• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MEDIA PRESENTASI FLASH TERHADAP PEMAHAMAN SISWA TENTANG HUKUM NEWTON PADA MATA PELAJARAN FISIKA DI KELAS X SMAN 4 GARUT TAHUN AJARAN 20142015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MEDIA PRESENTASI FLASH TERHADAP PEMAHAMAN SISWA TENTANG HUKUM NEWTON PADA MATA PELAJARAN FISIKA DI KELAS X SMAN 4 GARUT TAHUN AJARAN 20142015"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

539

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN

MEDIA PRESENTASI

FLASH

TERHADAP PEMAHAMAN SISWA

TENTANG HUKUM NEWTON PADA MATA PELAJARAN FISIKA

DI KELAS X SMAN 4 GARUT TAHUN AJARAN 2014/2015

Rubi Yulianti1), Nizar Alam Hamdani2), Hudiana 3), Jamilah4)

1)

Pascasarjana Program Studi Teknologi Pendidikan Konsentrasi Teknologi Pembelajaran Sekolah Pascasarjana Institut Pendidikan Indonesia

Email: rubiyulianti@gmail.com

2)

Pascasarjana Program Studi Teknologi Pendidikan Konsentrasi Teknologi Pembelajaran Sekolah Pascasarjana Institut Pendidikan Indonesia

Email : nizar_hamdani@yahoo.com

3)

Pascasarjana Program Studi Teknologi Pendidikan Konsentrasi Teknologi Pembelajaran Sekolah Pascasarjana Institut Pendidikan Indonesia

Email : hudianahernawan62@gmail.com

4)

Pascasarjana Program Studi Teknologi Pendidikan Konsentrasi Teknologi Pembelajaran Sekolah Pascasarjana Institut Pendidikan Indonesia

Email: amiramdanigarut@gmail.com

ABSTRAK

Masalah penelitian ini : 1.Bagaimanakah pemahaman siswa tentang Hukum Newton pada mata pelajaran fisika di kelas X SMAN 4 Garut yang menerapkan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash? ; 2.Bagaimanakah pemahaman siswa tentang Hukum Newton pada mata pelajaran fisika di kelas X SMAN 4 Garut yang tidak menerapkan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash?; 3.Apakah terdapat perbedaan signifikan antara siswa yang menerapkan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash dengan siswa yang tidak menerapkan pembelajaran kontekstual berbantuan Flash?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pembelajaran model kontekstual berbantuan media presentasi Flash di kelas X SMAN 4 Garut serta pengaruhnya terhadap peningkatan pemahaman siswa tentang Hukum 1 Newton. Metode penelitian eksperimen dengan desain kelompok kontrol prates dan pascates. Instrumen yang digunakan pedoman observasi dan tes. Penelitian dilaksanakan di kelas X MIPA-1 sebagai kelas eksperimen dan di kelas X MIPA-2 sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)Pemahaman siswa tentang Hukum 1 Newton di kelas eksperimen mengalami perubahan yang baik dan signifikan.; 2) Pemahaman siswa tentang Hukum 1 Newton di kelas kontrol tidak mengalami perubahan yang signifikan; 3) Terdapat perbedaan pemahaman yang signifikan antara siswa yang menerapkan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash dengan yang tidak menerapkan pembelajaran kontekstual berbantuan Flash.

Kata kunci: Pembelajaran Kontekstual, Media Presentasi Flash, Hukum 1 Newton

Abstract. This research problem: 1. How does the student's understanding of Newton's Law on physics subjects in class X of SMAN 4 Garut apply contextual learning assisted by Flash presentation media? ; 2. How does the student's understanding of Newton's Law on physics subjects in class X SMAN 4 Garut not apply contextual learning assisted by Flash presentation media ?; 3. Are there significant differences between students who apply contextual learning assisted by Flash presentation media with students who do not apply Flash-assisted contextual learning? The purpose of this study was to determine the contextual learning process assisted by Flash presentation media in class X of SMAN 4 Garut and its effect on increasing students' understanding of the Law of 1 Newton. Experimental research method with the design of pre-test and post-test control groups. Instruments used by observation and test guidelines. The study was conducted in class X MIPA-1 as an experimental class and in class X MIPA-2 as a control. The results showed that: 1) Students' understanding of Law 1 Newton in the experimental class experienced a good and significant change; 2) Students' understanding of the Law of 1 Newton in the control class did not experience significant changes; 3) There is a significant difference in understanding between students who apply contextual learning assisted by Flash presentation media with those who do not apply Flash-assisted contextual learning.

(2)

540

A. PENDAHULUAN

Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya agar mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang semakin pesat.Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, terutama bagi bangsa yang sedang berkembang.

Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas.

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus terpenuhi, sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Dunia pendidikan dituntut untuk membentuk manusia yang mampu bersaing baik skalanasional, regional maupun internasional. Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa.

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) pasal 3 disebutkan, bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam sistem pendidikan nasional tersebut pemerintah terus menerus berusaha mengembangkan suatu kurikulum lebih baik lagi disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kurikulum yang diterapkan sekarang ini yaitu kurikulumK-13 (Kurikulum 2013). Kurikulum ini dirancang sebagai salah satu

upaya pemerintah dalam rangka

mempersiapkan lulusan pendidikan yang lebih unggul dalam persiapan menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan.

Teknologi pembelajaran berkembang sebagai akibat dari meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan yang tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara konvensional dan karena dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan peluang atau alternatif baru. “Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan pengolahan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar” (Abdulhak & Darmawan, 2013: 10).

(3)

541 pembelajaran yang baik (Fajar, 2017). Ketika

interaksi berproses dalam pembelajaran, guru harus menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan pendekatan sembarangan yang dapat merugikan peserta didik, tetapi pendekatan yang akan menetukan sikap dan pembuatan guru saat proses pembelajaran berlangsung.

