• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Media Sosial Terhadap Personal (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Media Sosial Terhadap Personal (1)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP

PERSONAL SPACE

Dwindi Ramadhana

Mahasiswa, Program S2 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Abstract

Each person has right to creates and organizes their personal space. Personal space sets how person communicates to many categories of people. Advances in technology becomes the basis of the development of social media as a means of communication that is effective and efficient in the process of delivering the created and shared information. The dependence on communication, including how to communicate that facilitated by social media turned out to change people's lifestyles. However, whether or not the lifestyle changed by social media depends on people personality. For individuals who extrovert and ambivert, social media turned out to be a means to increase the breadth of the association, while for individuals who introvert actually replace the existing relationships. Activities in social media become the compensation of taciturnity of the individual who introvert. This resulted in diversion the space requirements of the physical space (architecture and interior) into 'space' in social media. Personal space radius increasingly narrow because it diverted by focus on social media, so the sensitivity of the intruder becomes decreasing. Thus, social media can be a bit much considers to determines the architecture and interior design decisions related to the presence or absence of internet facility in the concept of the building or the space.

Keywords: personal space, communication, social media, personality, design

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Menurut Robert Sommer (1969) personal space adalah suatu area dengan batas tak terlihat di sekitar badan manusia dimana orang lain (diluar manusia tersebut) tidak boleh memasukinya (invisible bubble). Dewasa ini, cara bergaul dan berkumpul seseorang tidak harus bertatap muka atau bertemu pada suatu tempat. Kemajuan teknologi jaringan memfasilitasi cara berkumpul dan bergaul seseorang, yang disebut dengan media sosial. Tahun 2015, media sosial yang tersedia sudah sangat banyak dan dapat diakses dari platform gadget. Secara umum mayoritas individu telah memanfaatannya semaksimal mungkin.

Kebutuhan untuk dapat berkomunikasi dan berbagi secara cepat-efektif menjadi pemicu pengguna media sosial dalam memprioritaskan komunikasi dan berbagi melalui media digital ini. Hal ini akhirnya memunculkan pernyataan bahwa pada jaman sekarang, media sosial telah menjadi gaya hidup.

Terutama pada kalangan anak muda, kebanyakan dari mereka, media sosial menjadi prioritas cara

bergaul dibandingkan tatap muka langsung, baik dalam sosialisasi antara personal, maupun dalam diskusi kelompok/ komunal.

Dari hal tersebut, akibat yang terjadi adalah ketergantungan terhadap media sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari aktifitas orang yang kini lebih banyak terfokus pada layar gadgetnya (laptop, tablet, handphone). Bila memperhatikan lebih seksama lagi, dapat dilihat bahwa ketika seseorang sedang terfokus pada aktifitasnya di media sosial, mereka sering tidak peduli dengan jarak dirinya dengan orang asing. Biasanya fenomena ini tampak pada ruang publik seperti ruang tunggu, taman, pedestrian way, kafe, dan tempat publik lainnya.

Seseorang akan cenderung berkumpul dengan orang-orang yang memiliki kondisi individu yang sama demi keseimbangan interaksi dan menghindari kecanggungan atau ketidaknyamanan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi personal space tersebut dalam aplikasi nyatanya, yaitu faktor individual, faktor interpersonal dan faktor situasional. Pengaruh beberapa faktor tersebut dapat dilihat dari bagaimana seseorang bersosial/ bergaul baik ketika sedang sendiri maupun sedang berkumpul.

Situasi jaman sekarang, yaitu dengan media sosial yang menjadi media masyarakat dalam beraktifitas, berinteraksi dan berkomunikasi, sedikit banyak telah mengubah gaya hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada apa yang terjadi pada kehidupan sosial dalam bangunan-bangunan publik seperti kafe, tempat makan, coffee shop, taman kota dan lainnya yang

Kontak: Dwindi Ramadhana

Mahasiswa S2 Pogram Studi Arsitektur, Universitas Gadjah Mada ; Jl. Grafika 2, Kampus UGM, Yogyakarta. Kode Pos : 55281

(2)

merupakan hotspot berfasilitas wifi, sehingga masyarakat dapat mengakses internet dan semua akun media sosialnya ditempat tersebut. Dalam pergaulan di bangunan kafe misalnya, terdapat beberapa meja berkapasitas empat orang namun hanya ditempati oleh satu orang yang fokus dengan laptopnya. Begitu pula dengan tempat umum lain seperti ruang tunggu, dengan kursi tunggu yang sangat dekat sehingga setiap orang yang tidak saling mengenal (asing) dapat duduk berdekatan dan rasa risih dapat dialihkan dengan mengoperasikan ponsel untuk bersosialisasi dengan orang yang dikenal yang ada didunia maya.

