua dan hampir panen. Maka dari itu, kemunculan karat daun pada kacang tanah sering dijadikan sebagai indikator untuk menentukan waktu panen. Pada daun kacang tanah terdapat bercak berwarna hitam, kemudian lama kelamaan bercak tersebut mengering dan daun berlubang. Sementara spora dari Puccinia archidis berbentuk bulat dan berwarna orange. Bagian luarnya agak kasar.

Klasifikasi

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota

(31)

Subclass : Incertae sedis

Order : Uredinales

Family : Pucciniaceae

Genus : Puccinia arachidis

Pengendalian

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan kultur teknis yakni dengan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat sehingga kelembaban tidak terlalu tinggi. Selain itu, dapat juga dilaukan dengan pengendalian kimiawi dengan aplikasi fungisida. Diantara fungisida yang telah terbukti cukup efektif adalah zineb, oksiklorida tembaga, fermat dan dithane serta pemakaian triadimefon atau golongan dithiokarbamat. (Bayuga, 2014).

d. Phytophthora palmivora

Phytophthora palmivora yang menyerang tanaman kakao (Theobroma cacao) mempunyai klasifikasi yaitu Kingdom Stramenophiles, Kelas Oomycetes, Ordo Peronosporales, Famili Pythiaceae, Genus Phytophthora, Spesies Phytophthora palmivora.

Morfologi

Phytophthora palmivora yang menyerang Buah Kakao (Theobroma cacao) ini mempunyai ukuran tubuh yang sangat kecil dan berwarna

(32)

berenang-renang kemudian membentuk kista pada permukaan tanaman dan akhirnya berkecambah dengan menghasilkan hifa yang pipih yang masuk ke dalam jaringan inang. Pada perkecambahan secara tidak langsung diferensiasi zoospora terjadi di dalam sporangium.

Gejala serangan

Buah Kakao (Theobroma cacao) yang terserang tampak berbercak coklat kehitaman, dari ujung atau pangkal buah. Infeksi (Phytophthora palmivora) pada buah menunjukkan gejala bercak berwarna kelabu kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak mengandung air yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam. Bagian buah menjadi busuk dan biji pun turut membusuk. Kerusakan oleh Phytophthora palmivora dapat bervariasi mulai ringan, sedang sampai buah tidak dapat dipanen. Kerusakan berat bila cendawan ini masuk kedalam buah dan menyebabkan pembusukan pada biji. Bila menyerang buah pentil, menyebabkan buah termumifikasi sedangkan serangan pada buah muda menyebabkan pertumbuhan biji terganggu yaitu menjadi lunak dan berwarna coklat kehijau-hijauan dan akibatnya mempengaruhi penurunan kualitas biji. Serangan pada buah yang hampir masak tidak begitu berpengaruh pada pertumbuhan biji namun terjadi biji lembek dan akhirnya penurunan aroma biji yang kurang baik (Asyari, 2012).

Selain jamur, ada juga hama yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, diantaranya sebagai berikut :

c. Kecoa

Kecoa, lipas,atau coro adalah serangga (kelas Insecta)dari ordo Bla ttodea yang kurang lebih terdiri dari 3.500 spesies dalam 6 familia. Kecoa

terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah kutub.

(33)

dianggap sebagaihama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoa yang termasuk dalam kategori ini. (Anonim, 2015) Kecoa yang biasa menjadi hama tanaman adalah kecoa suriname (Pycnoscelus surinamensis)

Mempunyai morfolofi Panjang tumbuh 3- 3,5 cm, Sayap berwarna coklat tua dan Coklat tua bercahaya.

Adapun daur hidup kecoa

 Telur betina berkembang tanpa fertilisasi.  Cangkang Telur rata-rata mengandung 24 telur. Kebiasaan

 Biasanya ditemukan di area luar tepatnya di lubang pohon atau di bawah batu, tapi bisa masuk melalui tanaman hias.

 Mereka lebih suka area gelap, lembab dan hangat.

