• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASEAN sebagai Instrumen Adaptasi Singapura terhadap Globalisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASEAN sebagai Instrumen Adaptasi Singapura terhadap Globalisasi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

55

ASEAN sebagai Instrumen Adaptasi Singapura terhadap

Globalisasi

Rindi Eka Rachmawati4

Dian Mutmainah

Abstract

This paper addresses the ability of Singapore to adapt to global economic

challenges through regionalism. Using Moravcsik’s liberal intergovernmentalist theory, it investigates how Singapore consistently exerts its orientation to implement trade liberalization and economic integration in ASEAN. Focusing on one of three areas of national preferences, this paper found that Singapore has been dynamically adapted to external challenges. These capacities in turn influenced its external strategies. Instead of seeing its neighbours in ASEAN as competitors, Singapore views their comparative advantages as part of its economic strategies. This gives Singapore a good (and convincing) position to lead other ASEAN members to deeper and wider economic integration.

Keywords: regionalism, ASEAN, Singapore, globalization.

Pendahuluan

Globalisasi secara sederhana dapat dipahami sebagai peningkatan intensitas hubungan politik, ekonomi, dan budaya lintas negara. Iaterjadiberkat dukungan teknologi komunikasi dan transportasi yang mengalami kemajuan sangat pesat sehingga memungkinkan aliran manusia maupun barang lintas batas negara meningkat dalam jumlah maupun jenisnya. Kemajuantersebut pada gilirannya mendorong adanya penyesuaian-penyesuaian sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan pola interaksi global. Inilah mengapa globalisasi disebut sebagai “the driving force” bagi perubahan-perubahan dalam pola interaksi global (David Held, et.al 1999:8). Hampir tidak ada bagian kehidupan yang tidak tersentuh oleh arus globalisasi. Dalam pola interaksi yang dinamis tersebut, negara didorong untuk terus menemukan strategi-strategi baru di tingkat nasional, regional, maupun global untuk mencapai kepentingan nasionalnya.

Penulis utama adalah alumni Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

(2)

56 Berdasarkan kapasitas global, ada dua posisi yang bisa diambil oleh sebuah negara: menjadi “penggerak globalisasi” atau menjadi pengikut saja.

Regionalisme adalah salah satu bentuk strategi untuk menghadapi

globalisasi. Corrales mendefinisikan regionalisme sebagai “state effort to deep the integration of particular regional economic spaces.” (Corrales, 2012:8). Regionalisme merupakan salah satu upaya melindungi negara-negara yang berada dalam suatu kawasan dari efek negatif globalisasi dan pasar bebas. Inidilakukan karena negara secara individu dianggap tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk membuat regulasi yang dapat mengurangi dampak dari pergerakan modal yang tidak terkontrol. Negara-negara dalam suatu kawasan dapat berkoalisi dengan menyatukan keunggulan komparatif pada area tertentu sehingga dapat melindungi produksi mereka secara bersama-sama untuk menghadapi pesaingdari luar kawasan.

Singapura adalah salah satu contoh negara yang mampu memanfaatkan kerjasama regional dalam ASEAN (Association of South East Asian Nations) untuk meningkatkan kapasitasnya dalam kompetisi global. Melalui ASEAN, Singapura berhasil mengamankan, bahkan memperluas pasarnya dalam persaingan global. Tulisan ini akan berfokus pada wilayah isu yang pertama, yaitu mengenai bagaimana upaya Singapura melakukan perluasan (akses) pasar terutama melalui regionalisme ASEAN sebagai respon terhadap perkembangan ekonomi global. Sebelumnya, akan diuraikan terlebih dahulu strategi ekonomi Singapura dalam merespon ekonomi global.

Regionalisme menurut Teori Liberal Intergovernmentalist

(3)

57 mengakui peran masyarakat dalam pembentukan preferensi nasional sebuah negara. Tujuan kebijakan luar negeri suatu negara dipandang sebagai bentuk respon dari tekanan kelompok kepentingan domestik yang bersatu dalam institusi politik dan menghasilkan isu untuk membentuk preferensinasional. Preferensi nasional inilah yang digunakan sebagai acuan dalam negosiasi di level regional (Moravscik & Schimmelfennig, 2009:3).

Kedua, di level regional liberal intergovermentalist berasumsi bahwa negara-negara adalah para actor dalam interaksi sebuah kawasan.Namun, berbeda dengan kaum realis yang memandang pencapaian tujuan nasional dilakukan melalui koersi negara besar terhadap negara kecil, Andrew Moravscik

memandang negosiasi sebagai mekanisme sukarela untuk melakukan kerjasama.

