• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dana Biaya Operasional Sekolah: Studi Atas Potensi Whistleblowing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dana Biaya Operasional Sekolah: Studi Atas Potensi Whistleblowing"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

i

DANA BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH :

STUDI ATAS POTENSI WHISTLEBLOWING

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

YOSUA SAPTA CHANDRA KUSNADI PUTRA

NIM : 232013003

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

HALAMAN MOTTO

“Mengerjakan skripsi itu baik, tetapi menyelesaikan skripsi itu

jauh lebih baik.”

(Anies Baswedan)

“Hidup hanya perlu 3 hal, yaitu dijalani, dinikmati, dan

disyukuri.”

(8)

viii

Abstract

This study attempts to described the management of BOS Funds interest whistleblowing organization in the aspect of organizational commitment and personal cost .The research uses data in secondary data taken with interview techniques in junior high school city of Salatiga .The interviews were conducted during the three weeks of in May 2017 with the speakers is a head of school , teachers , and the management of the financial pertaining to BOS Funds .The result of the research indicated that the organizational commitment have an important role in interest whistleblowing conducted by the source of information when meet of cheating that occured in schools .Meanwhile , do not have a personal cost in this for speakers to do whistleblowing .It was because the vicinity of the school support the speakers to do reporting even though there were several parties who did not agree .

(9)

ix

SARIPATI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan minat whistleblowing pengelolaan Dana BOS dalam aspek komitmen organisasi dan personal cost. Data dalam penelitian menggunakan data sekunder yang diambil dengan teknik wawancara di Sekolah Menengah

Pertama kota Salatiga. Wawancara dilakukan selama tiga minggu pada bulan Mei 2017

dengan narasumber adalah kepala sekolah, guru, dan pengelola keuangan yang berkaitan

dengan Dana BOS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi

memiliki peran yang besar dalam minat whistleblowing yang dilakukan oleh narasumber saat menemui tindak kecurangan yang terjadi di sekolah. Sementara itu, personal cost tidak menjadi pertimbangan yang besar bagi narasumber untuk melakukan whistleblowing. Hal ini dikarenakan lingkungan sekolah mendukung para narasumber untuk melakukan pelaporan

meskipun ada beberapa pihak yang tidak setuju.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program nasional pemerintah dalam bidang pendidikan yang dirancang untuk menjamin keberlangsungan proses pendidikan di satuan pendidikan tingkat dasar. Dalam pelaksanaan pengelolaan Dana BOS kerap kali ditemui tindak kecurangan atau fraud, khususnya di kota Salatiga menurut

Indonesian Corruption Watch (ICW) pada tahun 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan minat whistleblowing pendelolaan Dana BOS dalam aspek komitmen organisasi dan personal cost. Melalui wawancara dengan kepala sekolah, guru dan pengelola keuangan sebagai narasumber diharapkan dapat menjawab pertanyaan mengenai faktor komitmen organisasi dan personal cost terhadap besarnya minat whistleblowing.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan yang mungkin ditemukan. Penulis juga terbuka dengan kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari pembaca.

Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan khususnya bagi sekolah, serta memberikan dorongan bagi peneliti-peneliti lain untuk mengembangkan penelitian serupa di kemudian hari.

Salatiga, 5 Februari 2018

(11)

xi

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala hormat dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih karunia dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dan penulisan tugas akhir dengan baik. Adapun berbagai pihak yang telah meluangkan waktu untuk mendukung dan membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada :

1. Papa-Mama serta adik atas kasih sayang, kesabaran dan dukungan doa selama masa pengerjaan tugas akhir.

2. Ibu DR. Intiyas Utami, S.E., M.Si., Ak., CA, CMA, QIA selaku Wali Studi dan selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberi nasehat dan bimbingan selama memempuh pendidikan S1 dan pengerjaan tugas akhir.

3. Bapak Yefta Andi Kus Noegroho, S.E., M.Si., Ak dan Ibu Like Soegiono, S.E., M.Si. selaku penguji Rancangan Tugas Akhir yang telah memberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Seluruh dosen FEB UKSW yang telah membimbing dalam masa perkuliahan di UKSW.

5. Yolanda Christina Rambing yang selalu memberi dukungan, doa, semangat dan bantuan kepada penulis.

6. Sahabatku Favian Reyhanif, Andrew Andrian, Billyanto Aditama, Agung Subianto, Viona Christalia, dan Klara Rosa yang selalu memberi semangat dan bantuan kepada penulis.

7. Sahabat dari SMA Karangturi Yolanda Saputro, Christa Immanuela, Ditto Kusuma dan teman-teman NWC (Ngisor Wit Community) yang selalu memberikan doa dan semangat.

8. Amy Amelia Soma, Tan Margaretta, Fredi Kristiadi, Kevin Graciano, Anthony Sofyan, Yulius Cesar, Satria Bagaskara, Silvi Febryan dan Yusuf Dicky yang selama awal kuliah sampai sekarang selalu memberi semangat dan dan bantuan.

9. Mario Dharmautama, Bella Ditta, Sani Dewi, Joshua Suherman, Christian Dharmaywan, Niko Pratama, Kak Adrian Hartarto (Jampoet), Kak Yusrul Falah, Mas Aditya Fahrizal, teman-teman pengurus dan para pemain Economic Basketball Club

yang memberi banyak pengalaman dan berbagi cerita.

