• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makala pencemaran akibat kebakaran hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makala pencemaran akibat kebakaran hutan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Seiring dengan berjalannya waktu, kian lama kian bertambah jumlah penduduk di bumi ini. Dengan bertambahnya populasi makhluk hidup khususnya manusia, membuat manusia semakin membutuhkan asupan oksigen yang banyak. Dalam hal ini kita berbicara dengan penghasil oksigen di bumi yakni hutan. Kebutuhan manusia yang umumnya bersifat konsumtif dapat mempengaruhi fungsi hutan secara terang-terangan hutan dijamah manusia untuk dieksploitasi untuk berbagai keperluan. Berkurangnya paru-paru dunia banyak sekali membawa dampak yang sangat buruk bagi keberlangsungan makhluk hidup dalam beraktifitas, khususnya flora dan fauna yang mendiami hutan tersebut.

Masalah kompleks yang hanya disuguhi penyelesaian tanpa aksi hanya berkutat pada perjanjiam hitam di atas putih saja. Banyak sekali pelanggaran dan tragedi yang menimpa hutan. Dari bencana alam hingga ulah tangan manusia menyebabkan hutan tidak lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Untuk itu penulis membuat makalah ini guna memenuhi tugas mengenai mata kuliah Pengantar Ilmu Lingkungan sebagai kajian dari mahasiswa yang akan memunculkan ide-ide dan gagasan terbaru dengan pembaharuan yang muncul dari seorang mahasiswa guna ikut bersama-sama menjaga kelestarian alam di bumi ini.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah yang ada, diantaranya :

1. Apa itu hutan?

2. Apa jenis-jenis hutan di indonesia? 3. Apa pengertian kebakaran hutan? 4. Mengapa bisa terjadi kebaran hutan?

5. Apa dampak kebakaran hutan bagi masyarakat sekitar? 6. Bagaimana cara penanganan kebakaran hutan?

7. Apa peraturan pemerintah di Indonesia tentang kehutanan? 8. Apa contoh kasus kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia?

1.3

Tujuan Penulisan

Berikut ini merupakan tujuan dari makalah ini dibuat yaitu :

(2)

- Mengetahui penyebab kebakaran hutan dan dampak kebakaran hutan terhadap lingkungan sekitar

- Mengetahui cara penanganan kebakaran hutan

-

Mengetahui peraturan pemerintah yang ada di Indonesia tentang kehutanan

1.4

Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada orang yang membacanya khususnya mahasiswa kelas 2 Analis kimia :

- Membuka wawasan mengenai fungsi dan jenis hutan umumnya di Indonesia. - Mengetahui gejala kebakaran hutan.

- Mengetahui dampak dari kebakaran hutan serta cara penanganan bencana kebakaran hutan.

1.5 Metoda Penulisan

Metoda yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini yaitu dengan mencari literatur dari internet dan buku.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Pengertian hutan

Hutan

adalah kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta

(3)

semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan

berfungsi sebagai

penampung

karbon dioksida

(

carbon dioxide sink

),

habitat

hewan

,

modulator

arus hidrologika

, serta pelestari

tanah

, dan merupakan salah

satu aspek

biosfer

Bumi

yang paling penting

Secara sederhana, ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu komunitas biologi yang didominasi oleh pohon-pohonan tanaman keras. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967, hutan diartikan sebagai lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara menyeluruh merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.

Kumpulan pohon yang dikatergorikan sebagai hutan jika sekelompok pohon-pohon tersebut mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat, sehingga merasang pemangkasan alami dengan menaungi ranting dan dahan di bagian bawah dan menghasilkan serasah sebagai bahan organik. Karena hutan diartikan sebagai suatu asosiasi, maka antara jenis pohon yang satu dan jenis pohon yang lain yang terdapat di dalamnya akan saling ketergantungan. Namun, selain terjadi ketergantungan, di dalam hutan akan terjadi pula persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, sinar matahari, atau tempat tumbuh. Hutan merupakan suatu ekosistem natural yang telah mencapai keseimbangan klimaks dan merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan paling besar yang mampu pulih kembali dari perubahan-perubahan yang dideritanya, sejauh tidak melampui batas-batas yang ditoleransi.

Hutan bukan semata-mata kumpulan pohon-pohon yang hanya dieksploitasi hasil kayunya saja, tetapi hutan merupakan persekutuan hidup alam hayati atau suatu masyarakat tumbuhan yang kompleks yang terdiri atas pohon-pohon, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, hewan, dan alam lingkungannya. Semuanya itu mempunyai keterkaitan dalam hubungan ketergantungan satu sama lainnya.

(4)

Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.