Negara sebagai aktor utama dipandang memiliki kerangka berpikir yang rasional sehingga hasil negosiasi merupakan pilihan rasional setiap negara (Moravscik & Schimmelfennig, 2009: 7). Namun demikian, Moravscik juga mengakui adanya kecenderungan bahwa preferensi nasional setiap negara yang terlibat dalam negosiasi di tingkat regional (interstate bargaining) berbeda satu sama lain. Setiap negara akan melihat keuntungan dan kerugian yang didapat dari hasil negosiasi sesuai dengan preferensi nasionalnya (Moravscik, n.d:480)

Moravcsik melihat bahwa regionalisme merupakan bentuk realisasi isu yang diakomodasi oleh seluruh pemerintah negara anggota sebagai bentuk respon domestik terhadap kebijakan internasional. Dalamkonteksini, liberal intergovermentalism melihat pentingnya pengaruh aktor-aktor domestik terhadap hasil keputusan pemerintah (Moravcsik & Nicolaidis, n.d.). Secara sederhana, dapat diandaikan bahwa kelompok kepentingan mengartikulasikan berbagai preferensi domestik yang kemudian diaplikasinoleh pemerintah dalam kebijakan nasional. Lebih lanjut, preferensi dijelaskan oleh Moravscik:

By Preference, I designate not simply a particular set of policy goals, but a set of underlying national objectives independent of any particular international negotiation to expand exports, to enhance security vis-a-vis a particular threat or to realize some ideational goal. (Moravscik, 1998: 20)

(4)
(5)

59 menghindari dampak negative kebijakan tersebut. Di pihak negara pengimpor, kelompok kepentingan akan menekan pemerintah dalam pembentukan preferensi nasional. Namun, pemerintah bisa jadi memiliki pandangan lain sebagai bentuk konfigurasi preferensi pemerintah yang berorientasi pada kesinambungan transaksi sebagai pijakan kepentingan nasional negara. Itulah mengapa hasil negosiasi akhir tidak selalu menguntungkan semua kelompok kepentingan domestik (Sion, n.d.). Menggunakan asumsi kesaling-tergantungan ekonomi, Moravscik membagi konfigurasi preferensi pemerintah dalam tiga wilayah isu (Moravscik, n.d:484) sebagai berikut.

Commercial liberalization

Area ini berfokus pada isu komersil untuk mendapat keuntungan dari liberalisasi melalui perluasan (akses) pasar domestik ke internasional. Dalam hal ini, kelompok pendorong utama adalah kelompok yang mendukung liberalisasi seperti produsen atau investor. Isu komersial ini digunakan untuk memposisikan negaradalam kompetisi domestik maupun internasional gunameningkatkan keuntungan. Jika kepentingan produsen kuat, pemerintah akan menyesuaikan diri kepada mereka. Namun, dalam kasus lain, preferensipemerintah bukan sebagai cerminan dari tekanan kelompok kepentingan, tetapi kepentingan pemerintah dalam menggunakan hasil kebijakan regional untuk menekan kelompok penentang liberalisasi. Hasil kebijakan tersebut digunakan sebagai landasan strategi industri nasional yang dimaksudkan untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan mendorong kelompok domestik untuk ikut dalam perdagangan bebas.

Social economics

(6)

60 digunakan oleh pemerintah yang memiliki kekuatantawar yang lemah untuk menaikkan posisi tawarnya dalam koordinasi kebijakan di level regional.

Political, institutional or redistributional policies

Kebijakan di area ini digunakan untuk memfasilitasi kebijakan di dua area sebelumnya. Ini didasarkan pada argument bahwa koordinasi kebijakan cenderung tidak pasti sehingga perlu adanya kerjasama politik untuk menyeimbangkan, misalnya dengan membentuk institusi. Area ini bersifat simbolik dan ideologis serta cenderung tidak diminati oleh kelompok kepentingan komersial sehingga pemerintah memiliki peran yang cukup besar.

