ARTIKEL
BEBERA PA A SPEK
BIONOMIKANOPHELES
S P
D I K A B U P A T E N
S U M B A T E N G A H ,
P R O V I N S I
N U S A T E N G G A R A
T I M U R
N i W ayan D ew i A dnyana*
S O M E A S P E C T S O F A N O P H E L E S S P B I O N O M I K I N C E N T R A L S U M B A R E G E N C Y , P R O V I N C E O F E A S T N U S A T E N G G A R A
A b s tr a c t
R e s e a r c h S o m e A s p e c ts o f A n o p h e le s s p B io n o m ik in C e n tr a l S u m b a R e g e n c y , P r o v in c e o f E a s t N u s a T e n g g a r a . C o m m itte d in th e te r r ito r y M a r a d e s a H e a lth C e n te r . D a ta w e r e c o lle c te d b y c a tc h in g a d u lt m o s q u ito e s b y u s in g b a it P e o p le in s id e a n d o u ts id e th e h o m e , a c o lle c tio n o f b r e a k s in th e w a ll a n d a t h o m e , c o n tin u e d w ith la r v a l s u r v e y s in a ll p o te n tia l b r e e d in g p la c e s . T h e r e s u lts s h o w e d th a t th e b itin g b e h a v io r te n d s e k s o fa g ik fo u n d o n A n . k o c h i, A n . a c o n itu s a n d A n .b a r b ir o s tr is w ith b ite d e n s ity p e a k s in A n . a c o n itu s ( 0 .6 p e r s o n s /h o u r ) w ith a b itin g p e a k a t 2 0 : 0 0 to 2 1 : 0 0 . B e h a v io r te n d s e k s o filik b r e a k in A n . k o c h i, A n . a c o n itu s , A n . te s s e la tu s , A n . b a r b ir o s tr is , A n . v a g u s , A n .fla v ir o s tr is , A n . m a c u la tu s a n d A n . in d e fin itu s w ith th e h ig h e s t d e n s ity in A n .a c o n itu s ( 0 .9 p e r s o n s /h o u r ) a t 1: 0 0 a .m . to 2 : 0 0 a .m . A n o p h e le s la r v a e b r e e d in g p la c e s fo u n d in th e s m a ll h o le in th e g r o u n d , c r e e k , w e tla n d , n o n - p e r m a n e n t ir r ig a tio n , w a te r r e s e r v o ir s in th e v e g e ta b le g a r d e n , d itc h e s , p u d d le s , s w a m p s , s p r in g s , w ith s p e c ie s th a t a r e fo u n d a s A n . k o c h i, A n .a c o n itu s , A n . te s s e la tu s , A n . b a r b ir o s tr is , A n . v a g u s , A n . fla v ir o s tr is , A n . m a c u la tu s , A n . in d e fin itu s a n d A n . a n n u lla r is
K e y w o r d s : A n o p h e le s s p , b itin g b e h a v io r
P e n d a h u l u a n
l
ndonesia m erupakan salah satu daerah endem ikm alaria di A sia Tenggara terutam a di w ilayah
bagian Tim ur. K abupaten Sum ba Tengah yang
terletak di w ilayah Propinsi N usa Tenggara Tim ur,
sebagai daerah endem is m alaria. K abupaten
Sum ba Tengah m erupakan kabupaten baru pecahan
dari K abupaten Sum ba Barat. K abupaten ini
m em punyai m asalah m alaria yang tersebar ham pir di seluruh kecam atan dan term asuk dalam kategori
stratifikasi daerah endem is m alaria tinggi dengan
A n n u a l M a la r ia I n c id e n c e (A M I) sebesar 259,4%
0
pada tahun 2007 dan 234,18%0 pada tahun 2008.1
Puskesm as M aradesa di K abupaten Sum ba
Tengah m erupakan w ilayah m alaria tinggi dengan
*Loka Litbang P2B2 W aikabubak
A n n u a l M a la r ia I n c id e n c e (A M I) m engalam i
peningkatan dari 207%0 tahun 2007 m enjadi 385%0
pada tahun 2008.1
A n o p h e le s sp m erupakan nyam uk utam a
vektor penular m alaria. D i Indonesia spesies
A n o p h e le s tersebar berasal dari w ilayah geografi
yang tidak sam a, dalam sifat-sifat hidup tertentu
m enunjukkan perbedaan lokal spesifik. H al ini
dapat terjadi karena kondisi geografis yang khas
dapat m enim bulkan perubahan sifat hidup dan
adaptasi A n o p h e le s sp di daerah tersebut. K arena
itu, upaya pem berantasan vektor m alaria harus
dilakukan sesuai dengan sifat-sifat biologik dan
bionom ik A n o p h e le s sp yang terdapat di daerah
Beberapa aspek bionom ik yang penting
dipaham i adalah dinam ika populasi, aktifitas
A n o p h e le s sp dan perilaku berkem bang biak,
m engigit dan istirahat karena m asing-m asing
perilaku tersebut m em butuhkan lingkungan yang
berbeda.' A pabila sem ua faktor yang dibutuhkan
untuk perkem bangan optim al A n o p h e le s sp
terpenuhi m aka kepadatan populasi vektor akan
m eningkat. K epadatan vektor m erupakan salah
satu faktor penting yang dapat m enentukan tinggi
rendahnya kasus m alaria m aupun intensitas
penularan karena dapat m enentukan derajat kontak
orang dan vektor infektif"
Pada um um nya upaya pengendalian m alaria
m asih terfokus pada penem uan dan pengobatan
penderita sedangkan aspek vektom ya belum
dilakukan secara m aksim al.