10.Novia Maya, Kak Zebedeus Estu dan Kak Agung yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN... v

Prosocial Organizatinal Behavior Theory ... 4

Minat untuk Melakukan Whistleblowing ... 4

Komitmen Organisasional ... 5

Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing ... 5

Personal Cost ... 6

Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing ... 7

BAB III METODA PENELITIAN ... 7

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 9

Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing ... 10

Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing ... 12

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(13)

1

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program nasional

pemerintah dalam bidang pendidikan yang dirancang untuk menjamin keberlangsungan

proses pendidikan di satuan pendidikan tingkat dasar. Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang

berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada

jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan

bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga

pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat

undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan

layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP)

serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Salah satu indikator penuntasan program Wajib

Belajar 9 Tahun dapat diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. Pada

tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai

98,11%, sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target

deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan

pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah

melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan akses

menuju peningkatan kualitas.

Pada tahun 2012 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan

mekanisme penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011 penyaluran dana BOS dilakukan

(14)

2

Bantuan Operasional Sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan

mekanisme yang sama tetapi melalui pemerintah provinsi.

Dana BOS dikelola oleh Dinas Pendidikan Provinsi dengan ketentuan besaran dana

BOS untuk tingkat SD/MI sebesar Rp 580.000,00 /per-siswa/tahun atau rata rata tiap bulan

Rp 48.000,00. Dalam pertanggungjawaban penggunaan dana BOS, setiap bendahara dari

masing-masing sekolah penerima dana BOS diwajibkan untuk membuat laporan pelaporan

sesuai dengan Juknis Permendiknas No. 51 Tahun 2011 dan dikirm ke alamat website

boskpd@ditpsmk.net yang merupakan alamat website resmi menteri pendidikan Indonesia.

Pada kenyataannya, masih banyak sekolah yang kurang efektif dalam melakukan pengelolaan

Dana BOS. Menurut Modami (2013), penyebab utama ketidak efektifan pengelolaan dana

BOS yaitu mekanisme pencairan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang begitu

panjang sehingga memperlambat proses pencairan ke sekolah. Kaswandi (2015)

menambahkan bahwa penyaluran dan pengelolaan dana BOS belum berhasil karena masih

rendahnya pengawasan dari pihak komite sekolah dan dinas terkait mengenai pengelolaan

dana BOS.

Sistem informasi pertanggungjawaban pengelolaan dana BOS juga harus memenuhi

unsur-unsur Good School Governance. Sistem informasi pertanggungjawaban pengelolaan dana BOS diharapkan dapat mempermudah proses pelaporan penggunaan dana BOS. Mulai

dari perjanjian penerimaan bantuan, pengalokasian dana, sampai pelaporan penggunaan dana

harus mendapat perhatian dan pengawasan yang serius agar tidak terjadi fraud yang dapat menimbulkan adanya tindakan korupsi.. Untuk memberantas korupsi yang terjadi dalam

suatu organisasi, tentu korupsi tersebut harus dideteksi terlebih dahulu. Salah satu alat yang

efektif digunakan untuk mendeteksi korupsi adalah dengan memberdayakan whistleblower.

Whistleblower adalah seseorang (pegawai dalam organisasi) yang mengungkapkan kepada publik atau kepada pejabat yang berkuasa tentang dugaan ketidakjujuran, kegiatan

ilegal atau kesalahan yang terjadi di departemen pemerintahan, organisasi publik, organisasi

swasta, atau pada suatu perusahaan (Susmanschi 2012). Pengungkapan yang dilakukan oleh

whistleblower terbukti lebih efektif dalam proses pengungkapan fraud dibandingkan dengan metode audit internal, pengendalian internal maupun audit eksternal (Sweeney 2008).

(15)

3

whistleblower sangatlah krusial terhadap efektifitas sistem whistleblowing, karena sistem akan percuma jika tidak seorangpun yang menggunakannya untuk melaporkan adanya

tindakan fraud. Menurut penelitan yang dilakukan oleh Kaplan dan Whitecotton (2001), Sabang dan Winardi (2013), mengungkapkan bahwa faktor situasional turut mempengaruhi

minat whistleblower untuk melakukan whistleblowing, seperti tingkat keseriusan kecurangan dan personal cost. Anggota organisasi yang mengamati adanya dugaan wrongdoing atau kecurangan akan lebih mungkin untuk melakukan whistleblowing jika wrongdoing atau kecurangan tersebut serius sesuai dengan pernyataan dari Miceli dan Near (1985). Penelitian

yang dilakukan Schutlz et al., (1993) menambahkan, personal cost of reporting adalah pandangan pegawai terhadap risiko pembalasan/balas dendam atau sanksi dari anggota

organisasi, yang dapat mengurangi minat pegawai untuk melaporkan wrongdoing.

Dalam konteks Dana BOS sebagai dana yang diterima dari Pemerintah, sistem

whistleblowing diduga menjadi salah satu mekanisme yang bisa menekan adanya tindakan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi menimbulkan tindakan korupsi.

Menurut Amri (2008) perbuatan yang dapat dilaporkan (pelanggaran) adalah perbuatan yang

dalam pandangan pelapor dengan iktikad baik adalah perbuatan korupsi, kecurangan,

ketidakjujuran, perbuatan melanggar hukum, pelanggaran ketentuan perpajakan, atau

peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam konteks Dana BOS, mekanisme

whistleblowing diduga dapat dilakukan.

Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Salatiga tahun 2017, terdapat 63 buah

sekolah yang terdiri dari 29 buah SMP Negeri dan Swasta, 14 buah SMA Negeri dan Swasta

dan 20 SMK Negeri dan Swasta. Kota Salatiga menjadi lokasi yang menarik untuk diteliti

karena kota Salatiga masuk di dalam Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam daftar kota yang masih banyak terjadi kasus korupsi khususnya dalam bidang pendidikan. Sekolah

penerima Dana BOS di Salatiga masih melakukan pungutan tambahan yang wajib dibayar

oleh siswa/siswi.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan minat whistleblowing pendelolaan Dana BOS dalam aspek komitmen organisasi dan personal cost. Penelitian ini memberikan dua kontribusi, yaitu kontribusi secara teoritis dan kontribusi secara praktis. Untuk kontribusi

secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat mengkonfirmasi teori-teori yang

telah ada. Sedangkan untuk kontribusi secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat

membantu sekolah dalam menentukan whistleblowing strategy untuk meminimalkan resiko

(16)

4

TELAH PUSTAKA

Prosocial Organizatinal Behavior Theory

Prosocial organizational behavior theory menurut Brief dan Motowidlo (1986) merupakan perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh anggota sebuah organisasi terhadap

individu, kelompok, atau organisasi yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

individu, kelompok, atau organisasi tersebut. Perilaku prososial bukanlah perilaku altruistik.

Menurut Staub (1978) yang dikutip oleh Dozier dan Miceli (1985) bahwa perilaku prososial

adalah perilaku sosial positif yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat pada orang lain.

Namun tidak seperti altruisme, pelaku prososial juga dapat memiliki maksud untuk

mendapatkan manfaat/keuntungan untuk dirinya juga.

Prosocial organizational behavior menjadi teori yang mendukung terjadinya

whistleblowing. Brief dan Motowidlo (1986) menyebutkan whistle-blowing sebagai salah satu dari tiga belas bentuk prosocial organizational behavior. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dozier dan Miceli (1985) yang menyatakan bahwa tindakan whistleblowing dapat dipandang sebagai perilaku prososial karena secara umum perilaku tersebut akan memberikan

manfaat bagi orang lain (atau organisasi) disamping juga bermanfaat bagi whistleblower itu sendiri.

Prosocial organizational behavior theory memiliki beberapa variabel anteseden yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, Individual anteseden, merupakan

aspek yang berasal dari individu pelaku tindakan prososial seperti kemampuan individu

menginternalisasi standar keadilan, tanggung jawab individu terhadap lingkungan sosial, cara

penalaran moral dan perasaan empati terhadap orang lain. Kedua, Kontekstual anteseden,

merupakan aspek dari konteks organisasi dan lingkungan kerja seperti faktor norma,

kohesivitas kelompok, panutan, gaya kepemimpinan, iklim organisasi, tekanan, komitmen

organisasi, dan hal-hal lain yang dapat memengaruhi suasana hati, rasa kepuasan atau

ketidakpuasan (Brief dan Motowidlo 1986).

Minat Untuk Melakukan Whistleblowing

Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan,

dipelajari, dan diatur melalui pengalaman, yang memberikan pengaruh khusus pada respon

seseorang terhadap orang, obyek-obyek atau keadaan (Gibson et al., 2012). Secord dan Backman (1964) membagi sikap menjadi tiga komponen. Pertama komponen kognitif yang

(17)

5

emosional yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat

evaluatif. Ketiga komponen konatif, yaitu kesiapan dan kecenderungan untuk bertingkah laku

terhadap objek sikap. Konsep Secord dan Backman (1964) tersebut sejalan dengan konsep

TPB yang menyatakan bahwa sikap individu terhadap suatu perilaku atau tindakan

dipengaruhi oleh persepsi atau keyakinannya terhadap konsekuensi/dampak dari perilaku

(salient belief) dan penilaian subjektif terhadap pentingnya konsekuensi tersebut (subjective evaluation) oleh individu (Ajzen 1991; Park dan Blenkinsopp 2009; serta Winardi 2013). Untuk dapat menjadi whistleblower harus memiliki komponen kognitif atau keyakinan (salient belief) bahwa whistleblowing adalah suatu tindakan yang memiliki konsekuensi positif misalnya untuk melindungi organisasi, memberantas korupsi, memunculkan efek jera,

menumbuhkan budaya antikorupsi, menghasilkan manfaat pribadi seperti reputasi, reward.

Komitmen Organisasional

Mowday, Steers dan Porter (1979) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai

kekuatan relatif identifikasi dan keterlibatan individu dalam organisasi tertentu yang dapat

ditandai dengan tiga faktor terkait yaitu: pertama, keyakinan yang kuat dan penerimaan

terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi; kedua, kesediaan untuk mengerahkan usaha yang

cukup atas nama organisasi; dan ketiga, keinginan yang kuat untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organisasi (loyalitas). Pegawai yang memiliki komitmen organisasional

yang tinggi di dalam dirinya akan timbul rasa memiliki organisasi (sense of belonging) yang tinggi sehingga ia tidak akan merasa ragu untuk melakukan whistleblowing karena ia yakin tindakan tersebut akan melindungi organisasi dari kehancuran.

Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing

Komitmen organisasional berhubungan positif terhadap whistleblowing. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepercayaan pegawai sebagai whistleblower

potensial terhadap organisasi, maka semakin tinggi pula niat pegawai tersebut akan

melakukan whistleblowing. Komitmen organisasional bisa saja tidak berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan whistleblowing. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya keyakinan dari whistleblower potensial terhadap whistleblowing system bahwa jalur pelaporan tersebut relatif aman. Selain itu persepsi individu terhadap besarnya retaliasi yang

(18)

6

perlindungan terhadap saksi dan korban serta Hak Asasi Manusia (HAM) yang ada di

Indonesia. Septianti (2013) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional tidak

berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal karena

kurangnya kepercayaan pegawai bahwa jalur pelaporan internal adalah relatif aman dan

laporan mereka akan segera ditindaklanjuti oleh pengelola sistem pelanggaran.

Personal Cost

Personal cost of reporting adalah pandangan pegawai terhadap risiko pembalasan/balas dendam atau sanksi dari anggota organisasi, yang dapat mengurangi minat

pegawai untuk melaporkan wrongdoing (Schutlz et al., 1993). Anggota organisasi yang dimaksud dapat saja berasal dari manajemen, atasan, atau rekan kerja. Beberapa pembalasan

dapat terjadi dalam bentuk tidak berwujud (intangible), misalnya penilaian kinerja yang tidak seimbang, hambatan kenaikan gaji, pemutusan kontrak kerja, atau dipindahkan ke posisi yang

tidak diinginkan (Curtis 2006). Tindakan balasan lainnya mungkin termasuk langkah-langkah

yang diambil organisasi untuk melemahkan proses pengaduan, isolasi whistleblower, pencemaran karakter dan nama baik, mempersulit atau mempermalukan whistleblower, pengecualian dalam rapat, penghapusan penghasilan tambahan, dan bentuk diskriminasi atau

gangguan lainnya (Parmerlee, Near dan Jensen 1982).

Semakin besar persepsi personal cost seseorang maka akan semakin berkurang minat orang tersebut untuk melakukan tindakan whistleblowing. Personal cost dapat saja didasarkan pada penilaian subjektif (Curtis 2006), yang artinya persepsi/ekspektasi personal cost antar pegawai dapat saja berbeda bergantung penilaian masing-masing. Anggota organisasi yang kehilangan pekerjaannya atau mendapatkan gangguan setelah melaporkan

wrongdoing mungkin akan memandang pelaporan sebagai tindakan yang harus dibayar mahal dan dihukum. Oleh karena itu, tindakan whistleblowing akan merupakan fungsi persepsi (ekspektasi) individu bahwa kemungkinan tindakan whistle-blowing akan menghasilkan

outcome seperti perhatian manajemen terhadap keluhan, upaya penghentian wrongdoing, serta tidak ada pembalasan. Temuan mengejutkan datang dari penelitian Winardi (2013) yang

(19)

7

Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing

Septianti (2013) menyatakan bahwa personal cost berhubungan negatif terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal. Hal ini berarti semakin rendah personal cost, maka akan semakin besar niat pegawai untuk melakukan whistleblowing. Akan tetapi, personal cost bisa saja berhubungan positif terhadap niat untuk melakukan whistleblowing. Hal ini disebabkan whistleblower mengerti bahwa dampak yang akan didapatkan dari melakukan pelaporan dapat merugikan diri mereka baik secara fisik, ekonomi dan psikologis yang akan

berpengaruh dalam pembuatan keputusan etis.

Niat pegawai untuk melaporkan adanya pelanggaran adalah lebih rendah karena

tingkat personal cost yang tinggi menyebabkan whistleblower lebih baik diam karena mempertimbangkan orang-orang di dalam organisasi yang menentang tindakan pelaporan.

Pegawai merasa internal whistleblowing diperlukan, namun mereka tidak dapat melakukannya dikarenakan besar risiko atau pembalasan yang akan ditanggung serta sulitnya

mencari pekerjaan di masa depan untuk pekerjaan yang sama. Terlebih lagi jaminan hukum

mengenai whistleblowing masih belum tegas. Hal ini mungkin juga disebabkan karena pegawai tersebut kurang mengenali isu-isu mengenai tanggung jawab sosial yang lebih luas

terkait dengan whistleblowing. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Septianti (2013) bahwa personal cost tidak berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan whistleblowing karena adanya pengaruh dari sifat dan besarnya sanksi yang dikenakan oleh manajemen atau rekan kerja terhadap whistleblower merupakan penentu yang paling signifikan bagi keputusan whistleblower dalam mengkomunikasikan pelanggaran organisasi.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus menggunakan metode penelitian

kualitatif. Prosedur pendekatan kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati untuk mendeskripsikan minat

whistleblowing Dana BOS dalam aspek komitmen organisasional dan personal cost. Pengambilan data dengan teknik wawancara yang dilakukan dengan cara menanyakan

berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan topik penelitian kepada narasumber. Narasumber

dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan pengelola dana BOS di masing-masing

(20)

8

Teknis Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang terdiri dari

empat tahap di antaranya Data Collection, Data Reduction, Data Display, dan Conclusions ( drawing / verifying ). Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan metode wawancara kepada narasumber dari masing-masing sekolah. Setelah data terkumpul, yang dilakukan

selanjutnya adalah memilih hal-hal yang pokok dengan memfokuskan pada hal-hal yang

penting untuk penelitian dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Kemudian, melakukan

analisis dan menguraikan data secara singkat mengenai hasil data yang telah diolah. Terakhir

adalah penarikan kesimpulan mengenai data yang telah diolah. Penarikan kesimpulan berupa

(21)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek Penelitian dan Karakteristik Narasumber

Narasumber dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan pengelola dana BOS

di Salatiga. Penelitian ini melibatkan 6 sekolah sebagai objek penelitian, yaitu : SMP N 10,

SMP Kristen Satya Wacana, SMP N 4, SMP Stella Matutina, SMP N 6 dan SMP Pangudi

Luhur.