Strategi Adaptasi Singapura terhadap Perkembangan Ekonomi Global

Kelemahan utama Singapura sebagai pusat perdagangan dunia adalah terbatasnya akses modal, rendahnya profesionalisme dalam perdagangan lokal, mahalnya harga sewa tanah, dan tingginya upah dalam negeri (Rekomendasi Working Group on Trading, 2002: 5). Untuk mengatasi semuahal tersebut, Singapura berupaya untuk membuka akses dengan pasar-pasar baru melalui kebijakan perdagangan bebas (free trade area, FTA). Ini menjadi penting karena sebagai “small city state with no hinterland,”Singapura harus berupaya meningkatkan kapasitas pasar domestik dengan memastikan hubungan eksternal sesuai dengan agenda kebijakan domestiknya (Wong, 2012: 39).

Seperti negara lainnya, Singapura juga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menghadapi globalisasi. Secara geografis, Singapura berada diantara Malaysia dan Indonesia yang dipisahkan oleh laut dengan luas wilayah 697 km2

(687 km2 darat dan 10 km2 laut), menempati urutan ke-192 dari 252 negara

(7)

61 hubungan diplomatik dengan negara manapun yang sesuai dengan kepentingan nasional Singapura, meskipun berbeda sistem, ideologi dan politik (Laporan Konferensi the ASEAN-China Regional and Sub-regional Cooperation Workshop, 2009).

Sejak merdeka, Singapura telah meningkatkan GDP secara signifikan, bergerak dari $500 per kapita yang naik menjadi $10,000 per kapita di tahun 1985 dan terus meningkat menjadi $41,700 di tahun 2007 (Porter, 2008:1). Keberhasilan ini dikarenakan inovasi dan strategi Singapura dalam memaksimalkan potensi yang ia miliki. Padahal, di awal perkembangannya, Singapura merupakan negara dengan Gross National Product (GNP) yang rendah dan populasi yang tinggi, disertai meningkatnya pengangguran dan lemahnya infrastruktur (Yuen, 2000:3). Singapura kemudian membentuk statutory board, yaitu EDB untuk mempromosikan pembangunan ekonomi pada sektor swasta dan menarik investasi asing ke Singapura (Yuen, 2000:6).

Di tahun 1970-an, pemerintah Singapura meningkatkan keunggulan komparatif melalui spesialisasi produk manufaktur, misalnya perangkat komputer, peripheral dan paket software. Industri ini mulai berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan produk manufaktur dan tenaga ahli. Namun, strategi spesifikasi tersebut diikuti oleh negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand. Keadaan ini memicu persaingan antara negara-negara ASEAN karena mereka sama-sama mengembangkan produk manufaktur dengan harga buruh yang lebih rendah. Merespon hal tersebut, pemerintah Singapura membuat kebijakan dengan memberi upah buruhyang tinggi untuk mendorong industri menuju high technology seperti yang diungkapkan Menteri Perdagangan Goh Chok Tong:

[T]o induce entrepreneurs and managers of capital to increase efficiency of production by restructuring, automation and rationalization … “We also encourage them to upgrade into higher-technology industries that can generate more value-added products

… with relish of inefficient firms going bankrupt, releasing skilled

(8)

62 Singapura menyebut periode tersebut sebagai Second Industrial Revolution yang ditandai dengan pengembangan institusi teknologi bersama Jepang, Jerman dan Perancis untuk memenuhi kebutuhan industri world class high-technology (Yeung, 1999). Melalui strategi ini pula, Singapura tumbuh menjadi city-state yang cukup diakui dalam penguasaan teknologi.

Masuknya perusahaan multinasional ke negara-negara Asia Tenggara lainnya pada awalnya dilihat sebagai tantangan bagi Singapura. Untuk itu, Menteri Perdagangan Singapura Lee Hsien Loongmelihat perlunya restorasi

ekonomi dalam meningkatkan kemampuan Singapura agar lebih kompetitif. EDB kemudian merumuskan tujuan baru dengan menempatkan Singapura sebagai Global City: Singapura diproyeksikan menjadi markas besar berbagai perusahaan multinasional di negara-negara Asia Tenggara (Tan, 2009: 7). Dengan teknologi yang dimiliki, Singapura diposisikan sebagai pusat total bisnis manufaktur dengan memberikan fasilitas jasa riset dan pengembangan, penjualan, pemasaran, maupun peningkatan nilai tambah barang manufaktur. Singapura juga mulai mengembangkan peluang komoditi baru yang mengarah pada service-intensive dengan mendorong perusahaan jasa di bidang finansial, pendidikan, gayahidup, kedokteran dan teknologi. Dari sini, Singapura dituntut untuk meningkatkan infrastruktur dan tenaga ahli bertaraf internasional (Tan, 2009:8).