2.2

Klarifikasi Tipe-tipe Hutan di Indonesia

Departemen Kehutanan dalam Vademecum (1976) telah mengklasifikasikan hutan di Indonesia berdasarkan keadaan iklim, edafis, dan komposisi tegakan. Faktor iklim menurut pembagian F.H. Schimidt dan J.H. Ferguson yang didasarkan pada nilai Q, yaitu persentase perbandingan antara jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah, sehingga diperoleh tipe-tipe iklim A, B, C, D dan seterusnya berturut-turut dari nilai Q yang terkecil sampai terbesar. Faktor iklim yang mempengaruhi pernbentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin. Tipe hutan yang pembentukannya sangat dipengaruhi oleh faktor iklim disebut Formasi Klimatis (Klimatic Formation). Termasuk kedalamnya, yaitu : Hutan Hujan (Tropical Rain Forest), Hutan Musim (Monsoon Forest), dan Hutan Gambut (Peat Forest). Sedangkan tipe hutan yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor edafik (faktor yang bergantung pada keadaan tanah, kandungan air dan udara di dalamnya) disebut Formasi Edafik (Edafice Formation), yang termasuk kedalamnya : Hutan Rawa (Swamp Forest), Hutan Payau (Mangrove Forest), Hutan Pantai (Littoral Forest).

FORMASI KLIMATIS

1. Hutan Hujan (Tropical Rain Forest)

Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropis adalah

bioma berupa hutan yang selalu basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa.

(5)

Gambar 1. Hutan Hujan Tropis

Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Ketinggian Tempat

Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis dibedakan menjadi tiga zona atau wilayah sebagai berikut.

1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.

2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 1.000 - 3.300 m dari permukaan laut.

3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 3.300 - 4.100 m dari permukaan laut.

1. Zona Hutan Hujan Bawah

Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan bawah meliputi pulaupulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Irian, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku misalnya di pulau Taliabu, Mangole, Mandioli, Sanan, dan Obi. Di hutan hujan bawah banyak terdapat spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae terutama anggota genus Shorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatiea, Dryobalanops, dan Cotylelobium.

(6)

anggota famili Lauraceae, Myrtaceae, Myristicaceae, dan Ebenaceae, serta pohon-pohon anggota genus Agathis, Koompasia, dan Dyera.

Pada ekosistem hutan hujan bawah di Jawa dan Nusa Tenggara terdapat spesies pohon anggota genus Altingia, Bischofia, Castanopsis, Ficus, dan Gossampinus, serta spesies-spesies pohon dari famili Leguminosae. Adapun eksosistem hutan hujan bawah di Sulawesi, Maluku, dan Irian, merupakan hutan campuran yang didominasi oleh spesies pohon Palaquium spp., Pometia pinnata, Intsia spp., Diospyros spp., Koordersiodendron pinnatum, dan Canarium spp. Spesies-spesies tumbuhan merambat yang banyak dijumpai di hutan hujan bawah adalah anggota famili

Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan (Calamus spp.).

2. Zona Hutan Hujan Tengah

Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan tengah meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, sebagian daerah Indonesia Timor, di Aceh dan Sumatra Utara. Secara umum, ekosistem hutan hujan tengah didominasi oleh genus Quercus, Castanopsis, Nothofagus, dan spesies pohon anggota famili Magnoliaceae. Di beberapa daerah, tipe ekosistem hutan hujan tengah agak khas. Misalnya di Aceh dan Sumatra Utara terdapat spesies pohon Pinus merkusii, di Jawa Tengah terdapat spesies pohon

Albizzia montana dan Anaphalis javanica, di beberapa daerah Jawa Timur terdapat spesies pohon Cassuarina spp., di Sulawesi terdapat kelompok spesies pohon anggota genus Agathis dan Podocarpus. Di sebagian daerah Indonesia Timur terdapat spesies pohon anggota genus Trema, Vaccinium, dan pohon Podocarpus imbricatus,

sedangkan spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae hanya terdapat pada daerah-daerah yang memiliki ketinggian tempat 1.200 m dpl.

3. Zona Hutan Hujan Atas

(7)

samping itu, mengandung juga spesies pohon Eugenia spp. dan Calophyllum,

sedangkan di sebagian daerah Indonesia Barat dijumpai juga kelompokkelompok tegakan Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus yang tumbuh dalam ekosistem hutan hujan atas pada daerah yang memiliki ketinggian tempat lebih dari 3.300 m dpl.

2. Hutan Musim (Monsoon Forest)

Hutan musim dapat disebut sebagai suatu bioma berupa hutan yang biasa ditemukan di wilayah tropika dan subtropika atau iklim monsoon (kemarau dan hujan) dengan macam tumbuhan sejenis. Wilayah-wilayah ini memiliki iklim hangat sepanjang tahun, tapi mengalami musim kering (kemarau) yang tak kalah panjangnya selama beberapa bulan. Meskipun begitu, curah hujan pun turun di daerah ini hingga beberapa ratus millimeter tiap tahunnya, bahkan dapat lebih.

