• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skotlandia Sistem Pendidikan di negeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Skotlandia Sistem Pendidikan di negeri"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Pengantar

Alhamdulillah, akhirnya makalah untuk mata kuliah wawasan kependidikan yang mengambil tema mengenai negara Skotlandia, dengan tinjauan secara komprehensif dan khususnya terhadap sistem kependidikan serta komparasinya dengan sistem kependidikan yang ada di negara kita. Masih banyak hal yang belum terungkapkan di dalam makalah ini dan membutuhkan perbaikan demi kesempurnaan di masa mendatang.

Namun demikian, setidaknya terdapat beberapa sudut pandang yang bisa diambil dalam menganalisa komparasi yang terjadi antara sistem yang terjadi di Skotlandia dan Indonesia. Sehingga dapat diambil beberapa hal yang bisa bermanfaat untuk menambah wawasan kependidikan. Dengan menilik sejarah serta kondisi negara Skotlandia yang unik dibandingkan negara lain, maka diharapkan makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi para akademisi di bidang teknologi pembelajaran, tetapi juga mampu bermanfaat untuk para akademisi di bidang lain yang kebetulan membutuhkan literatur mengenai Skotlandia.

Malang, 29 Februari 2012

(2)

ii

Daftar Isi

I. Pendahuluan ... 1

II. Latar Belakang Negara ... 2

II.1. Geografi dan Demografi ... 2

II.2. Sistem Kenegaraan ... 4

II.3. Olahraga, Budaya dan Bahasa ... 4

III. Pembahasan ... 6

IV. Komparasi Skotlandia – Indonesia ... 11

V. Kesimpulan ... 13

(3)

I.

Pendahuluan

Skotlandia merupakan sebuah negara yang melakukan pembagian kekuasaan dengan Inggris Raya sejak masa silam, yakni sejak tahun 1603 untuk prinsip monarki dan untuk sistem parlementer pada tahun 1703 (Houston, 2008:1). Tetapi hal tersebut tidak menjadikan Skotlandia sebagai jajahan dari Inggris Raya ataupun sebagai negara bagian dari Inggris Raya meski mereka memiliki banyak sekali kesamaan satu sama lain.

Meski sistem parlementer Skotlandia menjadi satu dengan Inggris, tetapi untuk sistem pendidikan, pemerintahan lokal, hukum maupun keagaaman memiliki kekuasaan yang terpisah. Tetapi disebutkan bahwa Skotlandia yang sejak dahulu kala memiliki sejarah kelam dalam pembagian kekuasaan, hingga saat ini masih belum bisa dikatakan sepenuhnya merdeka (Houston, 2008:37). Hal ini disebabkan ketiadaan kekuasaan mengenai kebijakan hubungan dengan luar negeri ataupun dengan pihak Uni Eropa yang harus ditentukan oleh pihak Inggris Raya.

Sejarah Skotlandia yang sangat kompleks untuk diceritakan ulang, saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh berbagai film dan cerita fiksi maupun non-fiksi yang menggambarkan bagaimana heroiknya para pahlawan yang berasal dari Skotlandia. Pahlawan non-fiksi seperti Rob Roy atau Braveheart kemudian digambarkan secara dramatis menjadi orang Skotlandia yang tidak takut akan kematian dan memiliki sifat barbarian. Begitu pula dengan tokoh fiksi Highlander yang digambarkan mampu hidup dalam keabadian asalkan mampu memenggal kepala dari sesama sukunya.

Namun demikian, Highlander yang sesungguhnya ada di Skotlandia adalah sebutan untuk suku tertentu yang di sana terbentuk dengan ciri-ciri tertentu. Sebutan suku Highland dan Lowland muncul akibat adanya perbedaan budaya di Skotlandia dikarenakan suku Highland (yang dipopulerkan oleh Sir Walter Scott pada abad 17) dikatakan memiliki perbedaan yang cukup signifikan di Skotlandia. Perbedaan budaya yang pada akhirnya menjadi ciri khas Skotlandia tersebut diantaranya adalah adanya alat musik Tartan ataupun pakaian khas yang berbeda di bagian bawah untuk laki-laki.

(4)

2

Tetapi citra dari orang Skotlandia saat ini telah berangsur pulih dengan adanya banyak

tokoh dari Skotlandia yang telah menjadi orang “besar” di berbagai belahan dunia. Tokoh dari

bidang ekonomi seperti Thomas Glover yang mampu mengubah perekonomian di Jepang dan

Andrew Carnegie yang menjadi pakar ekonomi di AS pada awal abad 19 telah mengubah

pandangan mengenai orang Skotlandia. Bahkan dua perdana menteri terakhir Inggris Raya, yakni

Tony Blair dan Gordon Brown, keduanya berasal dari Skotlandia, mulai dari lahir hingga masa

perkuliahan (alumni dari Universitas Edinburgh).

Mengacu kepada sejarah serta latar belakang kehidupan dan sosial budaya yang unik di

Skotlandia, maka tak pelak lagi penulisan makalah tentang wawasan kependidikan yang ada di

Skotlandia nantinya dapat menjadi sebuah pembuka cakrawala baru bagi para praktisi dan

pemerhati pendidikan. Hasil dari makalah ini bukan semata-mata untuk melakukan perbandingan

sistem kependidikan dan latar belakang sosial budaya yang ada di Skotlandia dan Indonesia,

tetapi lebih ditekankan mengenai apa yang bisa diambil sebagai sebuah pelajaran dari apa yang

telah terjadi di negara tersebut, khususnya di bidang kependidikan.