Peran seorang guru sebagai pengembang ilmu sangat besar untuk memilih dan melaksanakan pembelajaran yang tepat dan efisien bagi peserta didik bukan hanya pembelajaran berbasis konvensional. Pembelajaran yang baik dapat ditunjang dari suasana pembelajaran yang kondusif serta hubungan komunikasi antara guru dengan siswa dapat berjalan dengan baik (Darmawan, 2017). Proses pembelajaran akan efektif manakala terdapat pemanfaatan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia termasuk memanfaatkan berbagai sumber belajar. Banyak sekali jenis-jenis teknologi yang dapat digunakan oleh guru untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Untuk menyampaikan materi pelajaran misalnya, guru dapat memanfaatkan LCD Projector

dengan bantuan komputer, atau suatu aplikasi untuk mempermudah pelajaran Matematika (Nur’aini, 2017). Untuk memberikan sumber belajar yang lebih beragam dan mutakhir, guru dapat memanfaatkan internet dan lain sebagainya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, sarana atau media pembelajaran sangat membantu guru dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Proses belajar mengajar yang menggunakan media pembelajaran akan lebih bervariasi dalam cara-cara mengajar, sehingga membangkitkan minat siswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung (Darmawan, 2016). Selain itu, media merupakan salah satu penunjang tujuan pendidikan yang telah ditentukan, sebelum pelaksanaan pembelajaran seorang guru harus dapat menetapkan media apa yang paling tepat dan sesuai untuk mencapai tujuan tertentu, penyampaian bahan tertentu, suatu kondisi belajar peserta didik, dan untuk penggunaan suatu strategi atau metode yang

memang sudah dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Penggunaan media dalam pembelajaran sangat memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir yang diharapkan. Kelebihan yang dimilikimedia adalah dapat mempersiapkan sumber daya manusia melalui pendidikan yang berkualitas. Pada proses pembelajaran peserta belajar diharapkan memperoleh kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan dari materi yang disajikan. Kemampuan-kemampuan tersebut melibatkan cara berpikir secara kritis, sistematis, logis, dan kreatif yang sangat dibutuhkan pada era teknologi saat ini, misalnya dalam memilih dan mengelola informasi-informasi serta berkomunikasi.

Perubahan paradigma kurikulum dan pembelajaran Fisika seharusnya diikuti dengan kreatifitas dan kemampuan guru dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajarnya. Dalam kurikulum tahun 2013, posisi siswa tidak lagi menjadi objek, tetapi subjek dalam pembelajaran.Pembelajaran Fisika bukan hanya mentrasfer pengetahuannya saja kepada siswa, tetapi mampu membekali siswa agar memiliki keterampilan proses berpikir dalam menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari lewat penerapan konsep fisika. Tegasnya bahwa pembelajaran tidak lagi didesain dengan pendekatan subject matter, melainkan ada proses inkuiri sehingga siswa tidak hanya mengetahui ilmu fisika saja tetapi cakap dalam memberikan solusi dengan tepat berdasarkan keilmuannya tersebut.

(4)

542 ialah proses idividu mengubah prilaku dalam

upaya memenuhi kebutuhannya. Hal ini mengandung arti bahwa individu akan melakukan kegiatan belajar apabila ia menghadapi situasi kebutuhan yang tidakdapat dipenuhi dengan insting atau kebiasaan.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Dalam proses mengajar, hal terpenting adalah pencapaian pada tujuan, yaitu agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya. Kemampuan pemahaman ini merupakan hal yang sangat fundamental, karena dengan pemahaman akan dapat mencapai pengetahuan prosedur. Pemahaman merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya.

Pada praktiknya yang terjadi di lapangan, tidak setiap pembelajaran berjalan mulus sehingga hasil belajarpun tidak sama dengan yang diharapkan, yang telah ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Demikian pula halnya yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Garut, khususnya pada mata pelajaran Fisika Kelas X pokok bahasan ‘Hukum Newton’ banyak masalah yang dihadapi baik masalah yang berkaitan dengan interaksi belajar, prestasi belajar, maupun disiplin belajar.

Berdasarkan pengamatan sementara hasil belajar siswa kurang memuaskan, hal ini dapat dilihat dari nilai perolehan siswa pada hasil Ulangan harian Semester 1 tahun ajaran 2014/2015 yang menunjukkan sekitar 71% dari jumlah siswa tidak mencapai KKM yang

telah ditetapkan yaitu 7,0. Hasil belajar ini memperlihatkan bahwa pemahaman fisika siswa khususnya tentang Hukum Newton masih kurang. Keberhasilan belajar siswa merupakan indikator yang jelas dan terukur dari pemahaman siswa itu sendiri.

Pemanfaatan model-model

pembelajaran hasil temuan para ahli pendidikan belum dilaksanakan secara maksimal oleh guru-guru di lingkungan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Garut. Hal tersebut dapat dilihat dari silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun guru di tiap-tiap sekolah. Pembelajaran yang dilaksanakan masih cenderung menggunakan cara lama yang masih konvensional. Semua itu disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya faktor sumber daya manusia (SDM) guru yang belum mumpuni serta kurangnya sarana pembelajaran yang tersedia.Para guru di lingkungan SMAN 4 Garut, masih relatif sedikit yang berkemampuan menggunakan dan memanfaatkan teknologi untuk kepentingan pembelajaran.

Banyak model dan media pembelajaran hasil kajian para ahli yang efektif digunakan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran yang mampu mengatasi berbagai masalah pembelajaran, termasuk permasalahan cara mengajar guru yang monoton dan kurang inovatif, sehingga mengakibatkan pembelajaran kurang efektif. Salah satu model pembelajaran hasil kajian para ahli yang dianggap cukup efektif digunakan oleh guru SMA, yakni model pembelajaran kontekstual. Sedangkan media pendukung model pembelajaran kontekstual yang dianggap efektif yaitu media presentasi berformat Flash. Untuk melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi berformat Flash, serta pengaruhnya terhadap terjadinya peningkatan pemahaman siswa pada pelajaran fisika yang diberikan guru, maka ditentukan judul penelitian: “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Presentasi

(5)

543 Hukum Newton pada Mata Pelajaran Fisika di

Kelas X SMAN 4 Garut Tahun Ajaran 2014/2015”.

