I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prospek pengembangan tebu di Indonesia masih sangat baik. Dari sisi pasar,
permintaan gula dari dalam negeri masih terbuka sekitar 1,4 juta per ton per
tahun. Selain itu, industri gula nasional juga mempunyai potensi yang cukup
besar untuk dikembangkan di masa yang akan datang.
Tahun 2005 konsumsi gula nasional mencapai 3.372.790 ton sedangkan
produksi gula hanya 2.441.758 ton sehingga terdapat kekurangan sebesar
931.032 ton dan untuk mencukupi kebutuhan tersebut, pemerintah melakukan
impor gula pasir (BPS, 2006). Kondisi tersebut berlanjut sampai 2012 dengan
jumlah impor gula mencapai 600.000 ton.
Salah satu penyebab rendahnya produksi gula di Indonesia adalah
produktifitas lahan tebu yang masih rendah. Rendahnya produktifitas ini antara
lain disebabkan oleh penerapan teknis budidaya tanaman tebu belum
dilaksanakan dengan baik khususnya pemupukan. Pemupukan merupakan salah
satu aspek penting di dalam teknis budidaya tanaman tebu. Melalui pemupukan,
nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik bisa
tercukupi. Namun mahalnya harga pupuk yang diperparah oleh kelangkaan jenis
pupuk tertentu di pasaran, menjadi kendala bagi petani dan perusahaan
perkebunan untuk menerapkan pemupukan secara berimbang.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, alternatif lain yang dapat
ditempuh adalah pemanfaatan simbiosis alami antara mikroorganisme (fungi atau
cendawan) dengan akar tanaman yang dapat meningkatkan serapan hara bagi
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) adalah salah satu tipe cendawan
pembentuk miktoriza yang dapat diaplikasikan di dunia pertanian. Cendawan ini
mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman,
serta telah banyak dibuktikan mampu memperbaiki nutrisi dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Seperti dijelaskan oleh Laei et al (2011) bahwa FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan
hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan
kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. FMA terbukti meningkatkan
penyerapan unsur hara terutama fosfor dan unsur-unsur hara lain seperti Kalium,
Calsium, Magnesium dan Sulfur (Yaseen et al, 2011). Fosfat adalah salah satu unsur esensial yang diperlukan dalam jumlah relatif banyak oleh tanaman, tetapi
ketersediaannya terutama pada tanah-tanah masam menjadi terbatas, sehingga
seringkali menjadi pembatas utama dalam meningkatkan produktivitas tanaman.
Untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia, maka aplikasi FMA dapat dijadikan
salah satu alternatif yang perlu dicoba dan dikembangkan.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan percobaan penggunaan Fungi
Mikoriza Arbuskular (FMA) untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman tebu.
B. Tujuan dan kegunaan
Percobaan ini bertujuan mengetahui pengaruh mikoriza terhadap
pertumbuhan tanaman tebu. Hasil percobaan ini bermanfaat bagi industri pabrik
gula atau usaha tebu rakyat untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Morfologi Tanaman Tebu
Tanaman tebu dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula.
Bagian lainnya dapat pula dimanfaatkan dalam industri jamur dan sebagai
hijauan pakan ternak.
Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang
mempunyai sifat tersendiri, yaitu di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu
termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi, glagah,
jagung, bambu dan lain-lain. Tanaman tebu mengandung unsur gula mulai dari
pangkal sampai ujung batang tebu, sehingga hal ini menjadi alasan untuk
membudidayakan tanaman tebu (Farid, 2003).
1. Batang
Batang tanaman tebu beruas-ruas (gambar 1), dari bagian pangkal sampai
pertengahan, ruasnya panjang-panjang, sedangkan di bagian pucuk ruasnya
pendek. Tinggi batang antara 2 sampai 5 meter, tergantung baik buruknya
pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Pada pucuk batang tebu
terdapat titik tumbuh yang mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan
meringg. Batang dengan mata tunas pada ruas, di bawah ruas berlilin (Steenis et al, 2005).