II.

Latar Belakang Negara

II.1. Geografi dan Demografi

Skotlandia diperkirakan memiliki jumlah penduduk lebih dari 5 juta, merupakan bagian

dari UK (United Kingdom). UK sendiri terdiri dari Inggris, Skotlandia, Irlandia dan Wales dengan

total populasi lebih dari 58 juta. Skotlandia sendiri bukan termasuk sebagai negara kaya, hal

tersebut dibuktikan dengan adanya subsidi yang masih berjalan hingga saat ini (Clark, 1997:2).

Letak Skotlandia yang berada di bagian utara dari UK, terkenal dengan berbagai

panorama yang indah dan dianggap sebagai salah satu tempat yang romantis di benua Eropa

(Dendinger, 2002:10). Selain itu, Skotlandia juga dianggap sebagai salah satu contoh paling

sempurna untuk cuaca berjenis marine west coast yang berarti memiliki cuaca relatif hangat dan musim dingin yang ringan (tidak terlalu dingin) serta curah hujan yang tidak terlalu deras.

Dikatakan bahwa Skotlandia memiliki panjang maksimal area 443 km dan lebar 64 km

dengan garis pantai sepanjang kurang lebih 3.700 km. Skotlandia juga memiliki gunung tertinggi

di dalam area UK dengan nama Ben Navis dengan ketinggiag 4.406 kaki, dan terkenal dengan salju

(5)

Gambar II.1.1. Peta Geografis Skotlandia (Dendinger, 2002:12)

Area Skotlandia telah dikenal terbagi menjadi dua bagian besar, yakni Highland dan

Lowland. Daerah Highland yang banyak terdiri dari pegunungan (termasuk area gunung Ben

Navis) dikenal memiliki banyak gunung yang bersalju karena ketinggiannya rata-rata di atas 4.000

kaki. Sedangkan daerah Lowland, sesuai namanya, banyak terdiri dari dataran rendah sekaligus

kaya akan bahan tambang (Dendinger, 2002).

Berkaitan dengan asal-usul penduduk asli Skotlandia, jika pada awalnya pihak Romawi

melakukan penaklukan pada sekitar tahun 143 SM. Namun demikian, pada sekitar tahun 407 SM,

pihak Romawi meninggalkan Skotlandia dengan peninggalan berbagai tembok besar yang telah

dibangun di daerah tersebut. Sebagai gantinya suku Gaels yang berasal dari Celtic datang ke

Skotlandia dengan menggunakan perahu. Akhirnya oleh pihak Romawi, para pendatang dengan

perahu tersebut dinamakan sebagai Scottie dan lama kelamaan sebutan tersebut menjadi Scotts

(Dendinger, 2002:28).

Pada perjalanan sejarah, banyak pendatang dari suku Viking Norwegia yang kemudian

berasimilasi dengan penduduk yang berada di Skotlandia. Bahkan Skotlandia juga terkenal

sebagai pemasok pasukan bagi kerajaan di Prancis pada masa silam (Dendinger, 2002;Houston,

2008).

Area terbanyak jumlah penduduknya di Skotlandia adalah kota administratif Glasgow

yang berada di area Strathclyde dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta pada tahun 2001

(Dendinger, 2002:71). Sedangkan area terpadat jika dilihat dari perbandingan luas dan jumlah

penduduk adalah kota administratif Edinburgh yang memiliki luas hanya 1.715 km persegi namun

(6)

4

Dari sisi citra masing-masing kota tersebut juga sangat berbeda, Glasgow yang lebih

dicitrakan sebagai kota industri dengan berbagai kantor dan pabrik yang ada di area tersebut.

Tetapi Edinburgh lebih memiliki citra sebagai kota pendidikan dengan ditopang universitas

terbesar di Skotlandia yakni universitas Edinburgh (Dendinger, 2002:79).

Seperti telah disebutkan di bab pendahuluan, bahwa orang Skotlandia terkenal dengan

tradisinya yang melanglang buana dan masih tetap berusaha menunjukkan identitas aslinya

dimanapun mereka berada. Tercatat di AS, para penduduk yang mengaku sebagai

Scotto-American telah tercatat lebih dari 15 juta pada awal tahun 2000 (Finlay, 2004:381). Hal ini menunjukkan betapa banyaknya penduduk Skotlandia yang merantau dan berusaha

menunjukkan kesuksesan yang mereka miliki.

II.2. Sistem Kenegaraan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemerintahan Skotlandia tidak sepenuhnya

berdiri sendiri. Sistem parlemen Skotlandia yang masih bergabung di dalam lingkup UK, baru

dikatakan berdiri sendiri pada tahun 1 Juli 1999 (Dendinger, 2002:50).

Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa selama periode tahun 1707 hingga tahun 1999,

seluruh sistem parlemen yang ada di Skotlandia masih bergantung kepada apa yang diputuskan

oleh pihak kerajaan Inggris. Meski demikian, pada pemilihan di tahun 2001, hanya 26% penduduk

Skotlandia yang setuju untuk benar-benar berpisah dengan pihak UK, sehingga pada saat ini

masih bergantung kepada UK (Dendinger, 2002:51-53).