D engan dem ikian, observasi penting
dilakukan tentang beberapa aspek bionom ik
m engenai dinam ika aktifitas A n o p h e le s sp
di daerah insiden tinggi m alaria. Penelitian
dinam ika populasi bertujuan untuk m engetahui
tem pat perkem bangbiakkan, kepadatan, aktifitas
m engigit dan istirahat A n o p h e le s sp sehingga
dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya
pengendalian di daerah tersebut.
B a h a n d a n C a r a
K e a d a a n U m u m L o k a s i
Lokasi penelitian m erupakan daerah dengan
topografi persaw ahan dan dikelilingi perbukitan
yang terletak di kecam atan U m buratunggay
kabupaten Sum ba Tengah. D aerah ini terletak
pada ketinggian 250 m eter di atas perm ukaan
laut. D engan luas w ilayah (M aradesa) 40 km2 dan
(Bolubakat) 39,40 km2 Iklim dengan curah hujan
12 tahun terakhir, rata-rata m encapai 102,08 m m
per tahun dengan hari hujan 7,31 hari. Tem peratur lingkungan selam a penelitian berkisar 100e - 23°e
dengan kelem baban udara 67% - 86% . M ata
pencaharian penduduk pada um um nya bertani.
Pengum pulan data m elalui m etode
koleksi um pan badan orang dan istirahat dengan
m enggunakan aspirator, gelas plastik yang ditutup
dengan kain kasa yang telah dilubangi, diberi
kapas, dan diikat diikat dengan karet ( m o n o c u p ) ,
senter.
M etode penelitian uu dilakukan
penangkapan nyam uk num pan badan oleh 6
orang petugas penangkap nyam uk (kolektor)
pada 6 buah rum ah dari jam 18.00 s/d 06.00, 3
orang kolektor dalam rum ah dan 3 di luar rum ah.
K olektor tersebut duduk dengan celana digulung
sebatas lutut dan m enunggu hingga nyam uk betina
A n o p h e le s sp hinggap pada anggota tubuh, dengan
m enggunakan aspirator kolektor m enangkap
nyam uk yang hinggap dan dim asukkan pada
m o n o c u p . Penangkapan ini dilakukan dilakukan
selam a 40 m enit baik di dalam m aupun di luar
rum ah.
Selanjutnya, selam a 10 m enit kolektor
tersebut m elakukan penangkapan nyam uk
A n o p h e le s sp betina yang sedang beristirahat di
dinding atau di tem pat lem bab di dalam rum ah.
M etode ini juga m enggunakan aspirator dan
nyam uk hasil penangkapan diletakkan pada
m o n o c u p .
D i luar rum ah penangkapan dilakukan 3
orang kolektor cara kerja dan w aktu yang sam a
dengan m etode di atas. Perbedaan terletak pada
lokasi penangkapan. Penangkapan nyam uk
dilakukan di luar rum ah selam a 40 m enit kem udian
10 m enit berikutnya , penangkapan dilakukan
sedang istirahat di sekitar kandang tem ak.
N yam uk hasil penangkapan dipisahkan jam
per jam secara rutin selam a 12 jam , yang disertai
dengan pencatatan fluktuasi suhu dan kelem baban
setiap jam penangkapan. Sem ua nyam uk hasil
penangkapan diidentifikasi berdasarkan kunci
identifikasi."
U ntuk m engetahui distribusi perkem
bang-biakan dilakukan pencidukan nyam uk pra dew asa
dengan m enggunakan d ip p e r . N yam uk pra dew asa
berupa larva yang dijum pai pada berbagai jenis
badan air yang terdapat pada lokasi
berlangsung-nya kegiatan. Larva hasil pencidukkan dihitung
jum ahnya dipindahkan ke botol vial dengan
m enggunakan pipet dan diberi label terdiri dari tipe
perairan, tanggal dan nam a lokasi.
Selam a proses pencidukan berlangsung
disertai pula dengan pengukuran dan observasi
faktor lingkungan di sekitar tem pat perindukkan.
Pengukuran dilakukan pada faktor kim ia berupa
salinitas m enggunakan refraktom eter dan pH
m enggunakan kertas indikator lakm us. Sedangkan
faktor biologi berupa biota yang terdapat di sekitar
dan badan air tem pat perindukkan dan faktor fisik
berupa tipe tem pat perindukkan, kekeruhan dan
intensitas cahaya diketahui m elalui observasi.
