• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Birokrasi di Indonesia masa Indon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Birokrasi di Indonesia masa Indon"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM BIROKRASI DAN PEMERINTAHAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA SEBELUM MASA KEKUASAAN BELANDA HINGGA ABAD KE-19

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Sejarah Indonesia Baru

Yang dibina oleh Dr. R. Reza Hudiyanto, M.Hum

Oleh

Abdul Muiz Humaidi (130731607257)

Fatkhur Roji (130731607258)

Galih Yoga Wahyu Kuncoro (130731615690)

Melliya (130731607243)

Tabita Asih Panglipur (130731607237) Trias Ulul Himmah (130731616743)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN SEJARAH

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada dan berkembangnya sistem birokrasi dan pemerintahan di Indonesia telah ada dan berkembang bahkan semenjak adanya pemerintahan Hindia Belanda. Sistem birokrasi ini berawal dari sistem pemerintahan yang dianut berdasarkan pada saat dibentuknya pusat dalam bentuk kerajaan Hindu-Buddha hingga

berkembangnya Islam di Nusantara.

Tidak dapat dipungkiri, perkembangan sistem birokrasi ini memiliki begitu banyak variatif ditiap masing-masing wilayah di Nusantara. Hal ini tercermin dari beberapa sistem birokrasi yang dipakai dan juga perkembangan awal dari

penggunaan bahasa resmi sebagai pengantar. Perkembangan bahasa pengantar ini sendiri ini rupanya berasal dari bangsa Arab, dimana Penyebaran dari sistem

birokrasi ini sendiri berawal dari adanya kegiatan perdagangan. Tulisan Arab itu sendiri sebagai cikal bakal terbentuknya tulisan Arab yang telah disesuaiakan dengan pelafalan orang Nusantara.

Sedangkan pada hal digunakannya bahasa Arab sebagai pengantar adalah hasil dari kegiatan perdagangan. Kala tersebut, Nusantara sangat terkenal dan banyak disinggahi pedagang dari luar negeri dan bersinggah. Pedagang yang bersinggah tidak hanya berkeperluan dalam hal perdagangan saja, tapi juga untuk menyebarkan ajaran mereka.

Itulah yang menjadikan adanya kesamaan mengenai penggunaan bahasa pengantar dalam suatu sistem birokrasi. Dapat dijadikan contoh dalam hal ini yakni adanya kesamaan mengenai sistem birokrasi yang ada di Sumatera dengan yang ada di Sulawesi, begitu juga yang ada di Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Kesamaan tersebut tercermin dari peran sang penguasa dalam hal ini yakni raja yang berkedudukan paling tinggi diatas sebuah pemerintahan, yang

pemerintahannya itu dibantu oleh beberapa pembantu pemerintahan seperti patih, penghulu dsb. Meski tidak secara keseluruhan penggunaan nama yang pakai itu relatif berbeda, namun dilihat dari fungsi dan peran dpaat dikatakan sama atau memiliki kemiripan.

(3)

topik saja. Banyaknya pemilihan topik menjadikan semakin luasnya wawasan dan memudahkan dalam hal mencari titik tengah dan titik temu diantaranya.

Di Nusantara sendiri memiliki begitu banyak wilayah dengan sistem

birokrasinya, itulah yang menjadikan pengambilan wilayah dalam kawasan tertentu dilakukan. Dalam hal ini semisal dari kawasan Sumatera diambil pada provinsi Aceh, Jawa Tengah pada Jawa, NTB pada Nusa Tenggara dsb. Lantas dari hasil itulah dapat dikaitkan masalah dan titik temunya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistek birokrasi di Sumatera, Jawa dan Bali?

2. Bagaimana sistem birokrasi di Kalimantan, Sulawesi dan NTB? 3. Bagaimana hubungan sistem birokrasi dari wilayah-wilayah tersebut?

1.3 Tujuan

1. Untuk mendiskripsikan bagaimana sistek birokrasi di Sumatera, Jawa dan Bali?

2. Untuk mendiskripsikan bagaimana sistem birokrasi di Kalimantan, Sulawesi dan NTB?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Birokrasi di Sumatera, Jawa dan Bali.

a) Aceh

Negara Aceh terbagi menjadi tiga wilayah yakni daerah inti, daerah pokok dan daerah takluk. Negara-negara tersebut terletak disebelah Barat maupun timur Pulau Sumatera yang sebagian besar merupakan kota-kota pelabuhan dan yang menghasilkan barang-barang penting bagi perdagangan. Jalannya pemerintahan yakni bergantung pada penguasa pada saat itu juga. Sehingga ketika kekuasaan Sultan mulai menurun, maka daerah-daerah mempunyai kebebasan yang kian besar.