Bermula dari perubahan situasi jaman dulu dan jaman sekarang yang sangat signifikan, maka muncul dugaan bahwa semakin banyak aktifitas dan akun media sosial yang dimiliki, maka radius personal space seseorang akan mengecil. Apabila dugaan ini benar, maka kebutuhan seseorang terhadap ruang fisik (arsitektur) akan lebih sedikit ketika tersedia koneksi internet dibandingkan dengan tidak tersedianya koneksi internet.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media sosial terhadap personal space para pengguna media sosial tersebut terkait dengan kemajuan teknologi dan perkembangan media sosial yang mengubah gaya hidup, dan kemudian menjadi alat pembuktian hipotesis atau dugaan peneliti bahwa ‘semakin banyak aktifitas dan akun media sosial yang dimiliki, maka radius personal space seseorang akan mengecil’.

2. TINJAUAN TEORI Personal Space

Personal space di pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu individual, interpersonal dan situasional. Faktor individu yang dimaksud melingkupi biografi (umur, jenis kelamin), budaya (karakter ras, sosial-ekonomi, etnik), kemampuan personal (bidang kreatifitas, tingkatan pendidikan), kepribadian (pencapaian kebutuhan) dan keterbatasan personal (tuna wicara, tuna rungu, tuna netra, dll).

Faktor interpersonal, yaitu hubungan seseorang dengan orang lain yang lebih dekat seperti keluarga, kerabat dan sahabat. Seseorang tidak akan merasa terganggu oleh kedatangan orang yang memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan dirinya. Makanya radius personal space seseorang akan mengecil ketika kedatangan orang tersebut.

Faktor situasional juga dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam bergaul. Contohnya ketika dalam situasi informal, seseorang lebih terbuka dan supel pada orang lain, namun dalam situasi formal, seseorang tersebut akan lebih tertutup dan cenderung kaku.

Masing-masing faktor tersebut adalah alasan kecenderungan seseorang untuk bergaul dan berkelompok. Faktor-faktor itu juga yang dapat menentukan oranglain yang datang sebagai

pengganggu (intruder) atau bukan.

Orang-orang kebanyakan menjaga dirinya dari jarak interaksi dengan orang asing, karena setiap orang memiliki sensitifitas yang menentukan keputusan menerima atau menolak orang asing untuk terlibat dalam sebuah interaksi dengannya. Seberapa jarak mereka berinteraksipun tergantung pada siapa orangnya dan bagaimana situasi saat itu. Hal ini menyebabkan munculnya batasan jarak fisik yang dibuat oleh setiap individu dan akan merasa tidak nyaman atau aneh atau canggung bila ada pihak lain yang melanggar atau melampaui batas tersebut. Tak jarang, pelanggaran batas bahkan dapat memicu pertengkaran. Studi tentang aturan dalam personal space ini disebut proxemics, yaitu cabang pengetahuan yang berhubungan dengan jumlah ruang (space) yang orang merasa perlu untuk mengatur antara dirinya dan orang lain. Studi ini dipelopori oleh Edward Hall (1966).

Gambar 1. Jarak ruang personal menurut Edward Hall (sumber: lonerwolf.com;2015)

Hall mendefinisikan seberapa jauh jarak radius personal space seseorang yang dibagi menjadi empat ruang. Ruang intim, seperti hubungan seksual, menyusui bayi dll, yaitu berjarak tidak lebih dari 1,5 kaki atau sekitar 0,5 meter. Ruang santai, seperti percakapan dengan teman, yaitu berjarak 1,5-4 kaki atau sekitar 0,5-1,2 meter. Ruang sosial, seperti percakapan dengan orang asing dan diskusi dalam sebuah business meeting, yaitu berjarak 4-12 kaki atau sekitar 1,2-3,6 meter. Dan yang terakhir adalah ruang publik yang berjarak lebih dari 12 kaki atau lebih dari 3,6 meter, misalnya pada situasi memberi ceramah atau pidato pada sekelompok orang.