 Kebiasaan makan di malam hari di tanaman hias atau tanaman di luar ruangan.

 Mereka tidak terbang.(Anonim, 2015). d. Bekicot

Bekicot atau Achatina fulica adalah siput darat yang tergolong dalam suku Achatinidae. Bekicot masuk kedalam filum mollusca. Mollusca adalah hewan bertumbuh lunak yang merupakan hama penting pada tanaman sayuran, tanaman hias, tembakau, karet, pisang, ubi kayu, bawang, cabai, padi dan zingiberaccae. Bekicot memakan daun tanaman dengan kecepatan tinggi.

(34)

e. Kutu Beras

Sitophilus sp. merupakan hama yang paling banyak menyerang beras

dalam simpanan. Kutu tersebut berwarna coklat kehitaman, bila kita pegang maka dia berpura – pura mati tapi setelah dibiarkan sesaat maka kutu tersebut aktif bergerak lagi, tidak menyukai area terang dan selalu mencari area yang gelap untuk berlindung (Udin, 2009)

Kutu beras memiliki panjang sekitar 3 mm. Warna badannya kelihatan perang/hitam, tapi jika diteliti dengan dekat, empat titik jingga/merah tersusun sepanjang penutup sayap. Dalam literature lain pun disebutkan bahwa kutu beras memiliki tubuh berwarna abu - abu kehitaman dengan bintik - bintik hitam di atasnya. kutu betina dapat bertelur 2 - 6 butir setiap harinya. Untuk menyimpan telurnya, kutu betina melubangi bulir beras dengan rahangnya. Satu lubang hanya untuk satu butir telur. Kutu beras dewasa memiliki ukuran sekitar 2 mm panjang dengan muncung panjang. Kutu beras dapat hidup selama beberapa bulan. Selama hidup, kutu betina mampu menghasilkan sekitar 400 butir telur. Telur akan menetas menjadi larva setelah 3 hari. Larva akan hidup pada lubang beras selama 18 hari. Setelah itu akan menjadi pupa selama 5 hari, lalu bermetamorfosis menjadi kutu. Kutu beras merupakan hama perusak bahan pangan.

Kutu beras hidup pada suhu 27 sampai 31 derajat Celcius. kutu akan mati pada suhu di bawah 17 derajat Celcius. Oleh karena itu, salah satu cara menghindari beras agar tidak diserang kutu adalah dengan menyimpan beras di tempat dengan suhu di bawah 17 derajat Celcius.(Wdyawati, 2015) f. Jangkrik

(35)

Beberapa jenis jangkring antara lain jangkrik lading (Gryllutus mitratus), jangkrik hutan (Xenogryllus marmoraia), jangkrik rumput,

jangkrik pohon, jangkrik buah dan gangsir.

Jangkrik menyukai mekanan dari buah, pucuk tanaman daun muda dan makan apa saja yang ditemukan. Kalau menemukan makanan, mula – mula dirasakan dengan paipus kemudian menggitnya dengan rahang yang kuat. Jagkrik mencari makan pada malam hari dan pada keadaan yang sunyi sepi.

Cara merusak tanaman, jangkrik biasanya dengan menggit dan memotong tanaman pada daun dan batang yang masih muda (Anonim, 2014).

g. Belalang

Gejala serangan belalang tidak spesifik, bergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi. Daun biasanya bagian pertama yang diserang. Hampir keseluruhan daun habis termasuk tulang daun, jika serangannya parah.Spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jikapopulasinya sangat tinggi de ngan sumber makanan terbatas. Belalang sendiri termasuk dalam ordo Orthoptera Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.

Pengendalian Hayati

Agens hayati M. anisopliae var. acridium, B. bassiana, Enthomophaga sp.dan Nosuma locustae di beberapa negara terbukti dapat digunakan padasaat populasi belum meningkat.