Larva hasil pencidukkan selanjutnya
dipelihara hingga dew asa. Larva tersebut
diletakkan pada baki pem eliharaan yang telah
diberi air
vz
volum e. Peletakkan larva pada bakidisesuaikan dengan tipe tem pat perkem
bang-biakkan. Selam a pem eliharaan, larva diberi pakan
larva berupa tepung daging sapi secukupnya.
Pem berian pakan dilakukan setiap hari hinggga
larva tersebut m encapai fase pupa. D an juga
dilakukan pem bersihan SIsa pakan dengan
m enggunakan pipet.
Pupa yang terbentuk dipindahkan pada
m o n o c u p yang telah diberi air 1/3 volum enya.
Setelah rata-rata 2 hari pupa tersebut
berm etam orfosa m enjadi dew asa.
N yam uk dew asa diam bil dengan
m enggunakan aspirator kem udian dipingsankan
dengan m enggunakan klorofom . N yam uk yang
telah pingsan diidentifikasi berdasarkan kunci
identifikasi.'
N yam uk dew asa hasil identifikasi diaw
et-kan m enggunaet-kan m etode c a r d p o in t te c h n iq u e ?
N yam uk dew asa hasil identifikasi yang telah
pingsan diletakkan ke dalam caw an Petri. N yam uk
tersebut dim atikan dengan m enutup caw an petri
selam a ± 3 m enit. Sam bil m enunggu, karton
runcing dipasangkan pada jarum dan dorong
sam pai pangkal jarum . Pada ujung karton runcing
dioleskan 2 sam pai 3 kali cat kuku. K em udian
nyam uk m ati direkatkan pada ujung karton runcing
dengan m erekatkan thorax sisi kanan nyam uk
pada ujung karton dengan hati-hati agar ujung
tersebut tidak m elebihi scutum dan kakinya diatur ke arah jarum dengan pinset Selanjutnya, nyam uk
yang telah berada di jarum diletakkan pada kotak
spesim en dan di beri label berisi nom or spesim en,
tem pat ditem ukan dan tanggal penangkapan.
H asil
1. K om posisi dan jenis A n o p h e le s sp Jum lah A n o p h e le s sp yang diperoleh
m elalui penangkapan nyam uk dew asa
dengan m etode um pan orang, dinding dan kandang selam a 12 jam di desa M aradesa
dan desa Bolubokat yang dilakukan pada
bulan A gustus sebanyak 66 ekor dengan
proporsi didom inasi oleh A n . a c o n itu s
dengan nilai dom inansi sebesar 125,
disusul A n . v a g u s 38,5, A n . k o c h i 2 4 ,5
dan A n . b a r b ir o s tr is 7,6 sedangkan A n . te s s e la tu s , A n . fla v ir o s tr is , A n . m a c u la tu s , A n .in d e fin itu s m asing-m asing 1,5 (Tabel
1). N ilai dom inansi m erupakan angka
yang m enunjukkan jum lah spesies yang
m endom inasi total hasil penangkapan
nyam uk A n o p h e le s sp yang diperoleh
dengan m engalikan persentase kepadatan
spesies dari total nyam uk tertangkap
(K epadatan N isbi/K N ) dengan frekuensi
spesies (FS) yang m erupakan jum lah kali
tertangkapnya suatu spesies dalam jangka
w aktu tertentu.
Tabel 1. K om posisi A n o p h e le s sp yang Tertangkap selam a 12 Jam pada Berbagai H abitat dengan M etode
U m pan Badan dan K oleksi Istirahat di W ilayah Puskesm as M aradesa, A gustus 2009
U m pan orang istirahat K epadatan D om inansi
N o Spesies Jum lah N isbi Frekuensi
D alam Luar D inding K andang
(K N % ) Spesies
8 13,6 1,8 24,5
A n . K o c h i 9 0 0
11,10% 88,90%
2 6 27 50 2,5 125
A n .a c o n itu s 33 0 0
8,20% 0,80%
3 A n . 0 1,5 1,5
0 0
te s s e la tu s 100%
4 A n . 3 2 7,6 7,6
5 0 0
b a r b ir o s tr is 60% 40%
5 0 15 22,7 1,7 38,6
A n . V a g u s 15 0 0
L a n j u t a n T a b e l 1 .
6 0 1 1,5 1,5
A n . fla v ir o s tr is 0 0
100%
7 0 1 1,5 1,5
A n . m a c u la tu s 0 0
100%
8 0 1,5 1,5
A n . I n d e fin itu s 0 0
100%
T o t a l 6 6
-
•
•
•
_An. kochi
• An. aconitus
An. bar-blr-ostris
G r a f i k 1 . F l u k t u a s i
MengigitAnopheles
s p s e l a m a 1 2 J a m d i W i l a y a h K e r j a P u s k e s m a s M a r a d e s a2 . A k t i v i t a s M e n g i g i t d a n I s t i r a h a t
Anopheles
s p
U ntuk m engetahui aktifitas m engigrt
A n o p h e le s sp digunakan M BR ( M a n B itin g R a te )
sebagai tolok ukur yang dapat m enunjukkan
rata-rata jum lah A n o p h e le s sp yang tertangkap pada
saaat m engigit orang atau hew an pada m alam
hari baik sepanjang m alam m aupun kurun w aktu
tertentu pada m alam hari satuan per orang/ m alam .