Intrusion

(3)

suatu penempatan ekologi tubuh (seperti contoh gangguan diatas) di dekat orang lain atau penggunaan bagian dari orang lain secara tidak tepat.

Setiap orang yang merasa personal space-nya terganggu, akan merasa gelisah, takut, atau bahkan marah. Ketidaknyamanan ini akan membuat seseorang akan semakin meluaskan radius personal space-nya dan memberikan respon tidak baik. Akibat intrusion ini dapat berupa pertengkaran atau salah satu pihak akan pergi menjauh.

Komunikasi

Harold Lasswell mendefinisikan komunikasi adalah kondisi “siapa mengatakan apa, melalui saluran mana, kepada siapa dan dengan pengaruh apa”. Berdasarkan definisi ini, maka terdapat kelompok maya atau faktual (Burqon & Huffner, 2002). Contoh kelompok maya adalah komunikasi melalui internet (chatting, email, dll). Homan, 1958 (dalam Bing & John) mengidentifikasi bahwa adanya ketergantungan dari sebuah komunikasi dari pernyataannya ‘..Pihak yang memberikan banyak kepada orang lain mencoba untuk mendapatkan banyak dari mereka, dan orang-orang yang mendapatkan banyak dari orang lain berada di bawah tekanan untuk memberikan banyak pada mereka..’.

Dalam komunikasi, tidak dapat dipungkiri bahwa adanya kebutuhan terhadap suatu media. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efektifitas, efisiensi, konkret, dan motivasi. Efektifitas dalam berkomunikasi akan mempermudah kelancaran dalam penyampaian informasi. Dalam prosesnya, media komunikasi digunakan sebagai efisiensi waktu (mempercepat) penyampaian informasi tersebut. Informasi yang konkret akan lebih mudah didapatkan oleh para komunikator dalam memahami informasi yang bersifat abstrak. Dengan adanya media komunikasi, setiap komunikator lebih termotivasi untuk lebih bersemangat dalam melakukan orang lain. Informasi yang dibuat dapat berupa teks maupun foto atau media lain. Kini, media atau aplikasi ini dapat digunakan atau diakses disetiap gadget (laptop, tablet, handphone).

Kepribadian

Selain media yang digunakan, kepribadian dari setiap individu juga mempengaruhi bagaimana individu tersebut bergaul, berkomunikasi dan bersosial. Atkinson dkk, 1999 (dalam Arfianti, 2008), mendefiniskan kepribadian sebagai pola perilaku dan cara berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Kepribadian dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ekstrovert, introvert dan ambivert.

Ekstrovert adalah individu yang mudah bergaul, impulsif, memiliki lebih banyak kontak sosial dan

frekuensi untuk bergabung dalam aktifitas keompok, mudah bersosialisasi, menyukai pesta, memiliki banyak teman, memiliki kebutuhan untuk berbicara dengan orang lain, kurang suka membaca atau belajar sendiri. Sedangkan introvert adalah individu yang pendiam, memiliki sedikit teman, introspeksi diri, lebih sering membaca buku daripada bertemu dengan orang lain serta hanya akan bergaul dengan teman terdekatnya saja (Burger, 1986 dalam Arifianti, 2008). Individu yang memiliki kecenderungan antara keduanya disebut ambivert. Individu dengan tipe kepribadian ambivert bukan termasuk ekstrovert maupun introvert, tapi ada diantara keduanya (Branca. 1965 dalam Budi, 2010). Ambivert adalah kecenderungan seseorang untuk memperlihatkan karakteristik tipe ekstrovert dan introvert secara seimbang (Bos, 2007 dalam Budi, 2010)). Karakteristik ekstrovert maupun introvert pada diri individu dengan tipe kepribadian ambivert tidak menyolok tetapi berada diantara keduanya (Kartono & Gulo, 2003 dalam Budi, 2010).

