7
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung
penelitian ini. Beberapa teori yang dituliskan dari para ahli tersebut mengkaji
objek yang sama tetapi mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda.
Pembahasan dalam kajian teori untuk penelitian ini berisi tentang, hakikat
pembelajaran IPA, pengertian belajar, model pembelajaran Problem-Based Learning, proses pembelajaran dan hasil belajar.
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut H. W. Fowler et-al dalam pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
ialah ilmu yang sistematis dan dirumuskan, di mana berhubungan dengan
gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi.
Menurut Nokes di dalam bukunya 'Science in Education' menyatakan bahwa
Pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) ialah pengetahuan teoritis yang
diperoleh dengan metode khusus.
Kedua pendapat diatas sebenarnya tidak berbada. Memang benar IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam) merupakan suatu ilmu yang teoritis, akan tetapi teori tersebut
didasarkan atas pengamatan, percobaan-percobaan pada gejala-gejala alam.
Betapapun bagusnya suatu teori yang dirumuskan, tidaklah dapat dipertahankan
kalau tidak sesuai dengan hasil-hasil pengamatan atau observasi. Fakta-fakta
tentang gejala kebendaan atau alam diselidiki dan diuji berulang-ulang melalui
percobaan-percobaan (eksperimen), setelah itu berdasarkan hasil dari eksperimen
itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (teorinya). Teori pun tidak dapat berdiri
sendiri, karena teori selalu di dasari oleh suatu hasil pengamatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang
khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyusunan teori,
antara cara yang satu dengan cara yang lain. Cara untuk mendapatkan ilmu secara
demikian ini terkenal dengan nama metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah
merupakan suatu cara yang logis untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
2.1.2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan
sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro. 1990). Sebagai proses diartikan semua
kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk
menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun
bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur
dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu
(riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method)
(Trianto: 2010).
IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui
pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan
dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Hakikat pembelajaran
IPA di sekolah dasar didefinisikan sebgai ilmu yang mempelajari tentang alam
yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu ilmu pengetahuan alam sebagai produk,
ilmu pengetahuan alam sebgai proses, dan sikap. Dari ketiga komponen IPA ini,
Sutrisno (dalam Ahmad: 2013) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur
dan IPA juga sebagai teknologi. Akan tetapi, penambahan ini bersifat
pengembangan dari ketiga komponen di atas, yaitu pengembangan prosedur dari
proses, sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinsip-prinsip IPA sebagai
produk. Sikap dalam pembelajaran IPA yang dimaksud ialah sikap ilmiah. Jadi,
dengan pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap
ilmiah seperti seorang ilmuan. Adapun jenis-jenis sikap yang dimaksud, yaitu:
sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa, dan objektif terhadap
fakta.
masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Ilmu pengetahuan alam
untuk peserta didik didefinisikan oleh Paolo dan Marten (dalam Carin, 1993).
a. Mengamati apa yang terjadi.
b. Mencoba memahami apa yang diamati.
c. Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan
terjadi.
d. Menguji ramalan–ramalan di bawah kondisi–kondisi untuk melihat
apakah ramalan tersebut benar.
2.1.2 Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan perilaku dan merupakan proses mendapatkan
pengetahuan dalam memahami apa yang dilihat atau dialami sesuai dengan
pengalaman. Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke
perkembangan pribadi seutuhnya. Belajar sebagai konsep mendapatkan
pengetahuan dalam praktiknya (Suprijono: 2009). Maka sebab itu belajar yang
baik harus benar-benar mengerti konsep apa itu belajar, supaya proses dalam belajar dapat terlaksana dengan baik.
Belajar merupakan proses internal yang kompleks, yang terlibat dalam
proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Proses belajar yang mengaktualisasikan ranah-ranah
tersebut tertuju pada bahan belajar tertentu. Belajar yang terjadi pada individu
merupakan perilaku yang kompleks, tindak interaksi antara guru dengan peserta
didik yang bertujuan. Oleh karena berupa akibat interaksi, maka belajar dapat di
dinamiskan. Pendinamisasian belajar terjadi oleh peserta didik dan
lingkungannya. Dinamika peserta didik yang bersifat internal, terkait dengan
peningkatan hierarki ranah-ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik,
dinamika dari luar dapat berasal dari guru atau peserta didik di lingkungannya.