B. KAJIAN LITERATUR

1. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Presentasi Flash terhadap Pemahaman Siswa

a. Pembelajaran

Surya (2004:7) mengungkapkan bahwa “Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan Sanjaya (2008:26) mengartikan:

Pembelajaran sebagai proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakar dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

Berdasarkan pada teori di atas, pembelajarandapat disimpulkan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Dari pengertian di atas, setidaknya ada dua subjek dalam pembelajaran yang memiliki peran yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama. Subjek belajar tersebut terdiri atas guru dan siswa. Dalam pengertian tersebut, guru berperan sebagai desainer, atau

pengatur lingkungan sehingga siswa dapat belajar secara maksimal. Sedangkan subjek yang kedua adalah siswa, yaitu subjek yang belajar. Kedua subjek tersebut masing-masing memiliki tujuan yang sama, yaitu mewujudkan perubahan perilaku positif dalam diri siswa kearah yang lebih positif sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses sebab-akibat. Guru yang mengajar merupakan penyebab utama bagi terjadinya proses belajar siswa, meskipun tidak setiap perbuatan siswa merupakan akibat guru mengajar. Oleh karena itu, guru sebagai figur utama harus mampu menetapkan pendekatan, strategi, metode termasuk penggunaan media pembelajaran apakah yang dianggap paling tepat sehingga dapat mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif, dan efisien.

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran.

Sanjaya (2008:23) mengungkapkan bahwa:

Perencanaan berarti pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

(6)

544 halnya tujuan pembelajaran, tujuan

kokurikuler juga merupakan penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan institusional merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, tingkat pencapaianyapun secara hirarki akan memberikan dampak terhadap masing-masing jenjang tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran yang dicapai akan berdampak pada tujuan kurikuler, tujuan kurikuler berdanpak pada tujuan institusional dan tujuan institusional akan berdampak pada tujuan nasional, oleh karena itu tujuan pada masing-masing jenjang saling memiliki keterkaitan baik dalam rangka penjabaran ataupun ketercapaian yang diperoleh.

b. Model Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan atau strategi pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

Komalasari (2011: 57) menjelaskan bahwa “Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir menjadi satu kesatuan yang utuh antara pendekatan, strategi, metode, teknik bahkan taktik yang disajikan secara khas oleh guru”. Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman (2004: 165), “Guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar”. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan

strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Lebih lanjut Ismail (2003: 33) menyatakan bahwa istilah Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu yaitu :

1. Rasional teoritik yang logis disusun oleh perancangnya,

2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil dan 4. Lingkungan belajar yang diperlukan

agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Dalam pembelajaran, guru diharapkan mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Dimana dalam pemilihan model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh.

Model-model pembelajaran dapat

diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks, dan sifat lingkungan belajarnya. Sebagai contoh pengklasifikasian berdasarkan tujuan adalah pembelajaran langsung, suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar seperti tabel perkalian atau untuk topik-topik yang banyak berkaitan dengan penggunaan alat. Akan tetapi ini tidak sesuai bila digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep matematika tingkat tinggi.

(7)

545 optimal antara guru dengan siswa serta antara

siswa dengan siswa.

Sedangkan mengenai pembelajaran kontekstual, Komalasari (2011:6) menjelaskan bahwa: Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja. Iksan (2009:121) menyatakan bahwa: Melalui landasan filosofis konstruktivisme, pembelajaran kontekstual dipromosikan menjadi alternative strategi belajar yang baru. Melalui strategi pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui mengalami,bukan menghapal. Pembelajran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkannya dalam tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme, bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodeln (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka model pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang digunakan guru dengan menerapkan konsep belajar mengajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, menggunakan strategi pembelajaran yang diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal, dengan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni kontrukstivisme,

Quastioning, Inquiry, Learning Community, Modeling, dan Authentic Assesment. Metode yang digunakan mampu membelajarkan siswa

menjadi aktif, kreatif, dan mandiri, dan teknik bahkan taktik yang digunakan sesuai dengan situasi, kondisi, dan latar belakang siswa.

Pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran kontekstual adalah pendekatan yang berorientasi pada siswa yang berupaya menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari. Dalam kurikulum 2013, pendekatan diimplementasikan dalam wujud pendekatan ilmiah (saintifik).Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.

Pendekatan saintifik dalam

pembelajaran disajikan sebagai berikut (Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013) sebagai berikut ini.

1. Mengamati (observasi)

(8)

546 memperhatikan (melihat, membaca,

mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. Dalam kajian Biocommunication dijelaskan bahwa kemampuan mengamati sangat menentukan perilaku belajar berikutnya seperti merasakan ingin tahu, pemahaman, dan kecenderungan bertindak. ( Darmawan, D, 2012: 123).

2. Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca, atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan.Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan

merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

3. Mengumpulkan Informasi

Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukandengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, aktivitas wawancara dengan nara sumber, dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar, dan belajar sepanjang hayat.

4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi Kegiatan “mengasosiasi/mengolah

informasi/menalar” dalam kegiatan

(9)

547 berpikir induktif serta deduktif dalam

menyimpulkan.

Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

5. Menarik kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.

6. Mengkomunikasikan

Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan

“mengkomunikasikan” dalam kegiatan

pembelajaran adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Strategi pembelajaran kontekstual yang digunakan peneliti dalam pembelajaran kontekstual sesuai Ditjen Dikdasmen (dalam Komalasari, 2011: 55) yaitu: (1) belajar berbasis masalah (problem based learning), (2) pengajaran autentik (authentic instruction), (3) belajar berbasis inkuiri (inquiry based learning), (4) belajar berbasis proyek/tugas terstruktur (project based learning), (5) belajar berbasis kerja (work based learning), (6) belajar jasa layanan (service learning), dan (7) belajar kooperatif (cooveratif learning). Dari ketujuh strategi tersebut salah satu yang akan dibahas lebih lanjut yang sesuai penelitian ini adalah belajar berbasis masalah.

Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Menurut Komalasari (2011: 145) menyatakan bahwa:

Penilaian merupakan kegiatan mengumpulkan informasi sebagai bukti untuk dijadikan dasar menetapkan terjadinya perubahan dan derajat perubahan yang telah dicapai sebagai hasil belajar peserta didik.