Ibukota resmi Skotlandia adalah Edinburgh dengan luas resmi 77.174 kilometer persegi.

Disebutkan bahwa sistem pemerintahan resmi di Skotlandia adalah monarki konstitusional dan

saat ini sistem parlemennya telah terbagi menjadi dua yakni parlemen Skotlandia dan parlemen

UK. Hal ini berarti bahwa pemegang kekuasaan tertinggi masih dipegang oleh Raja/Ratu dari

Inggris, namun dari sisi pemerintahan dipegang oleh perdana menteri (Dendinger, 2002:86).

II.3. Olahraga, Budaya dan Bahasa

Bahasa yang digunakan di Skotlandia, seperti yang telah kita ketahui, adalah bahasa

Inggris. Bahasa Inggris yang berasal dari Celtic sesungguhnya berasal dari kata Bretons yang kemudian pada awal abad ke-19 terpeleset sebutannya menjadi British (Houston, 2008:125).

Meski demikian, bahasa yang dianggap sebagai bahasa asli di Skotlandia yakni bahasa

Gaelic, masih digunakan di beberapa daerah di Skotlandia. Umumnya mereka yang masih berbicara dengan bahasa ini dinamakan sebagai Lowlander, sedangkan yang berbicara bahasa

(7)

Sebagai bahasa resmi dari Skotlandia, maka terdapat dua bahasa yakni bahasa Gaelic dan

bahasa Inggris. Namun demikian, hampir seluruh orang dewasa di Skotlandia dipastikan lebih

mampu menguasai bahasa Inggris dibandingkan bahasa Inggris (Dendinger, 2002:39). Tetapi saat

ini, bahasa Gaelic kemudian dijadikan sebagai sebuah sarana politik, khususnya di beberapa

sekolah umum, dengan mengasumsikan bahwa penggunaan bahasa Gaelic akan meningkatkan

nasionalisme bagi para generasi muda.

Bagi para penikmat seni, khususnya novel, maka nama Sir Walter Scott adalah salah satu

novelis paling terkenal dari Skotlandia. Sedangkan untuk puisi, maka penyair Robert Burns

merupakan salah satu legenda yang berasal dari negara tersebut. Kedua sastrawan tersebut telah

berusaha mengubah pandangan dunia mengenai apa yang terjadi di Skotlandia serta gambaran

mengenai orang Skotlandia. Sir Walter Scott telah berusaha mengungkapkan bahwa orang

Skotlandia jauh lebih baik dan religius dibanding apa kesan orang selama ini.

Sastrawan lain yang sangat dikenal dari Skotlandia adalah Sir Arthur Conan Doyle,

pencipta karakter Sherlock Holmes, yang dikatakan sebagai salah seorang pelopor novel bergenre

kriminalitas di dunia. Hal ini membuktikan bahwa budaya tulis di Skotlandia sesungguhnya telah

maju dibanding negara lain di awal abad ke-18.

Meski demikian, masih banyak budaya dari Skotlandia yang digambarkan secara salah di

era modern ini, sebagai contoh adalah film Braveheart pada tahun 1995 yang menggambarkan

sosok pahlawan bernama William Wallace. Film yang menggambarkan betapa kerasnya karakter

orang Skotlandia, dan bahkan suka berselingkuh dengan perempuan. Namun demikian, sejarah

telah mencatat, bahwa apa yang telah digambarkan di film tersebut ternyata sangat tidak akurat

(Houston, 2008:141).

Dari sisi budaya yang bersentuhan dengan musik, seperti yang telah disebutkan di bab

pendahuluan, alat musik tradisional yang paling dikenal dunia berasal dari Skotlandia adalah

bagpipes. Yang sesungguhnya bukan merupakan alat musik khas di Skotlandia, karena juga

ditemukan di Irlandia bahkan di beberapa bagian Italia.

Secara sekilas, Skotlandia tidak terlalu menonjol dalam hal prestasi olahraga di dunia. Dua

klub sepakbola dari Skotlandia yang paling terkenal yakni Glasgow Ranger dan Glasgow Celtic,

juga tak banyak berbicara secara prestasi di kancah sepakbola Eropa. Meski beberapa tokoh

sepakbola yang mendunia juga dihasilkan dari Skotlandia seperti Sir Alex Ferguson dan Darren

Fletcher. Namun demikian, sesungguhnya Skotlandia memiliki banyak juara dunia, tetapi di

cabang olahraga yang mungkin namanya tidak terlalu mendunia, dan bahkan seringkali tidak

(8)

6

Cabang olahraga seperti curling, snooker dan dart merupakan andalan utama dari

Skotlandia dan mereka memiliki juara dunia dari tiap cabang tersebut. Bahkan cabang olahraga

polo gajah, juga menjadi salah satu andalan dari Skotlandia dalam meraih prestasi.

Dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa penduduk Skotlandia pada umumnya

bangga dengan prestasi mereka yang dikenal eksklusif dan tidak di dalam sebuah mainstream

atau arus yang besar, khususnya di bidang olahraga. Hal tersebut dapat dikatakan pula bahwa

mereka berusaha membuat prestasi di bidang yang mereka anggap lebih menguasai

dibandingkan harus bersaing di bidang lain yang menjadikan mereka seperti inferior dibanding

negara yang lain.

