• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis jenis Pendapatan Kementerian Pusat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jenis jenis Pendapatan Kementerian Pusat"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Jenis-jenis Pendapatan Kementerian

Pusat dan Daerah

A. Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi

Menurut Laporan Keuangan Kementerian Tenaga Kerja tahun 2011, Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak dari Kemenakertrans terdiri dari:

a) Pend. Penjualan Hasil Produksi/Sitaan b) Pend. Penjualan Aset

c) Pend. Sewa d) Pend. Jasa I e) Pend. Jasa II

f) Pend. Layanan Jasa Perbankan g) Pend. Jasa Lainnya

h) Pend. Bunga

i) Pend. Kejaksaan dan Peradilan dan Hasil Tipikor j) Pend. Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi k) Pend. Denda I

l) Pendapatan dari Penerimaan Kembali TAYL m) Pend. Pelunasan Piutang

n) Pend. Penutupan Rekening o) Pendapatan Lain-lain

Namun dengan berlakunya PP no 65 tahun 2012, pendapatan negara bukan pajak yang berlaku pada kemenakertrans meliputi dari:

a) Jasa Pelatihan Kerja;

b) Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing;

c) Jasa Pengujian dan Pemeriksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja; d) Jasa Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan

(2)

Selain jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud di atas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dapat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, Kepemimpinan Tingkat IV bagi Pegawai Negeri Sipil, dan pendidikan dan pelatihan prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil di luar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga dapat melaksanakan jasa pengujian, pemeriksaan, dan pelatihan berdasarkan kontrak kerja sama.

Berlakunya PP no 65 tahun 2012 menjadikan PP sebelumnya yaitu PP no 92 tahun 2000 tidak berlaku.

1. Sistem Pengendalian Internal Pendapatan Negara Bukan Pajak

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

a. Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Bendahara Penerimaan

Sistem Pengendalian Keuangan pada Kemenakertrans diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi nomor PER.08/MEN/V/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Negara Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian. PNBP yang diterima Bendahara Penerimaan disetor secepatnya ke Kas Negara. Berikut tugas, wewenang, dan tanggung jawab bendahara penerimaan:

a) Menatausahakan PNBP, baik yang disetor langsung oleh wajib setor ke kas negara maupun yang dipungutnya;

b) Menyetorkan PNBP sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c) Menatausahakan bukti-bukti setor PNBP ke kas negara;

d) Memproses pengajuan restitusi PNBP sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

e) Menyiapkan bahan-bahan data penerimaan PNBP sebagai dasar penyusunan/penggunaan anggaran PNBP kementerian;

(3)

g) Meneliti rekening koran atas penerimaan dan penyetoran PNBP;

h) Pada akhir tahun anggaran, menyetorkan seluruh uang negara yang dikuasainya ke kas negara.

i) Membuat laporan bulanan, triwulanan, dan tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

j) Menyusun dan menyampaikan LPJ atas uang yang dikelolanya dan disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari bulan berikutnya kepada:

i) Kepala KPPN; ii) Kepala satker; dan iii) BPK.

Pendelegasian Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Satker Pusat, UPTP, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan UPTD adalah staf/PNS yang melaksanakan tugas dan fungsi pada bidang keuangan pada Satker yang bersangkutan, berpendidikan formal sekurang-kurangnya SLTA/sederajat, golongan serendah-rendahnya II/b dan yang telah memiliki sertifikat bendahara, atau telah mengikuti bimtek/diklat pengelolaan keuangan.

Pembukuan Bendahara Penerimaan

1.Bendahara wajib menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan anggaran satker yang berada di bawah pengelolaannya.

2.Jenis Buku Bendahara Penerimaan terdiri dari:

a.BKU;

b.Buku Pengawasan Anggaran;

c.Buku Pembantu sesuai kebutuhan.

3.Pembukuan dilaksanakan atas dasar dokumen sumber pembukuan bendahara. 4.Pembukuan yang dilakukan oleh bendahara harus dimulai dari BKU, selanjutnya pada buku-buku pembantu.

(4)

6.Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran dapat dilakukan dengan tulis tangan atau komputer.

7.Dalam hal pembukuan dilakukan dengan menggunakan komputer bendahara wajib:

a) .Mencetak BKU dan buku-buku pembantu sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan pada akhir bulan berkenaan;

b) .Menatausahakan hasil cetakan BKU dan buku-buku pembantu bulanan yang telah ditandatangani bendahara dan diketahui KPA/PPK.