Pada gam bar 1 ditunjukkan, bahw a rata-rata
A n o p h e le s sp m engigit orang ( M a n B itin g R a te /
M BR) hanya dijum pai di luar rum ah oleh 3 spesies yaitu A n . a c o n itu s , A n . k o c h i dan A n . b a r b ir o s tr is
dengan fluktuasi aktifitas m engigit berbeda pada
ketiga spesies tersebut. A n . k o c h i hanya dijum pai pada pukul 19.00 (0,04 orang/jam ), A n .a c o n itu s
pada pukul 19.00 (0,04 orang/jam ) dan pukul 20.00
kepadatannya m eningkat sebesar 0,6 orang/jam
dan kem bali m enjadi 0,04 orang/jam pada pukul
04.00. Sedangkan A n . b a r b ir o s tr is ditem ukan sejak pukul 21.00 hingga 23.00 dengan kepadatan yang sam a (0,04 orang/jam ).
Perilaku istirahat dijum pai pada sekitar
kandang terdiri dari 8 spesies yaitu A n . k o c h i, A n . a c o n itu s , A n . te s s e la tu s , A n .b a r b ir o s tr is , A n . v a g u s , A n . fla v ir o s tr is , A n . m a c u la tu s dan A n .in d e fin itu s .
A ktifitas berbeda pada setiap spesies, dim ana
A n .a c o n itu s ditem ukan ham pir sepanjang m alam dengan kepadatan ( M a n H o u r D e n s ir y /M H D )
paling tinggi pada pukul 01.00 sebesar 0,9 orang/ j am ,A n . v a g u s ditem ukan sejak pukul 20 .O Odengan
puncak kepadatan pada pukul 01.00 dan 03.00
sebesar 0,7 orang/jam , A n . a c o n itu s kepadatannya
paling tinggi dijum pai pada pukul 01.00, A n .
b a r b ir o s tr is hanya ditem ukan pada pukul 19 .00 dan 01.00 dengan kepadatan 0,2 orang/jam . Sedangkan
A n te s s e la tu s , A n . fla v ir o s tr is , A n . m a c u la tu s dan
A n . in d e fin itu s hanya ditem ukan sekali selam a 12
jam penangkapan dengan kepadatan sam a sebesar
0,2 orang/jam (grafik 2). M H D m erupakan tolok
ukur yang digunakan untuk m engetahui rata-rata
jum lah A n o p h e le s sp yang istirahat di dalam rum ah m aupun di luar rum ah dalam kurun w aktu tertentu.
3. Tem pat Perindukkan
Tabel 2 m enunjukkan bahw a terdapat 11
tem pat perindukkan di lokasi penelitian dengan
berbagai tipe alam i yang terdiri dari sungai kecil,
raw a, sum ber air dan beberapa tipe buatan yang
m encakup kobakan, saw ah, irigasi non perm anen,
tem pat penam pungan air di kebun, kolam ,
kubangan kerbau, selokan, dan genangan air. Tujuh spesies ditem ukan di beberapa tem pat perindukkan terdiri dari A n . k o c h i, A n . a c o n itu s , A n . te s s e la tu s , A n . b a r b ir o s tr is , A n . v a g u s , A n . a n n u lla r is dan
A n . in d e fin itu s . K epadatan jentik paling tingggi
pada kubangan (13,1) dengan kehadiran 7 spesies
sedangkan kepadatan paling rendah pada tem pat
penam pungan air di kebun sayur sebesar (0,13).