Namun, kecilnya pasar Singapura menjadi hambatan dalam pelaksanaan proyek di atas. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah menerapkan strategi perluasan pasar yang disebut dengan Regionalisation 2000 (Yeung: 1999, 8). Melalui strategi ini, Singapura berharap dapat mencontoh keberhasilan Belanda

(9)

63 Asia Tenggara lain tidak lagi dianggap sebagai ancaman, tetapi menjadi peluang baru bagi Singapura untuk memperluas pasar di daerah tujuan (Tan, 2009:7).

Perluasan pasar Singapura juga didukung oleh strategi yang berorientasi pada peningkatan kapasitas penguasaan teknologi untuk mendukung industri berbasis pengetahuan. Strategi Industry-21 (I-21) yang diluncurkan pada tahun 2001merupakan upaya untuk mengembangkan manufaktur dan industri jasa yang didasari oleh ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy, KBE) melalui pengembangan teknologi, inovasi, dan peningkatan kapabilitas untuk membuat kemakmuran dan standar hidup dunia (Tan, 2009:9). Untuk merealisasikan I-21, EDB membuat lima strategi yaitu: mendiversifikasi kluster sektor industri utama; membangun kemampuan kelas dunia dan cakupan global; mempromosikan inovasi; mengembangkan bakat lokal dan menarik bakat asing; serta menciptakan lingkungan usaha yang kondusif dan berkelas dunia (Tan, 2009: 9-12). Setidaknya terdapat sepuluhsektor yang menjadi prioritas dalam strategi pengembangan ekonomi Singapura, yaitu elektronik, obat-obatan, pengetahuan hidup (live sciences), enginering, pendidikan, kesehatan, logistik, komunikasi, media, danpusat regional perusahaan multinasional.

Singapura melihat bahwa globalisasi dan percepatan teknologi memberikan kesempatan untuk meningkatkan perekonomian (Summaries The

ERC’s Recommendation Part 2, 2003:32). Globalisasi mendorong setiap negara, bahkan setiap orang, untuk menggunakan teknologi dalam banyak sektor kehidupan. Kebutuhan ini dilihat sebagai peluang ekonomi bagi Singapura yang kemudian berusaha memposisikan diri sebagai Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Infomation and Communication Technology (ICT) Hub) (Siow et.al, 2003). Strategi ini dianggap rasional karena Singapura telah berkembang menjadi negara berteknologi tinggi. Ia memungkinkan perluasan keuntungan Singapura di berbagai aktivitas lain, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, jasa dan perdagangan sehingga menjadikan Singapura sebagai pusat aktivitas dunia (Global Hub)

(10)

64 Forum ini dapat dilihat sebagai bentuk koalisi domestik pemerintah dalam melibatkan aktor-aktor non-state untuk mengartikulasikan kepentingan Singapura. ERC memberikan rekomendasi utamanya pada bulan Februari 2003

sebagai berikut (Summaries The ERC’s Recommendation Part 2, 2003): Pertama, Globalised economy, Singapura menjadi kunci utama dalam jaringan global, terhubung dengan semua sistem ekonomi negara. Kedua, Creative and entrepreneurial, pembangunan bangsa yang bersedia untuk mengambil risiko dalam membuat bisnis baru dan semangat baru untuk sukses. Ketiga, Diversified economy, diversifikasi ekonomi yang didukung dengan manufaktur dan jasa, dimana perusahaan pendukung perusahaan multinasional dan pebisnis pemula saling berdampingan dengan bisnis yang sudah ada dengan memanfaatkan ide yang baru dan inovatif. Dari berbagai rekomendasi tersebut dapat dilihat bahwa Singapura tetap pada komitmen untuk melakukan liberalisasi ekonomi yang integratif terhadap ekonomi global. Inijuga sesuai dengan status Singapurasebagai anggota WTO (Summaries The ERC’s Recommendation Part 2, 2003:64).

Singapura menempatkan Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai pesaingutama dalam melakukan upaya survival terhadap globalisasi (Summaries

The ERC’s Recommendation Part 2, 2003:51). Salah satu peluang yang paling mungkin dilakukan adalah mengombinasikan GDP negara-negara Asia Timur, terutama China yang mulai melaju dengan industri berorientasi ekspornya dan Jepang yang memiliki pertumbuhan ekonomi sangat signifikan (Summaries The

(11)

65 Strategi Perluasan Pasar Singapura melalui ASEAN

Secara garis besar, strategi perluasan pasar Singapura di ASEAN dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, menempatkan ASEAN sebagai external wing bagi pasar Singapura. Artinya, pasar negara-negara ASEAN pada saat yang sama juga merupakan pasar bagi Singapura, karena memberikan aliran keuntungan bagi Singapura. Kedua, menggunakan ASEAN untuk membentuk pasar Asia Timur gunamengimbangi volume perdagangan AS dan Uni Eropa sebagai pesaingutama dalam ekonomi global.