Tabel 1

Karakteristik Narasumber

Objek Posisi Pekerjaan Lama Bekerja

1. SMP N 10

2. Guru Matematika SMP N 10

3. Wakil Kepala Sekolah SMP N 10

1. Kepala Sekolah SMP Kristen Satya Wacana

2. Bagian Keuangan SMP Kristen Satya Wacana

1. Kepala Sekolah SMP N 4

2. Bagian Keuangan SMP N 4

1. Kepala Sekolah SMP Stella Matutina

2. Wakil Kepala Sekolah SMP Stella Matutina

1. Kepala Sekolah SMP N 6

2. Bagian Kesiswaan SMP N 6

1. Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur

2. Kepala Laboratorium SMP Pagudi Luhur

(22)

10

Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing

Komitmen organisasional yang tinggi terhadap sekolah, akan menimbulkan rasa

memiliki (sense of belonging) yang tinggi dan akan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk terlibat dalam memberikan hasil pemikiran untuk kemajuan organisasi. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian dari Bagustianto dan Nurkholis (2015) bahwa anggota organisasi

dengan komitmen yang tinggi akan cenderung memutuskan melaksanakan tindakan

whistleblowing dibandingkan yang memiliki komitmen organisasi rendah. Hasil kutipan wawancara dengan wakil kepala sekolah SMP Stella Matutina dan kepala sekolah SMP N 4 :

“Jelas dong Mas, kalau engga seneng kerja di sini ya udah lama saya keluar dari sini. Awalnya saya suka ngajar disini karena dekat dengan rumah jadi kalau ada pelajaran tambahan untuk murid saya yang kurang pandai saya bisa siap siaga. Dan salah satu cara itu terbutki ampuh dengan naiknya ranking sekolah kami dari tahun ke tahun.”

“Saya mah untuk sekolah ini kaya rumah kedua saya Mas udah 20 tahun lebih saya kerja disini. Memberi yang terbaik dari saya, tenaga pikiran semuanya Mas. Saya juga jarang ijin atau absen kecuali ada hal yang sangat darurat. Seingat saya, cuma 3 kali saya ijin, itu pun karena anak saya menikah dan sanak saudara ada yang berduka.”

Namun, kurangnya keamanan terhadap identitas whistleblower mengakibatkan banyak pegawai enggan untuk melaporkan tindak kecurangan atau fraud, meskipun pegawai itu sudah bekerja di sekolah tersebut untuk waktu yang cukup lama. Hal ini juga selaras

dengan apa diungkapkan oleh 8 orang narasumber melalui wawancara dan mendukung hasil

penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013), bahwa komitmen organisasional tidak

berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal karena kurangnya kepercayaan pegawai bahwa jalur pelaporan internal relatif aman. Hasil kutipan

wawancara dengan beberapa narasumber :

“Kita itu mau melaporkan Mas, tapi karena kita masih kurang percaya sama sistemnya, apalagi kan bisa disuap jadi ya mending kita nggak usah lapor walopun sebenernya saya sedih, wong udah kerja lama juga disini.(Hasil wawancara 26 Mei 2017)”

(23)

11

Dalam pengelolaan Dana BOS selama ini masih belum optimal dikarenakan

kurangnya pemahaman terhadap kebijakan dan tata cara dalam melakukan pengelolaan Dana

BOS tersebut serta kurangnya pengetahuan mengenai whistleblowing. Untuk beberapa sekolah sudah mencoba untuk mengatasi permasalahan ini dan contohnya adalah SMP

Kristen Satya Wacana Salatiga dan SMP Stella Matutina Salatiga. Dalam permasalahan ini,

masing-masing kepala sekolah mewajibkan kepada setiap pemegang jabatan penting di

sekolah untuk mengikuti program pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan Dana BOS

dan penetapan batas usia jabatan (maksimal 5 tahun). Usaha sekolah didukung oleh

Pemerintah dengan bentuk sosialisai dan pemberian buku panduan pengelolaan Dana BOS.

Berikut hasil kutipan wawancara dengan bagian keuangan SMP Kristen Satya Wacana :

“Kalau pelatihan jelas ada, apalagi untuk jabatan yang sangat riskan untuk sekolah. Biasanya 2 bulan sekali dilakukan pelatihan kalau tidak ada halangan. Selain itu, sudah ada buku mengenai tata cara pengelolaannya dan jobdesc nya juga. Jadi semua sudah diatur oleh pemerintah tinggal kita nya saja mau mengikuti atau tidak.”