Dari tinjauan pakaian daerah, Skotlandia terkenal dengan baju tartan, sebuah baju yang

mirip dengan rok dengan motif kotak (checkered patterns). Motif dari baju tartan sendiri

merupakan penanda dari tiap kesukuan yang ada di Skotlandia, dan hingga saat ini telah tercatat

lebih dari 2.200 motif tartan yang berbeda (Dendinger, 2002:46).

III.

Pembahasan

Sistem pendidikan di Skotlandia didasari pada manifesto utama dari penganut Protestan

di abad ke-16 yang menyatakan dogma bahwa pendidikan dan pengajaran adalah nilai utama di

dalam kehidupan (Houston, 2008:61). Sebagai contoh, telah banyak sekolah ternama yang berada

di Skotlandia sejak jaman silam, seperti sekolah bahasa di Glasgow dan Dundee yang bahkan telah

berdiri sejak abad ke-11.

Meski demikian tradisi bebas buta aksara di Skotlandia baru diawali pada abad ke-18,

sebab hal tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan para penduduk, khususnya yang berasal dari

daerah Highland. Pada era tahun 1910-11, kuantitas anak yang masuk sekolah dasar di Skotlandia

memiliki tingkat yang sangat tinggi di Eropa dan hanya bisa dikalahkan oleh Prancis pada saat itu

(Houston, 2008:63). Bahkan persamaan gender telah terjadi dengan adanya bukti bahwa pada era

tahun tersebut, jumlah guru perempuan telah mencapai angka 70%, di saat negara lain pada saat

yang sama masih banyak yang mengalami ketidaksetaraan gender.

Peraturan wajib belajar di Skotlandia ditetapkan pada tahun 1872, ditandai dengan

munculnya Education Scotland Act (Cohen et al, 2007:94). Dan pada tahun 1890, telah muncul

dan diperkenalkan sekolah yang didalamnya tidak lagi memungut biaya bagi para siswanya

(Houston, 2008:163). Hasilnya pada saat ini dinyatakan bahwa pada tahun 1978 saja tingkat

bebas buta aksara di Skotlandia telah mencapai 99% (Dendinger, 2002:86).

Pada tahun 2001, parlemen di Skotlandia kemudian menyetujui kewajiban pembelajaran

(9)

dengan perdebatan dan diskusi panjang dari berbagai kelompok masyarakat mengenai perlu

tidaknya pendidikan dari usia pra sekolah (Cohen et al., 2007:105-110).

Saat ini, pendidikan dasar dan menengah di Skotlandia terbagi menjadi 13 level, yakni

level Primary yang diawali dari usia 4 tahun hingga usia 11 tahun. Sedangkan level S terbagi

menjadi enam tingkatan mulai usia 11 hingga 17 tahun (Wikipedia (2), 2012).

Pada masa silam, Skotlandia memiliki beberapa ilmuwan yang menonjol di bidangnya

masing-masing. Dua orang ilmuwan yang disebut paling berpengaruh di dunia pada abad ke-18,

Alexander Graham Bell (penemu telepon) dan John Logie Baird (penemu televisi), merupakan

warga asli dari Skotlandia (Houston, 2008:108).

Sistem penyetaraan pendidikan yang terjadi di Skotlandia, mirip dengan apa yang terjadi

di Inggris, dengan menerapakan tingkat standar standard grade untuk usia 14-15 dan higher

untuk usia antara 15 hingga 18 tahun. Bagian tersebut dimasukkan ke dalam sebuah kerangka

yang dinamakan Scottish Credit and Qualifications Framework (Houston, 2008: 65).

Khususnya untuk level perguruan tinggi, pada masa silam di abad -13 hampir seluruh

pemuda Skotlandia memilih universitas terkenal di Inggris seperti Oxford dan Cambridge. Namun

kemudian pada abad ke-15 telah banyak yang memilih universitas di kota yang berada di negeri

lain seperti di Leiden ataupun Roma dan Paris.

Pada abad yang sama, Skotlandia mulai mendirikan beberapa universitas yang nantinya

akan menjadi universitas ternama di dunia seperti Glasgow dan Aberdeen. Tetapi universitas yang

dianggap paling terkenal dari Skotlandia adalah universitas Edinburgh, yang pada awalnya hanya

dikenal sebagai town college karena keterbatasan yang dimilikinya. Universitas Edinburgh sebagai

universitas terbesar di Skotlandia, hingga saat ini memiliki 19 ribu mahasiswa strata satu dan lebih

dari 7 ribu mahasiswa pasca sarjana yang berasal dari seluruh dunia.

Pengelolaan sistem pendidikan di Skotlandia dilakukan oleh Departemen Pendidikan

Skotlandia atau SED (Scottish Education Department) dan dikontrol oleh parlemen khusus yang

menangani bidang tersebut. Pengelolaan ini telah dilakukan secara terpisah dari Inggris Raya

sejak tahun 1707 (Clark, 1997:3). Khusus untuk pendidikan tinggi, dikelola oleh Scottish Higher

Education Funding Council dan untuk pendidikan vokasi dikelola oleh Scottish Office.