Strategi Regionalisasi 2000 yang dijalankan oleh Singapura telah menjadi salah satu langkah strategis untuk menjadikan pasar regional ASEAN sebagai “external wing” bagi investor dalam negeri (Yeung, 1999:12). Singapura telah lama mengembangkan sayap-sayap perusahaannya di negara-negara ASEAN sehinga pasar Singapura tidak lagi terbatas pada jumlah penduduk Singapura, tetapi juga pasar ASEAN yang mencapai lebih dari 660 juta jiwa (Wong, 2012: 51). Bagi Singapura, ASEAN telah menjadi tempat investasi terbesar melampaui China, UniEropa, maupun Amerika Serikat.

(12)

66 10%. Selain itu, Singapura juga aktif mendorong kesepakatan dalam mekanisme liberalisasi ekonomi lainnya melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA) untuk mengatur aliran bebas barang, ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) untuk mengatur aliran jasa dan tenaga ahli secara bebas, dan ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) untuk mengatur aliran investasi dan modal (Lopez, 2012).

Meski terkesan sangat potensial, sebenarnya kesepakatan-kesepakatan yang terpisah-pisah tersebut akan menyulitkan pembentukan satu pasar tunggal ASEAN. Untuk itu, pada tahun 2002 Singapura menginisiasi pembentukan AEC sebagai upaya untuk menempatkan kebijakan-kebijakan tersebut dalam satu kerangka kerjasama menuju pasar tunggal ASEAN dengan target pencapaian waktu yang relatif sama. Pada awalnya, target pencapaian AEC ditetapkan pada tahun 2020. Namun, ini terlalu lama jika dibandingkan dengan preferensi Singapura dalam menghadapi persaingan global. Oleh karenaitu, Singapura akhirnya mendorong negara-negara ASEAN lainnya untuk mempercepat pembentukan AEC. Hasilnya, dalam KTT ASEAN bulan November 2007 disepakati bahwa target pelaksanaan AEC dimajukan menjadi tahun 2015.

(13)

67 Singapura juga berusaha meyakinkannegara-negara ASEAN bahwa penggunaan

teknologi akan menciptakan iklim perdagangan yang lebih baik. Melalui Singapore’s Trade Net yang telah maju dalam bidang teknologi, Singapura dapat menyatukan sistem ekonomi berupa perdagangan, logistik, finansial dan pemerintahan ASEAN denganberbasis padateknologi:

A neutral and open platform enabling the integration and collaboration among trade, logistics, financial and government communities to fulfill import, export or transit processes and documentation through electronic means, in order to increase information velocity, visibility and accuracy. (McMaster & Nowak, n.d.: 9)

Singapura harus memastikan terlebih dulu bahwa administrasi dalam pelaksanaan mekanisme liberalisasi ekonomi negara ASEAN telah terintegrasi dalam waktu yang relatif sama. Ini penting karena pelaksanaan e-ASEAN tidak dapat dijalankan jika setiap negara yang tergabung dalam kesepakatan belum terintegrasi dalam sebuah mekanisme perdagangan berbasis teknologi canggih tersebut. Untuk itu, disusun juga sebuah rangkaian mekanisme percepatan AEC yang meliputi pembuatan Rules of Origin (ROO), standarisasi fasilitas perdagangan dan sistem bea cukai masing-masing negara, dan beberapa mekanisme teknis lainnya.

(14)

68 Hal yang menarik dicermati dalam Cetak Biru AEC adalahbahwa negara-negara ASEAN menyepakati lalu lintas tenaga kerjaahli bukan unskilled labour. Secara tidak langsung, liberalisasi tenaga kerja ini menjadikan Singapura sebagai penentu standar kualitas sumber daya manusia dunia, khususnya di kawasan ASEAN, dengan mendorong talenta asing untuk menggunakan jasa teknologi dan pendidikan Singapura. Sejalan dengan strategi Knowledge Based Economy (KBE) Singapura, hal ini menunjukkan keberhasilan Singapura dalam mendesakkan kepentingannya untuk menjadi pusat tenaga ahli, pada saat negara-negara ASEAN lainnya masih menghadapi masalah unskilled labour. Tenaga buruh tidak terampil menjadi isu sensitif yang sering mengganggu hubungan bilateral antara Singapura dan negara-negara anggota ASEAN lainnya (Nugroho, n.d.: 121).