Pola Tanam

(36)

kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang seperti, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, tomat, atau tanaman yang kurang disukai belalang seperti kacang tanah, petsai, kubis, dan sawi. Mekanis

Melakukan gerakan masal sesuai stadia populasi:Stadia telur. Untuk mengetahui lokasi telur maka dilakukan pemantauan lokasi dan waktu hinggap kelompok belalang dewasa secara intensif. Pada areal atau lokasi bekas serangan yang diketahui terdapat populasi telur, dilakukan pengumpulan kelompok telur melalui pengolahan tanah sedalam 10 cm, kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahan segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang. Stadia nimfa. Setelah dua minggu sejak hinggapnya kelompok belalang kembara mulai dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan adanya nimfa. Nimfa dikendalikan dengan cara memukul, menjaring, membakar atau menggunakan perangkap lainnya. Menghalau nimfa ke suatu tempat yang sudah disiapkan di tempat terbuka untuk kemudian dimatikan. Nimfa yang sudah ada di tempat terbuka apabila memungkinkan juga dapat dilakukan pembakaran namun harus hati-hati agar api tidak merembet ke tempat lain. Pengendalian nimfa berperan penting dalam menekan perkembangan belalang.

Kimiawi

Dalam keadaan populasi tinggi, perlu segera diupayakan penurunan populasi. Apabila cara-cara lain sudah ditempuh tetapi populasi masih tetap tinggi maka insektisida yang efektif dan diijinkan dapat diaplikasikan. Jenis insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan belalang adalah jenis yang berbahan aktif organofosfat seperti fenitrothion. (Sedyowati, 2013).

Selain jamur dan hama sebagai organisme pengganggu tanaman, ada juga gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Berikut adalah gulma yang sering kita jumpai diantara tanaman :

(37)

Imperata cylindrica (alang alang atau lialang) ialah sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Rumput ini juga dikenal dengan nama-nama daerah seperti alalang, halalang.

Alang-alang dapat berbiak dengan cepat, dengan benih-benihnya yang tersebar cepat bersama angin, atau melalui rimpangnya lain-lain (wahyudi, 2013).

Alang-alang atau ilalang ialah sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Rumput ini juga dikenal dengan nama-nama daerah seperti alalang. Nama ilmiahnya adalah Imperata cylindrica, dan ditempatkan dalam anak suku Panicoideae. Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan berbunga, sebagian kerapkali (merah) keunguan, kerapkali dengan karangan rambut di bawah buku. Tinggi 0,2 – 1,5 m, di tempat-tempat lain mungkin lebih. Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang, panjang 12-80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam, berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai, 6-28 cm panjangnya, dengan anak bulir berambut panjang (putih) lk. 1 cm, sebagai alat melayang bulir buah bila masak (Bayu, 2014). b. Rumput teki

Teki (Cyperus rotundus) memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae

(38)

Spesies : Cyperus rotundus L.

Ciri morfologinya : berakar serabut yang tumbuh menyamping dengan membentuk umbi yang banyak, tiap umbi mempunyai mata tunas, batang tumbuh tegak dan berbentuk tumpul atau segitiga, memiliki ciri bentuk pita dengan pertulangan daun sejajar tidak mempunyai ligula atau aurikula, arah daun tersebar merata mengelilingi batang, serta penampang daun berbentuk huruf V.

Daur Hidup : Gulma ini hampir selalu ada di sekitar tanaman budidaya karena dapat berkembangbiak melalui biji, umbi akar dan rhizoma yang sangat sulit untuk dikendalikan secara mekanis.

Habitat : Tempat-tempat basah, di sepanjang pinggir jalan dan di rawa-rawa, daerah dibudidayakan, dan terutama di sawah.