Data pada tahun 1994, menyatakan bahwa terdapat lebih dari 784 pendidikan bawah

usia, 2.336 sekolah dasar, 405 sekolah menengah dan 318 sekolah khusus (Clark, 1997:4).

Namun demikian pihak departemen pendidikan di sana tidak melakukan pencatatan (tidak

mengakui) sekolah yang didalamnya tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi.

(10)

8

Pada tahun 1997, pemerintahan Skotlandia mulai melakukan beberapa perubahan

penting di dalam dunia pendidikan. Perubahan yang sangat signifikan diantaranya adalah

pemisahan antara pre-school education yang ditujukan untuk para keluarga yang kedua

orangtuanya bekerja (umumnya juga berlaku sebagai penitipan anak) serta yang biasa. Selain

itu,untuk level pendidikan tersebut juga telah terdapat campur tangan pemerintah sehingga

diharapkan pada level tersebut, pendidikan dapat lebih merata (Cohen et al, 2007:98).

Secara resmi dinyatakan bahwa tidak terdapat kurikulum yang berlaku secara nasional di

Skotlandia (Clark, 1997:6). Namun demikian, dari hasil survei yang telah dilakukan di era 90-an,

bdisebutkan bahwa banyak keluhan yang terjadi akibat ketiadaan standar yang terjadi pada saat

para siswa tersebut mulai masuk ke sekolah menengah.

Tetapi pihak departemen pendidikan menetapkan standar kelulusan bagi lulusan

pra-sekolah dengan adanya ketentuan Performance indicators and self-evaluation for pre-school

centres agar sekolah pra-dasar dapat mengatur sendiri luaran yang diharapkan dari pendidikan

yang telah dijalankan bagi murid mereka (Cohen et al., 2007:115). Sehingga dengan adanya

standar tersebut maka diharapkan dapat terjadi standarisasi untuk masuk ke jenjang berikutnya.

Di sisi lain, meski tidak terdapat kurikulum nasional resmi, tetapi pihak departemen

pendidikan mengeluarkan kerangka kebijakan muatan pendidikan yang wajib terdapat di dalam

sebuah sekolah, khususnya sekolah dasar dan sekolah menengah. Kerangka yang disebut sebagai

Scottish Curriculum Framework tersebut memiliki beberapa komponen penting seperti

pendidikan agama, moral, pengembangan diri, ICT (Information Communication Technology) dan

bahasa (Cohen et al., 2007:115).

Khusus untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, pihak pemerintah Skotlandia

juga menyediakan kurikulum resmi bagi mereka. Meski pada data resmi tahun 1995 menunjukkan

hanya terdapat kurang lebih 9000 siswa berkebutuhan khusus yang tersebar di 201 sekolah,

namun keberadaan mereka sangat dihargai di negara tersebut (Closs, 1997:71).

Sedangkan statistik resmi mencatat bahwa jumlah murid sekolah dasar di Skotlandia

sebesar 670.511 dan 90% diantaranya telah bebas biaya sekolah (Scottish Government,

2011:1-2). Disebutkan pula dari sumber yang sama, bahwa lebih dari 75% siswa di usia antara 8 tahun

telah memiliki kemampuan membaca yang sangat baik.

Statistik lain menyebutkan bahwa hanya 63% dari lulusan sekolah menengah yang

melanjutkan ke perguruan tinggi (Scottish Government, 2011:9). Sedangkan sisanya memilih

bekerja dan bahkan tercatat 9.6% yang dinyatakan sebagai pengangguran. Ini dikarenakan

(11)

Departemen pendidikan di Skotlandia juga mengadakan penelitian mengenai jumlah

pelanggaran yang banyak terjadi di sekolah dasar dan menengah. Tercatat paling banyak

pelanggaran yang terjadi adalah berbicara di dalam kelas, sedangkan pelanggaran yang terendah

adalah pelanggaran terhadap guru ataupun pelanggaran terhadap teman sebaya yang berbau

rasis (Scottish Government, 2011:14).

Di Skotlandia, khususnya untuk sekolah dasar dan menengah, disediakan sebuah fasilitas

yakni makanan gratis bagi para siswanya. Namun demikian survei membuktikan bahwa hanya

48% dari para siswa yang memanfaatkan fasilitas ini (Scottish Government, 2011:20). Hal tersebut

dikarenakan kondisi ekonomi di Skotlandia yang saat ini semakin membaik, terlebih dengan

adanya peningkatan pendapatan negara di satu dekade terakhir.

Dari tinjauan mengenai profesi guru, dijelaskan bahwa terdapat lebih dari 77 ribu guru

yang seluruhnya tergabung ke dalam asosiasi bernama GTC (General Teaching Council). GTC

sendiri merupakan badan resmi yang juga melegalisasi profesi guru di Skotlandia, sehingga guru

yang tidak terdaftar di GTC dinyatakan ilegal untuk mengajar (Clark, 1997:8).

GTC sendiri berdiri secara independen dan didanai tidak dari pemerintah melainkan dari

iuran tahunan yang wajib dibayarkan oleh tiap guru yang terdaftar di Skotlandia (Clark, 1997:80).