Salah satu karakteristik pembelajaran kontekstual adalah ditetapkannya penilaian autentik (authentic assessment) yang mampu mengungkap potensi siswa dalam pembelajaran secara utuh, komprehensif dan berkesinambungan.

Pengertian dari penilaian autentik merupakan penilaian yang berusaha mengukur atau menunjukkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dengan cara menerapkan pengetahuan dan keterampilan itu pada kehidupan nyata. Berikut beberapa pengertian menurut tokoh-tokoh (dalam http://metaadnyana.blogspot.com/2014/06/kur ikulum-penilaian-autentik.html):

1. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru

tentang perkembangan dan

(10)

548 menunjukkan secara tepat bahwa

tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai (Nurhadi, 2004: 172).

2. Sedang pada pengertian autentik, sebagai bagian dari penilaian performance, autentik berarti realistis atau berhubungan dengan aplikasi pada kehidupan nyata. (Ott, 1994:6). 3. Menurut Jon Mueller (2006)

penilaian autentik merupakan suatu bentuk penialaian yang para

siswanya diminta untuk

menampilkan tugas pada situasi yang

sesungguhnya yang

mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan essensial yang bermakna.

4. Richard J. Stiggins (1987), bahkan Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Hal itu terungkap dalam cuplikan kalimat berikut ini:”performance assessment call upon the examinee to demonstrate specific skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have mastered” (Stiggins, 1987:34).

5. Grant Wiggins (1993) menekankan hal yang lebih unik lagi. Beliau menekankan perlunya kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif. Selain itu tugas yang diberikan dapat berupa pengulangan tugas atau masalah yang analog dengan masalah yang dihadapi orang dewasa (warganegara, konsumen, professional) di bidangnya.

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna, yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan.Penilaian autentik menekankan kemampuan pembelajar untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang

dimiliki secara nyata dan bermakna.Kegiatan penilaian tidak sekedar menanyakan atau menyadap pengetahuan yang telah diketahui pembelajar, melainkan kinerja secara nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai.

Selanjutnya dalam penilaian autentik ini memiliki fungsi terhadap suatu pembelajaran. Adapun fungsi penilaian autentik menurut Depdiknas (dalam Komalasari, 2011:149) adalah:

1. Menggambarkan sejauhmana

seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.

2. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan). 3. Menemukan kesulitan belajar dan

kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.

4. Menemukan kelemahan dan

kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.

5. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

Masih menurut Komalasari (2011: 151) menjelaskan tentang beberapa prinsip dalam penilaian autentik, yakni sebagai berikut ini.

1. Validitas 2. Reliabilitas 3. Menyuluruh

4. Berkesinambungan 5. Objektif

6. Mendidik

(11)

549 peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan,

dan pengetahuan. Metode penilaian yang berlaku pada kurikulum 2013 dengan penilaian autentik ini akan lebih baik dari penilaian (tes) sebelum-sebelumnya (tradisional). Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Cara penilaian autentik dapat berupa penilaian proyek atau kegiatan siswa, penggunaan portofolio, jurnal demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan petunjuk observasi.

c. Media Presentasi Flash

Secara umum media kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara atau pengantar. Istilah media digunakan dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, sering pula pemakaian kata media pembelajaran digantikan dengan istilah-istilah seperti: bahan pembelajaran (instructional material), komunikasi pandang dengar (audio-visual communication), alat peraga pandang (visual education), alat peraga dan media penjelas. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah suatu alat yang digunakan oleh seseorang untuk menyampaikan pesan pada orang lain dengan maksud untuk memperjelas isi pesan tersebut.

Menurut Sanjaya (2006:172) media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya.

1. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam:

a) Media auditif b) Media visual

c) Media audio visual

2. Dilihat dari kemampuan

jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam:

a) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi.

b) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya.

3. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam:

a) Media yang diproyeksikan seperti film slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa. b) Media yang tidak diproyeksikan

seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.

Menurut Brets (dalam Sanjaya, 2006: 212), ada 7 klasifikasi media, yaitu seperti dijelaskan di bawah ini:

1. Media audio visual gerak, seperti: film suara, pita video, film tv.

2. Media audio visual diam, seperti: film rangkaian suara.

3. Audio semi gerak, seperti: tulisan jauh bersuara.

4. Media visual bergerak, seperti: film bisu.

5. Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, michrophone, slide bisu. 6. Media audio, seperti: radio, telepon,

pita audio.

7. Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.

Menurut Sadiman, dkk (1986:17-18) kegunaan media pembelajaran secara umum adalah sebagai berikut:

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas. 2. Mengatasi keterbatasan ruang,

(12)

550 a) Objek yang terlalu besar bisa

diganti dengan gambar, film bingkai, atau model

b) Objek yang terklalu kecil dapat diperbesar dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar.

c) Gerak yang terlalu lambat atau cepat dapat diatasi dengan timelapse atau high speed photography.

d) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model atau diagram

e) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, dsb) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, dan lain sebagainya.

3. Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervareasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Merujuk pada hal ini media pembelajaran berguna untuk:

a) Menimbulkan kegairahan belajar b) Memungkinkan interaksi yang

lebih langsung antara anak didik

dengan lingkungan dan

kenyataan.

c) Memungkinkan anak didik belajar

sendiri-sendiri menurut

kemampuannya dan minatnya. 4. Setiap siswa memiliki sifat yang unik

ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka banyak guru mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan media

pembelajaran dengan

kemampuannya dalam:

a) Memberikan perangsang yang sama.

b) Menyamakan pengalaman.

c) Menimbulkan persepsi yang sama.

Teknologi komputer adalah sebuah

penemuan yang memungkinkan

menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga pembelajaran bahasa asing akan lebih optimal. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran.Namun kebanyakan pengajar tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program komputer sedangkan pemrogram komputer tidak menguasai pembelajaran bahasa. Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari sehingga dengan demikian para pengajar akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pengajarannya.

Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.