Nilai Ekonomis : Dalam persaingan dengan tanaman budidaya, gulma menghasilkan zat allelopati yang dapat meracuni atau menekan pertumbuhan tanaman budidaya, dan berguna sebagai bahan pakan bagi ternak (Harzinah, 2014)

c. Bandotan

Bandotan (Ageratum conyzoides) adalah sejenis gulma pertanian anggota suku Asteraceae. Terna semusim ini berasal dari Amerika tropis, khususnya Brazil, akan tetapi telah lama masuk dan meliar di wilayah Nusantara. Disebut juga sebagai babandotan atau babadotan (Sd.); wedusan (Jw.); dus-bedusan (Md.); serta Billygoat-weed, Goatweed, Chick weed, atau Whiteweed dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini mendapatkan namanya karena bau yang dikeluarkannya menyerupai bau kambing. (wahyudi, 2013).

Adapun klasifikasi sebagai berikut : Nama umum : Chick weed , bandotan

Nama lokal : Babadotan (Sunda), Wedusan (J) Klasifikasi :

(39)

Kelas : Dicotyledonae Famili : Asteracae Marga : ageratum

Spesies : Ageratum Conyzoides L.

Akar : tanaman ini mempunyai akar tunggang. Batang : batangnya berbentuk bulat bercabang, tumbuh tegak, dapat mencapai ketinggian 60-120 cm. berbulu pada buku-bukunya dan bagian rendah.

Daun : pada daun, berbentuk bulat telur dimana pada bagian tepinya bergerigi dan berbulu. Daun bertangkai cukup panjang. Duduk daun bawah berhadapan, sedangkan bagian atas bertangkai pendek.

Bunga : bunga pada tanaman ini berkelompok seperti cawan, warna biru muda, putih dan violet, mahkota bergantung sempit seperti lonceng terbalik berbentuk lima.

Buah : buah yang terdapat pada tanaman ini berwarna putih, keras, bergerigi lima, runcing dan rambut sisik ada lima. Habitat : pada daerah tropis berada pada tempat yang tak tergenang air dan pada daerah subtropis berada pada ketinggian 1-1200 m dpl. Suhu optimal untuk tumbuh 16-24 ˚C. intensitas cahaya tinggi yang dibituhkan gulma ini sehingga pertumbuhan direduksi bila ternaungi. Dapat tumbuh berasosiasi dengan padi gogo, palawija, kopi, tembakau, kelapa sawit dan cengkeh.

Perbanyakan : perbanyakan tanaman ini secara generatif dengan biji dan akar.

(40)

7. Kesimpulan

Dari pembahasan sebelumnya, bahwasannya praktikum kali ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Jamur, hama dan gulma adalah organisme pengganggu tanaman, sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terganggu.

b. Organisme penggangu tanaman berupa jamur, meliputi Alternaria porri, Colletotrichum capsisi, Puccinia arachidis dan Phytophora

palmivora.

c. Jamur tersebut menyerang tanaman tertentu dan dampak yang ditunjukan oleh tanaman akibat jamur juga berbeda.

d. Organisme penggangu tanaman berupa hama, seperti kecoa, bekicot, kutu beras, jangkrik dan belalang.

e. Hama menyerang hamper semua bagian tanaman bahkan pada hasil pasca panen pun dapat menjadi sasaran hama tersebut.

f. Gejala yang ditunjukan oleh tanaman apabila diserang oleh hama, bagian tanaman tersebut rusak.

g. Organisme penggangu tanaman berupa gulma, seperti alang – alang, rumput teki dan bandotan.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Panduan Hama. http://www.rentokil.co.id/panduan-hama/serangga-dan-laba-laba/kecoa/kecoa-suriname/ (Diakses Minggu, 21 Juni 2015)

Anonim, 2015. Kecoa. https://id.wikipedia.org/wiki/Kecoa (Diakses Minggu, 21 Juni 2015)

Anonim, 2014. Pengendalian Hama Jangkrik Dan Gangsir Pada Tanaman Cabe.

http://www.pustakadunia.com/kumpulan-artikel-umum/pengendalian-hama-jangkrik-dan-gangsir-pada-tanaman-cabe/ (Diakses Minggu, 21 Juni 2015) Aryuni, Mira. 2014. Pengamatan Mikroskopis Spora C.capsici.