Usaha guru mendinamisasikan belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan siswa
menghadapi bahan belajar, penciptaan suasana belajar yang menyenangkan,
mengoptimalkan media dan sumber belajar, dan memaksimalkan peran guru
Menurut Hamalik (dalam Ahmad: 2013) belajar adalah memodifikasi atau
memperteguh perilaku melalui pengalaman, artinya belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Dengan
demikian belajar itu bukan sekedar mengingat atau menghafal saja, namun lebih
luas dari itu, merupakan mengalami. Hamalik juga menegaskan belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku individu atau seseorang malalui interaksi
dengan lingkungannya.
Slameto (2003), menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Belajar dalam arti yang luas ialah proses perubahan tingkah laku
yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap
atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi, dalam berbagai aspek
kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Dari berbagai pengertian di atas,
maka dapat dinyatakan bahwa belajar mengandung tiga unsur:
1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
2) Perubahan tingkah laku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat permanen.
2.1.2.1 Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar
Di dalam proses pembelajaran terdapat dua aktivitas yang berlangsung yaitu
belajar dan mengajar. Belajar adalah merupakan proses perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya
berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya (Sumardi Suryabrata,
2009:252). Yang dimaksud belajar adalah kemauan siswa untuk memcari ilmu
untuk melakukan perbuhan pada diri. Dari proses belajar akan dilanjutkan dengan
mengajar. Sedangkan mengajar adalah suatu proses yang kompleks yang tidak
hanya sekedar menyampaikan informasi oleh guru kepada peserta didik, tetapi
banyak hal dan kegiatan yang harus dipertimbangkan dan dilakukan. Mengajar
kebudayaan kepada anak yang dimaksud tingkah laku dan tutur kata yang baik.
Hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik
yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari
kegiatan belajar. Menurut K. Brahim (dalam Ahmad: 2013) bahwa hasil belajar
dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara sederhana hasil belajar siswa
adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Karena
belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Siswa yang
berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
atau tujuan instruksional.
Salah satu tugas pokok guru ialah mengevaluasi taraf keberhasilan rencana
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat sejauh mana taraf
keberhasilan mengajar guru dan belajar peserta didik secara tepat dan dapt
dipercaya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria
dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa
sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih
baik lagi.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
peserta didik berdasarkan pengalaman yang mereka peroleh dimana hasilnya
dapat terlihat ke dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Meskipun
demikian, dalam penelitian ini lebih dimaksudkan sampai dimana tingkat
kemampuan peserta didik dalam menerima dan memahami mata pelajaran IPA, di
mana perubahannya lebih dibatasi pada ranah kognitif.
2.1.3 Model Pembelajaran Problem-Based Learning
Menurut Tan dalam Rusman (2010), Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem-Based Learning) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena pada
model ini kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan. Di bawah ini akan dijelaskan tentang pengertian, karateristik,
langkah-langkah, kelebihan dan kekurangan, dan penerapan model Problem-Based Learning.
Model Problem-Based Learning adalah pembelajaran yang menuntut adanya aktivitas siswa secara penuh dalam rangka menyelesaikan setiap
permasalahan yang dihadapi siswa secara mandiri dengan cara mengkontruksi
pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki (menurut Silver, 2004:235).
2.1.3.1 Pengertian Problem-Based Learning
Menurut Kamdi (2007) Problem-Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah. Menurut Duch (2000) Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu
pada pembelajaran yang dimaksud. Menurut Arends (Trianto, 2007), Problem-Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan tingkat
tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, meningkatkan kepercayaan dirinya.