Singapura melihat potensi ASEAN sebagai batu loncatan untuk mendapatkan pasar-pasar lain di luar ASEAN. Kerjasama Asia Timur dengan ASEAN dapat diarahkan untuk membentuk perdagangan bebas Asia Timur, termasuk untuk mencapai persetujuan soal kerjasama moneter dan finansial serta pembentukan jaringan komunikasi dan transportasi di kawasan (Pidato Perdana Menteri Malaysia berjudul “Towards an Integrated East Asia Community”). Ini sesuai dengan strategi Singapura untuk menyatukan pasar Asia Timur guna menghadapi pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam persaingan global.

(15)

69 Orientasi perluasan regionalism ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan harus selaras dengan tercapainya hubungan ekonomi eksternal ASEAN. Ini dapat terlihat dari rencana pembangunan ASEAN dalam Cetak Biru AEC yangjuga diarahkan pada perluasan eksternal, seperti pembangunan jalur kereta api Singapura-Kunming di China (ASEAN Economic Community Blueprint, n.d. :20). ASEAN sendiri memiliki mekanisme “sentralitas” untuk melindungi kepentingan negara anggotanya. Artinya, ASEAN tetap mengedepankan kepentingan internal dalam negosiasi FTA dengan mitraeksternal seperti dalamASEAN +3 (Lopez, n.d.).

Posisi ASEAN sangat penting dalam upaya integrasi kawasan Asia Timur. ASEAN dinilai sebagai driving factor untuk menyatukan negara-negara Asia Timur mengingatpada dasarnya integrasi Asia Timur merupakan sesuatu yang rumit karenatingginya ketegangan antara China dan Jepang. Keduanegara inimemiliki sejarah yang kelam satu sama lain sehingga yang satutidak dapat menerima yang lain sebagai pemimpin Asia Timur. Inisiatif ASEAN untuk memasukkan China dan Jepang kedalam ASEAN Plus 3 (bersamadengan Korea Selatan), memungkinkan kedua negara tersebut dalam satu kepemimpinan, yaitu kepemimpinan ASEAN. Dalam konteksini, Singapura perlu memastikan terlebih dahulu integrasi internal ekonomi ASEAN agar dapat menyatukan pasar Asia Timur dan bersaing secara global. Menganggaptahun 2020 sebagai target pembentukan AEC terlalu lama, Singapura memiliki preferensi untuk mendorong akselerasi pembentukan AEC di tahun 2015.

(16)

70 Kesimpulan

Dengan pemahaman yang jelas akan posisinya dalam ekonomi global, Singapura berhasil melakukan sinkronisasi antara kebutuhan negara dengan kesempatan eksternal. Terlepas dari berbagai keterbatasannya, baik secara geografis maupun sumber daya manusia, Singapura mampu mengenali dan memanfaatkan dengan baik peluang yang tersedia. Penyusunan strategi ekonomi nasional yang jelas dan berkesinambungan mendukung lahirnya preferensi nasional yang kuat. Dalam konteks regionalisme, hal inimenjadi modal penting dalam negosiasi kawasan. Hasilnya, konsistensi Singapura dalam mendorong liberalisasi perdagangan dan integrasi ekonomi mendapat dukungan dari negara anggota ASEAN lainnya. Regionalisme ASEAN dimanfaatkan dengan baik oleh Singapura untuk menjadikan iasebagai penghubung (hub) dalam ekonomi global. Secara keseluruhan, keberhasilan global Singapura justru berawal dari keberhasilannya untuk menempatkan ancaman global sebagai peluang. Singapura melihat negara-negara tetangga ASEAN bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai jaringan peluang ekonomi bagi kemajuan Singapura.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Moravscik , Andrew. 1998.The Choice For Europe : State Purpose and State Power from Messina to Masctricht didapat melalui

http://books.google.co.id/books?id=eE2lI-_hvIIC&printsec=frontcover&dq=inauthor:%22Andrew+Moravcsik%22&source =bl&ots=OVHBRcMA5b&sig=juYcb5I1PmW0S1zO64eCMHE8Fa4&hl=id&sa =X&ei=zaNrUOeaHsvMrQf3_oDoBQ&ved=0CCwQ6AEwAA#v=onepage&q& f=false (Taylor & Francis: cornell university press, european edition with london : Routledge/UCL Press) diakses pada tanggal 03 Oktober 2012 11.16