Menurut sebuah buku undang-undang yang berasal dari abad ke-17 yaitu Kitab Adat Meukuta Alam, Sultan mendapat hadiah dari orang-orang asing yang berkunjung di Aceh. Tidak hanya itu, Sultan Aceh juga mendapat penghasilan dari beberapa hak istimewa yang dipunyainya. Bentuk kesatuan kecil di kesultanan Aceh adalah gampong (kampung) yang struktur

organisasinya tidak jauh berbeda dengan saat ini dan diketuai oleh Keucik.

Gampong-gampong yang letaknya dekat dengan istana diwajibkan untuk menyediakan tenaga guna secara bergilir menjada istana dan

membersihkannya. Disetiap meunasah pun juga biasanya digunakan sebagai tempat belajar ilmu keegamaan yang dijalankan oleh Teungku Meunasah.

Dalam memutuskan keputusan dalam gampong, Keucik dibantu oleh tokoh-tokoh di kampung atau orang-orang tua yang dianggap arif bijaksana dalam bentuk mufakat dengan penduduk laki-laki dewasa dalam gampong.

Beberapa gampong yang berdekatan dengan jumlah laki-laki ada 40 orang lebih, wajib bersembahyang Jum’at bersama dimasjid. Lalu gampong tersebut membentuk mukim (tempat tinggal dalam Bahasa Arab). Wilayah kesultanan Aceh dibagi menjadi 3 wiayah, yakni : Istana sultan, Mukim-mukim lobatan, Distrik III Mukim dan Masjid Raya dan sekitarnya.

(5)

daerah terdiri dari sejumlah mukim. Tiap-tiap sagi dikepalai oleh Panglima Sagi, sedangkan pada setiap distrik dikepalai oleh seorang hululabang. Pada hakikatnya kedudukan raja atau sultan lebih digunakan dalam bentuk lambang semata. Hululabang diangkat oleh raja dengan surat tetapan yang dibubuhi materi kerajaan.

Sedangkan dibagian pantai timur terdapat juga wilayah yang diperintah oleh 4 orang kepala dan tiap-tiap kepala mempunyai wilayah yurisdiksi sendiri. Didalam pemerintahan, sultan dibantu oleh seorang mangkubumi. Dibawah mangkubumi terdapat 4 orang pejabat tinggi yang disebut mantri hari-hari. Hingga pada abad ke-17 dan ke-18 terdapat jabatan-jabatan yang lebih lengkap didalam istana sultan, antara lain hululabang rama setia, raja udah na laila dan kerkun katib al-muluk.

b) Jawa Tengah

Raja memiliki kekuasaan tertinggi yang terpisah dari pejabat-pejabat birokrasi di bawahnya. Sistem pemerintahan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pemerintahan dalam istana (peprintahan lebet) dan pemerintahan luar istana (peprintahan jawi).

Untuk pemerintahan di dalam istana diserahkan kepada empat orang wedana dalem. Wedana Gedong Kiwa, Wedana Gedong Tengen memiliki tugas mengurus keuangan negara dan kebendaharaan negara. Wedana Keparak mengurusi keprajuritan dan pengadilan. Untuk mengurusi daerah di Kutagara, diangkat dua orang Tumenggung.

Wilayah Negara Agung dipimpin oleh Wedana Jawi. Dibantu oleh Kliwon sama halnya dengan Wedana Lebet. Wedana Jawi ini dipimpin seorang Patih Jawi yang tugasnya tidak hanya menyangkut wilayah Negara Agung.Wilayah Mancanegara, baik yang mancanegara wetan dan

mancanegara kilen dipimpin oleh bupati.

(6)

Pengaruh VOC

Setelah abad 18 pembagian wilayah mulai terpengaruh oleh VOC. Setelah pemerintahan Sultan Agung, Mataram mengalami kemunduran. Wilayahnya semakin menyempit karena adanya aneksasi yang dilakukan oleh VOC.

“... setiap pergolakan yang terjadi dalam kerajaan Mataram pihak VOC selalu mendapatkan keuntungan berupa perluasan wilayah atau berupa konsesi atas aktivitas perdagangan tertentu dalam wilayah Mataram sebagai imbalan atas jasa-jasanya.” (Bambang Suwondo, Sutrisno Kutoyo. 1987:67)

Akibatnya Mataram tidak sanggup lagi mengadakan monopoli perdagangan beras, karena sejak masa Sultan Agung, Mataram

menggunakan politik menutup diri dan tidak sanggup lagi menguasai lautan dan berdagang dengan Malaka. Hal ini terkait dikuasainya Malaka oleh VOC. Mataram makin membutuhkan uang bukan saja untuk membiayai perang dan pemberontakan dan perebutan mahkota yang terjadi setelah wafatnya Sultan Agung.

“Mataram telah menjadi daerah protektorat VOC sejak 11 Desember 1749 waktu Paku Buwono II dalam keadaan sakit payah menitipkan seluruh wilayah kepada VOC.” (Bambang Suwondo, Sutrisno Kutoyo. 1987:73)

Sejak wafatnya Sultan Agung, VOC makin memainkan peranan yang aktif dalam bidang politik. Campur tangan mereka makin nyata dalam urusan dalam negeri Mataram karena kelemahan pribadi para Sultan di Jawa.