(8)

Gambar 2. Hutan Musim

Penyebaran lokasi ekosistem hutan musim meliputi wilayah negara-negara yang beriklim musim (monsoon), misalnya di India, Myanmar, Indonesia, Afrika Timur, dan Australia Utara. Di Indonesia, tipe ekosistem hutan musim berada di Jawa (terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur), di kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian.

Vegetasi yang berada dalam ekosistem hutan musim didominasi oleh spesies-spesies pohon yang menggugurkan daun di musim kering, sehingga type ekosistem musim disebut juga hutan gugur daun atau deciduous forest. Pada ekosistem hutan ini umumnya hanya memiliki satu lapisan tajuk atau satu stratum dengan tajuk-tajuk pohon yang tidak saling tumpang-tindih, sehingga masih banyak sinar matahari yang bisa masuk hutan sampai ke lantai hutan, apalagi pada saat sedang gugur daun. Hal ini memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai spesies semak dan herba yang menutup lantai hutan secara rapat, sehingga menyulitkan bagi orang untuk masuk ke dalam hutan.

Pada musim kering, mayoritas pepohonan di hutan musim menggugurkan semua daunnya, tetapi lamanya daun gugur bergantung kepada persediaan air dalam tanah, dan hal demikian itu dapat berbeda-beda antartempat dalam hutan yang sama. Sebagai contoh untuk tempat-tempat yang ada di pinggir sungai yang selalu ada cukup air, menyebabkan daun-daun pohon gugur secara bergantian, bahkan di sini tidak setiap spesies pohon menggugurkan semua daunnya. Pada akhir musim kering, banyak dijumpai pohon yang mulai berbunga. Transpirasi melalui bunga sangat kecil, sehingga tidak mengganggu keseimbangan air dalam tubuh tumbuhan. Kemudian setelah masuk musim hujan, pepohonan mampu memproduksi daun baru, buah, dan biji, sepanjang air tanah cepat tersedia bagi tumbuhan.

Bunga yang dihasilkan oleh pepohonan di hutan musim sering berukuran besar dan memiliki warna yang terang, dan berbeda jika dibandingkan dengan bunga yang dihasilkan oleh pepohonan di hutan hujan tropis (pohon yang selalu hijau = evergreen).

(9)

Spesies pepohonan yang ada pada ekosistem hutan musim antara lain Tectona grandis, Dalbergia latifolia, Acacia leucophloea, Schleieera oleosa, Eucalyptus alba, Santalum album, Albizzia chinensis, dan Timonius cerysus.

Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan musim dibedakan menjadi dua zona atau wilayah sebagai berikut

1. Zona 1 dinamakan hutan musim bawah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.

2. Zona 2 dinamakan hutan musim tengah dan atas karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 1.000-4.100 m dari permukaan laut.

1. Zona Hutan Musim Bawah

Spesies-spesies pohon yang merupakan ciri khas tipe ekosistem hutan musim bawah di daerah Jawa antara lain Tectona grandis, Acacia leucophloea, Aetinophora fragrans, Albizzia chinensis, Azadirachta indica, dan Caesalpinia digyna. Di kepulauan Nusa Tenggara dijumpai spesies-spesies pohon yang menjadi ciri khas hutan musim, yaitu Eucalyptus alba dan Santalum album, sedangkan spesies pohon khas hutan musim di Maluku dan Irian antara lain Melaleuca leucadendron, Eucalyptus spp., Corypha utan, Timonius cerycus, dan Banksia dentata.

2. Zona Hutan Musim Tengah dan Atas

Spesies pohon yang merupakan ciri khas ekosistem hutan musim tengah dan alas adalah sebagai berikut. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat pohon Casuarina junghuhniana sebagai spesies pohon dominan dan khas untuk tipe ekosistem hutan musim tengah dan atas. Hutan musim tengah dan atas di daerah Indonesia Timur mengandung spesies pohon khas untuk ekosistem tersebut, yaitu Eucalyptus spp. Adapun spesies pohon khas untuk hutan musim tengah dan alas di daerah Sumatra yaitu Pinus merkusii.

(10)

Hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air dalam keadaan asam dengan pH 3,5 - 4,0. Hal itu tentunya menjadikan tanah sangat miskin hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan bahan tanaman yang telah mati.

Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah. Daerah gambut pada umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik dan lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang air tawar.

Gambar 3. Hutan Gambut

(11)

Menurut Irwan (1992), gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun, dan lainnya) dan mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi. Permukaan gambut tampak seperti kerak yang berserabut, kemudian bagian dalam yang lembap berisi tumpukan sisa-sisa tumbuhan, baik itu potongan-potongan kayu besar maupun sisa-sisa tumbuhan lainnya. Anwar dkk. (1984 dalam Irwan, 1992) mengemukakan bahwa gambut dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu gambut ombrogen dan gambut topogen.