3. METODE PENELITIAN Kuisioner

Penelitian ini menggunakan kuisioner dengan 23 pertanyaan yang disebar melalui media sosial media. Enam belas pertanyaan pertama merupakan upaya untuk mendapatkan karakteristik kepribadian responden (ekstrovert, introvert atau ambivert) yang diambil dari tes psikologi oleh Irfani, 2013. Enam belas pertanyaan tersebut meliputi :

1. Apakah anda paling senang ketika terlibat dalam semacam proyek yang menuntut tindakan segera?

2. Ketika anda menaiki tangga, apakah biasanya anda menaiki dua anak tangga sekaligus? 3. Apakah anda makan demikian cepat sehingga

baisanya anda selesai lebih dahulu daripada harus menangai suatu yang baru?

7. Ketika anda sedang berjalan dengan orang lain, apakah mereka sering kesulitan mengimbangi anda?

8. Apakah anda sering bergegas dari suatu kegiatan ke kegiatan lainnya tanpa berhenti untuk relaks?

9. Apakah anda sering merasa tidak bisa diganggu ketika sedang melakukan berbagai hal?

10. Ketika anda harus berjumpa dengan orang baru, apakah anda enggan menjalani ritual perkenalan itu?

(4)

mengagumi pemandangan baru yang tidak dilewatkan oleh turis manapun?

12. Apakah anda menemukan diri sering cemas tanpa alasan?

13. Apakah anda biasanya bangun bersemangat di waktu pagi dan siap berangkat?

14. Apakah menurut anda, orang lain lebih supel dari anda?

15. Kalau mereka tampaknya lebih supel, apakah hal itu membuat anda merasa khawatir?

16. Apakah anda tidak sabr kalau harus menantikan seseorang?

Tiga pertanyaan berikutnya merupakan upaya mengidentifikasi status media sosial dapat menggantikan atau tidak menggantikan cara berinteraksi seseorang.

17. Merasa risih ketika orang asing mendekat/ duduk didekat anda ketika anda online (gadget/ laptop)?

18. Merasa risih bila orang lain mengajak bicara ketika anda online (gadget/ laptop)?

19. Apakah anda tidak suka/ benci ketika harus menyimpan ponsel anda demi orang lain yang mengajak bicara?

Pertanyaan selanjutnya digunakan sebagai alat identifikasi dimana tempat seseorang merasa bebas berpendapat, beropini, berdiskusi dan interaksi lainnya.

20. Lebih suka menyampaikan pendapat, berdiskusi, berkumpul di media sosial atau di kafe/ kampus/ kantor?

Tiga pertanyaan terakhir adalah untuk mengidentifikasi usia, jenis kelamin dan pekerjaan responden.

Scoring

Mereka yang ekstrovert akan menjawab Ya pada pertanyaan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, dan 13. Sedangkan mereka yang introvert akan menjawab Ya pada pertanyaan 6, 9, 10, 11, 12, 14, 15, dan 16. Total nilai tertinggi ekstrovert ataupun introvert adalah 8. Nilai >5 berarti ‘sangat’, nilai 3-5 berarti menengah dan nilai <2 berarti rendah. Sedangkan apabila nilai antara keduanya seimbang (4 ekstrovert dan 4 introvert) maka responden tersebut masuk dalam tipe kepribadian ambivert.

Mereka yang menjawab Ya pada ketiga pertanyaan selanjutnya adalah individu yang lebih mengutamakan interaksi di media sosial (media sosial menggantikan cara berinteraksi), sedangkan Tidak adalah sebaliknya. Dari penyebaran kuisioner melalui media sosial,

telah terkumpul 262 jawaban responden yang kemudian dianalisis oleh peneliti.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Responden

Grafik 1. Rasio berdasarkan gender responden.

Dari jawaban kuisioner yang telah dikumpulkan, dapat diidentifikasikan bahwa terdapat keseluruhan responden terdiri dari 160 laki-laki dan 102 perempuan.

Dalam data ini, perempuan lebih banyak menggunakan akun sosial media daripada laki-laki. Dapat diasumsikan perempuan lebih membutuhkan media sosial dalam berinteraksi dibandingkan laki-laki.