Penggunaan media pembelajaran seperti dalam bentuk program Flash dapat membantu peningkatan siswa dalam kegiatan belajarnya. Pengertian belajar yang dikemukakan oleh pakar pendidikan selama sejarah perkembangannya selalu beragam. Keragaman itu disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan kepakarannya masing-masing. Para ahli psikologi pendidikan berpendapat bahwa definisi belajar sangat kompleks, tetapi mempunyai kesamaan dalam makna dan maksudnya, dalam arti konsep belajar selalu mengarah kepada suatu proses perubahan tingkah laku yang baru.

Media presentasi berformat flash dapat menggunakan program aplikasi khusus Flash Player, tetapi dapat juga didapat dari program

(13)

551 menu ISpring, makaoutput file setelah di

publish dalam PowerPoint tersebut akan merubah file dari ppt menjadi flash. ISpring Presenter merupakan salah satu tool yang mengubah file presentasi menjadi bentuk flash dan bentuk SCORM/AICC, yaitu bentuk yang biasa digunakan dalam pembelajaran dengan e-learning LMS (Learning management System). Hasilnya berupa presentasi berformat Flash dengan tampilan yang menarik, variatif, dan inovatif yang diharapkan mampu membangkitkan gairah belajar siswa di kelas pada proses pembelajaran. (Darmawan, 2014: 26).

Beberapa fitur ISpring Presenter

(terdapat dalam

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengab dian/kuswari-hernawati-ssi-mkom/modul-ispring-presenter.pdf) dapat dijelaskan di bawah ini:

1. ISpring Presenter bekerja sebagai

add-ins PowerPoint, untuk menjadikan file PowerPoint lebih menarik dan interaktif berbasis Flash dan dapat dibuka di hampir setiap komputer.

2. Dikembangkan untuk mendukung e-learning. ISpring Presenter dapat menyisipkan berbagai bentuk media, sehingga media pembelajaran yang dihasilkan akan lebih menarik, diantaranya adalah dapat merekam dan sinkronisasi video presenter, menambahkan Flash dan video

YouTube, mengimpor atau merekam audio, menambahkan informasi pembuat presentasi dan logo perusahaan, serta membuat navigasi dan desain yang unik.

3. Mudah didistribusikan dalam format

flash, yang dapat digunakan dimanapun dan dioptimalkan untuk web.

4. Membuat kuis dengan berbagai jenis pertanyaan/soal yaitu :True/False, Multiple Choice, Multiple response, Type In, Matching, Sequence, numeric, Fill in the Blank, Multiple Choice Text.

Movie-movie Flash memiliki ukuran file yang kecil dan dapat ditampilkan dengan ukuran layar yang dapat disesuaikan dengan keingginan. Aplikasi Flash merupakan sebuah standar aplikasi industri perancangan animasi web dengan peningkatan pengaturan dan perluasan kemampuan integrasi yang lebih baik. Banyak fiture-fiture baru dalam Flash

yang dapat meningkatkan kreativitas dalam pembuatan isi media yang kaya dengan memanfaatkan kemampuan aplikasi tersebut secara maksimal. Fiture-fiture baru ini membantu kita lebih memusatkan perhatian pada desain yang dibuat secara cepat, bukannya memusatkan pada cara kerja dan penggunaan aplikasi tersebut. Flash juga dapat digunakan untuk mengembangkan secara cepat aplikasi-aplikasi web yang kaya dengan pembuatan script tingkat lanjut. Sebagaimana dijelaskan oleh Darmawan, D

et al., 2017) bahwa the process of smooth communication between students as users with WELS prototypes. The workflow of the system is expected to provide facilities for learning students interactively by utilizing the learning resources of the WELS program Database through Paralel Mode: Respons and Display.

Penggunaan media pembelajaran seperti dalam bentuk program Flash dapat membantu peningkatan siswa dalam kegiatan belajarnya. Pengertian belajar yang dikemukakan oleh pakar pendidikan selama sejarah perkembangannya selalu beragam. Keragaman itu disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan kepakarannya masing-masing. Para ahli psikologi pendidikan berpendapat bahwa definisi belajar sangat kompleks, tetapi mempunyai kesamaan dalam makna dan maksudnya, dalam arti konsep belajar selalu mengarah kepada suatu proses perubahan tingkah laku yang baru.

Model pembelajaran kontekstual berbantuan Flash merupakan suatu model pembelajaran dengan memanfaatkan salah satu produk teknologi yaitu Flash Player

(14)

552 kegiatan belajar mengajar yang menarik,

efektif, dan membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

d. Pemahaman

Pada hakikatnya, pemahaman

merupakan salah satu bentuk hasil belajar. Pemahaman ini terbentuk akibat dari adanya proses belajar. Pemahaman berasal dari kata dasar paham yang berarti mengerti. Menurut Depdikbud (1994) menjelaskan bahwa kata paham dapat berarti: (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti : (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe-an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham).

Pengertian pemahaman yang

dikemukakan oleh para ahli seperti yang dikemukakan oleh Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012: 44) mengemukakan bahwa:

Pemahaman yaitu kemampuan

seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Sementara Bloom (Sudijono, 2009: 50) mengatakan bahwa:

Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu

apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Menurut Taksonomi Bloom (Daryanto, 2013: 106) mengemukakan :

Pemahaman (comprehension)

kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang

dikomunikasikan dan dapat

memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.

Menurut Daryanto (2013:106) kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:

1. Menerjemahkan (translation)

Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan (translation)

arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk

mempermudah orang

mempelajarinya.

2. Menginterpretasi (interpretation)

Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami. Ide utama suatu komunikasi.

3. Mengekstrapolasi (extrapolation)

Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

Arikunto (2009:118) menjelaskan

pengertian pemahaman(dalam

http://akmapala09.blogspot.com/2012/04/pen getian-pemahaman-menurut-para-ahli.html)

(15)

553 Pemahaman (comprehension) adalah

bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates),

menerangkan, memperluas,

menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta–fakta atau konsep. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih mengaktifkan siswa untuk telibat selama proses pembelajaran berlangsung. Interaksi antara guru dengan siswa lebih akrab sehingga guru lebih mengenal anak didiknya dengan baik.