1
0 ,9
0,8 0,7
0,6 0,5 0,"-0 ,3
0,2 0,1
°
_An. kochi
_An. .a c csr-tim.rs
• I
.A n_v agus
_ A n. -tees s eeletcrs
•I I I. III I II I III _A n. tfeavt r-css-tr-ts
.An. loer-joir-css-t r-ls
I
•I I I. III I II I III I
An. rr-re ccrle-t crs _An. lr-tcleeftr-tit crs G rafik 2. A ktifitas Istirahat A n o p h e le s sp Selam a 12 Jam
di W ilayah Puskesm as M aradesa
Tabel 2. Jum lah dan K epadatan Larva A n o p h e le s sp pada Berbagai Tipe Perindukkan
di Puskesm as M aradesa, Bulan A gustus 2009
Tipe Total Total K epadatan Jentik A n o p h e le s K em atian
N o H idup A n o p h e le s
Perindukkan Ciduk Jentik jentik/ciduk 1 2 3 4 5 6 7 0 /0
sp
1 K obakan 30 138 4,6 22 1 1 2 49 4 5 84 54 39%
2 Sungai kecil 40 19 0,48 3 7 1 6 2 19 0 0
3 Saw ah 20 30 1,5 1 1 1 6 9 21 70%
4 Irigasi non
20 23 1,15 9 10 13 56,50%
perm anen
5 Tem pat
10 13 0,13 5 2 7 6 46,20%
penam pungan air di kebun sayur
6 K olam 10 5 0,5 1' 3 2 40%
7 K ubangan kerbau 10 131 13,1 25 3 3 31 100 76%
8 Selokan 10 14 1,4 6 2 4 13 1 7,14%
9 G enangan air 10 9 0,9 2 3 6 66,70%
10 Raw a 10 6 0,6 2 2 4 66,70%
11 Sum ber air 10 14 1,4
K e t i. A n . k o c h i 5. A n . V a g u s
2. A n .a c o n itu s 6. A n . A n n u lla r is
3. A n . te s s e la tu s 7. A n . I n d e fin itu s
Tabel 3. Faktor Lingkungan A biotik dan Biotik Tem pat Perindukkan A n o p h e le s sp
di W ilayah Puskesm as M aradesa
N o Tipe tem pat pH Salinitas K ekeruhan intensitas
Perindukkan Cahaya
I K obakan 7 0 K eruh H eliofilik
2 Sungai kecil 7 0 Jeruih H eliofilik
3 Saw ah 7
o
K eruh4
Irigasi
perm anen
o
Jeruihnon 7
5 Penam pungan air
(kebun sayur)
K olam
o
K eruh7
o
Jeruih6 8
7 kubangan kerbau 8 0 K eruh
8 Raw a 7 0 Jeruih
9 Parit 8 0 Jeruih
10 G enangan 7 0 Jeruih
11 Sum ber air 8 0 Jeruih
Biota
Tum buhan berkayu, E n te r o m o r p h a sp,
D y s tic id a e sp,
H y d r illa s p ,R a n a s p ,G e r r is sp,N im fa
H eliofilik capung
P a n c h a x sp,
E n te r o m o r p h a sp, A lligatorw eed, P is tia
H eliofilik sp
Salvinia sp, ipom eae aquatica,
C o la c a s ia e s c u le n ta , M o n o c a h a r ia
v a g in a lis
P a n c h a x sp,B e lo s to m a sp
H eliofilik H y d r o c o r tile sp,Helixp o m a ta
H eliofilik I p o m e a e a q u a tic a , c a n te lla a s ia tic a ,
M o n o c h a r ia v a g ia n a lis , G e r r is s p
H eliofilik
H eliofilik
o
Rum put, siput, P a n c h a x sp
C a n te lla a s ia tic a , H y d r o c o r tile s p ,
s ip u t,
B e lo s to m a sp, G e r r is sp, nim fa capung
Rum put, B e lo s to m a sp
E n te r o m o r p h a sp,R a n a sp
H eliofilik
H eliofilik
H eliofilik
Pada Tabel 3 diperlihatkan bahw a faktor
abiotik pada sem ua tem pat p e r in d u k k a n A n o p h e le s
sp yang dijum pai di lokasi penelitian m em iliki
pH antara 7-8, salinitas Oo/oo heliofilik serta
seim bang antara jum lah perairan yang keruh dan
jernih. H am pir di setiap habitat ditem ukan biota
baik flora terdiri, E n te r o m o r p h a sp, H y d r illa sp,
P is tia str a tio te s , S a lv in ia sp, I p o m e a e a q u a tic a , C o la c a s ia e s c u le n ta , M o n o c h a r ia v a g in a lis , H y d r o c o r tile sp, I p o m e a e a q u a tic a , C a n te lla a s ia tic a dan fauna terdiri dari R a n a sp, G e r r is
sp, N im fa capung, P a n c h a x sp, B e lo s to m a sp,
D y s tic id a e sp,H e lix p o m a ta
Pem bahasan
Spesies nyam uk yang ditem ukan hanya
m elalui m etode penangkapan um pan badan di
luar rum ah dan istirahat di luar rum ah sekitar
kandang tem ak, sedangkan m etode um pan badan
di dalam rum ah dan yang beristirahat di dinding
nihil. Secara visual kom posisi spesies terdiri dari
A n o p h e le s k o c h i, A n o p h e le s a c o n itu s , A n o p h e le s te s s e la tu s , A n o p h e le s b a r b ir o s tr is , A n o p h e le s v a g u s .A n o p h e le s fla v ir o s tr is , A n o p h e le s m a c u la tu s
dan A n o p h e le s in d e fin itu s . Proporsi terbesar dari
kedelapan spesies tersebut didom inasi oleh A n .
a c o n itu s (50% ), disusul A n . v a g u s (22,7% ), A n . k o c h i (13,6% ) d a n A n . b a r b ir o s tr is (7,6 % ).