Amangkurat I terpaksa meminta bantuan Belanda dan sikap itu diteruskan oleh Amangkurat II dalam rangka menghadapi Trunajaya. Pangeran Puger menandatangani perjanjian dengan VOC pada waktu menghadapi

Amangkurat III serta Untung Suropati. Puncak keliahaian Belanda dalam merongrong kekuasaan Mataram ialah ketika pada tahun 1749 Paku Buwono II menyerahkan seluruh kekuasaan Jawa kepada Belanda. Sejak itu semua penobatan Sultan atau Susuhunan di Jawa harus mendapatkan persetujuan Gubernur Jenderal di Batavia.

c) Bali

(7)

Kekuasaan raja juga tampak di bidang lain, seperti pada pengerahan tenaga rakyat untuk memperbaiki bendungan. Di bali masalah pengairan merupakan masalah penting bagi kerajaan. Apabila ada bendungan yang rusak, raja-raja yang berkepentingan mengumumkan gebug gumiyan kepada seluruh rakyat mereka. Meskipun pengertian gebug gumiyan adalah semacam “dalam” keadaan perang”, dalam hubungan ini dapat diartikan bahwa negara dalam keadaan bahaya.

Kekuasaan raja juga tampak dalam situasi perang. Apabila raja mengumumkan perang, penduduk laki-laki di seluruh wilayah negara yang masih kuat diwajibkan datang dengan membawa senjata mereka masing-masing. Dalam bidang politik raja berkuasa untuk mengambi keputusan-keputusan seperti mengadakan perjanjian dengan kerajaan lain ataupun kekuasaan luar, mengumumkan perang dan damai, di samping kekuasaannya untuk mengangkat, memindah, ataupun memecat pejabat-pejabat birokrasi kerajaan.

Sistem penggantian raja di Bali didasarkan atas keturunan. Biasanya pengganti raja yang meninggal adalah putra laki-laki tertua atau satu-satunya putra laki-laki yang lahir dari permaisuri yang berasal dari golongan

bangsawan (ksatria). Penggantian raja yang meninggal dapat dilakukan dengan pelbagai cara, tetapi pemegang kekuasaan baik yang tetap maupun yang sementara selalu dari bangsawan keluarga dekat raja.

Sistem Birokrasi

Untuk menjalankan pemerintahan di seluruh wilayah suatu kerajaan, raja dibantu oleh para pejabat pemerintahan yang secara hierarkis menduduki fungsi tertentu dalam birokrasi kerajaan. Sebagai pusat pemegang kekuasaan adalah raja, yang di dalam mengambil kebijakan pemerintahan didampingi oleh sebuah dewan kerajaan yang bernama Pasamuan Agung.

Dalam melakukan pekerjaan sehari-hari raja di bantu oleh seorang Bagawanta. Di bawah raja terdapat jabatan patih, prebekel, atau pembekel kota dan punggawa-punggawa daerah. Peradilan di tiap kerajaan

diselenggarakan oleh suatu majelis, yang disebut Kerta. Majelis ini mendasarkan keputusannya atas peraturan-peraturan dan

(8)

ada pejabat lain yang berfungsi sebagai pencatat, seperti panitera pengadilan yang diebut Kanca.

Pejabat yang menghubungkan raja dan masyarakat pengairan adalah kepala pengairan yang disebut sedahan gede atau sedahan agung, juga sering disebut panyarikan gede. Di bawah jabatan ini terdapat jabatan

sedahan tembuku yang bertugas mengawasi pengaliran air ke sawah-sawah dan menerima pajak pemakaian air. Di bawahnya terdapat jabatan klian subak yang ditugaskan langsung mengatur pengaliran air ke sawah-sawah dan mengurusi administrasi pemasukan uang dari pemakai.

Tugas kepolisian untuk keamanan seluruh wilayah kerajaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan, tetapi juga yang menyangkut politik. Dalam hubungan ini raja-raja dan para pembesar bali mempunyai petugas mata-mata yang disebut dolop atau pacalang. Petugas-petugas ini disebar ke daerah-daerah untuk mengawasi

kemungkinan timbulnya penentangan terhadap raja ataupun hal-hal yang membahayakan kerajaan. Petugas khusus semacam ini dikerajaan Tabanan disebut pangruruh atau jejeneng.