8.Pada akhir tahun anggaran dan atau karena terjadinya penggantian KPA/PPK dan bendahara serta adanya pemeriksaan pengawasan fungsional. BKU, buku-buku pembantu, dan buku pengawas anggaran wajib ditutup.

b. Tata Cara Pembukuan Bendahara Penerimaan

1.Bendahara penerimaan wajib membukukan seluruh penerimaan PNBP, baik yang disetor langsung oleh wajib setor ke kas negara, maupun yang dipungutnya;

2.Setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran harus segera dicatat dalam BKU, buku pembantu dan buku pengawasan anggaran;

3.Dokumen sumber pembukuan bendahara penerimaan antara lain:

a) SBS (Surat Bukti Setor) yang dinyatakan sah dibukukan di sisi debet dan kredit (in-out).

b) SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak) yang dinyatakan sah dibukukan di sisi debet dan di sisi kredit (in-out);

c) Target anggaran atau rencana anggaran yang tertuang dalam DIPA, dibukukan di sisi debet dan kredit (in-out).

d) Target anggaran sebagaimana dimaksud pada point C dicatat di sisi debet sebagai pagu pada buku pengawasan anggaran pendapatan.

(5)

c. Tata Cara Memperbaiki Kesalahan Pembukuan

Pada saat terjadi kesalahan pembukuan atau kekeliruan dalam membukukan transaksi yang berdampak pada kesalahan beruntun dalam perhitungan saldo buku maka yang harus dilakukan adalah:

1.Dibuat berita acara pembukuan yang diketahui oleh KPA/PPK untuk menjelaskan bahwa telah terjadi kesalahan pembukuan atas transaksi (nomor, tanggal, nilai dan seterusnya), telah dibukukan sebagai berikut.seharusnya dibukukan sebagai berikut. 2.Berita acara kesalahan pembukuan merupakan dokumen sumber pembukuan koreksi, dibukukan sesuai tanggal berita acara sebagai berikut:

a.dibukukan kebalikan/reversal dari pembukuan yang salah; b.dibukukan menurut yang seharusnya.

3.Berita acara kesalahan pembukuan, foto copy transaksi yang salah dibukukan dan foto copy pembukuan yang salah (lembaran BKU dan buku-buku pembantu berkenaan) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LPJ.

d. Pengusulan Pejabat Pengelolaan Keuangan

Pengusulan pejabat pengelola keuangan tidak boleh merangkap jabatan sebagai berikut:

a.KPA dan Pejabat Pembuat Komitmen tidak boleh merangkap sebagai Pejabat Penguji SPP dan Penandatangan SPM, Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;

b.Pejabat Penguji SPP dan Penerbit SPM tidak dapat merangkap sebagai Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, dan Pelaksana Pengelolaan Barang Milik Negara;

(6)

B. Jenis Pendapatan Pemerintah Kota Lubuk Linggau

1. Pendapatan Asli Daerah

a. Pendapatan Pajak Daerah Pajak Hotel

Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang sebagaimana dimaksud di atas adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.

Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;

b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;

c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;

d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan

e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Pajak Restoran

(7)

makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.

Tidak termasuk objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran. (2) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran. Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif Pajak Restoran ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pajak Hiburan

Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran. Hiburan sebagaimana dimaksud adalah:

a. tontonan film;

b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; d. pameran;

e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya; f. sirkus, akrobat, dan sulap;

g. permainan bilyar, golf, dan boling;

h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;

i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan j. pertandingan olahraga.

(8)

Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan. Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Hiburan. Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan. (2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Pajak Reklame

Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame meliputi: a. Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;

b. Reklame kain;

c. Reklame melekat, stiker; d. Reklame selebaran;

e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; f. Reklame udara;

g. Reklame apung; h. Reklame suara;

i. Reklame film/slide; dan j. Reklame peragaan.

(9)

a. penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;

b. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;

c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut;

d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan e. penyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Reklame. Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut. Dalam hal Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.

Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame. Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.

Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame.

Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(10)

Pajak Penerangan Jalan

Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud di atas meliputi seluruh pembangkit listrik. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan sebagaimana dimaksud adalah:

a. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;

c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan

d. penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik. Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud ditetapkan:

a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;

(11)

Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen).