2. Akar
Akar tanaman tebu adalah serabut, hal ini sebagai salah satu tanda bahwa
tanaman ini termasuk kelas Monocotyledone. Akar tebu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek disebut pula akar bibit yang masa
hidupnya tidak lama. Akar ini tumbuh pada cincin akar dari stek batang.
yang tegak lurus ke bawah, ada yang mendatar dekat permukaan tanah (Steenis
et al, 2005). 3. Daun
Daun tanaman tebu adalah daun tidak lengkap, karena terdiri dari helai daun dan
pelepah daun saja, sedang tangkai daunnya tidak ada. Kedudukan daun
berpangkal pada buku. Panjang helaian daun adalah antara 1 sampai 2 meter,
sedangkan lebarnya 4-7 cm, ujungnya meruncing, tepinya seperti gigi dan
mengandung kersik yang tajam. Diantara pelepah daun dan helaian daun
terdapat sendi segitiga dan pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun yang
membatasi antara helaian daun dan pelepah daun. Ukuran lebar daun sempit
kurang 4 cm, sedang antara 4-6 cm dan lebar 6 cm (Steenis et al, 2005). 4. Bunga
Bunga tebu merupakan malai yang bentuknya piramida, panjangnya antara
70-90 cm. Bunga tebu biasanya muncul pada bulan April-Mei. Bunganya terdiri dari
tenda bunga yaitu 3 helai daun tajuk bunga. Bunga tebu mempunyai 1 bakal
buah dan 3 benang sari, kepala putiknya berbentuk bulu (Steenis et al, 2005).
B. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
1. Tanah
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu
dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk
pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal.
Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung,
baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang paling
sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah dengan pH di bawah
sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik,
sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur
P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami
“chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak
cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan
Cl tinggi (Sobir, 2000).
2. Iklim
Beberapa faktor iklim yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman tebu
antara lain curah hujan, sinar matahari, temperatur dan angin.
a. Curah Hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya,
namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan
vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan
baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara
ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan
berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan
berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran
rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran hujan
yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang
sesuai untuk pengembangan tanaman tebu (Sobir, 2000).
b. Sinar matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan
dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah
hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas
menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat
proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu
yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan
(Sobir, 2000).
c. Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan
tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu
sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang
lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman
tebu yang sudah tinggi (Sobir, 2000).
C. Deskripsi Varietas Tebu
Varietas PS851 merupakan varietas unggul yang dilepas oleh menteri
kehutanan dan perkebunan pada tahun 1998 yang sebelumnya dikenal dengan
nomor seleksi PS85-21460 dan merupakan hasil persilangan varietas PS57
dengan B37172. Varietas PS851 memiliki perkecambahan baik dengan sifat
pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak, berbatang tegak,
diameter sedang dan kadar serabut sekitar 13%. Daun tua mudah diklentek
dengan tanaman tegak memberikan tingkat rendemen yang tinggi. Kondisi tanah
yang subur dengan kecukupan air sangat membantu dalam pertumbuhan dan
pemanjangan batang yang normal. Pada kondisi kekeringan atau sebaliknya
kekurangan air yang drainasenya terganggu akan terjadi pemendekan ruas
batang. Pada lahan yang drainasenya terganggu akan mudah terserang
penyakit bakteriosis. Pada kondisi sehat dan perkecambahan mata tunas sangat
cepat. Respon terhadap pupuk N yang sangat tinggi mempunyai pengaruh
yang memadai dengan aplikasi yang tepat waktu sangat diinginkan varietas ini
(BPS, 2006).
D. Mikoriza
Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang tertentu sebagai
manifestasi adanya simbiosis mutualistis antara cendawan (Myces) dan perakaran (Rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang (host), mikoriza dikelompokkan
kedalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Di dalam
kelompok ektomikoriza terdapat enam sub tipe yaitu mikoriza arbuskular,
ectendo, arbutoid, monotropoid, ericoid. Akhir-akhir ini tipe arbuskular menjadi perhatian para ahli lingkungan dan biologis (Setiadi, 2006).
Cara aplikasi pupuk mikoriza terbaik dengan dicampur dengan pupuk
dasar . takaran pupuk mikoriza adalah 8 ku / ha ditanah dengan P yang tersedia
rendah dan 4 kw/ha ditanah dengan P tersedia tinggi . Pemakaian pupuk
mikoriza daapt mengurangi aras takaran pupuk SP-36 sebesar 25-50 %
(Adinurani et al, 2008).
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) adalah salah satu cendawan yang dapat
dibuat sebagai pupuk biologi dan telah terbukti dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan mengurangi penggunaan pupuk an organik.
Berdasarkan kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada
kondisi lahan-lahan tidak produktif, maka aplikasi pupuk biologis ini sangatlah
cocok diarahkan untuk membantu program pemerintah dalam merehabilitasi
lahan-lahan kritis dan marginal seperti lahan-lahan pasca pertambangan terbuka
adalah wilayah padang alang-alang sebagai zona reboisasi terbesar di
Indonesia.