http://miraaryuni15.blogspot .com/2014/05/pengamatan-mikroskopis-spora-c-capsici.html (Diakses Jum’at 19 Juni 2015)

Asyari, M. 2012. Laporan Pengenalan Jamur. http://agribusines10.blogspot.com/2012/08/ laporan -pengenalan-jamur.html (Diakses Jum’at, 19 Juni 2015)

Bayuga, A. 2014. Pengamatan Penyakit Karat Pada Daun.

http://bayuga12.blogspot.com/2014/05/pengamatan-penyakit-karat-daun-laporan.html (Diakses Minggu, 21 Juni 2015).

Bayu, R. 2014. Laporan Praktikum Pengendalian Gulma. http://rsbku. blogspot.com/2014/06/laporan-praktikum-pengendalian-gulma_1.html Diakses Minggu, 21 Juni 2015)

Gunawan. 2011. Filum Mollusca. https://guncitorvum.wordpress .com/2011/10/23/filum-mollusca/ (Diakses Minggu, 21 Juni 2015)

Hartoyo, Nanang. 2009. Bercak Ungu.

https://nananghartoyo.wordpress.com/2009/10/28/bercak-ungu/ (Diakses Jum’at, 19 Juni 2015)

(42)

Udin. 2009. Pengendalian Kutu Beras. http://hamadanpenyakittanaman. blogspot.com/2009/01/pengendalian-kutu-beras-sitophilus.html (Diakses Minggu, 21 Juni 2015)

Sedyowati. 2013. Pengendalian Hama Belalang Pada Tanaman. http://hargajagungbns.blogspot.com/2013/11/pengendalian-hama-belalang-pada-tanaman.html (Diakses Minggu, 21 Juni 2015).

Wahyudi, R. 2013. Macam – Macam Gambar Gulma dan Keterangannya. http://www.mentari-dunia.com/2013/01/macam-macam-gambar-gulma-dan.html (Diakses Minggu, 21 Juni 2015)

Widyawati, E. Fisologi Hewan. https://www.academia.edu/6700581 /fisiologi_hewan (Diakses Minggu, 21 Juni 2015)

(43)

PRAKTIKUM III PENGENALAN PESTISIDA

1. Tujuan Praktikum

a. Untuk mengetahui jenis – jenis pestisida kimia. b. Untuk mengetahui kandungan pestisida kimia. c. Untuk mengetahui sasaran OPT dari pestisida kimia.

2. Dasar Teori

Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang penting. Terutama digunakan dalam melindungi manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor yang menularkan penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan pestisida. Dan berkat pestisida, manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain.

(44)

adalah pestisida yang berfungsi untuk membunuh nematode, contohnya : Furadan (Alansyah, 2014).

Dilihat dari cara masuknya (mode of entry) ke dalam tubuh serangga insektisida dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu racun perut, racun kontak, dan fumigant :

a. Racun Perut (stomach poison)

Insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pecernaaan makanan (perut). Serangga terbunuh bila insektisida tersebut termakan oleh serangga. Jenis-jenis insektisida lama umumnya merupakan racun perut, sedangkan insektisida modern sangat sedikit yang merupakan racun perut.

b. Racun Kontak (contact poison)

Insektisida memasuki tubuh serangga bila serangga mengadakan kontak dengan insektisida atau serangga berjalan diatas permukaan tanaman yang telah mengandung insektisida. Di sini insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui dinding tubuh. Insektisida modern pada umumnya merupakan racun kontak. Apabila permukaan tanaman yang mengandung insektisida tersebut dimakan serangga, racun tersebut juga memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan. Contoh insektisida racun kontak adalah BHC dan DDT.

c. Fumigan

Fumigan merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernafasan serangga atau sistem trachea yang kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Karena sifatnya yang mudah menguap fumigan biasanya digunakan untuk mengendalikan hama simpanan yang berada di ruang atau tempat tertutup dan juga untuk mengendalikan hama yang berada di dalam tanah. Contoh fumigan adalah hidrogen sianida (HCN), fosfin dan metil bromida.