A ktifitas m engigit ketiga spesies ( A n .
a c o n itu s , A n . b a r b ir o s tr is , A n . k o c h i) cenderung
eksofagik karena hanya aktif di luar rum ah yang
didom inasi oleh A n . a c o n itu s . D engan fluktuasi
yang berbeda pada m asing-m asing spesies, di
m ana A n . A c o n itu s ditem ukan setelah m atahari
terbenam dengan puncak kepadatan antara pukul
20.00-21.00 dan pada jam -jam berikutnya tidak
ditem ukan kem udian pada pukul 04.00-05.00
m uncul kem bali. A n . b a r b ir o s tr is ditem ukan hanya
pada sekitar pukul 21.00- 23.00 Sedangkan A n .
k o c h i ditem ukan hanya pada pukul 19.00-20.00. Sifat eksofagik ini juga dim iliki oleh ketiga spesies yang sam a di jepara. 3
Perilaku istirahat setiap spesies dijum pai
pada tum buhan di sekitar kandang tem ak kerbau
sehingga cenderung eksofilik dengan sebaran
kepadatan populasi yang berbeda pada setiap
spesies. Pada gam bar 2 m enunjukkan A n . a c o n itu s
spesies yang paling tinggi kepadatannya disusul A n .
k o c h i dan A n . v a g u s . D im ana fluktuasi kehadiran m asing-m asing spesies juga berbeda, A n . a c o n itu s d a n A n . v a g u s ditem ukan sepanjang m alam hingga
m enjelang pagi sedangkan A n . k o c h i ditem ukan
setelah m atahari terbenam kem udian pada tengah
m alam dan m uncul kem bali m enjelang pagi. A n
b a r b ir o s tr is ditem ukan setelah m atahari terbenam
kem udian selanjutnya tidak ditem ukan lagi dan
m uncul kem bali pada tengah m alam .
K edua aktifitas tersebut m erupakan hasil
interaksi A n o p h e le s dengan lingkungannya
dengan bantuan reseptor dan efektor. A ktifitas
m engigit dan istirahat delapan spesies tersebut
m erupakan satu kesatuan yang tidak terpisah
karena m enurut G uide (2003) 6 spesies ini dalam
m em pertahankan kelanggengan genetisnya m em
-butuhkan pakan darah yang diperoleh m elalui
aktifitas m engigit dengan beberapa altem atif
obyek seperti m anusia dan beberapa spesies
m am alia yang dapat dilakukan di dalam dan juga
di luar rum ah." M enurut H isw ani (2004) setelah
aktifitas tersebut dilakukan, dilanjutkan dengan
aktifitas istirahat yang dilakukan secara tem porer
pada saat aktifitas m engigit sem entara berlangsung
dan dapat dijum pai pada dinding dalam rum ah
dan juga di lingkungan sekitar kandang tem ak.
K em udian dilanjutkan dengan istirahat tetap yang
dilakukan selam a m enunggu proses peletakkan
telur." Pada fase ini nyam uk sering m em punyai
relung yang spesifik seperti pada berbagai vegetasi
di habitat perairan, tebing-tebing di sekitar sum ber
air, sungai. Intinya berbagai tem pat yang m em iliki
kelem baban yang cocok untuk perkem bangan
dew asa tersebut.
Spesies yang dijum pai cenderung eksofagik dan endofagik. H al ini dipengaruhi oleh m ulti faktor
m enurut M unif (2004)3 bahw a keadaan bentuk
konstruksi rum ah,jum lah penghuni dan tem ak akan
m em pengaruhi kontak nyam uk dengan m anusia di
suatau daerah.' Selain itu juga dipengaruhi oleh
kem am puan internal dari organism e itu sendiri
seperti kem am puan orientasi dari m asing-m asing
spesies untuk m enem ukan lingkungan yang
optim um dalam periode m encari sum ber pakan.
Berdasarkan M arquartdt (1996)8 diketahui bahw a
aktifitas nyam uk dalam m endekati inang yang
potensial m erupakan aktifitas acak sederhana
dari betina yang disebabkan oleh pencium an dan
isyarat yang dapat dilihat.8
N yam uk yang telah dikonfirm asi sebagai
vektor di N TT adalah A n . b a r b ir o s tr is sedangkan
yang diduga sebagai vektor adalah A n .flavirostris,
A n . a c o n itu s , A n . m a c u la tu s . A n . A c o n itu s hanya
terbukti sebagai vektor di daerah pulau jaw a
Penelitian di Tim or m em buktikan bahw a A n . v a g u s
terbukti m engandung sporosait. N am un sejauh ini
jenis nyam uk ini belum dinyatakan sebagai vektor
m alaria sedangkan di flores telah terbukti sebagai
vektor W B r a n c o fti? Berdasarkan tes Elisa pada
nyam uk A n . m a c u la tu s (Jaw a Tengah), A n . k o c h i
dan A n . te s e lla tu s (Sum atera), A n . k o c h i dan A n . b a r b ir o s tr is (Sulaw esi) hasilnya positif.10 H al
ini m engindikasikan bahw a pada setiap daerah
dengan topografi dan lingkungan yang berbeda
jenis A n o p h e le s yang berperan sebagai vektor juga berbeda.
W alaupun variasi spesiesnya cukup tinggi
tetapi kepadatan populasinya sangat rendah hal
ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
setem pat. D im ana curah hujan pada bulan
A gustus sepanjang 10 tahun terakhir adalah nol.