Sifat religius penduduk Bali sangat tebal. Oleh karena itu, kedudukan para pendeta agama, baik siwa maupun buddha sangat terhormat. Di dalam kerajaan-kerajaan, tugas-tugas yang bersifat keagamaan menduduki tempat yang penting pula. Di puri-puri terdapat pedanda-pedanda yang ditugaskan memimpin upacara-upacara keagaaman, seperti pelantikan raja baru, pembakaran jenazah raja dan keluarganya, upacara pada hari-hari besar keagamaan, dan pemujaan pada dewa-dewa. Raja mempunyai tempat-tempat pemujaan dengan pendeta-pendeta khusus yang mengurusinya. Pendeta-pendeta tidak hanya terdapat di pusat-pusat kerajaan, tetapi juga di daerah-daerah sampai pada kesatuan wilayah kecil tingkat desa. Dapat dikatakan bahwa tiap-tiap desa di Bali mempunyai tempat pemujaan yang diurus oleh pendeta beserta pembantu-pembantunya.

2.2 Sistem Birokrasi di Kalimantan, Sulawesi dan NTB.

(9)

Adapun pembagian sistem birokrasinya yakni Sultan sebagai

pemegang tertinggi kekuasaan dibantu oleh seorang mangkubumi atau patih yang bertugas sebagai kepala pelaksanaan pemerintahan. Seorang

mangkubumi iu sendiri masih didampingi oleh para penggapit mangkubumi yang terdiri dari penghulu. Tugas pengulu itu sendiri bertugas sebagai pemuka agama, patih balit, patih kuwin, dan patih mahir yang masing-masing memiliki tugas sebagai hakim dalam istana.

Pembagian jabatan macam ini terpengaruh dengan sistem pada kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa terutama pada abad ke-16 dan ke-17 yang begitu terasa di Banjar. Jabatan tersebut biasanya diserahkan pada seorang bangsawan, keluarga dekat raja dsb.

Setelah jabatan mangkubumi terdapat jabatan mantri panganan, mantri pengiwa, mantri bumi dan 40 orang mantri sikap. Terutama pada tiap-tiap mantri sikap terdapat petugas bawahannya sebanyak 100 orang. Adapun tugas dari mantri-mantri tersebut, yakni : Mantri panganan dan mantri pengiwa : mengurus bidang kemiliteran, mantri bumi dan mantri sikap : mengurus kebendaharaan istana dan pemasukan pajak sebagai penghasilan negara.

Dari para mantri tersebut, ada pula yang berasal dari rakyat biasa. Namun karena ditunjang atas kecakapannya, oleh raja rakyat biasa tersebut dapat diangkat sebagai pejabat istana. Umumnya mereka ini memakai gelar kiai atau tumenggung. Mengenai sistem Birokrasi yang ada pada Kerajaan Banjar ini, terdapat pula uraian yang terperinci mengenai jabatan-jabatan dalam negara Banjar sebelum abad ke-19 dalam Hikayat Carita Raja Banjar dan Raja Kota Waringin. Selain adanya jabatan-jabatan seperti diatas, raja memiliki kelompok-kelompok pejabat khusus untuk mengurus rumah tangga istana. Mengenai pembagian kelompok dan tugas masing-masing, dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kelompok sarasawisa : mengurus rumah tangga. Beranggota 50 orang, dan dikepalai oleh surabraja. Kelompok ini berada di bawah pengawasan dari mantri panganan dan pengiwa. Markasnya di pagungan (bangunan tinggi di kompleks istana).

(10)

3. Kelompok mamagarsari : mengawal raja ktika menghadap pembesar kerajaan. Beranggotakan 40 orang dan dikepalai oleh sarayuda.

4. Kelompok saragani : memelihara alat-alat senjata api, dikepalai oleh seorang saradipa bernama wangsanala.

5. Kelompok khusus dalam mengurus upacara-upacara kerajaan dibawah pimpinan mengumbara.

6. Kelompok mawarga (kerohanian) sebagai pendamping raja pada saat upacara-upacara kerajaan.

7. Pejabat rasajiwa : membawa benda-benda upacara lambang kebesaran raja. 8. Kelompok pergamelan : menyempurnakan, mengembangkan dan

mempergelarkan sei tari, gamelan dan pertunjukan lainnya di istana. Diketuai oleh astaprana.

9. Kelompok tuhaburu : mengiring raja selam berburu, yang diketuai oleh puspawana.

10. Kelompok pariwala atau singabana : menjaga keamanan pasar, ketuanya yakni pejabat singantaka atau singapati.

11. Kelompok petugas juru gaduh gedong dan jurung : mengurusi bahan makanan, terutama padi.

12. Kelompok petugas juru bandar : mengurus bidang perdagangan laut yakni penarikan bea cukai yang dikepalai oleh anggamarta.

b.) Kalimantan Barat

Sistem Birokrasi pada Kerajaan Sintang di Kalimantan Barat ini tertuju pada kerajaan yang berdarar ningrat saja. Yakni panemabahan (raja) dan keluarganya, bangsawan pemangku jabatn dan bangsawan tanpa jabatan. Dalam menjalankan tugasnya, raja dibantu oleh patih , sejumlah menteri dan pejabat-pejabat lainnya.