(45)

Racun perut/lambung : bahan racun akan merusak dalam jumlah besar dalam perut, usus atau sistem pencernaan jasad sasaran setelah pestisida masuk tertelan.

Racun kontak : pestisida yang bersifat membunuh atau mengganggu perkembangbiakan bila racun mengenai jasad sasaran, baik secara langsung mengenai tubuh sasarannya maupun karena tertinggal/menempel pada permukaan daun/bagian tanaman atau pada tempat-tempat yang biasa disinggahi OPT

Racun nafas : pestisida yang dapat meracuni jasad sasaran karena terhisap atau masuk ke dalam sistem pernafasannya. Bahan racun pestisida ini biasanya berbentuk gas atau bahan lain yang mudah menguap (fumigan) • Racun syaraf : pestisida yang cara kerjanya mengganggu sistem syaraf

jasad sasaran

Racun protoplasmik : racun yang bekerja dengan cara merusak protein dalam sel tubuh jasad sasaran

Racun sistemik : pestisida yang dapat masuk ke dalam jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruhbagian tanaman, sehingga bila dihisap, dimakan atau mengenai jasad sasarannya bisa meracuni. Jenis tertentu masuk menembus jaringan tanaman (translaminar).

Pestisida sebelum siap digunakan harus diformulasikan terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasikan sendiri atau dikirim ke formulator lain. Kemudian oleh formulator baru diberi nama dagang sesuai dengan keinginannya. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai (Sudarmo, 1988):

a. Cairan emulsi (ec) : Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.

(46)

c. Debu (dust) : Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Pestisida formulasi debu kurang banyak digunakan karena kurang efisien. d. Tepung (powder) (sp) : Komposisi pestisida formulasi tepung, pada

umumnya terdiri atsa bahan aktif dan zat pembawa seperti tanah liat atau talek (biasanya 50 – 70%). Biasanya dibelakang nama dagang tercantum singkatan WP atau WSP.

e. Oli (oil) : Biasa dikenal dengan singkatan SCO. Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xylem, korosen, atau aminoester. f. Fumigansia (fumigant) : Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat

menghasilkan gas, bau, asap, uap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan. (Nurdianti, 2014).

3. Alat dan Bahan a. Alat

• Alat tulis • Kertas HVS b. Bahan

• Win gran • Furadan 3GR • Plantomycin • Antracol • Ripcord

• Dursban 200 EC • Sidabas 500 EC • Sidamenthrin 50 EC • Copcide 77 wp • Roundup • Dithane M45 • Sevin 85 SP

(47)

• Agroxone -4

4. Cara Kerja

a. Menyiapkan alat dan bahan pada meja praktikum. b. Menggambar preparat penyakit pada tumbuhan. c. Menulis keterangan pestisida.

5. Hasil

(Terlampir)

6. Pembahasan

Praktikum kali ini menganai pengenalan pestisida kimia baik cair maupun padat. Pestisida kimia sebagai berikut :

a. Wingran

WINGRAN 0,5G adalah insektisida sistemik, racun kontak dan lambung berbentuk butiran butiran untuk mengatasi serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens) dan penggerek batang (Tryporuza innotata) pada tanaman padi. Pestisida ini termasuk golongan Insektisida memiliki bahan bktif : Imidakloprid 0,5 % Nama kimia : 1-(6-Chloro-3-Pyridymetyl)-N-nitroiminomidazolidin-2-ylideneamine Rumus empiris : C9H10ClN5O2. Cara aplikasinya diatur secara merata dipertanaman bersamaan dengan pemupukan susulan pertama. Selain itu waktu dan interval waktu perlu diperhatikan2 – 3 minggu setelah tanam. Jika tingkat serangan tinggi perlu satu kali dengan dosis yang sama dengan selang waktu 30 hari. (Anonim, 2015)

b. Furadan 3GR

Nama bahan aktif : Karbofuram 3% Formulasi : Granules (Butiran) Cara aplikasi : penaburan

(48)

Hama sasarannya yaitu nematode pada tanaman jeruk dengan dosis aplikasi 30 kg/ha dan penggerek batang pada padi dengan dosis aplikasi 5-10 gr/m². Waktu aplikasi apabila populasi hama sudah mencapai ambang pengendalian sesuai rekomendasi tempat.