Tetapi yang ditekankan di dalam GTC adalah bahwa badan tersebut bukan badan yang menangani

tentang guru, tetapi mengenai pengajaran. Sehingga didalamnya tidak hanya terdapat para guru

sebagai anggota tetapi juga komunitas yang peduli akan proses pengajaran di lingkup Skotlandia.

Kekuasaan GTC, selain sebagai sebuah wahana asosiasi juga berhak melakukan evaluasi

terhadap kemampuan pengajaran seorang guru di sekolah. Selain itu juga berkewajiban untuk

menjaga profesionalisme para guru di sekolah sehingga tetap terjaga kualitasnya.

Gaji standar guru di Skotlandia untuk pembayaran minimum per tahun disebut memiliki

kisaran nilai antara 22.877 Euro hingga 85.800 Euro, atau sekitar 275 rupiah per tahun minimum

atau rata-rata memiliki penghasilan per bulan lebih dari 22 juta (Cohen et al., 2007:119). Ini

berarti bahwa gaji guru di Skotlandia telah memiliki standar yang cukup tinggi dibandingkan

dengan negara kita.

Selain standar gaji yang tinggi, rasio dari tiap guru dengan jumlah siswa yang ada di dalam

kelas cukup baik. Tercatat di tahun 2011 bahwa rasio jumlah siswa di dalam kelas untuk sekolah

dasar adalah 16, atau satu guru hanya menangani rata-rata 16 siswa. Sedangkan untuk sekolah

menengah bahkan lebih rendah yakni 12.3 (Scottish Government, 2011:13 ).

Pendidikan khusus untuk menjadi seorang guru diwajibkan dengan menempuh program

(12)

10

sarjana dengan jalur yang sama. Selain itu juga diberlakukan assesmen untuk para calon guru

dengan standar tertentu sebelum mereka memulai proses belajar mengajar.

Di Skotlandia, hanya terdapat enam universitas yang menawarkan pendidikan keguruan

yakni di Universitas Paisley, Universitas Strathclyde, Moray House Institute of Education, Akademi

Aberdeen, Akademi Dundee dan Universitas St Andrews (Clark, 1997:85). Selain menawarkan

program kependidikan, juga ditawarkan jalur kependidikan khusus untuk seni, teknologi

kependidikan sekolah menengah.

Namun untuk keilmuan yang lain, gelar yang diperoleh oleh sarjana lulusan Skotlandia

berupa M.A, yang sesungguhnya setara dengan B.A jika disamakan dengan lulusan dari

universitas di Inggris. Hal tersebut terjadi karena di Skotlandia menganut sistem pemberian gelar

honour dibandingkan strata sehingga terlihat berbeda dengan negara yang lain (Redlich,

1957:133).

Reformasi di bidang pendidikan benar-benar dilaksanakan pada tahun 1999, yakni tepat

pada berubahnya sistem parlementer Skotlandia yang berubah menjadi semi independen dengan

adanya persentase yang lebih besar khususnya untuk pengaturan kekuasaan. Dengan adanya

keleluasaan yang lebih berlimpah di bidang pendidikan, maka departemen pendidikan di

Skotlandia pada tahun 1999, mulai melakukan reformasi dengan memisahkan beberapa urusan

menjadi dinas yang terpisah seperti tergambar pada diagram berikut:

Gambar III.1. Struktur Departemen Pendidikan Skotlandia (Cohen et al., 2007:106)

Dari struktur tersebut dapat dilihat bahwa pengembangan pendidikan untuk usia dasar

(dan bahkan pra sekolah) mendapatkan perhatian khusus dengan memisahkan menjadi sebuah

divisi sendiri. Sedangkan bidang olahraga, seni serta kekayaan kebudayaan kuno juga menjadi

(13)

peninggalan sejarah, baik peninggalan sejak jaman sebelum masehi ataupun peninggalan pra

sejarah.

Disebutkan bahwa peninggalan bangunan kuno di Skotlandia mencakup benteng yang

telah dibangun oleh bangsa Romawi di masa pendudukan awal. Bahkan masih banyak terdapat

peninggalan batu pra sejarah di area Skotlandia. Hal tersebut belum termasuk kastil-kastil yang

mungkin tidak terhitung jumlahnya di negera tersebut.

Di sisi lain, pemerintahan Skotlandia juga melakukan sebuah proses penjaminan mutu

untuk sekolah dasar dan menengah dengan menyatakan bahwa penjaminan mutu yang paling

efektif adalah melalui evaluasi terhadap kinerja diri sendiri dan berusaha untuk melakukan

perubahan yang dianggap perlu (Munn, 1997:93). Hal ini berarti bahwa penjaminan mutu

seharusnya menjadi tanggung jawab dari tiap sekolah dan menjadi sebuah perhatian khusus

untuk menjamin kualitas dari luaran yang dihasilkan.

IV.

Komparasi Skotlandia – Indonesia

Pendidikan yang terjadi di Skotlandia memang tidak bisa dibandingkan secara vis-à-vis

dengan pendidikan yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti faktor

pemerintahan, faktor budaya dan juga sejarah. Selain itu, pencitraan dari negara Skotlandia yang

telah melahirkan beberapa tokoh terkemuka di bidang sastra ataupun teknologi serta beberapa

universitas yang telah menasbihkan dirinya sebagai perguruan tinggi kelas dunia, memang bukan

bandingan yang setara bagi Indonesia.