Menurut Glazer (2001) Problem-Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah yang kompleks
dalam situasi yang nyata. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa Problem-Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan kurikulumnya disajikan dalam bentuk masalah yang ada
(nyata) sehingga siswa mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, kemudian akan
memecahkan masalah tersebut, siswa dirangsang untuk memecahkan suatu
2.1.3.2 Karakteristik Problem-Based Learning
Karakteristik model pembelajaran Problem-Based Learning adalah belajar dimulai dengan satu masalah, jadi dalam PBL ini siswa di berikan suatu masalah yang kompleks (nyata) sehingga menarik perhatian siswa untuk memecahkan
masalah yang di dapatnya. Dalam pelaksanaannya itu mengorganisasikan
pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, sehingga memudahkan
siswa untuk menemukan sendiri ilmu yang ingin di capai saat pembelajaran itu
berlangsung, selain itu juga melatih siswa untuk memikul tanggung jawab yang
besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka
sendiri. Karakteristik PBL ini yang pasti menggunakan kelompok kecil, karena
bila tidak menggunakan kelompok kecil sulit untuk mengkoordinasi kelas. PBL
ini juga menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari
dalam bentuk produk atau kinerja. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa
pembelajaran dengan model Problem-Based Learning dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru,
kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah
ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut.
Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga
mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
2.1.3.3 Langkah-langkah pembelajaran Problem-Based Learning
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) ini menuntut peserta didik untuk
menghadapi apa yang telah mereka ketahui dan apa yang belum mereka ketahui.
Situasi yang mengajak mereka untuk mengajukan pertanyaan, melakukan
penelitian, dan menentukan tindakan apa yang akan diambil. Langkah-langkah
berikut ini merupakan salah satu model pemecahan masalah. Menurut Lepinski
(2005) ada beberapa langkah-langkah yang harus di tempuh untuk mencapai
keberhasilan dalam pembelajaran menggunakan model Problem-Based Learning ini dimana diawali dengan penyampaian ide, pada tahap ini dilakukan secara
curah pendapat atau yang biasa di sebut diskusi. Peserta didik merekam semua
masalah yang telah dibuat, kemudian siswa diajak untuk melakukan penelaahan
terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevansi ide
berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah aktual, atau masalah
yang relevan dengan kurikulum), dan menentukan validitas masalah untuk
melakukan proses kerja melalui masalah. Setelah semua terorganisir dengan baik
dilakukan penyajian fakta yang diketahui (known facts), peserta didik diajak
mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan masalah yangtelah diajukan.
Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang diangkat dalam masalah.
Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta
didik berkenaan denganisu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode etik, teknik
pemecahan konflik, dan sebagainya. Sebelum melakukan penelitian untuk
memecahkan masalah yang di ambil / diangkatnya siswa terlebih dahulu
mempelajari masalah (learning issues) peserta didik diajak menjawab pertanyaan
tentang, Apa yang perlu kita ketahui untuk memecahkan masalah yang kita
hadapi? Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan penelaahan
atau penelitian dan mengumpulkan informasi. Peserta didik melihat kembali
ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih dapat dipakai. Seringkali, pada saat
para peserta didik menyampaikan masalah-masalah, mereka menemukan
cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi
sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat
dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan
masalah. Setelah masalah sudah di pahami dan menemukan cara pemecahannya
siswa diarahkan untuk menyusun rencana tindakan, (action plan), peserta didik
diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atashasil
temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka
akan lakukanatau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan
masalah. Setelah semua berjalan dengan baik siswa melakukan evaluasi dalam
melakukan evaluasi ini harus memperhatikan beberapahal diantaranya adalah
bagaimana pebelajar dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses, bagaimana
mereka menerapkan tahapan proses belajar mengajar untuk bekerja melalui
pemecahaan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka. Peserta
didik menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam
berbagai bentuk yang beragam, misalnya: secara lisan atau verbal, laporan tertulis,
atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya.