Grafik 2. Rasio berdasarkan usia responden.

Responden tertua berusia 53 tahun, dan responden termuda berusia 12 tahun, sedangkan rata-rata usia responden adalah 21 tahun. 189 orang dikategorikan sebagai remaja dan 73 orang dikategorikan sebagai dewasa.

Dari data ini, dapat diasumsikan bahwa pengguna remaja lebih banyak menggunakan media sosial daripada dewasa, karena kuisioner disebarkan melalui beberapa sosial media seperti whatsapp, line, blackberry messenger, facebook, blogger, dan twitter.

189; 72.14% 73;

27.86% Remaja

(12<x<21) Dewasa (>21)

172; 65.65% 79;

30.15% 11;

4.20%

Pelajar/Ma-hasiswa Pekerja Lainnya

102; 38.93% 160;

61.07%

(5)

Grafik 3. Rasio berdasarkan pekerjaan responden.

Dilihat dari pekerjaan, 172 responden merupakan pelajar/ mahasiswa, 79 responden merupakan pekerja dan 11 responden tidak termasuk keduanya.

Dari hasil pengumpulan jawaban, didapat juga data kepemilikan akun sosial. Rata-rata responden memiliki 7 akun. Kepemilikan terbanyak, responden memiliki 16 akun. Kepemilikian tersedikit adalah 2 akun. Sedangkan paling banyak responden memiliki 6 akun, yaitu facebook, twitter, path, instagram, line, dan whatsapp.

Jawaban yang didapat dari enam belas pertanyaan pertama kuisioner, dapat menunjukkan karakteristik kepribadian para responden. Dari 262 responden, terdapat 43 responden yang cenderung introvert, 110 responden yang cenderung ekstrovert dan sisanya (ambivert) sejumlah 109 orang.

Melihat dari perbandingannya, jumlah pengguna media sosial yang cenderung ekstrovert dan ambivert memiliki persentase yang sama dan pengguna yang cenderung introvert merupakan minoritas sesuai dengan definisinya yang mengatakan sulit bersosialisasi, bahkan di media sosial sekalipun.

Grafik 4. Rasio berdasarkan kepribadian responden.

Namun bila ditinjau dari jawaban 3 pertanyaan berikutnya, data membuktikan bahwa terdapat 210 responden yang cara berinteraksinya tidak tergantikan oleh adanya sosial media, sedangkan 52 sisanya ternyata tergantikan.

Grafik 5. Klasifikasi jumlah responden yang cara berinteraksinya tergantikan oleh adanya sosial media dan tidak.

Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan hipotesis, maka data di atas didialogkan dengan jumlah kepemilikan akun media sosial dari masing-masing klasifikasi tersebut, sehingga didapatkan data seperti berikut.

Grafik 6. Perbandingan jumlah kepemilikan akun media sosial

Jumlah maksimal akun media sosial yang dimiliki oleh responden yang cara berinteraksinya tergantikan oleh media sosial lebih banyak dua poin jumlah minimalnya pun masih lebih banyak satu poin daripada yang tidak tergantikan.

Bila klasifikasi tersebut didialogkan dengan kepribadian responden, maka didapatkan grafik sebagai berikut.

43; 16.41%

110; 41.98% 109; 41.60%

Introvert 43 orang Extrovert 110 orang Ambivert 109 orang

Menggantikan Tidak Menggantikan

0 50 100 150 200 250

52

210

16

3

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

MAX MIN

Menggantikan

Max Min 0

2 4 6 8 10 12 14 16

14

2 Tidak Menggantikan

15; 28.85%

13; 25.00% 24;

46.15%

(6)

Grafik 7. Identifikasi kepribadian responden dari masing-masing klasifikasi.

Dari jawaban satu pertanyaan terakhir, didapatkan data rasio tempat responden merasa bebas berekspresi.

Grafik 8. Rasio berdasarkan tempat dimana responden merasa bebas berekspresi.

Grafik menunjukkan bahwa terdapat 59 responden merasa bebas berekspresi (berpendapat, berdiskusi, dsb) hanya di dunia nyata, 15 responden hanya didunia maya dan 188 responden merasa bebas. Analisis Data

Grafik pertama menunjukkan bahwa perempuan lebih membutuhkan ‘ruang’ lebih untuk bersosialisasi dibandingkan laki-laki, yang mayoritas merupakan usia remaja.