Sebagai contoh adalah ketentuan mengenai wajib belajar yang telah diawali sejak abad

ke-18, di saat yang sama Indonesia masih berkutat dengan perlawanan dengan penjajah dari

daratan Eropa. Namun Skotlandia yang di saat sama sesungguhnya masih berjuang untuk mencari

bentuk pemerintahan yang mandiri dan pada akhirnya gagal. Tetapi mereka jauh lebih peduli

dengan kondisi pendidikan yang dipercaya akan membawa negara mereka ke jalan yang lebih

baik di masa mendatang.

Di sisi lain, sistem pendidikan di Skotlandia juga banyak terbantu dengan sistem

pendidikan yang ada di UK. Sebagai salah satu bagian dari UK, tak dapat dipungkiri bahwa

sebagian besar sistem yang ada di Skotlandia masih dipengaruhi keputusan yang dibuat oleh

parlemen Inggris Raya dan Kerajaan Inggris. Meski sejak tahun 1999, pihak pemerintahan

Skotlandia berusaha untuk menonjolkan muatan lokal sebagai identitas bangsa dan masih terus

berusaha mencari ciri dari kurikulum nasional mereka sendiri.

Perbandingan lain dapat dilihat dari tingkat persentase bebas buta aksara yang mencapai

(14)

12

disebutkan bahwa Skotlandia tidak termasuk negara kaya sebab masih bergantung kepada subsidi

yang diberikan oleh Inggris. Tetapi kepedulian mengenai pendidikan sangat tinggi dijalankan oleh

pihak pemerintah Skotlandia.

Dari tingkat ekonomi, Indonesia sendiri sesungguhnya jauh lebih peduli terhadap

pendidikan dengan adanya ketentuan minimal 20% anggaran harus diperuntukkan ke bidang

pendidikan. Namun pada kenyataan yang terjadi masih terjadi kesimpangsiuran ataupun

penyelewengan yang mengakibatkan kurang meratanya pendidikan yang terjadi di negeri ini.

Bahkan sistem pendidikan usia pra sekolah dan sekolah dasar-menengah juga menjadi

perhatian khusus, mengingat merekalah generasi tumpuan bangsa di masa depan. Kepedulian

tersebut telah terjadi sejak masa silam, berbeda dengan Indonesia yang baru lima tahun terakhir

berusaha menggiatkan dan melegalkan keberadaan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Sayangnya

pula peraturan tersebut juga tidak disertai dengan adanya ketersediaan infrastruktur seperti yang

terjadi di Skotlandia.

Ditinjau dari sisi sejarah, keheroikan yang terjadi di Indonesia di masa lampau kurang

lebih sama dengan apa yang terjadi di Skotlandia. Begitu pula dengan peninggalan sejarah yang

terdapat di Indonesia, tidak akan ada yang mampu mengingkari bahwa negara kita adalah negara

yang sangat kaya akan berbagai jenis peninggalan sejarah. Perbedaan utama yang terjadi adalah

bahwa di Skotlandia, segala jenis peninggalan tersebut benar-benar dihargai dan dirawat serta

dijadikan sebagai sebuah senjata untuk meningkatkan penghasilan melalui sektor pariwisata.

Bahkan keheroikan pahlawan masa silam mereka seperti Rob Roy atau William Wallace

(Braveheart) benar-benar menjadi sebuah figur pahlawan bagi para generasi muda di sana.

Mereka benar-benar terinspirasi dengan semangat para pahlawan di masa lalu dan

mengaplikasikannya sebagai sebuah semangat nasionalisme, sehingga menjadikan ciri khas

penduduk Skotlandia yang dikenal pantang menyerah di segala kondisi.

Sisi lain yang sangat berbeda dan dapat dijadikan sebuah wawasan kependidikan bagi

warga negara Indonesia adalah adanya sebuah badan independen yang mengurusi bidang

pengajaran dan guru atau GTC. Dengan melakukan pendanaan mandiri dan mengadakan

penjaminan mutu secara mandiri dengan bekerja sama melalui berbagai komunitas, maka profesi

guru menjadi sebuah prestise tersendiri di negara tersebut. Belum lagi dengan adanya gaji yang

cukup menggiurkan bagi seorang guru jika dibandingkan dengan gaji guru di Indonesia.

Hal ini tentu saja berbeda dengan di negara kita yang sepenuhnya ditangani pemerintah,

sedangkan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) tak lebih dari sekedar asosiasi yang tidak

memiliki wewenang di dalam melakukan penjaminan mutu. Bahkan untuk dosen tidak memiliki

(15)

Akibatnya permasalahan yang terjadi semakin banyak dan menumpuk, mulai dari proses

sertifikasi guru dan dosen ataupun proses pengangkatan guru di berbagai daerah. Begitu pula

dengan pemerataan pendidikan yang pasti akan berimbas terhadap pemerataan kualitas daerah

itu sendiri.

Tidak seperti di Indonesia yang memiliki lebih dari 3000 perguruan tinggi dan ratusan

diantaranya telah memiliki program studi di bidang kependidikan, Skotlandia hanya memiliki

enam perguruan tinggi yang membuka program studi di bidang kependidikan. Tetapi hal tersebut

bukan berarti bahwa guru yang ada di Skotlandia memiliki mutu lebih jelek, sebab sebelum

mereka mengajar telah terlebih dulu menjalani proses seleksi yang adil oleh GTC.