2.1.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Problem-Based Learning
Adapun kelebihan dan kelemahan dalam model pembelajaran Problem-Based Learning yang dikemukakan oleh Trianto (2007):
1) Kelebihan
Kelebihan model ini antara lain:
a. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan
masalah-masalah menurut cara-cara atau gaya belajar individu
masing-masing.
b. Peserta didik dilatih untuk mengembangkan cara-cara menemukan
(discovery), bertanya (questioning), mengungkapkan (articulating),
menjelaskan atau mendeskripsikan (describing) mempertimbangkan
atau membuat pertimbangan (considering), dan membuat keputusan
(decision-making). Dengan demikian, peserta didik menerapkan suatu
proses kerja melalui suatu situasi bermasalah, siang mengandung
masalah
c. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
d. Dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan
kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
e. Dapat membantu meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
f. Membantu peserta didik bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
g. Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
i. Dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j. Mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus
belajar.
2) Kelemahan
Kelemahan model PBL ini antara lain:
a. Pembelajaran model Problem-Based Learning memnbutuhkan waktu yang lama.
b. Perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam
kegiatan belajar terutama membuat soal.
c. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
d. Tanpa pemahaman mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
Solusi dari kelemahan model Problem-Based Learning adalah: 1) sebelum memulai proses pembelajaran guru harus mempersiapkan materi, alat, dan bahan
sehingga waktu yang digunakan sangat efisien , 2) guru harus mempunyai banyak
refrensi buku ajar supaya guru tidak terpaku pada buku siswa saja. 3) sebelum
proses pembelajaran dimulai guru harus semberikan motivasi agar siswa
bersemanagat dalam proses pembelajaran PBL, dan 4) saat kegiatan awal proses pembelajaran guru harus memberikan pemahaman dengan cara yang menarik
sehingga membuat siswa mudah menerima apa yang disampaikan oleh guru.
2.1.3.5 Penerapan Model Problem-Based Learning
mengacu pada langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran Problem-Based Learning yang dikemukakan oleh (Lepinski: 2005). Akan tetapi akan ada sedikit panambahan dan pengurangan oleh peneliti dimaksudkan agar dapat
disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi yang akan diajarkan, serta
menyesuaikan kondisi siswa dimana siswa baru pertama kali mengenal model
Pembelajaran Problem-Based Learning serta untuk mempermudah guru dalam proses pembelajaran.
Penerapan Model Problem-Based Learning dapat bermanfaat bagi siswa karena dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk tetap mengikuti
pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, serta dapat menumbuhkan kerja
sama antar siswa dalam memecahkan masalah dan dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab dan disiplin untuk siswa. Adapun penerapan dalam penggunaan
Model Problem-Based Learning adalah sebagai berikut.
Sintak model Problem-Based Learning dapat dilihat pada langkah- langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut: (Sudarman: 2007)
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti terhadap model pembelajaran Problem-Based Learning. Adapun hasil penelitian tersebut antara lain:
Menurut Deni, Kartika Sari (2013), dalam penelitiannya berjudul ’’Penerapan Model Problem-Based Learning Dengan Media Power Point Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 2
MUDAL’’ Berdasarkan hasil penelitian penerapan model PBL dengan media
power point dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD N 2
Mudal. Aktivitas Siswa mengalami peningkatan, dari skor 12,93 pada siklus I
pertemuan 1 dengan kriteria nilai rata-rata kelas cukup menjadi 24,93 pada siklus
II pertemuan 2 dengan kriteria rata-rata kelas sangat baik. Keterampilan guru
mengalami peningkatan dari skor 17 pada siklus I pertemuan 1 dengan kriteria
cukup menjadi skor 30 pada siklus II pertemuan 2 dengan kriteria sangat baik.
Persentase ketuntasan hasil belajar mengalami peningkatan yaitu 62,07% pada
siklus I pertemuan 1 menjadi 89,66% pada siklus II pertemuan 2.
Menurut Abimanyu, Gugi Bagus (2011), dalam penelitiannya berjudul
’’Meningkatkan Hasil belajar Matematika Melalui Model Problem-Based
Learning Siswa Kelas 4 SD Negeri Salamrejo Blitar’’ Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran penjumlahan dan pengurangan
pecahan melalui penerapan model Problem Based Learniang (PBL) sangat baik.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatkan hasil belajar siswa kelas IV
SDN Salamrejo yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata pada pratindakan 59,7,
siklus I 63,7, dan siklus II 77,3. Ketuntasan belajar pada pratindakan sebesar
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan
model Problem-Based Learniang (PBL) dapat meningkatkan proses pembelajaran
dan hasil belajar siswa dan dapat meningkatkan keterampilan siswa kelas IV SDN
Salamrejo Kecamatan Binangun Kabupaten Blitar, oleh karena itu guru
disarankan untuk menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif untuk
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal.