Fungi mikoriza yang menginfeksi perakaran tanaman ini mempunyai
peranan yang cukup penting sebagai berikut:
1. Peningkatan Ketahanan terhadap Kekeringan
Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak
bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak
akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode
kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal.
Hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu menyerap air yang ada pada
pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran
hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil
meningkat (Anas, 1997).
Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air
dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar
memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro)
sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat
rendah. Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa
unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S.
sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat (Anas, 1997).
Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air
yang lebih ekonomis. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal
menyebabkan mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga
kemampuan tanah menyimpan air meningkat. Aplikasi mikoriza akan membantu
panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi
sepanjang tahun (Anas, 1997).
2. Lebih Tahan terhadap Serangan Patogen Akar.
Akar yang bermikoriza lebih tahan terhadap patogen akar karena lapisan mantel
(jaringan hyfa) menyelimuti akar dapat melindungi akar. Terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar terhindar dari serangan hama
dan penyakit, infeksi patogen akar terhambat. Tambahan lagi mikoriza
menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga
tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen. Dilain pihak, cendawan
mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen
(Anas,1997).
3. Perbaikan Struktur Tanah.
FMA merupakan salah satu dari jenis yang dapat memantapkan struktur tanah.
fungi mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan
memantapkan struktur tanah. Perbaikan dari struktur tanah juga akan
berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan
kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih
mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena
memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan
produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air. Akibat lain dari
kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan
organik. Kemiskinan bahan organik akan memburukkan struktur tanah,
lebih-lebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan
rendah. Jamur super ini berperan terutama dalam memperbaiki struktur tanah
adanya gel polisakarida yang dihasilkannya dan pupuk ini aman bagi lingkungan
(Anas, 1997).
4. Peningkatan penyerapan hara oleh tanaman
Infeksi FMA pada perakaran tanaman meningkatkan kemampuan tanaman
dalam menyerap unsur hara terutama unsur hara fosfat. Hal tersebut disebabkan
oleh kemampuan cendawan mikoriza untuk menyerap fosfat dari dalam tanah
melalui hifa dan ekstension hifa dari FMA dan ditransfer ke sistem perakaran
tanaman (Yaseen et al. 2011). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang bermikoriza menyerap unsur hara Ca, K, Mg, P, Fe dan S lebih
tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza. Peningkatan juga terjadi pada bobot
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan di lahan percobaan jurusan Budidaya Tanaman
Perkebunan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep pada Januari 2012 sampai
Maret 2012 .
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, skop, ayakan, ember, polybag, wajan,
timbangan, mistar, jangka sorong dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanah, pasir, air, Fungi
Mikoriza Arbuskular (FMA) jenis campuran gygaspora dan glomus merek mycofer yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan stek tanaman tebu varietas PS851.
C. Metode Percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat
perlakuan yaitu tanpa mikoriza (V0), FMA dengan dosis 5 gram/polybag (V1),
FMA dengan dosis 10 gram/polybag (V2) dan FMA dengan dosis 15
gram/polybag (V3). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali (tiga kelompok)
dan setiap perlakukan dalam setiap kelompok terdiri atas tiga polybag (unit
D. Pelaksanaan Percobaan
1. Persiapan media
Tanah dan pasir terlebih dahulu diayak kemudian disangrai dan dicampur hingga
rata dengan perbandingan tanah dan pasir (3:1) kemudian dimasukkan ke dalam
polybag berukuran 25 cm x 30 cm dan selanjutnya diatur dengan rapi sesuai
dengan rancangan percobaan (lampiran 1).
2. Persiapan bibit
Bibit yang digunakan adalah stek batang tebu yang bermata tunas satu. Setek
ditanam di bedengan berukuran 2 m x 1 m selama 2 minggu.
3. Perlakuan FMA
Sebelum dilalukan penanaman terlebih dahulu media tanam dalam polybag
disiram dengan air kemudian ditaburi fungi mikoriza sesuai dengan dosis, yaitu 5,
10, 15 gram/polybag dan control kemudian ditutup dengan tanah agak tipis.
4. Penanaman bibit
Bibit tebu yang telah berumur dua minggu kemudian di pindahkan ke polybag
yang telah diberi fungi mikoriza.
5. Pemeliharaan bibit
Pemeliharaan bibit dilakukan dengan penyiraman 2 - 3 kali dalam seminggu atau
tergantung kondisi media. Pemberian pupuk Urea, KCl dan SP36
masing-masing 5 gram per polybag dilakukan pada saat bibit telah tumbuh. Penyiangan
gulma dilakukan dengan mencabut rumput yang tumbuh dalam polybag dan
E. Parameter pengamatan
Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan yaitu ketika tanaman berumur 9
minggu (± 2 bulan), adapun parameter yang diukur adalah:
1. Tinggi tanaman (cm): tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah
sampai ujung daun tertinggi.