(11)

1. Kepala Kampung Melayu : terdapat kelompok pemuka agama atau penghulu yang mengatur urusan keagamaan.

2. Kapiten Cina : mengepalai para penduduk Cina dan memiliki bawahan yang disebut Lao Thay. Tugasnya yakni bertanggung jawab pada bidang ekonomi yaitu perdagangan dan pekerja tambang emas.

3. Kepala kampung Dayak : terdiri dari kekuasaan kerajaan dan kelompok Dayak taklukkannya diatur dalam sistem berbentuk cacah. Tumpuan kekuasaan dari jumlah manusia sebagai kaulah. Penguasa tertinggi membangun legitimasi kekuasaannya dengan mengukuhkan diri sebagai keturunan dari pembuka awal permukiman atau cikal bakal kerajaan. Susunan politik berawal ari rumah-rumah panjang. Keluarga merupakan satuan unit (keluarga). Persoalan yang seringkali timbul yakni karena adanyacampur tangan pihak luar dalam kepentingan atau tujuan tertentu.

c.) Sulawesi

Dalam pemerintahan kerajaan, seorang raja dibantu oleh sekian banyak pembantu dekat yang mempunyai bidang tugas masing-masing. Di Sulawesi Selatan terdapat juga suatu sistem birokrasi sebagai alat pengatur kehidupan kerajaan. Sistem birokrasi kerajaan Bone, Wajo, dan Gowa.

Ketiganya merupakan contoh birokrasi kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan yang mempunyai persamaan dan perbedaan.

Di dalam petumbuhan selanjutnya kawerrang Tana Bone berubah menjadi Watampone, yaitu istilah yang berasal dari kata watam dan Bone

yang berarti “Pusat Bone”. Sejalan dengan pertumbuhan dan peubahan itu, diperlukan pula pelbagai aparat untuk menjalankan negara kerajaan Bone. Pada dasarnya semua pejabat yang menjalankan pemerintahan Bone itu masih mempunyai hubungan keturunan denagn Arung MangkauE ri Bone, dan semua pejabat itu disebut dengan istilah pakkatenni ade, tetapi jenjang dan pelapisan mereka itu telah di tentukan di dalam wari (pelapisan

masyarakat). Matoa PituE kemudian berubah fungsinya sebagai pejabat negara secara penuh karena kedudukannya sebagai sebagai kepala-kepala

(12)

Selain itu terdapat pula pejabat-pejabat yang lebih rendah

tingkatannya, tetapi sangat penting artinya dalam pemerintahan kerajaan Tana Bone. Mereka itulah dikenal istilah ponggawa yaitu Panglima Angkatan Perang Negara Kerajaan. Pejabat inilah yang bertugas mengatur keamanan dan pertahanan, dan dibawah langsung oleh raja Bone. Pejabat ini disebut juga dengan istilah Petta PonggawaE, dan membawahi tiga orang panglima, disebut dulung, yaitu (1) dulung awang tangka, yakni panglima yang

menguasai daerah-daerah perairan; (2) dulung ajang ale’, yakni yang menguasai daratan dan hutan; (3) dulung lamuru, yakni yang menguasai daerah-daerah perbatasan. Selanjutnya di bawah ketiga dulung ini terdapat pejabat-pejabat panggulu jowa atau anre-guru jowa sebagai pemimpin-pemimpin pasukan laskar.

Menurut keterangan yang terdapat di dalam lontara, kerajaan Gowa sebelum kedatangan To-Manurung di Gowa, terdapat sembilan kelompok penduduk yang disebut anang. Kesembilan orang ini mendiami wilayahnya masing-masing yang dipimpin oleh seorang kepala yang disebut dengan

karaEng, anrongguru dan gallarang.

Di dalam perkembangannya kesembilan orang ini merasa

membutuhkan seorang pemimpin di antara mereka, dan dipilihlah seorang ketua yang mereka sebut dengan paccalla yang merupakan penasihat diantara kesembilan anang itu. Akan tetapi, tampaknya kedudukan seorang

paccalla yang hanya berfungsi sebagai penasihat untuk menjaga perdamaian di antara mereka, kurang memuaskan para penguasa tersebut. Mereka membutuhkan seorang pemimpin yang berkedudukan “lebih” dari seorang penasihat belaka.

Kerajaan Wajo juga telah mempunyai sistem pemerintahan yang cukup mampu mengatur dirinya sebagai suatu negara, sebagaimana halnya dengan kerajaan Tana Bone dan Gowa. Struktur pemerintahan mereka adalah sebagai berikut: Battempola, Talo’tenreng, dan Tau’. Ketiga kelompok ini merasa memerlukan seorang pemimpin yang dapat mengikat mereka dalam satu ikatan kerajaan Wajo.