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik,
pembelajaran bisa juga diartikan sebagai dialog interaktif antara pesera didik
dengan guru. Dengan menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan
akan menumbuhkan minat dan antusias peserta didik untuk dapat aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Aktif disini dimaksudkan peserta
didik tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru tentang materi pelajaran,
tetapi peserta didik berani untuk menjawab pertanyaan dari guru dan berani untuk
bertanya kalau ada yang belum dimengerti. Maka di dalam proses pembelajaran
harus dilakukan secara menyenangkan dengan menggunakan model-model
pembelajaran yang bisa menunjang pembelajaran agar lebih menyenangkan. Di
dalam proses pembelajaran di SD Negeri Kebowan 02 Kelas 5, pembelajaran
masih dilakukan secara klasikal, guru didalam pembelajaran hanya menggunakan
metode ceramah yaitu guru menjelaskan dan peserta didik hanya duduk dan
mendengarkan. Setelah itu peserta didik hanya disuruh untuk menghafalkan apa
yang sudah dijelaskan oleh guru. Pembelajaran seperti ini dilakukan secara
terus-menerus dan monoton tidak adanya variasi yang berbeda saat mengajar, hal ini
menyebabkan peserta didik tidak tertarik dalam mengikuti dan memahami materi
pelajaran. Karena penggunaan metode yang kurang bervariasi atau konvensional
akan berdampak pada hasil belajar peserta didik. Guru harus meningkatkan model
pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran yang sesuai
kepada pemecahan suatu masalah yang dihadapi siswa, supaya siswa mampu
berkerja sendiri atau berkelompok untuk mencari sumber-sumber pemecahan
masalah dalam kehidupan sehari-hari atau kejadian yang sering dilihat atau
didengarnya.
Dalam penerapan model pembelajaran Problem-Based Learning guru hanya
menyampaikan maslah terhadap siswa dan sebagai fasilitator, pada kegiatan
belajar mengajar dominan interaksi antara siswa dengan siswa. Siswa belajar
menemukan pemecahan masalah secara kelompok, lalu bersama kelompok siswa
mengindetifikasi masalah yang ada, siswa bersama kelompok menemukan
pemecahan atau solusi dari masalah yang dihadapinya. Kemudian siswa
mempresentasikan hasil pemecahan masalah, dan siswa lainnya memberi
tanggapan atau saran. Di sini siswa lebih aktif dalam pembelajaran sehingga
kualitas siswa dalam pembelajaran meningkat serta hasil belajar yang diperoleh
siswa akan tercapai secara maksimal.
Adapun kerangka berpikir mengenai penerapan model pembelajaran
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang telah dikemukan dari
awal, maka dapat dirumuskanya hipotesis proses pembelajaran dan hasil belajar
sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran melalui cara membentuk kelompok, merumuskan
masalah, menganalisis masalah, merumuskan hipotensis,
mengumpulkan data, pengujian hipotensis, dan merumuskan
rekomendasi pemecahan masalah dalam Penerapan model pembelajaran
Problem-Based Learning dalam mata pelajaran IPA sub kompetensi peristiwa alam dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa pada kelas
5 semester II SD Negeri Kebowan 02 tahun pelajaran 2014/2015 secara
signifikan minimal 10% dari kondisi awal.
b. Peningkatan proses pembelajaran melalui model pembelajaran
Problem-Based Learning dalam mata pelajaran IPA sub kompetensi peristiwa alam pada kelas 5 semester II SD Negeri Kebowan 02 tahun pelajaran
2014/2015 secara signifikan mengalami ketuntasan belajar individu dengan hasil belajar IPA sebesar ≥70 dan dalam belajar secara klasikal dengan rata-rata hasil belajar IPA dapat meningkat dari KKM ≥70 yang