Tem peratur dan kelem baban lingkungan pada saat
dilakukan penangkapan nyam uk berkisar 10-23 "C
dan 67 -86% . H al ini berkaitan dengan ketersediaan
habitat perkem bangbiakkan yang m inim di daerah
penelitian. M enurut Serviced (2002) fluktuasi
m usim an seperti curah hujan, kelem baban dan
suhu m em pengaruhi tingkat ketahanan A n o p h e le s
dan jum lah populasinya. Pada um um nya di negara
tropis perkem bang-biakkannnya berlangsung
sepanjang tahun dan angkanya m enurun pada
m usim kem arau hal ini berkaitan dengan m inim nya
keberadaan habitat tem pat perkem bangbiakkan.'
H abitat tem pat perkem bangbiakkan yang
dijum pai terdiri dari kobakan, sungai kecil,saw ah,
irigasi tidak perm anen, tem pat penam pungan air
genangan air, sum ber air dan raw a dengan spesies
yang dijum pai pada m asing-m asing habitat sam a
dengan spesies yang dijum pai pada penangkapan nyam uk dew asa tetapi A n . m a c u la tu s dan A n . fla v ir o s tr is tidak ditem ukan sedangkan spesies lain yang m uncul adalah A n . a n u lla r is (tabel 3).
D engan dem ikian, kegiatan pencidukkan larva
selain untuk m engetahui tem pat perkem
bang-biakkan pra dew asa juga untuk m engetahui spesies
yang tidak tertangkap pada saat penangkapan
nyam uk dew asa dilakukan.
Salinitas pada m asing-m aing habitat
perairan adalah sam a O%o' H al ini m enunjukkan
bahw a perairan yang m erupakan habitat larva
berkem bang term asuk jenis perairan air taw ar. H al
ini Sesuai dengan nilai salinitas perairan taw ar
biasanya kurang dari 0,5%
0 11
H asil pengukuran pH di lokasi penelitian
berkisar 7 -8, kondisi ini ideal untuk perkem bangan
larva karena m enurut Effendi (2003) bahw a
sebagian besar biota akuatik m enyukai nilai pH
antara 7 - 8 ,5 Y
K ondisi perairan pada um um nya jernih
dan bersifat heliofilik hal ini m em pengaruhi
keberadaan oksigen terlarut. A pabila air jernih
tidak akan m engham bat penetrasi cahaya ke dalam air sehingga proses fotosintesis tidak terganggu dan
akan m em pengaruhi kepadatan larva di perairan
tersebut.
D istribusi m asing-m asing spesies pada
habitat perkem bangbiakkan berbeda terlihat
bahw a A n . k o c h i, A n . v a g u s d a n A n . b a r b ir o s tr is
terdistribusi ham pir di sem ua habitat yang
ditem ukan. Sedangkan habitat denganjenis spesies
yang beragam dan kepadatan jentik yang tinggi
ditem ukan pada kobakan. H al ini disebabkan oleh
ketidakhadiran fauna akuatik lain yang berpotensi
sebagai m usuh alam i, karena larva dapat hidup
bebas tanpa ancam an predasi dari hew an akuatik
yang berpotensi predator. K ondisi ini juga
ditem ukan di kubangan kerbau m em iliki populasi
jentik yang tinggi tetapi hanya satu spesies.
Sedangkan pada habitat lainnya kepadatan jentik
lebih rendah. H al ini disebabkan oleh kehadiran
biota baik fauna m aupun flora akuatik. K eberadaan
biota akuatik dapat m enjadi faktor pem batas
kelangsungan hidup larva dalam ekosistem
perairan. K arena m enurut keberadaan flora akuatik
akan m em pengaruhi keberadaan oksigen yang
dibutuhkan biota perairan tersebut untuk hidup
sehingga hal ini m em ungkinkan hew an air seperti
ikan dan serangga air dapat hidup dengan baik
dan m em angsa larva yang terdapat di habitat yang
sam a.l':"
Ikan kepala tim ah m erupakan pem akan
larva nyam uk dan juga keberadaan ikan pada
tem pat perindukkan m em pengaruhi kepadatan
larva nyam uk, m akin banyak ikan m aka kepadatan
larva sem akin kecil dem ikian pula sebaliknya. 13,14
O leh karena itu, dengan m engetahui jenis
nyam uk dan berbagai aktifitasnya di daerah
staratifikasi endem isitas tinggi m alaria m erupakan
langkah aw al dalam usaha pengendalian m alaria
yang ditularkan oleh serangga ini.
Spesies yang dijum pai pada penelitian ini
didom inasi oleh berbagai spesies yang di daerah lain sudah terbukti sebagai vektor seperti A n . a c o n itu s
dan A n . b a r b ir o s tr is yang cenderung eksofagik,
dengan aktifitas m engigit lebih banyak dijum pai
pada pukul 20.00, dim ana aktifitas m asyarakat
di luar rum ah m asih tinggi. Langkah preventif
yang dapat dilakukan adalah dengan m engurangi
berbagai aktfitas di luar rum ah dan apabila aktifitas
tetap berlangsung diupayakan untuk m enggunakan
krim anti nyam uk. Langkah ini bertujuan untuk
m engurangi atau m enghindari gigitan nyam uk
sehingga pakan darah yang dibutuhkan untuk
perkem bangan telur sulit diperoleh dan juga proses
transm isi tidak berlangsung.