Untuk itulah mereka sepakat mencari seorang pemimpin untuk mereka. Raja yang pertama diangkat untuk maksud itu yang digelari denag

(13)

Terdapat juga jabatan lainnya yaitu Pa’bate (Bate) Lompo yaitu bertugas mengurus masalah-masalah perang, akan tetapi kemudian berkembang, dan mencampur urusan-urusan kerajaan secara lebih luas. Ketiga orang

Paddanreng juga di dampingi oleh lembaga yang disebut Arung Mabbicara

(pertuanan yang menetapkan hukum) adalah sebagai berikut:

1. Ma’dette bacara, yaitu bertugas menetapkan hukum/undang-undang. 2. Matteta’ mappano-pate’ bicara, yaitu bertugas mengesahkan,

mengumpulkan, dan menyampaikan pelbagai hal peraturan perundang-undangan untuk di tangani oleh Petta Wajo.

Selanjutnya terdapat lembaga yang beranggotakan tiga orang yang berasal dari ketiga pendiri negeri Tana Wajo yang disebut dengan Suro ri Bateng. Lembaga ini bertugas menyampaikan kepada rakyat hasil-hasil pemufakatan dan perintah dari Petta Wajo. Gabungan keseluruhan anggota-anggota lembaga disebut dengan Arung PattapuloE (pertuanan yang empat puluh) atau disebut juga dengan Puang ri Wajo, yaitu penguasa Tana Wajo. Perlengkapan kenegaraan lainnya disebut istilah Punggawa (Matoa), yang mengepalai perkampungan-perkampungan Majauleng, Sabbangparu, dan Takalalla’. Para punggawa ini bertugas menjalankan pemerintahan secara langsung kepada rakyat di daerah kekuasaannya; dialah yang menjdai peghubung antara para Arung Lili’ (raja-raja bawaan) dengan petta wajo. Karena itu, para punggawa ini digambarkan sebagai inanna tau maegaE yaitu “induk dari orang banyak”.

d.) NTB

Kerajaan Sumbawa

Seluruh wilayah dibagi atas kedemungan dan tiap kedemungan diperintah oleh seorang Demung. Tiap kedemungan dibagi atas beberpa kampung. Kampung dikepalai oleh seorang kepala kampung. Disumbawa sendiri kampung merupakan kesatuan administratif yang terkecil. Untuk struktur pemerintahannya kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja (Dewa Masmawa).

(14)

keamanan dan pertahanan. Sedangkan untuk keputusan adat tertinggi adalah yang dihasilkan oleh keputusan permusyawaratan Menteri Telu, mamanca lima dan Lelurah Pitu. Keputusan yang ringan dikerjakan oleh musyawarah Tau Telu, yaitu Rangga (ketua dewan menteri), Longan Samapiun (ketua mamanca Lima) dan Ngeru (ketua Lelurah Pitu).

Anggota mamanca lima ialah : Longan samapiun, kadimangan, demungu langu, menteri tuban dan mekal tana. Sedangkan anggota lelurah pitu adalah : ngeru, demung pulit, nyaka samapulin, nyaka pamulung, nyaka bangkong, nyaka berare dan nyaka Lamok. Semuanya itu disebut Lante Reya. Tugasnya adalah diserahi memimpin wilayah yang lebih kecil, artinya mereka langsung berhubungan dengan rakyat. Wilayah, segala pejabat, rakyat dan segala pekerjaan yang menjadi beban baktinya disebut Pengantong.

Untuk urusan keagamaan diserahkan kepada Lembaga hukum Syara’ yang diketuai oleh Qadhi dan anggota-anggotanya yaitu Imam, penghulu, lebe dalam, kabir dan Rura. Sedangkan untuk penghasilan para pejabat kerajaan dibebankan kepada rakyat, yaitu untuk raja disebut Bunga Antin, sedangkan untuk pajabat-pejabat lainnya disebut Bekal Beraya. Pejabat juga memperoleh sawah yang digarap oleh rakyat (Pamangan).

Namun setelah Sultan Muhammad A,barulah menandatangani kontrak politik (27 februari 1875) pemerintahan berdasar adat yang sebelumnya (Tana Samawa) tidak berperan lagi.

1. Kerajaan Bima

Dalam menjalankan pemerintahan, raja dibantu oleh majelis pemerintahan harian (Majelis Tureli) yang anggotanya terdiri dari : Tureli parado, Tureli Woha, Tureli Belo, Tureli Sakuru, Teruli Bolo dan Teruli Donggo. Majelis tureli tresebut dikepalai oleh Tureli Nggampo yang dijabat oelh adik kandung sultan atau keluarga terdekat. Selain tureli, adalagi Majelis Adat yang dikepalai oleh Bumi Luma Rasanae yang dibantu oleh Bumi Luma Bolo, anggotanya terdiri dari 12 orang dengan gelar Bumi Nae. Majelis ini berfungsi sebagai dewan perwakilan rakyat kerajaan yang berhak

mengangkat dan memberhentikan raja.

(15)

beranggotakan 4 orang. Dalam urusan agama sultan dibantu oleh majelis agama yang dikepalai oleh Qadli atau Imam kerajaan Bima yang

beranggotakan 4 orang khatib kerajaan yang dibantu oleh 17 lebenae.