Selanjutnya, Sudjana (2010: 24) membagi pemahaman ke dalam tiga kategori, yakni sebagai berikut:

…(a) tingkat pertama atau tingkat

terendah, yaitu pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya; (b) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni

menghubungkan bagian-bagian

terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok; dan (c) pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi, yakni pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

Sementara Mulyasa (2005: 78) menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu

itu diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang

dikomunikasikan dan dapat

memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Kemampuan pemahaman dapat

dijabarkan menjadi tiga, yaitu: menerjemahkan (translation), menginterpretasi (interpretation),

mengekstrapolasi (extrapolation).

Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan analisis dan sintesis yang dipengaruhi oleh kecepatan bekerja bagian spesifik otak kiri dan otak kanan siswa, hal ini dijelaskan oleh Darmawan, D et al., (2017) bahwa Then, through the treatment of information technology-based learning process (using multimedia computer) containing instructional information for Science discipline, several bio-communication phenomena are found in specific parts of the left-brain and the right-brain; including the learning activities of observation, feeling, thinking, understanding, listening, seeing-hearing-doing and tendency to act.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan pemahaman diperlukan proses belajar yang baik dan benar.

Pemahman siswa akan dapat

berkembang bila proses pembelajaran berlangsung dengan efektif dan efisien.

(16)

554 yangmenunjukan pemahaman konsep antara

lain adalah:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep,

yaitu mampu menyebutkan

definisiberdasarkan konsep esensial yang dimilki oleh sebuah objek.

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya) yaitu mampu

menganalisis suatu objek

danmengklasifikasikannya menurut sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu yangdimiliki sesuai dengan konsepnya.

3. Memberi contoh dan non contoh dari

konsep yaitu mampu

memberikancontoh lain dari sebuah objek baik untuk contoh maupun non contoh.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi, yaitumampu menyatakan suatu objek dengan

berbagai bentuk

representasi,misalkan dengan mendaftarkan anggota dari suatu objek.

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, yaitu mampumengkaji mana syarat perlu dan syarat cukup yang terkait dengan suatuobjek.

6. Mengaplikasikan konsep pemecahan masalah, yaitu mampumenyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi sebagaisuatu langkah pemecahan masalah.

C. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen, yaitu metode yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Pendekatan yang dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif (Darmawan, 2014:89). Sedangkan desain penelitian eksperimen yang digunakan yaitu True Experimental Design yaitu metode yang menggunakan kelompok kontrol, namun

tidak dapat berfungsi mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2014:112).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X pada program MIPA di SMAN 4 Garut sebanyak 4 kelas dengan jumlah siswa 138 orang. Sedangkan sampel penelitian ini adalah kelas X MIPA-1 sebanyak 34 orang sebagai kelas eksperimen, dan kelas X MIPA-2 sebanyak 35 orang sebagai kelas kontrol. Hal ini dilakukan karena banyak kelas dan sampel didasarkan pada alasan memiliki karakteristik yang homogen.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pemahaman belajar siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Belajar itu sendiri merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu.Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.Pernyataan tentang belajar ini sesuai dengan apayang diungkapkan oleh Surya (2004: 32) menyatakan bahwa:

(17)

555 atas, bahwa pada prinsipnya, belajar

adalah perubahan dari diri seseorang.

Selanjutnya keberhasilan belajar dapat diukur dengan perubahan, karena keberhasilan suatu program pembelajaran dapat diukur berdasarkan perbedaan cara berpikir, merasa, berbuat sebelum dan berbuat sesudah memperoleh pengalaman belajar dalam menghadapi situasi yang serupa. Perubahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah adanya perubahan peningkatan pemahaman belajar siswa tentang Hukum 1 Newton pada objek penelitian, yakni siswa kelas X SMAN 4 Garut, yang terdiri dari kelas eksperimen (Kelas X MIPA-1) dan kelas kontrol (Kelas X MIPA-2).

Pada bagian ini akan dideskripsikan tentang ada tidaknya perubahan yang diharapkan dalam sebuah pembelajaran itu di kelas eksperimen (Darmawan, 2014:78). Sebelum menjelaskan lebih jauh maka akan diperjelas dahulu mengenai pengertian pemahaman. Pemahaman belajar merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Pemahaman menurut Sadiman (1996:109) adalah “Suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya”.

Indikator pemahaman ini dapat dilihat dari pendapatnya Arikunto (dalam Akmapala, 2009) yang menjelaskan bahwa:

Pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates),

menerangkan, memperluas,

menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk

membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta–fakta atau konsep. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih mengaktifkan siswa untuk telibat selama proses pembelajaran berlangsung. Interaksi antara guru dengan siswa lebih akrab sehingga guru lebih mengenal anak didiknya dengan baik.

Pemahaman yang dimaksudkan dalam penelitian ini, yaitu pemahaman siswa tentang Hukum 1 Newton. Untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pemahaman belajar siswa maka dapat dilihat berdasarkan perbandingan perolehan nilai siswa saat prates dan pascates kelas eksperimen. Perolehan nilai prates adalah gambaran dari pemahaman siswa kelas eksperimen tentang Hukum 1 Newton sebelum diberi perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah penerapan model pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash. Pemahaman ini diukur dari kemampuan siswa dalam menjawab 10 pertanyaan uraian yang terdapat dalam prates dan pascates. Sedangkan pascates merupakan gambaran pemahaman siswa kelas eksperimen setelah mereka diberi perlakuan. Soal-soal yang terdapat dalam prates sama dengan soal-soal yang terdapat dalam pascates. Hal ini dimaksudkan agar dapat lebih jelas dan pasti mengukur ada tidaknya perubahan kemampuan siswa, dan supaya dapat menentukan apakah perubahan yang terjadi itu signifikan atau tidak terhadap ketuntasan belajar yang ditargetkan. Ketuntasan belajar itu sendiri dilihat atau ditentukan berdasarkan penilaian Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

(18)

556 Gambar 4.1

Perbandingan Nilai Prates dan Pascates Kelas Eksperimen

Berdasarkan hasil prates dan pascates yang telah disajikan di atas, ada beberapa temuan yang peneliti kemukakan, yaitu jika melihat rata-rata kelas, pada nilai prates kelas eksperimen mendapatkan nilai 4,3simpangan bakunya 1,6 dan variansnya 2,6. Nilai ini bukan merupakan nilai yang baik karena masih jauh berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pelajaran Fisika kelas X materi Hukum 1 Newton, yaitu 7,0.