Melihat dari hasil dialog grafik rasio kepribadian responden, ekstrovert dan ambivert (kecenderungan antara ekstrovert dan introvert) selalu memanfaatkan ‘ruang-ruang’ baru untuk bersosialisasi dan

berinteraksi. Sedikit dari introvert yang memanfatkan media sosial untuk memperluas jaringan pertemanannya.

Dalam grafik klasifikasi menggantikan atau tidaknya media sosial terhadap cara berinteraksi responden, faktanya menunjukkan bahwa pada kenyataannya media sosial tidak begitu mengubah gaya hidup masyarakat, karena jumlah responden yang ‘tidak menggantikan’ lebih banyak daripada yang ‘menggantikan’. Data ini juga didukung oleh grafik rasio berdasarkan tempat dimana responden merasa bebas berekspresi, dengan hasil yang menunjukkan 72% responden tidak bermasalah untuk berekspresi dimana saja (baik dunia nyata maupun dunia maya). Grafik tersebut membuktikan adanya media sosial tidak membuat mereka takut untuk berekspresi pada tempat tertentu, namun menjadi banyak pilihan tempat dimana mereka akan mengekspresikan diri dengan berpendapat, berdiskusi dan sebagainya.

Namun dalam grafik perbandingan kepemilikan jumlah akun media oleh masing-masing klasifikasi, hasilnya menunjukkan jumlah maksimal dan minimal kepemilikan akun media sosial ‘yang menggantikan’ lebih banyak daripada ‘yang tidak menggantikan. Data tersebut walaupun secara lemah dapat mendukung kebenaran dari hipotesis yang mendasari penelitian ini.

Mengamati hasil identifikasi kepribadian responden dari masing-masing klasifikasi, membuktikan kepribadian juga mempengaruhi penggunaan media sosial. Media sosial telah mengganti cara berinteraksi 24 dari 43 responden dengan kecenderungan introvert, 13 dari 110 responden dengan kecenderungan ekstrovert dan 24 dari 109 responden dengan tipe ambivert. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa bagi ekstrovert dan ambivert, menjamurnya media-media sosial justru menambah luas pergaulan mereka, sehingga mereka dapat mengimbangi kapan mereka akan berinteraksi secara fisik dan non fisik. Bermunculannya media sosial berdampak baik pada mereka yang ekstrovert dan ambivert. Sedangkan bagi introvert, adanya media sosial justru berdampak pergantian (replacement) cara mereka berinteraksi.

5. KESIMPULAN

Dari data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis maka didapatkan kesimpulan dari penelitian mengenai pengaruh media sosial terhadap personal space, sebagai berikut :

1. Kebanyakan pengguna media sosial adalah remaja yang berusia antara 12 tahun sampai 21 tahun. Mereka memanfaatkan media sosial sebagai sarana memperluas pergaulan, sehingga media sosial bukan suatu pergantian (replacement).

2. Media sosial menjadi sarana para introvert untuk mulai bergaul, sehingga media sosial menjadi jawaban untuk mereka yang tidak 28;

13.33%

97; 46.19% 85;

40.48%

Tidak Menggantikan

Introvert Extrovert Ambivert

15; 5.73%

59; 22.52%

188; 71.76%

(7)

ketidakpercayaan diri tetap dapat eksis (walaupun hanya sekadar di dunia maya). Aktifitas di dunia maya bagi introvert merupakan kompensasi dari sifat pendiamnya.

3. Bagi para ekstrovert dan ambivert, adanya sosial media tidak mengubah gaya hidupnya dalam konteks berinteraksi, berkomunikasi dan bersosialisasi.

4. Secara umum, pernyataan bahwa gaya hidup masyarakat jaman sekarang telah berubah karena kemajuan teknologi dan perkembangan media sosial adalah benar. Gaya hidup yang menuntut efektifitas dalam berkomunikasi telah dijawab dengan semakin banyaknya pilihan media sosial, namun hal tersebut tidak membuat interaksi tata muka menjadi berkurang dan tergantikan secara signifikan. Melihat dari data yang telah diteliti, status media sosial adalah sebagai solusi, bukan sumber masalah baru dalam efisiensi komunikasi yang semkain menjadi kebutuhan masyarakat.