2. Kerajaan Dompu

Kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja, seluruh kerajaan Dompu dibagi menjadi 4 kejenelian masing-masing kejenelian Dompu, kempo, Kilo, huiul. Tiap kejenelian diperintah oleh Jeneli yang membawahi beberapa orang gelarang yang memerintah kegelarangan. Dalam menjalankan pemerintahan, raja dibantu oleh majelis adat dan majelis Agama. Majelis adat beranggotakan 4 orang, yaitu Raja bicara, Rato Rasanae, Rato parenta dan Rato Renda. Majelis adat berwenang mengangkat dan memberhentikan raja.

3. Kerajaan Sanggar

Kerajaan ini merupakan kerajaan terkecil diantara kerajaan lain yang ada. Batasan kerajaan ini adalah sebelah timur dengan laut Jawa, sebelah selatan dengan Kerajaan Dompu, sebelah barat dengan kerajaan Dompu dan sebelah utara dengan laut Jawa. Susunan pemerintahannya sangat

sederhana karena wilayah dan penduduknya sedikit. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja, dalam melaksanakan pemerintahannya raja dibantu oleh Jeneli yang membawahi beberapa gelarang.

2.3 Hubungan Sistem Birokrasi di beberapa wilayah-wilayah Nusantara.

Menyebarnya ajaran mengenai sistem tata negara atau yang biasa disebut dengan sistem birokrasi atau pemerintahan ini bermula dari adanya kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh orang luar. Pengaruh paling besar yang

memberikan konstribusinya yakni dari bangsa Arab, ini dikarenakan bangsa Arab lah yang memiliki jumlah pedagang paling banyak berdagang di Nusantara.

(16)

Kegiatan dalam meninggalkan ajaran kepada masyarakat setempat di Nusantara yakni dengan memberikan ajaran baik secara langsung maupun tertulis dalam bentuk buku. Pengajaran tersebut dilakukan bersamaan ketika proses perdagangan sedang berlangsung. Ini diarenakan setiap proses perdagangan pastilah ada yang namanya interaksi dan timbal balik.

Dari hasil buku yang ditinggalkan untuk diajarkan inilah yang menjadi

pedoman rakyat Nusantara dalam penerapan menerima ajaran. Berkelanjutan dari hasil ajaran yang dibawa bangsa Arab ini yang akhirnya membawa pengaruh terhadap adanya sistem birokrasi. Secara tidak langsung, ajaran dari bangsa Arab berdampak terhadap munculnya sistem birokrasi yang baru yang berpedoman pada catatan dalam bentuk buku berbahasa Arab.

Mengenai bahasa Arab itu sendiri pun nantinya berkembang dalam bentuk Bahasa Arab pego, yakni bahasa Arab yang telah disesuaikan dengan logat dan pengucapan rakyat Nusantara sendiri. Perkembangan dari bahasa Arab bentuk itulah yang nantinya menjadi cikal bakal lahirnya bahasa Melayu. Perkembangan bahasa dan standarisasi, perlu adanya untuk mempermudah dalam hal interaksi dan komunikasi dalam hal perdagangan.

Adanya sistem birokrasi dalam suatu pemerintahan tentu penting adanya, karena tanpa adanya sistem birokrasi ini, sang penguasa yakni dalam hal ini Raja akan kesusahan dalam hal mengatur dan memakmurkan rakyatnya. Begitu pula rakyat akan kebingungan dan selalu dilanda konflik karena tidak adanya peran pemimpin diantara mereka. Sistem birokrasi juga memiliki andil dalam mewujudkan kegiatan perekonomian dan tata sosial masyarakat. Sehingga dapat tercipta

keharmonisan dan kerukunan sesama umat manusia.

Seiring dengan berkembangnya zaman kala itu, yakni pada abad ke-16 Nusnatara bangsa Eropa kala itu mulai melakukan perjalanan lautnya yang menuju Nusantara. Tujuan merek ajelas adanya yakni untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya. Kedatanagn Eropa ini terutama bangsa Belanda lah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perkembangan sistem birokrasi.

(17)

banyak dari struktur birokrasi itu sendiri yang dirubah. Terutama oleh Belanda yang berhasil menguasai Jawa dan mendirikan ibukota nya di Jawa dnegan diberi nama Batavia. Meski pendirian itu sendir hanya pada kongsi dagang bernama VOC, namun itu sudah cukup membuat keadaan di Pulau Jawa pada masa itu berubah.

Karena pemusatan kekuasaan tertuju pada Batavia inilah yang menjadikan pulau Jawa kian berada ditangan VOC. Sehingga Pulau Jawa adalah pulau yang paling mendapat banyak pengaruh dari VOC. Berbeda halnya di pulau atau daerah-daerah lain.