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi:

a. asbes; b. batu tulis;

c. batu setengah permata; d. batu kapur;

e. batu apung; f. batu permata; g. bentonit; h. dolomit; i. feldspar;

j. garam batu (halite); k. grafit;

l. granit/andesit; m. gips;

n. kalsit; o. kaolin . . . o. kaolin; p. leusit; q. magnesit; r. mika; s. marmer; t. nitrat; u. opsidien; v. oker;

(12)

x. pasir kuarsa; y. perlit;

z. phospat; aa. talk;

bb. tanah serap (fullers earth); cc. tanah diatome;

dd. tanah liat; ee. tawas (alum); ff. tras;

gg. yarosif; hh. zeolit; ii. basal; jj. trakkit; dan

kk. Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;

b. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara

komersial; dan

c. pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(13)

Bukan Logam dan Batuan. Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Nilai jual sebagaimana dimaksud di atas dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan. Nilai pasar sebagaimana dimaksud di atas adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang0 bersangkutan. Dalam hal nilai pasar dari hasil produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana dimaksud di atas sulit diperoleh, digunakan harga standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).

Pajak Parkir

Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud di atas adalah:

a. penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah;

b. penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri;

c. penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik; dan

(14)

kepada penerima jasa Parkir. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen).

Pajak Air Tanah

Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah:

a. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan

b. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah. Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut:

a. jenis sumber air; b. lokasi sumber air;

c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air; d. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan; e. kualitas air; dan

f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air.

(15)

Pajak Sarang Burung Walet

Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud adalah: a. pengambilan Sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);

b. kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.

Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.

Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet. Nilai Jual Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume Sarang Burung Walet. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah: a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut;

(16)

e. tempat olahraga;

f. galangan kapal, dermaga; g. taman mewah;

h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan i. menara.

Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:

a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan

f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(17)

Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).

Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(1) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.

(2) Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.

(3) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:

a. pemindahan hak karena: 1) jual beli;

2) tukar menukar; 3) hibah;

(18)

5) waris;

6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; 7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8) penunjukan pembeli dalam lelang;

9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10) penggabungan usaha;

11) peleburan usaha; 12) pemekaran usaha; atau 13) hadiah.

b. pemberian hak baru karena: 1) kelanjutan pelepasan hak; atau 2) di luar pelepasan hak.

Hak atas tanah sebagaimana dimaksud adalah: a. hak milik;

b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai;

e. hak milik atas satuan rumah susun; dan f. hak pengelolaan.

Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh:

(19)

b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;

d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan

f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam hal:

a. jual beli adalah harga transaksi; b. tukar menukar adalah nilai pasar; c. hibah adalah nilai pasar;

d. hibah wasiat adalah nilai pasar; e. waris adalah nilai pasar;

f. pemasukan dalam peseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar; g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;

(20)

i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;

j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar; k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;

l. peleburan usaha adalah nilai pasar; m. pemekaran usaha adalah nilai pasar; n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau

o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.

Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan untuk:

a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

(21)

c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan;

f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

i. pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; dan

o. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang.

b. Hasil Retribusi

(22)

1) Retribusi Umum

Retribusi Pelayanan Kesehatan;

Objek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan di puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai pengobatan, rumah sakit umum daerah, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, kecuali pelayanan pendaftaran. Dikecualikan dari objek Retribusi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan olehPemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

Objek Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan adalah pelayanan persampahan/kebersihan yangdiselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, meliputi: a. pengambilan/pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan sementara;

b. pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke lokasi

pembuangan/pembuangan akhir sampah; dan

c. penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhirsampah.

Dikecualikan dari objek Retribusi adalah pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah, sosial, dan tempat umum lainnya.

Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;

Objek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipiladalah pelayanan:

a. kartu tanda penduduk;

b. kartu keterangan bertempat tinggal; c. kartu identitas kerja;

(23)

e. kartu identitas penduduk musiman; f. kartu keluarga; dan

g. akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan dan pengakuan

Retribusi Pelayanan Pemakaman dan PengabuanMayat;

Objek Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat adalah pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat yang meliputi:

a. pelayanan penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan pengurukan, pembakaran/pengabuan mayat; dan

b. sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola Pemerintah Daerah.

Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.

Retribusi Pelayanan Pasar;

Objek Retribusi Pelayanan Pasar adalah penyediaan fasilitas pasar tradisional/sederhana, berupa pelataran, los, kios yang dikelola Pemerintah Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang. Dikecualikan dari objek Retribusi pelayanan fasilitas pasar yang dikelolaoleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

Objek Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor di air, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan,yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;

(24)

pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan olehmasyarakat.

Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

Objek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta adalah penyediaan peta yang dibuat oleh Pemerintah Daerah.

Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;

Objek Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus adalah pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek Retribusi pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang disediakan, dimiliki dan/ataudikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta.

Retribusi Pengolahan Limbah Cair;

Objek Retribusi Pengolahan Limbah Cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola secara khusus oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk instalasi pengolahan limbah cair. pelayanan pengolahan limbah cair yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, pihak swasta, dan pembuangan limbah cair secara langsung ke sungai,drainase, dan/atau sarana pembuangan lainnya.

Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;

Objek Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang adalah:

a. pelayanan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, danperlengkapannya; dan b. pengujian barang dalam keadaan terbungkus yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Retribusi Pelayanan Pendidikan;

Objek Retribusi Pelayanan adalah pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek Retribusi adalah: a. pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;

(25)

c. pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan olehBUMN, BUMD; dan d. pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh pihakswasta.

Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

Objek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dankepentingan umum.

2) Retribusi Jasa Umum

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan;

d. Retribusi Terminal;

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;

f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g. Retribusi Rumah Potong Hewan;

h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; j. Retribusi Penyeberangan di Air; dan

k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

3) Retribusi Perizinan Tertentu

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan;

(26)

2. Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang

Dipisahkan

3. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

4. PENDAPATAN TRANSFER

a. Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan

Dana Bagi Hasil Pajak

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang tersebut dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

1). Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

(27)

b). 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan

c). 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.

Bagian Pemerintah dari penerimaan PBB sebesar 10% (sepuluh persen) dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: a). 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota; dan

b). 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80% (delapan puluh persen) dengan rincian sebagai berikut:

a). 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; dan

b). 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota.

Bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB sebesar 20% (dua puluh persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB dan BPHTB dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(28)

kabupaten/kota dan 40% (empat puluh persen) untuk provinsi. Penyaluran Dana Bagi Hasil dilaksanakan secara triwulanan.

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)

Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: a). kehutanan;

Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. Dana Bagi Hasil dari penerimaan IHPH yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian 16% (enam belas persen) untuk provinsi; dan 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk Pemerintah yang digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan 40% (empat puluh persen) untuk Daerah yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.

b). pertambangan umum;

Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

(29)

pertambangan. Royalti adalah iuran produksi yang diterima negara dalam hal pemegang kuasa pertambangan. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.Bagian kabupaten/kota dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua

kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

c). perikanan;

Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota. Penerimaan Perikanan terdiri atas: Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara sektor perikanan dibagikan dengan porsi yang sama besar kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

d). pertambangan minyak bumi;

Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 15,5% (lima belas setengah

persen) untuk Daerah.

e). pertambangan gas bumi;

(30)

dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagikan ke Daerah adalah Penerimaan Negara dari sumber daya alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi sebesar 15% (lima belas persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut: 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut: 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan. Bagian kabupaten/kota dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Dana Bagi Hasil sebesar 0,5 % (setengah persen) tersebut dibagi masing-masing dengan rincian sebagai berikut: 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota penghasil; dan 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Bagian kabupaten/kota dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

f). pertambangan panas bumi.

(31)

iuran produksi. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dibagikan kepada Daerah dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Bagian kabupaten/kota dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil. Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian Daerah disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan. Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil yang berasal dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan. Jika Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi melebihi 130% (seratus tiga puluh persen), maka penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN Perubahan.

b. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DAU dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas dasar besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

c. Dana Alokasi Khusus

(32)

kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK termasuk Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum(DAU).

5. Dana Penyesuaian

Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu sesuai dengan ketentuanperaturan perundangan-undangan yang terdiri atas Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah, Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah, Bantuan Operasional Sekolah, dan Dana Insentif Daerah.[1]

6. Transfer Pemerintah Pusat

Lainnya

7. Transfer Pemerintah Provinsi

8. Pendapatan Bagi Hasil Pajak

Sebagaimana diamanatkan oleh UU 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, salah satu sumber

pendanaan Pemerintahan Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang

bersumber dari pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Lebih lanjut,

pelaksanaan pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah tersebut diatur dengan

Undang-undang tersendiri, yang saat ini adalah UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

Berdasarkan UU 28/2009 tersebut, beberapa jenis pajak Provinsi harus

di-bagihasil-kan kepada Kabupaten/Kota yaitu :

Jenis Pajak Provinsi Kab/Kota

1. Pajak Kendaraan Bermotor

70% 30%

1. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(33)

1. Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor

30% 70%

1. Pajak Rokok

30% 70%

1. Pajak Air Permukaan

50%

20%*

50%

80%*

9. LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

a. Pendapatan Lainnya

Sistem Pengendalian Internal Pendapatan Pemerintah Kota Lubuk

Linggau

Contoh SPI Retribusi Karet

(1) Wajib Retribusi harus mengambil sendiri blangko Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang disingkat SPORD ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Lubuklinggau;

(2) Seliap wajib Retribusi wajib mengisi blangko SPORD secara benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya kemudian menyampaikann ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Lubuklinggau;

(3) Dalam hal wajib Retribusi adalah badan SPORD harus ditandatangani oleh pengurus atau direksinya;

(34)

(5) Batas akhir pengiriman SPORD oleh wajib Retribusi adalah 15 (lima belas) hari sejak tanggal SPORD diterima oleh wajib Retribusi.

(6) Apabila dalam batas akhir pengiriman SPORD tersebut wajib Itetribusi belum mengirim kembali SPORD ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Lubuklinggau , maka petugas Dinas Pendapatan Daerah dengan Surat Tugas mendatangi wajib Retribusi untuk melaksanakan pendataan;

(7) Dalam hal petugas Dinas Pendapatan Daerah kesulitan melaksanakan pendataan atau mendapatkan data karena Sesuatu dan lain hal, maka Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menetapkan ketetapan Retribusi secara jabatan.

TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN RETRIBUSI DAERAH

(1) Berdasarkan isian SPORD yang telah diterima petugas Retribusi dari wajib Retribusi dapat dibuat Nota perhitungan Retribusi

(2) Retribusi terhutang dihitung berdasarkan nota perhitungan retribusi

(3) Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dibuat lengkap 3 (tiga) masing-masing :

a. Lembar pertama untuk wajib Retribusi; b. Lembar kedua untuk Seksi Penagihan; c. Lembar ketiga untuk Seksi Penetapan.

MASA RETRIBUSI

Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan

(35)

(I) Menunjuk Dinas Pendapatan Daerah Kota Lubuklinggau untuk melaksanakan pemungutan Retribusi Pertanian Khusus Objek Tempat Penampungan Jual Beli Karet;

(2) Kepala Dinas Pendapatan Daerah diberikan upah pungut sebesar 5 % (lima persen) dari upah pungutan Retribusi yang telah disetor ke Kas baerah yang· pembagiannya akan diatur oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah.

10. Retribusi Pemakaian Alat Pemadam Kebakaran

TATA CARA PENDATAAN DAN PENDAFTARAN

(1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPORD.

(2) SPDORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya, bersamaan dengan pengajuan permohonan.

(3) Bentuk isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPDORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

SANKSI ADMINISTRASI

Dalam hal wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terhutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

TATA CARA PEMBAYARAN

Pembayaran Retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus. Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (Lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan SKRDKBT dan STRD. Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.

(36)

Pengeluaran surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi di keluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib reribusi harus melunasi retribusinya yang terhutang.

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan kegiatan FGD tersebut di atas, direncanakan akan diadakan 2 (dua) kali LOKAKARYA, yaitu sekali sebelum dimulainya FGD Periode II untuk me-rekapitulasi dan

pada diagram Vee terdiri dari kriteria 0; tidak ada perolehan pengetahuan yang dapat diidentifikasi, kriteria 1; perolehan pengetahuan tidak mengandung bagian

Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.031< 0.05 adanya perbedaan signifikan ini menunjukan bahwa Bank Asing memiliki kemampuan yang lebih baik

Perusakan total tulang belakang menghasilkan respon negatif pada pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan kaki belakang, dan menibulkan respon

Sekretaris Condoleezza Rice menyatakan saat konferensi pers bahwa "Apa yang kita lihat di sini [penghancuran Lebanon dan serangan Israel di Lebanon], adalah

08 Berikut ini adalah contoh laporan auditor bentuk baku atas laporan keuangan komparatif yang disajikan dalam bahasa Inggris untuk kepentingan emisi efek yang dicatatkan di

Selaras dengan hal tersebut telah ditegaskan dalam RPJMD 2011 -2015 bahwa urusan penataan ruang menjadi salah satu prioritas pembangunan di Kabupaten Wonosobo

b) Klik waktu kosong.. c) Setelah muncul kotak dialog berikut, klik jam-jam kosong yang diinginkan sampai muncul tanda silang merah, kemudian klik OK. d) Untuk men-setting