2. Jumlah daun (helai): jumlah daun dihitung dengan cara menghitung semua
daun yang terbentuk sampai akhir percobaan.
3. Diameter batang (cm): Diameter batang diukur pada bagian pertengahan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengukuran tinggi tanaman tebu pada berbagai dosis FMA dan sidik
ragamnya terdapat pada Tabel Lampiran 2a dan 2b. Sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian FMA berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman tebu.
Hasil uji BNT0,01 pada tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antar perlakuan dosis FMA.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman tebu pada berbagai dosis fungi mikoriza
Perlakuan Rata-rata NP BNT
0,01Dosis FMA 15 gram 83,91
a4,89
Dosis FMA 10 gram 74,21
bDosis FMA 5 gram 64,51
cKontrol 63,93
cKeterangan: Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf uji BNT 0,01
2. Jumlah Daun (helai)
Hasil perhitungan jumlah daun tanaman dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 3a dan 3b. Sidik ragam menunjukkan bahwa inokulasi FMA terhadap
tanaman tebu berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun. Rata-rata jumlah
V0 V1 V2 V3 0
1 2 3 4 5 6
Perlakuan
Gambar 1. Rata-rata jumlah daun tanaman tebu pada berbagai dosis FMA
Gambar 1 menjelaskan bahwa pemberian 15 gr FMA menghasilkan
rata-rata jumlah daun paling banyak pada varietas PS 851. Perlakuan 5 gr dan 10 gr
FMA menghasilkan rata-rata jumlah daun yang sama sementara tanaman tanpa
mikoriza menghasilkan jumlah daun yang paling rendah (4,22 helai).
3. Diameter batang (cm)
Hasil pengukuran diameter batang tanaman tebu dengan perlakuan berbagai
dosis FMA dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 4a dan 4b. Sidik
ragam menunjukkan bahwa inokulasi FMA terhadap tanaman tebu berpengaruh
nyata terhadap diameter batang tanaman.
Hasil uji BNT0,05 menunjukkan bahwa perlakuan dosis FMA 15 gr tidak
berbeda nyata dengan perlakuan FMA 10 gr dan FMA 5 gr namun berbeda nyata
Tabel 2. Rata-rata diameter batang tanaman tebu pada berbagai dosis fungi
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT0,05
B. Pembahasan
Aplikasi FMA pada tanaman tebu dengan dosis yang berbeda memberikan hasil
yang berbeda terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Hasil
percobaan secara umum memperlihatkan bahwa pemberian FMA pada tanaman
tebu menghasilkan pertumbuhan vegetatif tanaman lebih baik dibandingkan
dengan tanaman tebu tanpa mikoriza. Hal ini membuktikan bahwa FMA yang
berasosiasi dengan perakaran tebu berpengaruh baik terhadap penyerapan
unsur hara oleh tanaman sehingga menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun
dan diameter batang tanaman tebu lebih baik dibandingkan dengan tanaman
yang tidak bermikoriza.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada tanaman tebu yang diberi FMA
dengan dosis 15 gr menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter
batang yang lebih baik dibandingkan tanaman dengan dosis FMA lebih rendah
dan berbeda secara signifikan dengan tanaman tanpa mikoriza. Hasil tersebut
serupa dengan penelitian oleh Budiatmoko (2007) yang menemukan bahwa
inokulasi FMA meningkatkan tinggi tanaman dan diameter batang tanaman Jati
peningkatan jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman Nilam secara
signifikan dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pupuk mikoriza mampu
meningkatkan kadar P nira sebesar 38,84 % - 71,65 %. Pengingkatan kadar P
nira dikuti dengan peningkatan rendeman tebu sebesar 4,76 % - 21,15 % dan
meningkatkan produktivitas gula sebesar 13,66 % - 67,90 %. Kenaikan
produktivitas hablur pada tanah dengan fosfor tersedia rendah, lebih tinggi
sebesar 27,80 % - 40,11 %, lebih tinggi dibanding pada tanah yang memiliki
Phosphor tersedia sangat tinggi(Adinurani et al, 2008).