1. Gambut Ombrogen

Bentuk gambut ini umum dijumpai dan banyak ditemukan di daerah dekat pantai dengan kedalaman gambut mencapai 20 m. Air gambut itu sangat asam dan sangat miskin hara (oligotrofik) terutama kalsium karena tidak ada zat hara yang masuk dari sumber lain, sehingga tumbuhan yang hidup pada tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara dari gambut dan dari air hujan

2. Gambut topogen

Bentuk gambut seperti ini tidak sering dijumpai, biasanya terbentuk pada lekukan-lekukan tanah di pantai-pantai (di balik bukit pasir) dan di daerah pedalaman yang drainasenya terhambat. Air gambut ini bersifat agak asam dan mengandung zat hara agak banyak (mesotrofik). Tumbuhan-tumbuhan yang hidup pada tanah gambut topogen masih mendapatkan zat hara dari tanah mineral, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan.

Tipe ekosistem hutan gambut ini berada pada daerah yang mempunyai tipe iklim A dan B (tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson), pada tanah organosol yang memiliki lapisan gambut setebal lebih dari 50 cm (Santoso,1996; Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Hutan gambut itu pada umumnya terletak di antara hutan rawa dan hutan hujan.

Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan gambut merupakan spesies-spesies tumbuhan yang selalu hijau (evergreen). Spesies-spesies pohon yang banyak dijumpai di

dalam ekosistem hutan gambut antara lain

Alstonia spp., Dyera spp., Durio

(12)

arborescens, Tetramerista glabra, Dactyloeladus stenostachys, Diospyros

spp., dan Myristica spp. Khusus di Kalimantan dan Sumatra Selatan, pada

ekosistem hutan gambut banyak dijumpai Gonystylus spp.

FORMASI EDAFIK

1. Hutan Rawa (Swamp Forest)

Hutan Rawa adalah hutan yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang selalu tergenang air tawar atau secara musiman hutan tersebut tergenang air tawar. Secara periodik daerah-daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila musim hujan selalu tergenang akan terbentuk hutan rawa. Selain itu Hutan rawa juga biasanya terdapat di belakang hutan payau atau mangrove.

Ciri dari tipe ekosistem Hutan Rawa adalah hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial dan aerasinya buruk. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.

Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan rawa termasuk kategori vegetasi yang selalu hijau, di antaranya adalah berupa pohon-pohon dengan tinggi mencapai 40 meter dan mempunyai beberapa lapisan tajuk. Oleh karena hutan rawa ini mempunyai beberapa lapisan tajuk (beberapa stratum), maka bentuknya hampir menyerupai ekosistem hutan hujan tropis. Spesies-spesies pohon yang banyak terdapat dalam ekosistem hutan rawa antara lain Eucalyptus degulpta, Palaquium leiocarpum, Shorea uliginosa, Campnosperma macrophylla, Gareinia spp., Eugenia spp., Canarium spp., Koompassia spp., Calophyllum spp., Xylopia spp..

(13)

Ada beberapa daerah berawa yang hanya ditumbuhi rumput, ada pula yang hanya didominasi oleh pandan dan palem. Meskipun demikian ada juga yang menyerupai hutan hujan tropis dataran rendah dengan pohon-pohon berakar tunjang, berbagai spesies palem, dan terdapat spesies-spesies tumbuhan epifit, tetapi kekayaan jenis dan kepadatannya tentu lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem hutan hujan tropis.

Tipe ekosistem hutan rawa terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia, misalnya di Sumatra bagian Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku dan Irian Jaya bagian Selatan.

2. Hutan Payau (Mangrove Forest)

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh

pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi

(14)

Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.

Ekosistem hutan payau termasuk tipe ekosistem hutan yang tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkungan yang sangat dominan dalam pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis. Salah satu faktor lingkungan lainnya yang sangat menentukan perkembangan hutan payau adalah salinitas atau kadar garam (Kusmana, 1997).

Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem hutan payau didominasi oleh tumbuh-tumbuhan yang mempunyai akar napas atau pneumatofora (Ewusie, 1990). Di samping itu, spesies tumbuhan yang hidup dalam ekosistem hutan payau adalah spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap salinitas payau dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian, sehingga spesies tumbuhannya disebut tumbuhan halophytes obligat. Tumbuh-tumbuhan itu pada umumnya merupakan spesies pohon yang dapat mencapai ketinggian 50 m dan hanya membentuk satu stratum tajuk, sehingga umumnya dikatakan bahwa pada hutan payau tidak ada stratifikasi tajuk secara lengkap seperti pada tipe-tipe ekosistem hutan lainnya. tumbuh-tumbuhan yang ada atau dijumpai pada ekosistem hutan payau terdiri atas 12 genus tumbuhan berbunga antara lain genus Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aeigiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Gonocarpus.

(15)

daerah payau pada umumnya membentuk tegakan murni dan merupakan ciri khas komunitas tumbuhannya. Spesies-spesies pohon utama itu antara lain Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., dan Bruguiera spp. Spesies-spesies pohon yang dapat menjadi pionir menuju ke arah laut adalah Avicennia spp., Sonneratia spp., dan

Rhizophora spp., tetapi bergantung kepada kedalaman pantai dan ombaknya.