5. Hipotesis ‘semakin banyak aktifitas dan akun media sosial yang dimiliki, maka radius personal space seseorang akan mengecil’ didukung oleh data jumlah maksimal dan minimal kepemilikan akun media sosial ‘yang menggantikan’ (replaces) cara berinteraksi responden lebih banyak daripada ‘yang tidak menggantikan’ (not replaces). Data tersebut menunjukkan bahwa fokus pengguna media sosial teralihkan dan berdampak menurunnya sensitifitas terhadap intruder (radius personal space mengecil).

6. Dari hasil analisis, kebutuhan masyarakat secara umum terhadap ruang arsitektur tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh ‘ruang’ yang terdapat pada media sosial. Dengan begitu, ukuran-ukuran standar kebutuhan ruang fisik (arsiktektur dan interior) tidak dapat berubah karena ‘ruang luas’ yang ada didalam dunia digital.

7. Dalam desain arsitektur, media sosial dapat menjadi bahan pertimbangan desain, karena dengan konsep ruang yang difasilitasi koneksi internet (wifi), luas dan tata ruang yang akan didesain dapat berbeda dengan konsep ruang publik pada umumnya. Contohnya, desain kafe hotspot cukup menggunakan meja kecil dengan kapasitas 2 orang dengan kuantitas yang banyak, sedangkan desain restoran justru membutuhkan meja yang berkapasitas minimal 4 orang dengan kuantitas yang lebih sedikit daripada kafe dengan luas bangunan yang sama.

Referensi

1) Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) "Users of the

world, unite! The challenges and opportunities of Social Media". Business Horizons 53(1): 59–68.

2) Pan, Bing; Crotts, John “Theoretical Models of Social Media, Merketing Implication, and Future Research". : p.8

3) Hafied Cangara,n 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja GTafindo.

4) William R. Rivers at.al. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Prenada Media.

5) Belludi, Nagesh. Personal Space for Social Interaction. April 3, 2007. http ://www.rightattitudes.com/2007/04/03/personal-spaces-interaction/

6) Syafi’udin, Irfani. Tes Mengenali Diri Sendiri, Introvert atau Ekstrovert?. 5 Juli 2013.

http://irfan295-kdc.blogspot.com/2013/07/tes-mengenali-diri-sendiri-introvert.html

7) M. Ghojali Bagus A.P., S.Psi. 2010. Buku Ajar Psikologi Komunikasi. Fakultas Psikologi Unair.

8) Arifianti, Ranti. 2008. Hubungan Antara Kecenderungan Kepribadian Extrovert dan Introvert dengan Burnout pada Perawat. Skripsi Psikologi Universitas Gunadarma. p.3

Gambar

Gambar 1. Jarak ruang personal menurut Edward Hall(sumber: lonerwolf.com;2015)
Grafik 1. Rasio berdasarkan gender responden.Dari  jawaban  kuisioner  yang  telah  dikumpulkan,
Grafik 5. Klasifikasi jumlah responden yang caraberinteraksinya tergantikan oleh adanya sosial media dan tidak.
grafik  rasio  berdasarkan  tempat  dimana  responden

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pertambangan mineral bukan logam yang memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W7, 2017 ISPRS Geospatial Week 2017, 18–22 September 2017,

hasil pendapatan daerah dibidang bagi hasil pendapatan. f) Melaksanakan tugas lain-lain yang berkaitan oleh kepala dinas sesuai dengan

Dari hasil uji kelayakan penggunaan buku yang dilakukan terhadap siswa SMP diperoleh bahwa e-book yang disusun memenuhi kriteria penggunaan e-book dalam aspek penyajian

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan ata kesepakatan

Industri media online merupakan industri yang membutuhkan tingkat kreativitas tinggi, dimana mereka ditantang untuk menghasilkan output yang menarik dan berbeda dengan yang

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42

Dalam penelitian ini analisis regresi dilakukan dengan dua cara yang pertama merupakan regresi langsung (untuk mengetahui pengaruh upah dan budaya