A ktifitas lain yang tervisualisasi pada
penelitian ini adalah aktifitas istirahat sem entara
yang dilakukan pada saat aktifitas m engigit
berlangsung. A rea yang dijum pai nyam uk hanya
di luar rum ah. D i dinding kandang tem ak kerbau
yang m aterialnya berupa batu, tem ak sapi yang
tidak dikandangkan, vegetasi yang berada di
sekitar kandang. M etode pengendalian yang dapat
diaplikasikan yaitu pengelolaan lingkungan yang
baik. D engan m em bersihkan berbagai m acam
vegetasi liar yang berada di sekitar kandang tem ak
atau rum ah penduduk sehingga tidak tersedia
tem pat yang sesuai bagi nyam uk tersebut untuk
beristirahat sem entara yang dilakukan pada saat
aktifitas m engigit sedang berlangsung.
Berbagai jenis tem pat perindukkan yang
dijum pai juga sangat penting sebagai acuan dalam
m elakukan pengendalian fase akuatik yaitu dengan
m em odifikasi lingkungan m elalui pengeringan,
penim bunan, m engalirkan aliran air tergenang,
pengeringan saw ah secara berkala, pem bersihan
tum buhan air. Selain itu, pem anfaatan m usuh
alam i dan larvisida sangat m em butuhkan inform asi
m engenai tem pat perindukkan sehingga upaya
tersebut tepat sasaran.
K e s i m p u l a n d a n S a r a n
A n o p h e le s sp yang dijum pai cukup bervariasi terdiri dari A n . k o c h i, A n . a c o n itu s , A n . te s s e la tu s , A n . b a r b ir o s tr is , A n . v a g u s , A n . flavirostris,
A n . m a c u la tu s , A n . in d e fin itu s , A n . a n n u la r is .
D engan perilaku m engigit dan istirahat cenderung
eksofagik dan eksofilik. D idukung oleh tem pat
perkem bangbiakan yang cenderung terbentuk
karena aktifitas m anusia dan hew an tem ak.
G am baran ini sangat penting dipaham i
sebagai acuan dalam upaya pengendalian yang tepat
sasaran. Langkah selanjutnya adalah m enem ukan
inform asi tentang spesies yang m enjadi vektor
m alaria di daerah tersebut karena jenis nyam uk
yang dijum pai pada daerah tersebut sebagian telah terbukti sebagai vektor didaerah lain.
U c a p a n T e r i m a k a s i h
U capan terim akasih disam paikan kepada
kepala Loka Litbang P2B2 W aikabubak, kepala
dinas kesehatan K abupaten Sum ba Tengah, K epala
Puskesm as M aradesa serta sem ua pihak yang telah
m em bantu dalam pelaksanaan penelitian.
D a f t a r P u s t a k a
1. A nonim ., Laporan K asus M alaria K abupaten
Sum ba Tengah.,2008
2. M . W . ServicedandH . Tow nson., T h e A n o p h e le s
vector, Essential m alariology fourth edition.,
A rnold intem ational student's.,2002
3. A m rul m unif.,D inam ika Populasi A n o p h e le s a c o n itu s kaitannya dengan prevalensi m alaria
di kecam atan Cineam , Tasikm alaya.,M edia
litbang K esehatan volum e X IV nom or
(4).,2004
4. A rw ati S dan C.T. 0 'Connor.,K unci bergam bar
untuk A n o p h e le s sp betina dari lndonesia,
D irektorat Jenderal P3M D epartem en
K esehatan., 1976
5. A stri M aharani., Pem buatan specim en
nyam uk dan jentik., M odul Entom ologi
D asar. 2006
6. Leam er's G uide., M alaria Entom ology and
V ector Control trial edition., 2003
7. H isw ani., G am baran Penyakit dan V ector
M alaria di lndonesia., 2004
8. W illiam C. M arquartdt. Introduction to
A rthropods as V ector., 1996
9. H arjani, A .M , A tm osoedjono.S dan Rita
M .D .,Penentuan V ector M alaria di flores. 1983
10. A bednego H .M dan Thom as T., M osquito
Bom e D isease Status and Control., Sem inar on V ector Control by m oleculer technology., 1998
11. Effendi.H .TelaahK ualitas air bagi Pengelolaan
Sum ber D aya dan Lingkungan Perairan.,2003
12. A nonim ., D irektorat jenderal Pencegahan
dan Pem berantasan Penyakit M enular
M alaria. ,2001
13. Soekim o., M Bang J.H ., Sudom o., Pam ayun
C P , and G .A . Flem ing Bionom ic of
s u n d a ic u s and other A n o p h e lin e s associated
w ith m alaria coastal area ofbali (Indonesia).,
Sirkuler W H O IV BC/83.885., 1983
14. Setyaningrum .E.,A spek Ekologi Tem pat
Perindukkan N y a m u k A n o p h e le s s u n d a ic u s
di Pulau Legundi Padang Cerm in,
Lam pung.,Jum al m anajem en dan K ualitas