TINJAUAN PUSTAKA
Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris (Kusmana, 2005). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan
baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas
tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.
Ekosistem mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa
disuatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Dengan demikian kawasan mangrove dapat diinterpretasikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindungi, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut, yang tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam. Ekosistem mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah
pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai (Kusmana, 2005).
202 jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana (tumbuhan memanjat), 44 jenis epifit, dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, hanya 43 jenis yang merupakan mangrove sejati (true mangrove).
Sementara tumbuhan mangrove sejati di dunia tercatat ada 60 jenis.
Ekosistem mangrove, sering disebut dengan sebutan hutan payau atau
hutan bakau. Kawasan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan sub-tropika yang khas, tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Dahuri, 2003).
Menurut FAO luas kawasan mangrove di dunia adalah sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia 7.441.000 ha, Afrika 3.258.000 ha, dan Amerika
5.831.000 ha, sedangkan luasan ekosistem mangrove Indonesia diperkirakan seluas 3.735.250 ha yang tersebar di 13.677 pulau pada garis pantai lebih dari 81.000 km. Kawasan mangrove terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia,
Rhizophora, Sonneratia, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceros, Scyphyphora, dan Nypa. (Kusmana, 2005).
Ekosistem mangrove mempunyai peranan penting dalam menjaga kawasan pantai. Secara garis besar fungsi mangrove dikategorikan kedalam tiga macam fungsi, yaitu fungsi fisik, fungsi biologis (ekologis) dan fungsi ekonomi. Secara
fisik hutan mangrove berfungsi sebagai penjaga garis pantai dari erosi agar tetap stabil, melindungi daerah belakang mangrove dari hempasan gelombang dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi hasil hutan seperti madu, kayu, dan tempat rekreasi (Kusmana, 2007).
Pelaksanaan reboisasi (penghijauan) kawasan ekosistem hutan mangrove
yang mengalami kerusakan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengadaan Bibit
Pada umumya bibit tanaman mangrove masih diambil langsung dari alam yaitu induk pohon mangrove karena saat ini belum ada pengusaha yang khusus
memperbanyak bibit tanaman mangrove kemudian bibit dikelompokkan berdasarkan jenis dan besar tanaman mangrove.
2. Seleksi Bibit
Untuk melakukan seleksi bibit tanaman mangrove harus diperhatikan beberapa hal, diantaranya pertumbuhan batang, cabang, daun dan akarnya serta
memperhatikan kesehatan bibit apakah cacat, terkena penyakit atau hama tanaman.
3. Persemaian Bibit
Lokasi persemaian bibit sebaiknya tidak jauh dari daerah yang akan direboisasi tetapi sebaiknya pada daerah yang agak terlindung dari gempuran
ombak laut dan memiliki cukup lumpur sebagai media tanam. Selain itu, lokasi persemaian perlu dibuat pagar pembatas sebagai pelindung untuk menghindari
gangguan kepiting bakau (Neosarmatrium meinerti). 4. Media Semai
Untuk media semai bibit tanaman mangrove harus berupa lumpur hutan
5. Pengangkutan Bibit
Setelah bibit cukup umur untuk ditanam, maka bibit tanaman mangrove diangkut ke lokasi penanaman pohon mangrove dengan menggunakan wadah
angkut sebaiknya berupa kayu atau plastik kontainer berdasarkan jenis dan ketinggian bibit.
6. Penanaman Bibit
Penanaman bibit tanaman mangrove di lokasi penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari karena cahaya matahari sudah tidak terlalu panas.
Penanaman bibit dilakukan dengan jarak tanam 5 x 5 m atau disesuaikan dengan kanopi pohon induk dan lubang tanam berukuran 50 x 50 x 50 cm setelah itu bibit
sebaiknya diberi tongkat kayu yang diikat kuat dengan tali agar tidak perpindah apabila terkena ombak laut.
7. Pemeliharaan dan Perlindungan
Setelah melakukan penanaman, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman agar pertumbuhan tanaman terkontrol apabila kemungkinan terjadi kerusakan
tanaman akibat serangan hama tanaman dan ombak laut, sehingga apabila hal tersebut terjadi maka tanaman harus segera diganti dengan bibit yang baru (Fadhlan, 2010).
Peran Pemerintah
Aktivitas manusia yang berlebihan dalam mengeksploitasi sumberdaya alamdi kawasan pantai menyebabkan kerusakan hutan mangrove yang cukup parah. Diperkirakan luas hutan mangrove yang rusak di seluruh Indonesia telah
mencapai 300.000 hektar yang hingga saat ini belum dapat ditanggulangi. Departemen Kehutanan Republik Indonesia telah melihat dampak yang lebih parah akan terjadi apabila kondisi ini tidak segera ditangani. Usaha penanganan
kerusakan hutan mangrove ini telah ditindaklanjuti dengan telah ditetapkan anggaran sebesar 4 trilyun rupiah untuk program reboisasi hutan mangrove di
seluruh Indonesia (Balitbang, 2005).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 43 tentang kehutanan bahwa dalam kaitan kondisi hutan mangrove yang rusak pada setiap
orang yang memiliki, mengelola atau memanfaatkan hutan mangrove wajib melaksanakan rehabilitas untuk tujuan perlindungan konservasi. Salah satu cara
melindungi hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai (Fadhlan, 2010).
Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang ikut
berpartisipasi membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup khususnya ekosistem hutan mangrove dengan metode, yaitu konservasi, reboisasi dan rehabilitasi (Fadhlan, 2010).