Moravcsik, Andrew dan Schimmelfennig, Frank. Liberal Intergovermentalism dalam Antje Wiener & Thomas Diez (eds), European Integration theory. didapat melalui http://www.princeton.edu/~amoravcs/library/intergovernmentalism.pdf pada tanggal 18 September 2012 pukul 08.34 (Oxford: Oxford University Press, 2009)

(17)

71 Jurnal

Moravscik, Andrew. Journal of Common Market Studies Vol 31, No. 4. Preferences and Power in the European Community : A Liberal Intergovermental Approach dalam Simon Bulber dan Andew Scott. didapat melalui www.princeton.edu/~amoravcs/library/preferences1.pdfdiakses pada tanggal 17 September 2012 pukul 15.46

Moravcsik , Andrew dan Nicolaidis, Kalypso. Jurnal of Common Market Studies Vol 37, No 1 : Explaining The Treaty of Amsterdam : Interest, Influence, Institutions

didapat melalui

http://graduateinstitute.ch/webdav/site/political_science/shared/political_science/ 7183/2nd%20week/Nicolaidis_Moravcsik.pdf diakses pada tanggal 17 September 2012 pukul 09.45

Website

Badan Perencanaan Daerah DKI Jakarta 2005-2006. Jakarta KINI didapat melalui http://www.bappedajakarta.go.id/sekilasjktkini.asp diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 pukul 15.31

Fabbrini ,Sergio. 2012 . Intergovernmentalism and its outcomes:The Implications of the Euro Crisis on the European union. didapat melalui diakses melalui http://eucenter.berkeley.edu/files/Fabbrini.17Feb2012.pdf (Rome : School of Government, LUISS Guido Carli) pada tanggal 15 September 2012 pada pukul 20.33 \

Kim , Shee Poon. 2005. Singapore-China Special Economic Relation : In Search of Bussiness Oppurtunities didapat melalui www.ritsumei.ac.jp/acd/re/k-rsc/ras/04_publications/ria.../03_9.pdf (Institute of International Relations and Area Studies, Ritsumeikan Universit) di akses pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 2012 pukul 09.43

Laporan Konferensi the ASEAN-china Regional and Sub-regional Cooperation workshop yang disusun oleh S. Rajaratnam school of international studies (RSIS) dan didanai oleh China-ASEAN Fund didapat melalui

http://www.rsis.edu.sg/publications/conference_reports/RSIS_ASEAN-China%20Conference_151209_v2.pdf diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 0.03

Lopez , Gregore Pio. The ASEAN Economic Community – From Vision to Reality http://www.academia.edu/1080331/ASEAN_Economic_Community

From_vision_to_reality diakses pada tanggal 11 November 2012 pukul 13.10 McMaster, Jim dan Jan Nowak. The Evolution of Electronic Trade Portals and The

Pacific Islands Countries E-Trade Facilitation and Promotion didapat melalui http://www.ejisdc.org/ojs2/index.php/ejisdc/article/viewFile/273/172 (University of the South Pacific : Suva, Fiji Islands ) diakses pada tanggal tanggal 5 Desember 2012 pukul 9.23

Ministry of Trade and Industry Singapore. Summaries The ERC’s recommendation Part

1. didapat melalui

(18)

72 Ministry of Trade and Industri (MTI)-Singapore. Summaries The ERC’s recommendation Part 2. The Road thus far didapat melalui http://www.mti.gov.sg/AboutMTI/Documents/app.mti.gov.sg/data/pages/507/doc /ERC_Comm_MainReport_Part1_v2.pdf diakses pada tanggal 06 November 2012 pukul 19.48 wib

Ministry of Trade and Industri Singapore. About MTI Economic Review Committe.