Formulasi granules kadar bahan aktif paling tinggi 10%. Bahan aktif ini diikat oleh bahan penyangga dan dilepaskan secara berangsur-angsur sedemikian rupa sehingga dapat masuk ke dalam tanaman melalui akar. Proses pelepasan bahan aktif dipengaruhi oleh bahan penyangga , kelembaban dan tekstur tanah (DPTP, 1985).

Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 %, dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi butiran lebih mudah dibandingkan dengan formulasi lain (Nurdianti, 2014).

c. Plantomycin

Pestisida ini merupakan bakterisida yang bersifat prefentif dan kuratif yang sangat efektif untuk mengendalikan xanthomonas (kresek/ngelaras). Dengan dosis 0,7 - 1 gr per liter. Pestisida ini termasuk dalam golongan bakterisida sistemik dengan bahan aktif streptomisin sulfat. Adapun keunggulannya Berbahan aktif antibiotik yang dapat meningkatkan kekebalan tanaman dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri, pemakaian antibiotik sebagai bakterisida termasuk cara baru. keefektifannya sudah teruji. (Doni, 2012).

d. Antracol

(49)

infeksi parah/ generatif, Antracol lebih baik dicampur dengan Pitora dengan takaran konsentrasi Antracol 2 g/l + Pitora 0.7 g/l.

Secara umum, kelebihan pestisida jenis ini adalah mudah di dapatkan di berbagai tempat, zatnya lebih cepat bereaksi pada tanaman yang di beri pestisida, kemasan lebih praktis, bersifat tahan lama untuk disimpan, dan daya racunnya tinggi (langsung mematikan bagi serangga). Sedangkan kekurangannya adalah hama menjadi kebal (resisten), peledakan hama baru (resurjensi), penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan (air dan tanah) oleh residu bahan kimia, tidak ramah lingkungan, harganya mahal, matinya musuh alami hama tanaman, dan matinya organisme yang berguna.(Alansyah, 2014).

e. Ripcord

Insektisida ripcord 50EC berupa cairan pekatan yang dapat dicampur didalam air. Insektisida ini mampu melindungi semua jenis tanaman mulai dari tanaman cabai sampai kelapa sawit.

f. Dursban 200 EC

Dursban 200 EC termasuk ke dalam jenis pestisida golongan insektisida yaitu pestisida untuk membunuh serangga hama pada tanaman dengan formulasi 200 EC. Jenis bahan aktif yang terkandung dalam Dursban 200 EC adalah Klorpirifos 200 g/l. Cara aplikasi Dursban 200 EC adalah penyemprotan dengan cara kerja kontak, lambung, pernafasan yaitu jika Racun Kontak, maka hanya yang hama yang terkena kontak dengan pestisida ini yang akan merasakan efek kematiannya, tapi jika hama/serangga tersebut tidak terkena kontak, maka hama/serangganya tetap selamat.Jika Racun Lambung, hanya jika termakan oleh hama/serangga saja baru ada efeknya dan Racun Pernafasan hanya yang menghirupnya saja yang mati.

