• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan pendahuluan PPOK ( 1 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan pendahuluan PPOK ( 1 )"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

OKSIGENASI DI RUANG ASTER 5 RS MOEWARDI SOLO

Disusun oleh: Sri Lestari P.1337420114057

DIII KEPEAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

SEMARANG

(2)

A. KLINIKAL PATHWAY

Konsep Medis  Pengertian

(3)

Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.

Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.

 Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae. 2) Alergi

3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll c. Manifestasi klinis

1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.

2) Mukus lebih kental

3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.

(4)

5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.

6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. 7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.

8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :

1. asap rokok a. perokok aktif b. perokok pasif 2. polusi udara

a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor

b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan 3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

a. infeksi saluran nafas bawah berulang

 . PATOFISIOLOGI

(5)

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

 . MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi: 1) Batuk bertambah berat

(6)

3) Sputum berubah warna 4) Sesak nafas bertambah berat

5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas

6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis 7) Penurunan kesadaran

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan radiologi

a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2) Corak paru yang bertambah

b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

2) Corakan paru yang bertambah. 3) Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

(7)

rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. 5. Laboratorium darah lengkap

 KOMPLIKASI 1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. 5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory. 6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

 PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

(8)

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal. Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara 2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

(9)

7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang di lakukan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

c. Fisioterapi

4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik 5. Mukolitik dan ekspektoran

6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

(10)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN

NOC NIC

1. Bersihan jalan napas tidakefektif b.d bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,

kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi

NOC :

v Respiratory status : Ventilation

v Respiratory status : Airway patency

v Aspiration Control

1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.

(11)

bronkopulmonal. Kriteria Hasil :

v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur

4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.

5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.

6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan. 2. Pola napas tidak

efektifberhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas

NOC :

v Respiratory status : Ventilation

NOC

v Respiratory status : Airway patency

v Vital sign Status Kriteria Hasil :

v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

(12)

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

v Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah (sistole 110-130mmHg dan

v Respiratory status : Ventilation

Kriteria Hasil :

v Frkuensi nafas normal (16-24x/menit)

v Itmia

v Tidak terdapat disritmia v Melaporkan penurunan dispnea

v Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya. 4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi

v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai

1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan

2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas,

(13)

peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

v Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

vital.

3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan. 4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.

5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.

6. Sediakan oksigen

sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.

7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai

melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari. 8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.

9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan

meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuhberhubungan

NOC :

v Nutritional Status : food and

1. Kaji kebiasaan diet,

(14)

dengan dispnea,

v Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

v Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

v Tidak ada tanda tanda malnutrisi

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

berat badan dan ukuran tubuh. 2. Auskultasi bunyi usus 3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.

4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan. 5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.

v Klien terbebas dari bau badan

v Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs

v Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga

2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Irman, Sumantri. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Nuzurul . 2012. Asuhan Keperawatan Cor Pulmonal. Diakses Tanggal 29 November 2012 Jam 20.00 Wib Http://Nuzulul-Fkp09.Web.Unair.Ac.Id/Artikel_Detail-35530-Kep %20Respirasi-Askep%20Cor%20Pulmonal.Html

Pubmed. 2012. Jounal Cor Pulmonal. Diakses Tgl 2 Desember 2012 Jam 22.00 WibHttp:// Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/23199841

Referensi

Dokumen terkait

Rahmaniah Ginting dan Sri Pratiwi, &#34;Analisis Literasi Media Televisi dalam Keluarga (Studi Dekriptif Pendampinga n Anak Saat Menonton Televisi Di SD Islam Al

Pada reaktor alir tangki berpengaduk karena volume reaktor relatif besar dibandingkan dengan reaktor alir pipa, maka waktu tinggal juga besar, berarti zat

4. Menurut teori atom Bohr, elektron dapat berpindah dari satu orbit ke orbit lainnya. Jika elektron berpindah dari lintasan dalam ke luar maka disertai

Salah satu nya adalah perihal Hak cipta konten yang dibuat, Banyak konten-konten seperti Gambar, Video, Artwork dan Informasi yang telah dibuat di internet oleh seseorang jatuh

Berbagai masalah yang penulis temukan dalam meneliti proses bisnis di gudang PT BUN ini adalah lambat dan rumitnya pencatatan barang masuk dan keluar, dokumen surat2 penting

Kegunaan etanol berdasarkan beberapa tinjauan pustaka di antaranya adalah sebagai pelarut dan reagen dalam laboratorium dan industri, minuman beralkohol, bahan bakar

Analisis regresi logistik ganda dilakukan dengan memperhitungkan variabel usia kehamilan sehingga didapatkan hasil yang lebih valid karena telah mengontrol variabel

Berdasarkan pengujian, dapat disimpulkan bahwa, dari keempat prinsip penerapan good corporate governance yaitu dewan komisaris, dewan direksi, dewan pengawas