Didapat melalui

http://www.mti.gov.sg/AboutMTI/Pages/Economic%20Review%20Committee.as px diakses pada tanggal 03 November2012 pukul 11.45

Nugroho,Ganjar. An Overview of ASEAN State’s RTA Strategy. http://www.kikou.waseda.ac.jp/wojuss/achievement/publication/pdf/norinchukin/ i2-3.pdf diakses pada tanggal 11 November 2012 pukul 16.31

Pidato Perdana Menteri Malaysia dalam Second East Asia Forum, Kuala Lumpur, 6 December 2004 berjudul "Towards an Integrated East Asia Community" didapat melalui http://www.asean.org/news/item/towards-an-integrated-east-asia-community diakses pada tanggal 19 Juli 2012 pukul 9.34

Porter, Michael et.al. 2008.Remaking Singapore : A Work in Progreess Harvard

Bussiness Scholl Case didapat melalui

http://www.spp.nus.edu.sg/aci/docs/research_outputs/Remaking%20Singapore% 205August2008.pdf (Lee Kuan Yew School of Public Diplomacy-National University of Singapore : Bukit Timah Road) diakses pada tanggal 01 November 2012 pukul 23.31

Rekomendasi dari Sub Komite Jasa – Working Group On Trading Sept 2002. Developing Singapore into a Global Trade Hub didapat melaui http://www.mti.gov.sg/ResearchRoom/Documents/app.mti.gov.sg/data/pages/507 /doc/14%20ERC_Services_Trading.pdf diakses pada tanggal 17 November 2012 pukul 16.34

Sekretariat ASEAN.ASEAN leaders adopt e-ASEAN agreement didapat melalui http://www.asean.org/asean/asean-summit/item/asean-leaders-adopt-e-asean-agreement diakses pada tanggal 14 Desember 2012 8.17

Sion, Maya. Nice Decision-Making ? Leaders Under the influence of Attitudes and Institutions:Britain, France and Germany in the Nice IGC didapat melalui http://www.ef.huji.ac.il/publications/Sion.pdf diakses pada tanggal 16 Oktober 2012 pukul 13.45

Siow, Chia dan Lim Yua, Jamus Jerome. 2003.Singapore : A Regional Hub in ICT didapat melalui http://www.jamus.name/research/iseaspub2.pdf (Singapore : Institute of South Asian Studies) diakses pada tanggal 8 September 2012 pukul 9.30

Tan, Augustine H H. 1999.Official Efforts To Attract FDI: Case Of Singapore’s EDB didapat melalui http://www.fas.nus.edu.sg/ecs/pub/ wp/previous/AHTAN2.pdf (National University of Singapore) diakses pada tanggal 20 Oktober 2012

The World Factbook Singapore didapat melalui

https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/sn.html diakses pada tanggal 20 Oktober 2012 pukul 8.24

(19)

73 w/press/Singapore%27s%20Experience%20in%20Regional%20Cooperation_Fin al%20Report.pdf (Singapore : East Asian Institute of the National University of Singapore) diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukuk 15.47

Yeung, Henry Wai-chung. 1999 Singapore’s Global Reach An Executive Report di dapat melalui http://courses.nus.edu.sg/course/geoywc/publication/report.pdf (Departement of Geography-National University of Singapore : Kent Ridge Crescent) diakses pada tanggal 31 Oktober 2012 pukul 08.00

Yuen, Belinda. Singapore Local Economic Development: The Case of the Economic

Development Board (EDB) didapat melalui

Referensi

Dokumen terkait

(2011 dalam Pujilestari dan Herusetya, 2013) juga menemukan bahwa jika masa penugasan audit mengindikasikan kualitas audit yang tinggi, maka auditor dapat

Oleh sebab itu perlu dilakukan analisa risiko dan penanganan aksi mitigasi untuk memitigasi risiko atau gangguan yang berpeluang timbul pada supply chain bahan crumb

Diperlukan sinergi yang baik antara Pemda Solo, Koperasi Sentra atau paguyuban, dan para pengusaha batik didorong oleh kekuatan yang ada yang merupakan pencangkokan paguyuban/koperasi

Pada penulisan ilmiah ini penulis membuat aplikasi profile, album, history boyband 5566 dengan menggunakan Swish v2.0 sebagai alat penggabungan elemen-elemen yang digunakan

Gambar yang ditampilkan dapat lebih dinamis dengan menggunakan animasi dan dapat lebih interaktif karena didalam program ini pelajar dapat melihat secara langsung proses

adalah benar merupakan salah satu karyawan kami yang bekerja dari 11 Januari 2012 hingga saat ini, dan telah menunjukkan prestasi, kinerja dan berprilaku dengan baik. Demikian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tentang kemampuan membaca pemahaman teks sastra mahasiswa semester III

Diantara empat kabupaten tersebut, yang paling tinggi peningkatan angka IPMnya dalam periode 2002-2007 adalah Indramayu dengan peningkatan sebesar 5,02 poin jauh lebih tinggi