(50)

serangga). Sedangkan kekurangannya adalah hama menjadi kebal (resisten), peledakan hama baru (resurjensi), penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan (air dan tanah ) oleh residu bahan kimia, tidak ramah lingkungan, harganya mahal, matinya musuh alami hama tanaman, dan matinya organisme yang berguna.(Alansyah, 2014).

g. Sidabas 500 EC

Insektisida racun kontak dan lambung berbetuk pekatan berwarna coklat muda yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan hama-hama penting pada tanaman padi seperti wereng coklat, wereng hijau, wereng punggung putih, walang sangit, lalat daun, hama putih palsu dan hama-hama penting lainnya pada tanaman kedelai, kakao, jagung, kopi, lada, lamtoro, padi dan teh. Manfaat Produk Insektisida ini yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian untuk pengendalian hama tanaman padi sehingga bermanfaat untuk tanaman dan aman. Selain itu dapat melindungi tanaman palawija, sayuran & tanaman lainnya. Keunggulan Produk Insektisida pengendali wereng yang ekonomis,dan sudah teruji,Mampu mengendalikan berbagai jenis hama penting pada berbagai Tanaman . (anonym,2014).

h. Sidamenthrin 50 EC

Insektisida racun kontak Dan perut berbentuk pekatan yang dapat di emulsikan berwarna kuning muda untuk mengendalikan Hama pada tanaman kacang panjang ,kubis,jeruk,teh ,tembakau.Bahan aktif :sipermentrin 50 gl. (Anonim, 2015)

i. Copcide 77 wp

(51)

interval aplikasi disesuaikan dengan rekomendasi dan instansi teknis yang terkait. (Anonim, 2015)

j. Roundup

Roundup 486 sl merupakan herbisida purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar dan teki-tekian. Diformulasikan dengan menggunakan teknologi biosorb. Nama Kimia N-(phosphonomethyl) glycine

Rumus Empiris C6H17O5N2P

Berat Molekul 228

Warna Larutan berwarna coklat kuning emas

Berat Jenis 1,1592 + 0,005

Kekentalan 14,3 CPS

Kandungan bahan aktif 486 g/l ipa glifosat (42% w/w ipa glifosat, setara dengan glifosat 360 g/L)

pH 5,7

Keunggulan produk ini adalah

o Diserap dan ditranslokasikan ke jaringan gulma tiga kali lebih cepat dan lebih banyak sehingga daya brantas lebih unggul dalam jangka waktu lama

 Jenis gulma yang dapat dikendalikan lebih banyak, sekalipun gulma bandel

 Tahan hujan 1-2 jam setelah aplikasi. Ini akan menghilangkan kekhawatiran akan penyemprotan ulang dan resiko karena hujan  Lebih fleksibel pada kondisi lapangan

 Formulasi menggunakan teknologi Biosorb yang sudah dipatenkan dan tidak bisa ditiru oleh kompetitor lain

 Konsisten dalam mutu

 Tidak perlu menambahkan bahan surfaktan lain (anonym, 2015)

(52)

Dhitane M-45 80 WP termasuk ke dalam jenis pestisida golongan fungisida yaitu pestisida untuk membunuh jamur atau cendawan. Jenis bahan aktif yang terkandung dalam antracol adalah Mankozeb 80 %. Cara aplikasi Dithane M-45 80 WP adalah penyemprotan volume tinggi dimulai 5 minggu setelah tanam apabila terlihat gejala serangan atau bila kelembaban tinggi dan suhu rata-rata harian diatas 27 derajat Celcius dan diulangi setiap 1 – 2 minggu sesuai tingkat serangan.

Secara umum, kelebihan pestisida jenis ini adalah mudah di dapatkan di berbagai tempat, zatnya lebih cepat bereaksi pada tanaman yang di beri pestisida, kemasan lebih praktis, bersifat tahan lama untuk disimpan, dan daya racunnya tinggi (langsung mematikan bagi serangga). Sedangkan kekurangannya adalah hama menjadi kebal (resisten), peledakan hama baru (resurjensi), penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan (air dan tanah) oleh residu bahan kimia, tidak ramah lingkungan, harganya mahal, matinya musuh alami hama tanaman, dan matinya organisme yang berguna.(Alansyah, 2014).

l. Sevin 85 SP

Referensi

Dokumen terkait