Setelah mendapatkan nilai prates, kelas eksperimen tersebut diberi perlakuan penerapan model pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash. Setelah kelas eksperimen diberi perlakuan, sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disiapkan kemudian kelas tersebut dinilai pada 2 hal, yaitu pelaksanaan pembelajarannya dan hasil pembelajarannya. Pelaksanaan pembelajaran dinilai berdasarkan instrumen lembar observasi yang telah diisi oleh observer yang telah ditentukan. Kemudian untuk hasil pembelajarannya dilihat dari perolehan nilai pascates.

Terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas yang signifikan. Untuk kelas eksperimen dari nilai rata-rata sebelumnya 4,3 simpangan bakunya 1,6 dan variansnya 2,6 meningkat nilairata-ratanya menjadi 7,3, simpangan bakunya 1,5, dan varians menjadi 2,4. Nilai ini merupakan perkembangan dan perubahan

yang baik karena rata-rata kelas sudah memenuhi KKM yang ditargetkan.

Meningkatnya pemahaman belajar siswa kelas eksperimen ini tidak lepas dari faktor model pembelajaran kontekstual dan pemanfaatan media presentasi Flash. Seperti yang dikatakan Komalasari (2010:203) bahwa “Pembelajaran kontekstual memiliki pengaruh signifikan terhadap kompetensi siswa”. Sementara keberadaan media presentasi Flash sebagai multimedia pembelajaran mempengaruhi peningkatan kognitif siswa.Hal ini karena multimedia bekerja mempengaruhi kinerja otak sehingga siswa terangsang dan menambah pemahaman/ kompetensi siswa. Seperti yang dinyatakan oleh Darmawan (2012:47) yang menyatakan bahwa:

Pembelajaran multimedia pada dasarnya merupakan pembelajaran yang diharapkan mampu memberdayakan semua aktivitas otak selama peserta

didik melakukan aktivitas

pembelajaran, sebagaimana yang pernah dilakukan penulis dalam sebuah risetnya, bahwa ternyata peserta didik mulai SD – PT membutuhkan stimulus yang konsisten pada otaknya.

Peningkatan pemahaman belajar siswa kelas eksperimen inidiperkuat dengan hasil pengolahan data pada instrument observasi. Dari hasil pengolahan tersebut, berdasarkan penilaian para observer menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash

mendapatkan tanggapan yang positif dari siswa terkait pelaksanaan pembelajaran, membuat siswa bersemangat dalam belajar, menambah pemahaman siswa dalam belajar, dan mampu meningkatkan keterampilannya.

b. Pemahaman belajar siswa pada kelas yang tidak menggunakan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash

(19)

557 pembelajaran model pembelajaran

kontekstual berbantuan media presentasi

Flash seperti pada kelas eksperimen (Kelas X MIPA-1). Perlakuan pembelajarannya berupa penerapan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah.

Seperti pendapatnya Djamarah (Jurnal Ekonomi dan Pendidikan,3 Vol No.8 Mei 2011) yang menyatakan bahwa:

Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisonal atau disebut juga metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran secara metode konvensional diikuti dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas, dan latihan.

Adapun hasil perolehan jawaban siswa atau pemahaman belajar kelas kontrol untuk prates dan pascates terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2

Perbandingan Nilai Prates dan Pascates Kelas Kontrol

Berdasarkan hasil prates dan pascates yang telah disajikan pada diagram di atas, ada beberapa temuan yang akan peneliti kemukakan, yaitu jika melihat rata-rata kelas, pada nilai prates kelas kontrol mendapatkan nilai rata-rata kelas 4,5 dan pada pascates mendapatkan nilai rata-rata 5,5. Nilai ini bukan merupakan nilai yang baik karena masih jauh berada di bawah Kriteria

Ketuntasan Minimum (KKM) pelajaran Fisika kelas X materi Hukum 1 Newton, yaitu 7,0. Walaupun terjadi peningkatan nilai pada kelas kontrol yang sekaligus menggambarkan ada peningkatan pemahaman belajar pula, akan tetapi perubahan peningkatannya tidak signifikan. Artinya peningkatan nilai tersebut tidak mampu memberikan perubahan yang besar terhadap kemampuan atau pemahaman belajar siswa tentang Hukum 1 Newton, atau dengan kata lain kemampuan awal dan kemampuan akhir siswa kelas X MIPA-2 SMAN 4 Garut masih sama atau tetap.

Hasil observasi juga menjelaskan bahwa pada proses pembelajaran berlangsung, keaktivan siswa dinilai kurang, hal ini berdasarkan penilaian 2 orang observer yang menyatakan bahwa untuk kelas kontrol baik pada asfek kognitif, afektif, maupun psikomotor masih dikategorikan kurang. Artinya, pembelajaran yang dilakukan guru di kelas ini dapat dikatakan belum tuntas atau belum sukses. Penyebabnya tidak terlepas dari faktor penerapan pembelajaran yang kovensional dengan metode ceramah yang monoton dan menjenuhkan siswa. Proses pembelajaran pada kelas dengan konsep

teacher centre ini masih kurang mengembangkan berfikir siswa.

Seperti yang dinyatakan Sanjaya (2006: 23) bahwa:

Salah satu kelemahan dalam dunia pendidikan kita diantaranya dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran kita yang menganut konsep pembelajaran teacher centre

(20)

558 Guru sebagai salah satu unsur pendidik

harus memiliki kemampuan memahami bagaimana siswa belajar dan kemampuan mengorganisasikan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan pemahaman siswa. Untuk mengembangkan atau meningkatkan pemahaman siswa tersebut guru harus mengurangi penerapan metode ceramah dan

memanfaatkan keberadaan media

pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran yang efektif sangat memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan dan meningkatkan pemahaman. Sebagaimana disebutkan Gerlach (Journal of Educational Psychology, 84. Vol No.1 1992) yang menyatakan “a medium, conceived is any person, material or event that established condition which enable the learner to acquire knowledge, skill and attitude”.

c. Perbedaan pemahaman belajar siswa antara kelas yang menggunakan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash dengan kelas yang tidak menggunakan pembelajaran kontekstual berbantuan media presentasi Flash

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk penyempurnaan kegiatan tersebut pada masa yang akan datang.Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu:input, transformasi, dan output. Input

adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran.Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran, yaitu: guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang, dan sistem administrasi. Sedangkan output

adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan

(pemahaman) yang dicapai siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata, angka, atau simbol.