Di habitat ini memungkinkan terjalinnya perpaduan yang unik antara organisme laut dan darat, serta antara organisme air asin dan air tawar.

(16)

3. Hutan Pantai (Littoral Forest)

Hutan pantai adalah hutan yang tumbuh di muara sungai daerah pasang surut atau tepi laut. Ciri hutan pantai Tidak terpengaruh iklim; Tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung); Tanah rendah pantai; Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphi, dan Dapat dijumpai terutama di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat daya Sumatera dan pantai Sulawesi.

Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau terkena angin kencang dengan embusan garam.

Spesies-spesies pohon yang pada umumnya terdapat dalam ekosistem hutan pantai antara lain Barringtonia asiatica, Terminalia catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tiliaceus, Casuarina equisetifolia, dan Pisonia grandis. Selain spesies-spesies pohon tersebut, temyata kadang-kadang terdapat juga spesies pohon Hernandia peltata, Manilkara kauki, dan Sterculia foetida.

Apabila dilihat perkembangan vegetasi yang ada di daerah pantai (litoral), maka sesungguhnya sering dijumpai dua formasi vegetasi, yaitu formasi Pescaprae dan formasi

Barringtonia.

Formasi Pescaprae

(17)

Gambar 2. Ipomea Pescaprae (Irwanto, 2008)

Formasi ini terdapat di atas formasi pescaprae, yaitu pada daerah pantai persis di belakang formasi pescaprae yang telah memungkinkan untuk ditumbuhi berbagai spesies pohon khas hutan pantai.

Formasi Barringtonia

(18)

Gambar. 3. Formasi Barringtonia (Irwanto, 2008)

2.3

Pengertian Kebakaran Hutan

Kebakaran Hutan merupakan suatu faktor lingkungan dari api yang memberikan pengaruh terhadap hutan, menimbulkan dampak negatif maupun positif. Kebakaran Hutan yang terjadi adalah akibat ulah manusia maupun faktor alam. Penyebab Kebakaran Hutan yang terbanyak karena tindakan dan kelalaian manusia. Ada yang menyebutkan hampir 90%

Kebakaran Hutan disebabkan oleh manusia sedangkan hanya 10% yang disebabkan oleh alam.

Pengertian dan definisi lain yang diberikan untuk Kebakaran Hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga berakibat timbulnya kerugian ekosistem dan terancamnya kelestarian lingkungan. Upaya pencegahan Kebakaran Hutan merupakan suatu usaha

(19)

Menurut Kamus Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Kebakaran Hutan (Wild Fire Free Burning, Forest Fire) didefinisikan sebagai :

1. Kebakaran yang tidak disebabkan oleh unsur kesengajaan yang mengakibatkan kerugian. Kebakaran terjadi karena faktor-faktor:

 Alam (misalnya musim kemarau yang terlalu lama)

 Manusia (misalnya karena kelalaian manusia membuat api di

tengah-tengah hutan di musim kemarau atau di hutan-hutan yang mudah terbakar.

2. Bentuk Kerusakan Hutan yang disebabkan oleh api di dalam areal hutan negara. Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah Api Liar yang terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3 macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.

2. Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.

(20)

2.4 Penyebab Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang paling besar dan bersifat dan bersifat sangat merugikan. Perbaikan kerusakan hutan akibat kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran huta seperti berikut ini.

2.4.1 Cuaca Terik Pada Musim Kemarau

Salah satu faktor alam yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah cuaca yang terik pada musim kemarau. Kejadian ini yang termasuk sering terjadi dihutan Indonesia khususnya pada periode April hingga September. Cuaca yang terik menyebabkan pohon-pohon menjadi kering terutama ilalang, ranting dan dedaunan dan ini sangat mudah sekali terbakar.

2.4.2 Sambaran Petir

Faktor alam lainnya yang menjadi sebab hutan kita terbakar adalah sambaran petir. Peristiwa ini lebih sering terjadi pada periode awal-awal musim penghujan tiba. Hutan yang kering akibat musim kemarau yang sangat panjang akan mudah sekali terbakar jika tersambar petir. Dan ini merupakan salah satu penyebab utamanya selain kecerobohan manusia dan pembakaran.

2.4.3 Kecerobohan Manusia

(21)

2.4.4 Alih Fungsi Lahan

Penyebab lainnya yang membuat hutan kita terbakar adalah alih fungsi lahan. Ini dilakukan oleh banyak perusahaan yang membakar hutan untuk membuat pabrik, hal ini dilakukan karena berbiaya jauh lebih murah dibandingkan menggunakan alat berat. Ini juga dilakukan masyarakat sekitar untuk membuka lahan pertanian dengan cara membakar hutan.