Namun, masih banyak sekolah yang tidak memahami pentingnya pengelolaan Dana

BOS ini dan peran penting whistleblowing di dalamnya. Dari hasil wawancara, banyak pegawai maupun guru sebagai narasumber masih menganggap bahwa whistleblowing adalah politik adu domba antar pegawai yang dibuat oleh pimpinan, kemudian menimbulkan rasa

curiga antar pegawai dan sebagainya. Hal ini yang menjadi kendala untuk terciptanya minat

untuk melakukan whistleblowing karena orang yang melihat adanya pelanggaran akan sungkan, tidak mau mencampuri urusan orang lain atau tidak berani untuk melaporkan

pelanggaran tersebut. Berikut hasil kutipan wawancara dengan narasumber :

“Ya gimana ya Mas, kalau posisi jabatan saya dibawah orang yang melakukan kecurangan, saya bisa apa? Secara struktur organisasi saya harus laporan ke dia dan bisa saja posisi saya nanti yang terancam bahkan saya bisa dipecat. Jadi lebih baik saya tidak mencampuri dan berfokus ke kepentingan saya sendiri. Yang penting saya tidak melakukan tindakan seperti itu.”

Hasil dari wawancara dengan narasumber ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) yang menemukan bahwa komitmen

(24)

12

Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing

Personal cost dalam hal ini dapat diartikan sebagai faktor yang mempengaruhi minat pegawai untuk melakukan ataupun tidak melakukan tindakan whistleblowing. Berkaitan dengan dengan pengaruh personal cost, hasil dari penelitian ini bertentangan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) serta

Kaplan dan Whitecotton (2001) di Amerika Serikat. Hasil kutipan wawancara dengan kepala

sekolah SMP Stella Matutina dan kepala sekolah SMP Kristen Satya Wacana :

“Untuk pelaporan kan bisa dengan cara whistleblowing anonim. Jadi identitas pelapor tetap terjaga keamanannya. Apalagi kebanyakan guru dan pegawai disini sudah paham cara kerja pelaporannya dan aman, jadi saya berani untuk melaporkan karena saya tidak mau sekolah ini mengalami kerugian.”

“Tidak langsung dilaporkan Mas, malah kita harus benar-benar mencari bukti yang kuat sebagai jaminan bahwa laporan kita itu tidak untuk menjatuhkan rekan sekerja melainkan untuk kemajuan sekolah. Bahkan, jika saya tahu identias pelapor, saya tidak akan memberitahu rekan kerja yang lainnya karena pelapor berhak untuk dijaga kerahasiaan identitasnya.”

Pertimbangan personal cost dalam pengambilan keputusan untuk melakukan

whistleblowing atau tidak, harus sangat diperhatikan oleh calon whistleblower. Hal ini berkaitan dengan keamanan identitas dan keadaan mental yang nanti akan dihadapi oleh

whistleblower ketika identitasnya sudah diketahui oleh rekan di dalam satu tempat kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan konsep prosocial organizational behavior theory

yaitu bahwa tindakan whistleblowing merupakan tindakan positif yang dapat memnberikan manfaat positif bagi sekolah dan melindungi sekolah dari segala tindak kecurangan atau

fraud. Namun, faktor keamanan identitas pelapor masih menjadi suatu kendala yang menyebabkan whistleblower enggan untuk melakukan tindakan whistleblowing. Narasumber menyatakan bahwa mereka tetap akan melaporkan tindak kecurangan yang terjadi karena

banyak dari narasumber ingin melindungi eksistensi dan nama baik dari sekolah

masing-masing.

Sedangkan dalam hal personal cost dengan minat whistleblowing, menurut hasil penelitian, pegawai lembaga pendidikan relatif tetap melaporkan tindak kecurangan

meskipun ada kemungkinan mendapat tekanan sosial dari lingkungan kerja dan kemungkinan

(25)

13

bisa dilakukan dengan cara whistleblowing anonym atau pelaporan tanda identitas pelapor disertai dengan bukti-bukti yang memperkuat laporan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional

memiliki peran yang cukup besar dalam minat untuk melakukan whistleblowing. Hasil ini juga menjaga kesesuaian teori yang telah ada seperti prosocial organizational behavior theory, theory of planned behavior, dan konsep komitmen organisasional. Pegawai dengan masa kerja yang tinggi, cenderung lebih tinggi minat untuk melakukan whistleblowing

dibandingkan dengan pegawai dengan masa kerja yang relatif rendah.

Akan tetapi, sesuai dengan pernyataan dari sebagian narasumber, bahwa mereka

cenderung tidak akan melaporkan kecurangan atau wrongdoing dikarenakan sistem pelaporan yang kurang memadai. Hal ini mempengaruhi minat whistleblowing dalam aspek komitmen organisasi meskipun masa kerja nya sudah lebih dari 10 tahun.

Untuk minat whistleblowing dalam aspek personal cost, dalam melakukan pelaporan akan tindak kecurangan, whistleblower tersebut tidak mempertimbangkan faktor personal cost yang mungkin terjadi ketika laporan diberikan. Hal ini dikarenakan lingkungan sekolah selalu mendukung para whistleblower untuk melakukan pelaporan meskipun ada beberapa pihak atau orang tertentu yang tidak setuju. Akan tetapi, minat melakukan whistleblowing

beberapa whistleblower relatif rendah dikarenakan tidak pahamnya whistleblower akan

whistlebloweing anonym system sehingga membuat para pelapor masih takut akan personal cost yang harus diterimanya.

Penulis sangat menyarankan pemerintah maupun sekolah itu sendiri memberikan

pengetahuan dan pelatihan bagi kepala sekolah, guru, pengelola keuangan sekolah dan semua

pihak yang berkaitan dengan pengelolaan Dana BOS dan pentingnya melakukan

whistleblowing demi terciptanya lingkungan kerja yang harmonis dan nyaman.