Oleh sebab karena VOC telah berhasil menduduki dan menguasai tanah Jawa, tentu dalam hal ini VOC telah menguasai segala macam hal aktifitas yang terlaksana di jawa terutama dalam hal birokrasi. Pasca penguasaan VOC yang berpusat di Batavia, banyak kerajaan di Jawa yang telah tunduk dibawah naungan VOC. Sehingga dalam hal ini sistem birokrasi yang awalnya telah berpedoman pada ajaran dari bangsa Arab, mengalami banyak perubahan yang signifikan. VOC

(18)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adanya sistem birokrasi telah hampir tersebar diseluruh Nusantara, yakni di Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi, Bali dan NTB. Sistem birokrasi dari setiap daerah itu pula memiliki banyak kesamaan yang begitu signifikan. Ini dikarenakan awal dari ajaran yang disebarkan yakni dari bangsa Arab yang melakukan perdagangan di Nusantara. Proses pengajaran itu sendiri

menggunakan lisan dan tertulis berupa buku.

Dari bentuk buku yang sama itulah mengakibatkan kesamaan dalam hal penyebaran ajaran tersebut. Dari bahasa buku yang disebarkan itu juga yang

nantinya melahirkan bahasa Melayu yang digunakan sebagai standarisasi dalam hal bahasa pengantar dalam perdagangan.

Adapun kesamaan yang ada dalam sistem birokrasi dari wilayah-wilayah tersebut yakni snag penguasa dalam hal ini yakni raja memiliki kuasa penuh atau orang tertinggi yang menguasai suatu wilayah atau kerajaan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, raja dibantu oleh beberapa orang mentri, penghulu ataupun pejabat tinggi dan bangsawan. Meski penyebutan dalam setiap wilayah berbeda-beda namun pada dasarnya memiliki beberapa kesamaan, yakni mereka yang

berkedudukan dibawah raja bertugas untuk menyokong dan membatu raja dalam melakukan kegiatan pemerintahan.

Teruntuk di pulau jawa yang kala itu dikuasai oleh VOC dengan didirikannya ibukota Batavia, maka pulau jawa lah yang mengalami perubahan dalam hal sistem birokrasi tersebut. Ini dikarenakan VOC memusatkan kekuasaannya di tanah Jawa, berbeda halnya dengan didaerah lain VOC tidak begitu mempedulikannya. Atas dasar itulah dalam hal birokrasi, VOC ikut andil dalam perombaan sistemnya.

(19)

Selain itu, mengenai daerah Kalimantan yang notabennya negara kerajaan pula ia banyak mengambil dan meniru pola dan sistem birokrasi yang ada di Jawa. Salah satu alasannya yakni Kalimantan sendiri kurang mendapat pengaruh luar, sehingga pembantukan budaya dan perkembangan dalam segala bidang kurang tinggi. Melihat perkembangan Jawa yang begitu pesat karena banyak mendapat pengaruh luar, menjadikan Kalimantan begitu berkeinginan untuk meniru pola kepemerintahan yang ada di Jawa.

Namun pengambilan pola dan struktur kepemrintahan di Jawa oleh

Kalimantan tidak secara mentah-mentah. Karena ketika Jawa telah dikuasai oleh VOC, Kalimantan tidak mengambil atau meniru pola tersebut. Pola yang ditiru masih mengenai sistem birokrasi sebelum kedatangan bangsa Eropa di Nusantara.

3.2 Kritik dan Saran

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Kartadarmadja, Soenyata & Kutoyo, Sutrisna. 1978. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat. Sumbawa : Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

Saxena dalam Dewi (2011) mengemukakan bahwa isu kebijakan dividen sangat penting untuk berbagai alas an, antara lain: Pertama , sebagai cara untuk memperlihatkan kepada

Nilai pada petandingan kumite dapat didefinisikan sebagai suatu hasil yang diperoleh jika atlet yang bertanding mampu memasukkan pukulan atau tendangan sasaran pada tubuh lawan

Kebutuhan system pencahayaan alami (matahari) dan buatan pada suatu ruangan harus di pertimbangkan karena berkaitan erat dengan kegiatan yang di

Seperti pada umumnya daerah sub urban, letak Kelurahan Aek Manis yang berada pada pinggiran Kota Sibolga dengan luas wilayah yang setengahnya berada di

Hasil yang diperoleh dari perhitungan metode Time Series Decomposition adalah berupa informasi yang dapat membantu pihak Manager Toko Kharisma Jaya dalam

Pada Use Case diagram yang sudah dijelaskan pada sistem penilaian kepuasan pelanggan serta indikator kinerja kurir yang sedang berjalan, berikut ini akan dijelaskan

Sementara untuk model sebaran CDOM, citra yang digunakan berasal dari pengambilan pada periode waktu April-Mei 2008.. Tabel III.1 Data

Hasil yang didapat setelah kunjungan di Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Perwakilan Provinsi Jawa Timur adalah:3. Mengetahui tugas