V.

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan mengenai apa yang terjadi di negara Skotlandia, khususnya

komparasi di bidang kependidikan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Skotlandia merupakan sebuah negara yang tidak sepenuhnya mandiri dilihat dari sisi

pemerintahan dan baru “setengah merdeka” pada tahun 1999. Namun demikian sejarah yang

panjang mengenai Skotlandia, dengan berbagai peperangan yang mereka alami tidak

membuat sistem kependidikan yang mereka miliki menjadi terbengkalai.

2. Salah satu hal menonjol dari para warga Skotlandia yang mungkin patut ditiru oleh warga

negara manapun adalah kebanggan mereka akan identitas bangsanya. Budaya mereka yang

heroik, baju tartan, alat musik bagpipe seperti telah menjadi ciri khas dari berbagai acara

yang diselenggarakan oleh orang-orang Skotlandia yang berada di luar negara mereka tanpa

harus malu mengakui identitas mereka sendiri.

3. Pengaruh Inggris di dalam sistem kependidikan pada saat ini mulai berangsur dilepas dan

lebih ingin memasukkan muatan lokal identitas Skotlandia sendiri. Meski tidak ada kurikulum

resmi, namun pemerintah Skotlandia telah membuat sebuah kerangka kurikulum yang unsur

didalamnya harus dimasukkan sebagai muatan di sekolah dasar-menengah.

4. Dalam bidang pendidikan, Skotlandia termasuk sukses dengan tingkat bebas buta aksara

mencapai 99%, meski secara ekonomi negara ini bukan termasuk sebagai negara yang kaya.

Tetapi kepedulian pemerintah terhadap pendidikan, baik dari level pra-sekolah, sekolah

dasar-menengah, perguruan tinggi hingga untuk anak berkebutuhan khusus sangat penting

untuk diperhatikan sebagai sebuah wawasan kependidikan bagi kita yang berada di

Indonesia.

5. Penjaminan mutu untuk guru dilakukan oleh badan independen yang memiliki pendanaan

(16)

14

terbilang cukup tinggi dibandingkan apa yang ada di negara kita. Dengan menilik keadaan

tersebut, maka tak pelak lagi bahwa sistem pendidikan mereka jauh lebih menjamin

keberadaan dan eksistensi guru dibanding dengan negara kita.

Daftar Pustaka

Clark, Margaret. 1997. Education in Scotland: Setting the Scene dalam Education in Scotland: Policy and Practice from pre-school to secondary (ed. Margaret M. Clark & Pamela Munn). Routledge:London

Closs, Allison. 1997. Special Education Provision dalam Education in Scotland: Policy and Practice from pre-school to secondary (ed. Margaret M. Clark & Pamela Munn). Routledge:London Cohen, Bronwen et al. 2007. A New Deal for Children ? Reforming Education and Care in England,

Scotland and Sweden. The Policy Press:Bristol

Dendinger, Robert. 2012. Scotland:Modern World Nations Series. Infobase Publishing:New York Finlay, Robert. 2004. Modern Scotland. Profile Book Ltd:London

Houston, Rab. 2008. Scotland: A Very Short Introduction. Oxford University Press:Oxford

Munn, Pamela. 1997. Standard and Quality dalam Education in Scotland: Policy and Practice from pre-school to secondary (ed. Margaret M. Clark & Pamela Munn). Routledge:London Redlich, Monica. 1957. Everyday England. Gerald Duckworth & Co:London

Scottish Government. 2011. Scottish Government Statistic. Diakses dari www.scotland.gov.uk/stats pada tanggal 27 Februari 2012

Wikipedia. 2012. Scottish People. http://www.wikipedia.org/scottish_people (akses terakhir 12 Februari 2012).

Gambar

Gambar II.1.1. Peta Geografis Skotlandia (Dendinger, 2002:12)
Gambar III.1. Struktur Departemen Pendidikan Skotlandia (Cohen et al., 2007:106)

Referensi

Dokumen terkait

Calculator dalam Aspen dapat digunakan untuk melakukan perhitungan sesuai dengan keinginan kita, misalnya mengubah satuan atau menghitung besaran- besaran yang belum

Skala Likert banyak digunakan dalam riset- riset SDM yang menggunakan metode survey untuk mengukur sikap karyawan, persepsi karyawan, tingkat kepuasan karyawan, atau mengukur

Hasil pembuatan skema metadata akan ditautkan dengan Geo Linked Open Data untuk menambahkan informasi lokasi secara lengkap ditemukannya peninggalan warisan

(2014), tanda bahwa peserta didik melakukan aktivitas belajar adalah antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, interaksi antar peserta didik, kerjasama

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku

Mari kita ikuti uraian Sue Armstrong (1991: 25) : “ Beberapa alasan mengapa orang dewasa itu merokok adalah karena mereka benar – benar menikmatinya sewaktu

Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem informasi bidikmisi pada Politeknik Negeri Padang dengan aplikasi web sebagai sisi server yang dapat

Seperti yang mungkin Anda ketahui, kata kerja yang digunakan pada present continuous tense berubah bentuk menjadi kata kerja yang berakhiran –ing.. Contohnya, I am writing an