Menurut Djamarah (2006: 121) menyatakan bahwa indikator-indikator keberhasilan sebagai tolak ukur dalam mengetahui pemahaman siswa adalah “Daya serap terhadap pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi baik secara individual atau kelompok, dan penilaian yang digariskan dalam tujuan pengajaran (kompetensi dasar) telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok”.

Adanya format kemampuan dan prosentase keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, maka dapat diketahui pemahaman atau keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru dan siswa. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran dapat dicapai. Oleh karena itu dilakukan tes, agar lebih cepat diketahui kemampuan atau pemahaman siswa dalam menerima mata pelajaran yang disampaikan guru.

(21)

559 diberi perlakuan pembelajaran konvensional

dengan metode ceramah.

Pada kondisi akhir, untuk kelas eksperimen setelah diberi perlakuan maka terjadi peningkatan nilai rata-rata yang signifikan. Dari sebelumnya hanya memiliki nilai rata-rata kelas 4,3 di kondisi akhir naik menjadi 7,3 dengan nilai selisih sebesar 3,0. Bila dilihat dari jumlah siswa yang telah mencapai KKM, terjadi penambahan yang signifikan dari sebelumnya tidak ada siswayang mencapai KKM (0%) menjadi 26 orang (76%). Perolehan nilai ini telah memperlihatkan ketuntasan belajar dari kelas eksperimen yang telah mencapai nilai KKM Fisika kelas X materi Hukum 1 Newton. Sementara untuk kelas kontrol, walaupun mengalami peningkatan nilai rata-rata kelas, akan tetapi masih belum mencapai KKM dan tidak sigifikan. Dapat dilihat dari nilai sebelumnya yang memiliki rata-rata kelas 4,5 hanya naik di kondisi akhir menjadi 5,5 atau dari kondisi awal 1 orang siswa (3%) yang telah mencapai KKM hanya bertambah di kondisi akhir menjadi 6 orang (18%). Nilai ini masih belum mencapai KKM dan belum bisa dinyatakan bahwa pembelajaran tersebut tuntas.

Terjadinya perubahan hasil belajar yang digambarkan pada pemahaman siswa tentang penguasaan konsep hukum newton 1 dikarenakan adanya perbedaan dalam metode atau pendekatan mengajar serta peranan media pembelajaran. Di kelas eksperimen dimana siswa mengalami pembelajaran kontekstual menyebabkan mereka dapat memahami konsep atau materi yang disampaikan guru dengan kesadaran diri akan penerapannya di kehidupan sehari-hari mereka. Siswa dapat mengetahui, memahami, serta menerapkan konsep hukum newton tersebut dalam kehidupan nyata.

Di kelas kontrol dimana siswa dalam pembelajarannya menggunakan metode ceramah tanpa media pembelajaran yang efektif, menyebabkan para siswa merasa jenuh dan tidak fokus saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga hasil

belajar yang diperolehpun belum sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selain faktor pendekatan pembelajaran yang berbeda, peranan media pembelajaran yang motivatif juga memiliki dampak yang berarti bagi ketercapaian ketuntasan belajar sehingga tujuan pembelajaranpun dapat terpenuhi.

Media pembelajaran merupakan suatu perantara penerima pesan dan sumber pesan. Dalam kondisi ini media yang digunakan memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran bagi guru. Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Mayer (2009: 116) yang menyatakan bahwa:

Multimedia bisa bekerja dan memberi hasil, setidaknya dalam kasus penjelasan ilmiah, bahwa dengan menambahkan ilustrasi pada teks atau menambahkan animasi pada narasi maka itu bisa membantu peserta didik lebih memahami materi atau penjelasan yang disajikan, kami menyebut hasil ini sebagai multimedia effect.

Gambar

Perbandingan Nilai Prates dan Pascates Kelas Gambar 4.1 siswa.Hal ini karena multimedia bekerja mempengaruhi kinerja otak sehingga siswa
Gambar 4.2  siswa. Para siswa masih sering dipaksa Perbandingan Nilai Prates dan Pascates Kelas untuk menghafal informasi, mengingat,

Referensi

Dokumen terkait

497.500.000,- (Empat ratus sembilan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka bersama ini kami Kelompok Kerja Konstruksi Unit Layanan Pengadaan Barang /

Tujuan utamanya adalah untuk mengukur prevalensi infeksi gonore, klamidia, sifilis, trikomonas vaginalis, bakterial vaginosis, dan kandidiasis vaginal pada WPS di Palembang,

Mahkota dewa termasuk famili Thymelaeaceae merupakan satu dari berbagai jenis tanaman asli Indonesia yang akhir-akhir ini populer sebagai tanaman yang secara empiris dapat

Hasil kajian lepas menyarankan supaya aspek pengurusan sosio-emosi PPB diberi perhatian kerana ketidakselarasan di antara perkembangan kognitif dengan

Merujuk pada tahun 2009, sebagai referensi pengalaman pelaksanaan pemilu dengan sistem yang sama, baik sistem pemilu maupun sistem partai politik dengan berbagai

Pada lingkungan yang panas hewan ini beradaptasi secara morfologi dengan cara menguapkan panas dari dalam tubuhnya.. Sedangkan secara tingkah laku yan dilakukan

Karena t hitung < t tabel maka H a ditolak H o diterima, dengan demikian Arus Kas Operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Deviden kas.Maka dapat

Penyajian pengungkapan secara penuh ( full disclosure ) 1 Keterangan: Tujuan penyajian temuan yang hanya didukung oleh satu partisipan adalah untuk menunjukkan bahwa keputusan