2.5 Dampak Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan di Indonesia adalah peristiwa dimana hutan yang digologkan sebagai ekologi alamiah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktfitas pembakaran secara besar-besaran. Pada dasarnya, peristiwa ini memberi dampak negatif maupun positif. Namun, jika dicermati, dampak negatif kebakaran hutan jauh lebih mendominasi ketimbang dampak positifnya. Oleh sebab itu hal ini penting untuk dicegah agar dampak negatifnya tidak merugikan manusia terlalu banyak. Salah satu upaya pencegahan yang paling mendasar adalah dengan memahami penyebab terjadinya kebakaran hutan di Indonesia.

Di dalam Kamus Kehutanan yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan RI, disebutkan bahwa kebakaran hutan disebabkan oleh alam dan manusia. Konteks alam mencakup musim kemarau yang berkepanjanganjuga sambaran petir. Sementara faktor manusia antara lain kelalaian membuang punting rokok, membakar hutan dalam rangka pembukaan lahan, api unggun yang lupa dimatikan dan masih banyak lagi lainnya.

Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan antara lain :

1. Kebakaran hutan akan menyebarkan sejumlah emisi gas karbon ke wilayah atmosfer dan berperan dalam fenomena penipisan lapisan ozon.

(22)

3. Hutan identik dengan pohon. Dan pepohonan identik sebagai pendaur ulang udara serta akarnya berperan dalam mengunci tanah serta menyerap air hujan. Jika pepohonan berkurang, dipastikan beberapa bencana akan datang seperti bajir atau longsor.

4. Kebakaran hutan di Indonesia akan membuat bangsa kita kehilangan bahan baku industri yang akan berpengaruh pada perekonomian.

5. Jumlah hutan yang terus berkurang akan membuat cuaca cenderung panas.

6. Asap dari hutan akan membuat masyarakat terganggu dan terserang penyakit yang berhubungan dengan pernapasan.

7. Kebakaran hutan bisa berdampak pada menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke sebuah Negara.

2.6 Pengendalian Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan hutan yang berakibat tergdegradasinya hutan di Indonesia, Untuk melindungi kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran dilakukan kegiatan pengendalian kebakaran hutan

meliputi:

a) Pencegahan b) Pemadaman

c) Penanganan Pasca Kebakaran

(Pasal 20 PP No. 45 tentang Perlindungan Hutan)

PENCEGAHAN

Dari penjabaran yang sudah dijelaskan, kebakaran hutan meengundang kerugian yang sangat banyak. Perbaikan kerusakan hutan akibat kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan seperti berikut ini :

1. Memperhatikan wilayah hutan dengan titik api (hot spot) cukup tinggi terutama lahan gambut di musim panas dan kemarau yang berkepanjangan.

(23)

5. Tidak membuang puntung rokok sembarangan di dalam hutan.

Banyak antisipasi yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan diantaranya adalah :

1. Membuat menara pengamat yang tinggi berikut alat telekomunikasi.

2. Melakukan patroli keliling hutan secara rutin untuk mengatasi kemungkinan kebakaran.

3. Menyediakan sistem transportasi mobil pemadam kebakaran yang siap digunakan. 4. Melakukan pemotretan citra secara berkala, terutama di musim kemarau untuk memantau wilayah hutan dnegan titik api cukup tinggi yang merupakan rawan kebakaran.

PEMADAMAN

Apabila terjadi kebakaran hutan maka cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan adalah sebagai berikut.

1. Melakukan penyemprotan air secara langsung apabila kebakaran hutan bersekala kecil.

2. Jika api dari kebakaran bersekala luas dan besar, kita dapat melokalisasi api dengan membakar daerah sekitar kebakaran dan mengarahkan api ke pusat pembakaran, yaitu umumnya dimulai dari daerah yang menghambat jalannya api seperti sungai, danau, jalan, dan puncak bukit.

3. Melakukan penyemprotan air secara merata dari udara dengna menggunakan helikopter atau pesawat udara.

4. Membuat hujan buatan.

PENANGANAN PASCA KEBAKARAN HUTAN

(24)

Penanganan pasca kebakaran hutan dilakukan melalui kegiatan : 1. Pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket);

2. Identifikasi;

3. Monitoring dan evaluasi; 4. Rehabilitasi; dan

5. Penegakan hukum.

Pengumpulan bahan keterangan, dilakukan melalui pengecekan lapangan pada areal yang terbakar dengan menggunakan data titik panas yang terpantau, pengumpulan contoh tanah, tumbuhan, dan bukti lainnya di areal yang terbakar.

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui penyebab kebakaran, luas kebakaran, tipe vegetasi yang terbakar, pengaruhnya terhadap lingkungan dan ekosistem.

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau kegiatan pengendalian kebakaran yang telah dilakukan dan perkembangan areal bekas kebakaran.

Rehabilitasi dilakukan dalam rangka merehabilitasi kawasan bekas kebakaran dengan mempertimbangkan rekomendasi dan atau masukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi.