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal jumlah sekolah dan jumlah pegawai

yang menjadi narasumber, dikarenakan tidak semua sekolah dan pegawai berkenan untuk

menjadi narasumber yang berkaitan dengan pengelolaan Dana BOS.

Keterbatasan penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk lebih

mengembangkan penelitian ini. Bagi penelitian mendatang, diharapkan dapat melakukan

penelitian mengenai pengelolaan Dana BOS di dalam aspek yang berbeda atau dari sudut

(26)

14

Salatiga dapat melakukan sosialisasi mengenai juknis Dana BOS yang telah dibuat kepada

sekolah-sekolah agar dapat memahami mengenai teknis pengeloalaan Dana BOS. Bagi

sekolah yang sudah memahami mengenai teknis pengelolaan Dana BOS, diharapkan dapat

(27)

15

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Planned Behaviour. Organizational Behaviour and Human Decision Processes. Vol. 50: 179-211.

Association of Certified Fraud Examiners. 2012. Report to The Nation 2012 on Occupational Fraud and Abuse. Austin USA.

Bagustianto, R. dan Nurkholis. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Untuk Melakukan Tindakan Whistle Blowing. Simposium Nasional Akuntansi XVIII, Medan, 16-19 September.

Brief, A., dan Motowidlo, Stephan J. 1986. Prosocial Organizational Behaviours. Academy of Management Review. Vol. 11 (4): 710-725.

Dozier, J., dan Miceli, M.. 1985. Potential predictors of whistleblowing: a prosocial behavior

perspective. Academy of Management Review. Vol. 10 (4): 823-836.

Gibson, J., Ivancevich, John M., Donnelly-Jr., James H., dan Konopaske, Robert. 2012.

Organizations: Behavior, Structure, Processes. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.

Kaplan, S., dan Whitecotton, S. 2001. An examination of auditors’ reporting intentions when another auditor is offered client employment. A Journal of Practice and Theory. Vol. 20 (1): 45-63.

Kaswandi. 2015. Evaluasi pengelolaan dana bantuan operasional sekolah di SD Negeri 027

Tarakan. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Vol.3 No.1 (Januari): 66-74.

Mesmer-Magnus, Jessica R. dan C. Viswesvaran. 2005. Whistleblowing in organizations: an examination of correlates of whistleblowing intentions, Actions, and Retaliation.

Journal of Business Ethics 52: 277-297.

Miceli, M., dan Near, J. 1985. Characteristics of organizational climate and perceived

wrongdoing associated with whistleblowing decisions. Personnel Psychology. 1985 (38): 525-544.

(28)

16

Sabang, M. Iskandar, 2013. Kecurangan, Status Pelaku Kecurangan, Interaksi

Individu-Kelompok, dan Minat Menjadi Whistleblower (Eksperimen pada Auditor Internal

Pemerintah. Tesis. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Schultz-Jr., Joseph J., Johnson, Douglas A., Morris, Deigan dan Dyrnes, Sverre. 1993. An

investigation of the reporting of questionable acts in an international setting. Journal of Accounting Research. Vol. 31: 75-103.

Secord, P., dan Backman, C.. 1964. Social Psychology. New York: The McGraw-Hill Book Company.

Susmanschi, G. 2012. Internal audit and whistleblowing. Economics, Management, and Financial Markets. Vol. 7 (4): 415-421.

Sweeney, P. 2008. Hotlines Helpful for Blowing The Whistle. Financial Executive. Vol. 24 (4): 28-31.

(29)

17

Hasil Wawancara Aspek Komitmen Organisasi

A. Pertanyaan 1 : Apakah bapak/ibu merasa memiliki ikatan emosional yang kuat

dengan sekolah tempat bapak/ibu bekerja?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narasumber selalu mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan

oleh sekolah.

B. Pertanyaan 2 : Apakah bapak/ibu selalu ingin melibatkan diri dalam upaya

pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh sekolah?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narasumber sudah sepakat dalam setiap penyusunan program sekolah

yang bertujuan untuk memajukan sekolah.

C. Pertanyaan 3 : Apakah bapak/ibu menggabungkan diri pada sekolah karena

keinginan sendiri? Apa motivasi bapak/ibu bergabung dengan sekolah

ini?

Narasumber : N1.1, N2, N3, N4 dan N5.1

Hasil : Narasumber sudah tertarik dari awal untuk melamar di sekolah

masing-masing karena program sekolah yang menarik.

Narasumber : N1.2, N5.2 dan N6

Hasil : Narasumber menggabungkan diri karena rekomendasi dari keluarga

atau teman.

D. Pertanyaan 4 : Menurut bapak/ibu, apakah keberadaan bapak/ibu disini merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pencapaian tujuan

sekolah?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narsumber selalu ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan sekolah.

E. Pertanyaan 5 : Bersediakah bapak/ibu untuk berupaya optimal agar dapat

memberikan hasil pemikiran dan tindakan demi memajukan sekolah

ini?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narasumber bersedia karena itu merupakan tanggung jawab dari

pekerjaan mereka.

F. Pertanyaan 6 : Bersediakah bapak/ibu untuk mengorbankan waktu dan pikiran demi

(30)

18 Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narasumber bersedia karena itu merupakan peran mereka disekolah.

G. Pertanyaan 7 : Seberapa kuat komitmen bapak/ibu untuk melaksanakan semua tugas

dan pekerjaan di sekolah ini dengan penuh tanggungjawab?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Selalu berusaha maksimal untuk menyelesaikan setiap tugas dan

pekerjaan dengan deadline yang telah ditentukan.