Jumlah inokulasi sangat menentukan aktivitas FMA untuk tumbuh dan
berkembang. Peranan FMA bagi tanaman yaitu membantu penyerapan unsur
hara dan air terutama unsur N, P, dan K yang dibutuhkan tanaman. FMA
mengambil zat makanannya berupa karbohidrat dari tanaman inang, sehingga
terjadi simbiosis mutualisme antara tanaman dengan FMA yang menginfeksi
perakaran tanaman. Tanaman inang menyediakan FMA karbohidrat (hasil
fotosíntesis) dan hasil metabolisme lainnya yang dimanfaaatkan sebagai sumber
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Inokulasi FMA menghasilkan pertumbuhan vegetatif tanaman tebu yang lebih
baik dibandingkan dengan tanaman tebu tanpa mikoriza.
b. Pemberian FMA dengan dosis 15 gram per tanaman menghasilkan
pertumbuhan vegetatif tanaman tebu yang terbaik.
B. Saran
Disarankan pengujian menggunakan dosis FMA di atas 15 gram per tanaman
tebu untuk mengetahui peningkatkan pertumbuhan tanaman akibat inokulasi
DAFTAR PUSTAKA
Adinurani PG., Mulyati M. dan Hendroko R 2008. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) pada Tebu di Tanah Mineral Masam PG Tolongohula,Gorontalo. Majalah Penelitian Gula XXXV (2).
Anas I. 1997.Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.
Biro Pusat Statistik. 2006. Kebutuhan gula nasional, Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Avis TJ., Gravel V., Antoun H., Tweddell RJ. 2008. Multifaceted beneficial effects of rhizosphere microorganisms on plant health and productivity. Soil Biology & Biochemistry 40: 1733–1740.
Budiatmoko SD. 2007. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis) di Lapangan. Prosiding: Seminar Nasional Mikoriza II. Seameo Biotrop Bogor: 132-135.
Farid. B. 2003. Perbanyakan Tebu(Saccharum officinarum L.) Secara In Vitro Pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. J. Sains dan Teknologi. 3:103-109.
Laei G., Khajehzadeh MH., Afshari H., Ebadi AG., Abbaspour H,. 2011 Effect of mycorrhiza symbiosis on the NaCl salinity in Sorghum bicolor. African Journal of Biotechnology 10 (40): 7796-7804.
Setiadi Y. 2006 Pengembangan Cendawan Mikoriza Arbuskular untuk Merehabilitasi Lahan Marginal. Prosiding Workshop Mikoriza Teknologi Baru Bekerja dengan Cendawan Mikoriza. Bogor.
Sobir. 2000. Buku pintar budidaya tanaman buah unggul indonesia. Redaksi Agromedia. Jakarta.
Steenis VCGGJ., Den Hoed G. dan Eyma PJ. 2005. Flora.PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Trisilawati O. 2007. Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Produksi Nilam (Pogostemon cablin). Prosiding: Seminar Nasional Mikoriza II. Seameo Biotrop Bogor: 45-51.
Truk MA, Assaf TA, Hameed KM, Al-Tawaha AM. 2006. Significance of mycorrhizae . World J. of Agricultural sci.2:16-20.
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran 1. Denah Percobaan Rancangan Acak Kelompok.
Lampiran 2a. Tabel Data Tinggi Tanaman Tebu yang berumur ± 2 bulan
Perlakua
Lampiran 2b. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman
SK
DB
JK
KT
Fhit
F Tabel
Lampiran 3a. Tabel Data Jumlah Daun Umur ± 2 Bulan
Perlakua
Lampiran 3b. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun
SK
DB
JK
KT
Fhit
F Tabel
0.05
0.01
Perlakua
n
3
3.745
1.248
1.090
tn4.76
9.78
Lampiran 4a. Tabel Data Diameter Batang
Perlakua
n
Ulangan
Jumla
h
Rata-rata
1
2
3
V0
0.33
0.40
0.37
1.10
0.37
V1
0.37
0.43
0.43
1.23
0.41
V2
0.43
0.43
0.43
1.29
0.43
V3
0.57
0.47
0.50
1.54
0.51
Jumlah
1.7
1.7
1.7
5.16
0.43
Lampiran 4b. Tabel Sidik Ragam Diameter Batang
SK
DB
JK
KT
Fhit
F Tabel
0.05
0.01
Perlakua
n
3
0.034
0.011
6.825*
4.76
9.78
Kelompo
k
2
0.000
0.000
0.045
Acak
6
0.010
0.002
Total
11
0.044
Keterangan : * = Nyata
Lampiran 5. Gambar Cara Pengukuran Tinggi Batang (A), Jumlah Daun (B) dan Diameter Batang Tanaman Tebu (C).
(A)