(25)

2.7

Peraturan Pemerintah di Indonesia Tentang Kehutanan

Berikut ini beberapa peraturan pemerintah di Indonesia tentang

Kehutanan :

1. Undang Undang RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

2. PP No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

3. PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

4. Permenhut No. P. 18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam

Pakai Kawasan Hutan

5. Permenhut No. 60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian

Keberhasilan Reklamasi Hutan

6. Permenhut No. P.04/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi

Hutan

7. Permenhut No. P.63/MenhutII/2011 tentang Pedoman Penanaman

Bagi Pemegang IPPKH Dalam Rangka Rehabilitasi DAS.

Peraturan Terkait Lainnya:

- PP. 24 tahun 2010 = Penggunaan Kawasan Hutan

(26)

- P.39/Menhut-II/2010 = Pola Umum, Kriteria, dan Standar Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan terkait pasal 7 PP 76/2008)

- P.12/Menhut-II/2011 = Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2011

- P.32/Menhut-II/2009 = Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRHL-DAS)terkait pasal 13 ayat 5 PP 76/2008)

- P.35/Menhut-II/2010 = Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No P.32/Menhut-II/2009

- P.37/Menhut-V/2010 = Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL)terkait Pasal 15 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008)

- P.38/Menhut-V/2010 = Tata Cara Penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTnRHL)terkait pasal 20 PP 76/2008)

- P.39/Menhut-II/2009 = Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu

REKLAMASI HUTAN (Di Dalam Kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan)

- PP. 76 thn 2008 = Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan P.04/Menhut-II/2011 = Pedoman Reklamasi Hutan (terkait pasal 51 ayat 6 PP.76 thn 2008)

- P.60/Menhut-II/2009 = Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan (terkait pasal 50 ayat 5 PP.76 thn 2008)

(27)

- P.63/Menhut-II/2011 = Pedoman Penanaman Bagi pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi DAS

- P.70/Menhut-II/2008 = Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (termasuk Penilaian Keberhasilan Rehabilitasi Hutan) (terkait Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 PP. 76 thn 2008)

- P.26/Menhut-II/2010 = Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 70/Menhut-II/2008

2.8

Contoh kasus

Ini Penyebab Kebakaran Hutan di Riau

(28)

Gambar Asap akibat kebakaran hutan di Pekanbaru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan meyakini adanya oknum tertentu yang membuat terjadinya kebakaran hutan di Riau seluas 10 ribu hektar lebih. Kepala Humas dan Pusat Informasi Kemenhut, Sumarto mengatakan, hutan di Riau merupakan hutan dari gambut yang sulit terbakar sekalipun kemarau.

''Gambut sangat susah terbakar, jenuh air, kondisi normal gambut tidak mudah terbakar,'' kata dia, Sabtu (15/3).

Gambut hanya bisa terbakar dalam keadaan kering dan musim kemarau tidak membuat gambut kering. Menurut Sumarto kebakaran hutan ini sudah direncanakan oleh oknum tertentu. Di awali dengan pembakaran lahan.

Bagaimana caranya? oknum sadar bahwa gambut sangat sulit dibakar, maka dibuatlah kanal-kanal. Kanal-kanal tersebut terdapat sungai kecil yang fungsinya untuk mengeringkan gambut dari air. ''Masalahnya gambut itu selalu basah di akarnya, dan tugas dari sungai kecil itu supaya air di dalam akar gambut itu mengalir dan gambut jadi kering,'' kata Sumarto.

Jika sudah kering barulah dibakar untuk membuat lahan baru yang kosong. Tapi efeknya lainnya tidak diperkirakan. Api yang sudah masuk ke dalam akar gambut sangat sulit untuk dipadamkan. Sekalipun sudah dilakukan penyemperotan, namun api tetap membara di akarnya dan akan kembali terbakar jika terkena angin.

''Mau pakai waterpom mungkin hanya berhenti sebentar,'' kata Sumarto.

Efek selanjutnya ialah asap dari kebakaran tersebut. Asap gambut sangat parah dengan perbandingan satu hektar lahan gambut yang terbakar asapnya sama seperti seribu hektar lahan biasa yang terbakar.

Sumarto menjelaskan, dari sini sudah terlihat kerugian dari segi ekonomi karena asap. Sejumlah Bandara seperti di Riau, Padang, dan Jambi ditiadakan karena asap. ''Hitung saja penerbangannya yang gagal itu kerugiannya,'' kata dia.

Selanjutnya, dari segi ekonomi sosial masyarakat yang terganggu. Beberapa toko lebih memilih tutup karena kabut asap. Kemudian, dari segi kesehatan mulai dari ISPA sampai ke Kanker. Sumarto mengatakan, puncaknya ialah kerusakan sistem ekologi, seperti fauna (satwa) yang mati.

''Dampak ke ekonomi sangat besar dan dampaknya kepada ekologi yang paling tidak terhitung,'' kata Sumarto.