H. Pertanyaan 8 : Bagaimanakah bentuk bapak/ibu tetap setia dan loyal pada sekolah?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Setia sampai masa pensiun atau masa kontrak kerja selesai dan tidak

mengajar disekolah lain.

I. Pertanyaan 9 : Seberapa besar bapak/ibu merasa bertanggung jawab dan memiliki

kewajiban untuk memajukan sekolah ini?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Selalu memberikan inovasi demi perkembangan dan kemajuan

(31)

19

Hasil Wawancara Aspek Personal Cost

A. Pertanyaan 1 : Bagaimana sistem pengelolaan Dana BOS di sekolah ini? Seberapa

besar peran bapak/ibu terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan Dana

BOS?

Narasumber : N2.2 dan N3.2

Hasil : Untuk pengelolaan Dana BOS, diserahkan kepada bagian pengelolaan

keuangan sekolah dan narasumber diberi tanggungjawab untuk ikut

mengelola Dana BOS.

Narasumber : N1, N2.1, N3.1, N4, N5 dan N6

Hasil : Untuk pengelolaan Dana BOS, diserahkan kepada bagian keuangan

sekolah dan narasumber tidak terlibat secara langsung.

B. Pertanyaan 2 : Bagaimana cara bapak/ibu melaksanakan pengelolaan Dana BOS di

sekolah ini?

Narsumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Sesuai Juknis BOS yang diterbitkan oleh Diknas Salatiga.

C. Pertanyaan 3 : Seandainya bapak/ibu mengetahui terjadi pelanggaran atau

kecurangan, apakah bapak/ibu akan melaporkan pelanggaran atau

kecurangan tersebut?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narasumber akan melaporkan karena tindak kecurangan merupakan

pelanggaran yang dapat menimbulkan kerugian bagi sekolah.

D. Pertanyaan 4 : Dalam hal melaporkan pelanggaran atau kecurangan, apakah

bapak/ibu akan menggunakan nama samaran/anonim atau

melaporkan dengan identitas asli?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narasumber menggunakan nama samara karena tidak ingin

identitasnya diketahui.

E. Pertanyaan 5 : Tahukah bapak/ibu mengenai kebijakan perlindungan pelapor dan

kekebalan atas sanksi administratif pelapor? Mungkinkah kebijakan

ini membuat bapak/ibu lebih berani untuk melaporkan tindak

pelanggaran?

(32)

20

Hasil : Narasumber tahu dan kebijakan ini sangat membantu dalam

mengawasi dan melakukan pelaporan tindak pelanggaran yang

terjadi.

F. Pertanyaan 6 : Apakah ada fasilitas khusus untuk melaporkan pelanggaran

pengelolaan Dana BOS? Menurut bapak/ibu, apakah fasilitas saluran

khusus mempermudah bapak/ibu dalam melaporkan tindak

pelanggaran?

Narasumber : N!, N3, N5 dan N6

Hasil : Belum ada

Narasumber : N2 dan N4

Hasil : Sudah ada, dan mempermudah dalam proses pelaporan tindak

kecurangan yang terjadi.

G. Pertanyaan 7 : Apabila bapak/ibu telah melakukan pelaporan pelanggaran

penggunaan Dana BOS, apa tindakan bapak/ibu selanjutnya (meminta

informasi pengembangan hasil / meminta investigasi lebih lanjut)?

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Narasumber meminta informasi mengenai tindak lanjut yang

dilakukan oleh pihak yang ditunjuk untuk melakukan investigasi.

H. Pertanyaan 8 : Apa motivasi bapak/ibu ketika melakukan pelaporan tindak

pelanggaran? (misalnya karena adanya insentif atau imbalan)

Narasumber : N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil : Karena merupakan tanggung jawab dari narasumber untuk

melaporkan kecurangan sehingga meminimalkan terjadinya hal-hal

yang merugikan sekolah.

I. Pertanyaan 9 : Apakah saran yang bapak/ibu bisa berikan sebagai bentuk evaluasi

dan perbaikan yang harus dilakukan sekolah untuk meningkatkan

efektivitas pengelolaan Dana BOS?

Narasumber : N2 dan N4

Hasil : Membuat program pelatihan terhadap pengelolaan Dana BOS sesuai

dengan Juknis Pemerintah dan cara pelaporan yang sesuai dengan

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Narasumber

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, berdasarkan data laporan keuangan melalui Indonesian Capital Market Electronic Library BEI, tingkat rasio hutang

Berdasarkan hasil dari analisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi peningkatan skor kesadaran diri dalam belajar siswa kelas VIII A1 SMP Negeri 4 Singaraja setelah

Rancangan pengembangan kompetensi tersebut digunakan untuk meningkatkan kompetensi masing-masing pemegang jabatan agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Rancangan

Semakin banyak persaingan dalam industri musik recording, Studio White House ingin mempromosikan profil studionya dengan melalui media video, dengan menerapkan

Gigi geraham dapat dibedakan menjadi gigi geraham kecil atau rem%lar () dan gigi geraham besar atau M%lar (M) yang memiliki fungsi mengunyah dan melumatkan makanan...

Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen (Skenario 1) memberikan dampak yang negatif baik pada kebun petani plasma maupun kebun perusahaan

Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang pasar KJKS BMT Artha Bumi Asri Semarang yang diambil sebagai responden dalam penelitian ini