Produktivitas Kerja
Menurut Hasibuan (2005) Produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Dari pengertian di atas maka produktivitas kerja dapat diartikan sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai tenaga kerja
Produktivitas Kerja = total hasil tenaga kerja (unit) /HKP
Dalam perhitungan curahan tenaga kerja maka digunakan standar perhitungan berdasarkan umur dan jenis kelamin tenaga kerja dengan standar
konversi sebagai berikut:
Tenaga anak-anak (10-14 tahun) : laki-laki = 0,5 HKP, wanita = 0,4 HKP
Tenaga laki-laki dewasa ≥ 15 tahun = 1 HKP
Tenaga wanita dewasa ≥ 15 tahun = 0,8 HKP
Standar konversi tersebut berlaku dengan jumlah jam kerja yang sama
dalam satu hari kerja yaitu 7 jam kerja efektif . Untuk menghitung curahan tenaga kerja dengan usia dan jenis kelamin tertentu harus melihat jumlah jam kerja dikalikan dengan standar Men equivalent (Me) atau Hari Kerja Pria (HKP)
(Butar-Butar, 2011).
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan
perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
faktor produksi tenaga kerja adalah :
1. Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja
2. Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai
spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan,
maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat- alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
3. Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam
proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4. Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi
pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman (Soekartawi, 1999).
Wanita dalam Sektor Ekonomi
Sebagian wanita yang telah menikah, mempunyai beberapa peranan dalam keluarga inti yaitu sebagai istri, pengurus rumah tangga dan sebagai pencari
yang terkait dalam perkawinan. Dalam tiga peran tersebut, wanita memberikan diri sepenuhnya demi kesejahteraan keluarganya. Banyak wanita merasa kurang puas dalam tiga peran diatas dan keadaan ekonomi keluarga menuntutnya untuk
bekerja diluar, atau mencari suatu kegiatan yang menambah penghasilan keluarganya (Moenandar, 1985).
Keinginan para wanita untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan perbaikan ekonomi serta keadilan sosial keluarga senantiasa tergambar dari upaya yang selalu mereka lakukan, misalnya dengan bekerja dibidang pertanian. Wanita
pada umumnya sangat peka dengan keadaan dan permasalahan yang terjadi dalam keluarganya, mereka akan menjadi penengah untuk setiap masalah yang terjadi
dalam keluarga. Mereka juga tidak akan segan untuk memasuki dunia pekerjaan yang beresiko tinggi apabila keadaan keluarga mereka mengharuskan untuk berbuat demikian (Ihromi, 1995).
Karakteristik Sosial Ekonomi
Umur
Umur yang makin tua biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk
diberikan pengertian-pengertian yang mengubah cara kerja, cara berpikir, dan cara hidupnya. Semakin muda umur maka semakin tinggi semangat dalam berbagai aktifitas (Lubis, 2009). Umur memiliki pengaruh besar dalam produktivitas kerja
seseorang.
Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).
Pendidikan
Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan gaya kreatifitas manusia dalam berfikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan
kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia. Usaha-usaha penduduk berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah (Lubis, 2009).
Menurut Hasyim (2006), tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani
menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya. Pada ibu rumah tangga juga berlaku hal yang sama, dimana tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Lamanya Bekerja di Pembibitan
Semakin banyak pengalaman dapat membuat perbandingan dalam
mengambil keputusan. Tingkat pengalaman seseorang dalam berusaha memberikan kesan kepada mereka bahwa caranya adalah yang paling baik (Lubis, 2009).
Menurut Hasyim (2006), lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda beda oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan
Jumlah Tanggungan
Semakin banyak anggota keluarga, akan semakin besar pula beban hidup yang akan ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan
mempengaruhi keputusan (Soekartawi, 1999). Dengan makin banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan keluarga, ibu rumah tangga akan berusaha
untuk mengoptimalkan produktivitasnya dengan menentukan pilihan-pilihan yang akan meningkatkan pendapatannya.
Menurut Hasyim (2006), jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu
faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani
untuk melakukan banyak aktivitas terutama dalam mencari dan menambah pendapatan keluarganya.
Pendapatan Keluarga
Pendapat yang diperoleh suami yang sedikit dan kurang untuk pemenuhan biaya hidup/keluarga mengakibatkan wanita dalam keluarga tersebut berkeinginan
untuk menambah pendapatan keluarga untuk biaya kebutuhan hidup. Pendapatan masyarakat yang makin besar mencerminkan tingkat kesejahteraan rumah tangga yang semakin terjamin (Sitorus, 2008).
Kebanyakan wanita bekerja untuk menambah gaji/pendapatan suaminya atau menopang keuangan mereka. Mereka tidak bermaksud untuk menaiki jenjang
pengelolaan waktu. Karena waktu merupakan salah satu factor penting dalam melakukan tugas-tugas itu sampai tuntas ( Wolfman, 1989 dalam Sitorus, 2008).
Kerangka Pemikiran
Produktivitas kerja ibu rumah tangga dalam pembibitan mangrove
dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi, antara lain: umur, pendidikan, jumlah tanggungan, lamanya bekerja di pembibitan, tingkat pendapatan keluarga.
Gambar 1. Skema Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Ibu Rumah Tangga dengan Produktivitas Kerja.
Karakteristik Sosial Ekonomi
Pendidikan Umur
Lamanya Bekerja di Pembibitan
Jumlah Tanggungan
Pendapatan Keluarga
Keberhasilan suatu tujuan kegiatan sangat dipengaruhi oleh peran masyarakat yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Secara jelas kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam skema berikut ini:
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Ibu Rumah Tangga dengan Produktivitas Kerja dalam Pembibitan Mangrove.
Ibu-Ibu Rumah tangga
Karakteristik Sosial Ekonomi: 1. Umur
2. Pendidikan
3. Jumlah Tanggungan
4. Lamanya Bekerja di Pembibitan 5. Pendapatan Keluarga
Total Produksi