Reporter : wahyu syahputra

(29)

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Kebakaran Hutan merupakan suatu faktor lingkungan dari api yang memberikan pengaruh terhadap hutan, menimbulkan dampak negatif maupun positif. Penyebab

Kebakaran Hutan yang terjadi adalah akibat ulah manusia maupun faktor alam. Penyebab

Kebakaran Hutan yang terbanyak karena tindakan dan kelalaian manusia. Ada yang menyebutkan hampir 90% Kebakaran Hutan disebabkan oleh manusia sedangkan hanya 10% yang disebabkan oleh alam.

Dampak dari kebakaran hutan salah satunya adalah menyebarkan sejumlah emisi gas karbon ke wilayah atmosfer dan berperan dalam fenomena penipisan lapisan ozon. Terdapat beberapa langkah dalam menangani kebakaran hutan, diantaranya pencegahan, pemadaman, rehabilitasi.

Berdasarkan contoh kasus diatas, disimpulkan bahwa penyebabkan terjadinya kebakaran hutan di riau disebabkan oleh oknum tertentu.

3.2 Saran

(30)

pengawasan terhadap hutan dan peraturan yang tegas dari pemerintah terhadap beberapa tindakan manusia yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan.

Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan harus lebih ditingkatkan lagi, karena melihat contoh kasus kebakaran hutan diatas terjadi karena perilaku manusia. Sehingga kejadian kebakran hutan dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Arifin. Ir, M.P. 2001. “Hutan & Kehutanan”. KANISIUS. Yogyakarta.

Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Richard & Steven, 1988. Forest Ecosystem : Academic Press. San Diego. California.

Arief, A. 1994, Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta.

Anonim, “Hutan” http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan diunduh pada tanggal 12-11-2014

Anonim, 2013. “Apa Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan Di Indonesia?”

(31)

Anonim, 2012 “Definisi Kebakaran Hutan” http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/04/pengertian-dan-definisi-kebakaran-hutan.html diunduh pada tanggal 17-11-2014

Anonim, 2011. “Ekosistem Hutan Hujan Tropis” http://ekologi-hutan.blogspot.com/2011/10/ekosistem-hutan-hujan-tropis.html di unduh pada tanggal 18-11-2014

Hafil Muhammad, 2014. “Ini Penyebab Kebakaran di Riau”

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/15/n2gmmb-ini-penyebab-kebakaran-hutan-di-riau diunduh pada tanggal 18-11-2014

Anonim, “Beberapa Peraturan Pemerintah Tentang Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan di Indonesia” http://www.greenmining.or.id/new/index.php/peraturan/61-lain-lain/171- beberapa-peraturan-pemerintah-tentang-reklamasi-dan-rehabilitasi-hutan-dan-lahan-di-indonesia diunduh pada tanggal 19-11-2014

Haryanto M, 2009. “Penanganan Pasca Kebakaran Hutan”

http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/12/penanganan-pasca-kebakaran-hutan.html

diunduh pada tanggal 19-11-2014

Gambar

Gambar 1. Hutan Hujan Tropis
Gambar 3. Hutan Gambut
Gambar 2. Ipomea Pescaprae (Irwanto, 2008)Formasi ini terdapat di atas formasi pescaprae, yaitu pada daerah pantai persis di
Gambar. 3. Formasi Barringtonia (Irwanto, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis ragam pada Tabel 1 menunjukan kombinasi perlakuan tata letak penanaman bujur sangkar dengan benih, umur bibit 6 dan 9 hari setelah semai serta

Lorsque les commerçants parlent les deux langues, ceux qui ont leur boutique au sud de la route nationale parlent le plus souvent le paloor, alors que ceux qui ont des boutiques

Ternyata, komunikasi luar yang diutarakan oleh subjek peneliian merujuk pada ilm tersebut; sehingga, dapat dikatakan bahwa ilm animasi Pocoyo mengondisikan subjek

Hakikat dan makna teknologi bagi manusia adalah sebagai salah satu sarana yang amat penting untuk kehidupan masyarakat di jaman yang modern ini terutama di dalam berbagai bidang

Sehingga berdampak pada selisih temperatur menjadi meningkat maka laju pembuangan panas mesin pada radiator dengan kondisi pembebanan Air Conditioner lebih tinggi

Pelaksanaan uji coba hari ketiga di kelas XI IPA II (kelas kontrol) 1) Mempersiapkan materi dan media di dalam kelas. 2) Mengkonfirmasi kehadiran pengawas penelitian (guru

Agar bisa mendapatkan informasi yang lebih otentik dan spesifik dari sumber data (informan) yang sudah lama serta terpercaya dalam masalah yang akan di teliti dan pemaknaan

Menurut Solomon dan Rothblum (1984), beberapa kerugian akibat kemunculan prokrastinasi akademik adalah tugas tidak terselesaikan, akan terselesaikan tetapi hasilnya